Teror || Xodiac ✓ (REVISI)

De peachxyblss

19K 2K 552

[ horor, friendship, comedy ] ❛❛tidak ada sembilan, salah satu dari kita cuma kloningan❞ pertemuan yang cukup... Mais

prolog
01
06
07
08
09
10
11
16
17
18
19
20
21
27
28
29
TERBIT

26

347 79 22
De peachxyblss

Waktu maghrib Zayyan tiba di kompleks perumahannya usai setengah hari menghadiri acara pernikahan teman lama. Ia mengayuh sepeda ungu memasuki Gang Zodiak yang berliku. Didalam keranjangnya terdapat paper bag yang ia dapatkan dari acara resepsi. Berisi mug happy wedding A&Z serta gulai kambing yang dijarah Zayyan diam-diam.

Pemuda tampan itu menghembuskan nafas panjang lelah mengoperasikan kendaraan bututnya dari barat belok selatan lalu ke timur dan berujung pada barat lagi. Besok-besok apabila Ayah Zayyan mengirim segepok dolar---walau jatuhnya cuma mimpi disiang bolong, dia akan membeli motor baru. Titik.

Usahanya berbuah manis. Zayyan pun tiba diarea blok Barat yang menyediakan puluhan kost sedehana milik Tuan Kim yang Terhormat. Zayyan turun dari sepeda, menuntunnya menuju rumah karena jika bersikeras dinaiki, maka besar kemungkinan dia akan jatuh karena tanahnya becek.

Atensinya terjun pada salah satu kost bercat putih tulang dengan lampu menyala diruang tamu. Jarak yang terpaut agak mendingan tidak membuatnya bersikap abai, justru pemuda itu sejenak menghentikan tumitnya melangkah.

"Wah, permainannya baru dimulai." Monolog Zayyan, ditangkap sayup-sayup angin yang terbang menyapu dahan diatasnya.

Zayyan mengulas sebuah senyum tipis. "Selamat membingung lo, Husein." Lirihnya. Artian yang mengandung teka-teki. Tidak satupun orang mampu memperinci kalimatnya.

"Yan!"

Terhentak sekilas, siluet kekar berjas hitam mencoba menyulap renggang menjadi hampir mendekati. Zayyan menolehkan kepala, dilihatnya Ayah Gibran memberi lambai tangan berniat menyapa.

"Eh, Pak Kim." Sapa Zayyan seraya membungkuk sekadarnya sebagai tanda hormat.

"Kamu habis darimana? Kok bajunya rapi bener," tanya Tuan Kim menyadari ada yang salah dari pakaian yang pemuda tupai itu kenakan.

Zayyan memang merubah penampilannya lebih rapi juga elegan. Tidak biasanya lelaki itu memakai setelan batik berkerah yang dipadu dengan bawahan berwarna gelap. Tuan Kim agaknya bingung jenis batik asal mana yang Zayyan pilih itu.

"Oh, ini, saya dari kondangan Pak. Bapak sendiri kenapa malam-malam ada diluar rumah?" Jelasnya.

Menyengir ganteng ala bapak-bapak pemegang saham yang tajir melintir, Tuan Kim sombong memegang kerah baju dilehernya. "Saya buka cabang restoran baru di jalan Sudirman Yan. Menunya, sih, dibikin kayak khas negera Gingseng biar lebih menarik gitu. Ini acaranya baru selesai. Kapan-kapan mampir yuk! Khusus kamu, saya yang traktir."

"Terima kasih, Pak, gak perlu repot-repot." Zayyan tolak dengan halus. "Saya aja udah bosen makan daging terus dari Bapak. Lain kali deh,"

"Ya terserah kamu maunya gimana." Tuan Kim memaklumi sungkan Zayyan. Memang yang benar seperti ini. Dibaiki, tapi gak ngelunjak.

"Oh ya, Yan, kamu lihat Gibran gak? Saya coba telepon berkali-kali gak diangkat. Niatnya, sih, saya kepengen ngasih dia pekerjaan jadi pengelola keuangan di restoran itu. Mana, ya, tuh anak?" Lanjut beliau garuk-garuk alis.

"Pak Kim makin hari hartanya nambah terus. Padahal udah punya kost sekereta, ladang kebunnya berhektar-hektar, toserba juga yang paling rame sekota Jogja, eh masih aja buka usaha lain. Saya jujur iri sama Gibran Pak." Ucap Zayyan mengiri namun tidak bermaksud menyindir.

Tuan Kim kaget lantas mengibaskan tangannya didepan muka anak itu malu-malu. "Ah, kamu! Nggak. Saya bukannya apa, Yan. Ini semua juga buat masa depan saya sekeluarga. Semacam investasi mungkin?"

Zayyan spontan mengubah mimik wajahnya menjadi datar.

"Nah, kan, jadi lupa. Nanti kalau semisal kamu ketemu Gibran dijalan, hubungi saya. Tuh anak kerjaannya nganggur terus! Kalau gak makan, minum, ya main sama tanah dipinggir---"

"Eh!" Tersadar ada yang keliru dari ucapan beliau, Tuan Kim lekas membetulkan lidah. "Ya pokoknya tolong kasih tahu saya, Yan." Suruh pria paruh baya itu.

"Loh, bukannya selama ini Gibran sibuk terus ya, Pak?" Tanya Zayyan sambil menautkan dua alisnya.

Tuan Kim bingung dengan Zayyan. Sekompleks pun mengetahui jika setiap hari Gibran tidak pernah keluar untuk mencari pekerjaan tetap. Putra tunggalnya itu cuma luntang-luntung tidak jelas seperti tunawisma yang kehilangan tempat tinggal.

"Sibuk ngapain??"

"Mantau peliharaannya Bapak kan?" Terka Zayyan mengulas senyum meremehkan. Dilihatnya Tuan Kim spontan mengatupkan bibir dengan mata yang menatap tajam.

"Hahaha! Wajah Pak Kim gak usah tegang gitu. Saya ngerti, kok, kalau semua ini buat investasi masa depan. Betul?" Terkuras akan kata, Zayyan kembali memojokkan pria itu selagi ayah Gibran masih terdiam.

***

"Lex!"

Bentakan keras itu dinilai karena Lex belum juga menjawab pertanyaannya. Husein semakin dibuat tak habis pikir dengan lelaki yang saat ini tengah merapatkan bibirnya bersama wajah flat mengesalkan.

"Lo kenapa sih?!" Dumal Husein seraya mendorong bahu kanan Lex sampai korban terhuyung menabrak dinding.

"Apa jangan-jangan bang Lex dalangnya?" Wain menyela duluan. Mulutnya membulat layaknya seorang yang terkejut.

"Nggak! Nggak mungkin." Sahut Gibran kemudian mengalihkan pandangannya pada maknae. "Jangan ikut campur Leo! Lo bukan siapa-siapa disini. Gak usah berusaha memengaruhi mereka buat naruh curiga ke Lex. Kalau lo benci dia, benci sendirian! Ngapain ngajak orang lain segala hah?!"

Kesal dengan Leo, Gibran berjalan berdentum menghampirinya. Tinggi yang terpaut lumayan jauh tidak membuat nyali Gibran menghardik Leo lewat tajamnya iris sirna begitu saja.

"Lo yang harusnya gak ikut campur bang! Selama ini lo, kan, yang udah ngebikin hidup kami jadi rumit gara-gara teror sialan itu?! Ngaku!" Gertak Davin.

"Teror apa yang lo maksud?!"

"Halah. Masih bisa ngelak lo?"

Gibran ganti sasaran pualam gelapnya menghadap Davin, sorot mata bulat yang kemarin terlihat sangat manis kini hanya tinggal tatapan bak iblis.

"Nggak! Siapapun, Bomsu, Wain, bang Husein, jangan percaya ucapannya. Mereka bertiga cuma bocah ingusan yang pengen pertemanan kalian merenggang. Leo emang butuh dikasih pelajaran kayaknya,"

Gibran tertawa lalu dalam hitungan detik menerjang wajah Leo dengan gerakan sangar yang mampu membuat semua atensi membola karena ulahnya.

Bughh

Tak menerima aba-aba akan datangnya bahaya dari Gibran, Leo tersungkur ketika buku-buku telapak tangan pemuda itu mengenai tulang pipinya. Leo meringis ngilu diatas lantai.

"STOP GIB!" Husein menjegal tangan Gibran yang hendak mengulangi aksinya. "Jangan salahin Leo. Dia gak sepenuhnya bersalah. Gue sejak lama udah mulai ngerasain kalau Lex emang bener-bener berubah. Lex bukan temen gue yang berisik ngalahin adu mulutnya Wain dan Zayyan."

"Menurut gue itu semua gak bener. Lex masih Lex yang dulu. Gak ada yang berubah dari dia." Gibran menyabet tubuh Husein menjauh, emosi yang tidak stabil memengaruhi akal sehat lelaki bertindik itu. "Udah lah! Si cecunguk sok pinter ini cuma bawa pengaruh buruk aja buat kalian. Leo pasti punya niat mutusin persahabatan yang udah lama kalian bangun dari awal." Lanjutnya.

Sing mengepalkan kedua tangan disisi baju magang yang dipakainya. Hanya Davin dan Bomsu yang bisa melihat anak itu berusaha menahan untuk tidak lepas kendali.

"Sampai kapan, sih, lo mau ngelak lagi bang? Semua udah jelas. Gue udah tahu rencana busuk lo." Ujar Leo seraya bangkit dengan tenaga yang masih tersisa.

Belum genap punggungnya menegak dan kakinya siap menyangga seluruh badan, Gibran lantas memberikan bogem kedua tepat diperut pemuda itu.

"SIALAN!!"

Bughh

Nasib naas berkerumun memutari Leo. Dia terdorong kebelakang hingga punggungnya menghantam pintu kost yang terbuka. Suara dentuman berhasil keluar, menyebabkan Wain harus menutup kedua telinganya akibat bunyi tabrakan kayu dan raga jangkung milik seseorang.

Srak

Gibran berjongkok didepan Leo, menarik kerah pakaiannya sembari membisikkan kalimat peringatan dihadapan wajah lelaki itu.

"Jangan macem-macem Le." Desis Gibran sementara Leo terpejam akibat ngilu yang ia rasa.

Bughh

Pukulan ketiga datang lagi. Pukulan terakhir jatuh disisi hidung hingga membuat Leo tertoleh kesamping sangking kerasnya Gibran menghajar.

"Gin, lepas!" Husein segera menyingkirkan tubuh Gibran agar menjauh. Ia pastikan bahwa kesadaran masih menguasai diri Leo. Disusul oleh Sing yang ingin mengetahui keadaan sahabatnya.

Gibran berdiri, dengan mudahnya tidak sadar jika dia hampir menewaskan nyawa seseorang. Gibran menepuk-nepuk telapak tangannya enteng, puas memenuhi hasrat balas dendam.

"Bang Gib, sadar bang! Barusan lo nonjok anak kecil loh," Wain mengomel.

"Temen gue bukan anak kecil bang!" Sahut Davin.

"Sama aja! Kelen, kan, masih sekolah."

"Tapi udah SMK!"

"Intinya belum lulus---"

Brakk

"LEO!"

Bukan dari pemuda Kim. Namun kali ini Lex yang mendapat giliran menendang lengan atas Leo dari samping. Lex melakukannya dengan keji, tanpa memikirkan apa dampak yang akan terjadi pada kesehatan anak laki-laki itu setelah mendapat pukulan beberapa kali.

Runtuh semua semangat serta daya dalam tubuhnya. Leo seketika jatuh roboh dalam posisi mengenaskan. Ia tertidur menyamping dengan pipi menempel ubin lantai yang dingin.

"Bangsat!" Sing terlihat sangat marah, matanya menyala-nyala.

Dia mendorong dada Lex meminta pertanggungjawaban atas keadaan temannya yang nyaris sekarat. "APA-APAAN LO NGEHAJAR TEMEN GUE SEGITUNYA HAH?! LO KURANG WARAS BANG LEX?! JAWAB! LO GILA APA GIMANA???"

Nafas Sing memburu, terbukti pada kedua bahunya yang naik turun kehabisan pasokan udara.

"Lo juga bang Hus. Sebagai yang tertua, bukannya berusaha misahin malah diem mulu dari tadi. Otak lo, lo kemanain??" Gertak Sing sambil menoleh kearah si tertua. Husein hanya sanggup menunduk tanpa kata.

"Siapa yang mau lo targetkan sekarang hah? Bilang!"

"Tenang Sing." Masih memejamkan matanya, Leo membatasi amarah Mak Chun Sing meluap.

"Mana mungkin gue bisa tenang, Le, sementara si bangsat itu seenaknya nyakitin lo?" Tolak Sing.

Srakk

Secepat atma menembus halang rintang ketika bersinar, secepat itu pula Lex menggaret Sing dalam kekangannya. Lex mengunci pergerakan Sing dengan meletakkan kedua tangannya dibelakang pinggang.

Sebilah pisau mendekati jakun lelaki itu. Lex berencana membunuhnya pada waktu yang terbilang sangat singkat.

"Diam atau gue pisahin kepala dari leher lo." Ancam Lex tidak bergurau.

***

Continue lendo

Você também vai gostar

2.5K 245 15
"Aku tahu semua keperdulianmu selama ini palsu. Kmu hanya ingin mendapatkan cinta dari appa..tapi, itu tidak akan pernah terjadi." "Bahkan kmu juga s...
1.8K 223 10
hanya berisi tentang cerita pendek yang bergenre mistis,horror dan misteri. bijaklah memilih bacaan😉. disclaimer Masashi Kishimoto & Mikieo ikemoto.
388K 3.3K 18
18++ Bukan konsumsi anak2 Sekian lama menjanda, kau mendapatkan kabar jika ibumu akan menikah. Mungkin bagi sebagian anak. Ia akan bahagia. Namun tid...
315 61 17
"rumah nya masih tetap utuh kan? Walau salah satu penghuni nya ada yg pergi" cerita ini menceritakan tentang persahabat 7 orang remaja yg memutuskan...