Unspoken Love (Ayesha Gabriel...

بواسطة orangesunset18

794 287 344

"Aku menyukai seni, tapi membenci lagu. Karena semua orang tahu bahwa aku tidak akan pernah bisa bernyanyi, g... المزيد

PROLOG
BAGIAN 1 (Perpustakaan)
BAGIAN 2 (Saudara Kembar)
BAGIAN 3 (Si Gadis Bisu)
BAGIAN 4 (Aku Berbeda)
BAGIAN 5 (Sang Badboy)
BAGIAN 6 (Ibu?)
BAGIAN 7 (Bunda Sakit?)
BAGIAN 8 (Bekas Luka)
BAGIAN 10 (Kelas Margasatwa)
BAGIAN 11 (Orang Gila)

BAGIAN 9 (Kerja Kelompok)

36 10 10
بواسطة orangesunset18

Megan memegang pena nya dengan kesal, mencorat-coret asal di lembar kertas itu dengan tidak beraturan. Matanya menatap geram ke arah Hansel yang sibuk mengerjakan soal yang ada di hadapannya. Melihat wajahnya yang tenang santai adem tanpa beban itu, membuat kekesalan Megan menjadi bertambah lima kali lipat.

Kalau saja bukan karena nilai, ia malas bekerja kelompok seperti ini. Apalagi ini pelajaran yang paling ia benci, matematika. Malas, sebenarnya sangat malas sekali dirinya ikut andil dalam pekerjaan yang menurutnya membosankan ini. Seharusnya dirinya sudah asik-ria mengikuti ekskul Cheers yang termasuk kedalam kegiatan yang disukainya.

"Awas aja, gue tandain mukanya. Bakal gue tendang anunya sampai ngilu. Rasain! Main seenaknya aja ngatur-ngatur hidup orang. Dasar ketua kelas bangsul!!!" Megan membatin sambil menatap nyalang pada Hansel. Melayangkan bendera peperangan karena sudah berani mengaturnya, lihat saja, cowok itu harus tunduk padanya nanti!

Ayesha menyadari hal itu, ia sempat meringis melihat mata Megan yang seakan melotot akan keluar begitu saja. Ia menghela nafas pelan setelahnya dan membiarkan saja Megan, si gadis susah di atur itu dengan kekesalan yang memuncak di hatinya.

17.49

Ayesha meregangkan ototnya yang keram akibat terlalu banyak menulis. Bahkan buku tulis yang tadinya bersih tanpa noda, kini sudah banjir goresan oleh kotretan dari soal matematika yang dikerjakannya.

Tidak sia-sia dirinya belajar sejauh ini, bahkan materi yang belum dijelaskan oleh guru pelajarannya pun dirinya sudah mengerti.

"Sa, coba revisi yang nomer ini." Hansel berucap memecah keheningan yang terjadi. Ia menyodorkan kertas jawaban miliknya pada Ayesha yang tepat berada di sebah tempatnya duduk.

Ayesha menerimanya langsung dan mengamati jawaban yang di tulis oleh cowok itu disana. Tampak ada beberapa bekas pensil yang tercetak dihapus beberapa kali. Ayesha menghela nafas pelan, cowok itu sudah berusaha untuk menjawab soal ini.

Akhirnya Ayesha mengajarkan cara merevisi jawaban yang beberapa di antaranya salah. Hansel sesekali menyimak dan mengangguk setelah paham.

"Hoaaaaamm," Laras menguap tanpa menutup mulutnya yang terbuka lebar. Ia menyangga wajahnya dengan telapak tangannya, lantas memejamkan matanya pelan. Ia tertidur sebentar namun setelahnya terusik lagi karena gigitan nyamuk pada lengannya.

"Udah napa Sa, gue nggak bisa lagi, gue udah nggak kuat." Ucapnya lebay, sambil menggeser kertas soal miliknya yang belum dijawab sama sekali. Ayesha sampai kaget di buatnya, lantas apa yang dilakukan Laras sedari tadi?

Danu mengusap perutnya yang terus berbunyi. "Tau, perut gue udah misscall nih, dari tadi. Minta di kasih makan." Ucapnya lesu menatap Ayesha.

Lantas Ayesha pun menghela nafas pelan. Melihat jam di ponselnya yang sebentar lagi sudah menunjukkan waktu maghrib. Ia menatap Hansel sekilas dan mengangguk.

Ia menulis sesuatu di note book nya dan ia berikan pada Hansel.

"Soal-soal yang belum mereka jawab, biar aku saja yang mengerjakannya. Biar besok tinggal di kumpul." Hansel berpikir sesaat setelah membacanya, lalu menatap lurus Ayesha.

"Nggak apa-apa?" Tanya Hansel yang langsung dijawab anggukkan oleh Ayesha.

Hansel menghela nafas pelan. Setelahnya ia menatap teman-temannya yang sudah siap pulang dengan tasnya di pundak.

"Ya udah, kalian boleh pulang. Lagian udah sore juga." Ucap Hansel membuat Laras dan Danu bersorak bahagia, lantas mereka segera membereskan peralatan tulis mereka dan meregangkan ototnya.

"Gue duluan dah ya. Udah laper nggak kuat!" Danu lantas beranjak dari sana setelah Ayesha mengangguk dan menatap kepergian Danu dengan menggelengkan kepalanya. Cowok itu tidak bosan soal makanan, padahal cokelat yang ia habiskan hampir banyak saat mengerjakan tugas kelompok tadi.

Sedangkan Hansel menaikkan satu alisnya menatap bingung Megan yang juga sedang menatapnya dengan kesal, raut wajahnya pun cemberut.

"Apa lo? Nggak mau pulang?" Tanya Hansel membuat Megan menjadi kesal setengah mati. Ia segera mendelik sinis dan mengambil tasnya dengan kasar. Megan langsung beranjak dari sana.

Namun baru dua langkah kakinya berjalan, Megan kembali berbalik dan mengacungkan jari tengahnya tepat pada Hansel yang menatapnya heran sekaligus kaget. Setelahnya, Megan berbalik melanjutkan peejalanannya dengan menghentak-hentakkan kakinya menjauh dari sana.

Ayesha tertawa kecil dalam hati, ia melirik Hansel yang menatap Megan yang berjalan menjauh dengan tatapan heran. Namun ia memilih tidak peduli, lantas ia membereskan alat tulisnya.

"Bima! Bangun lo! Lo mau nginep disini sama Mbak kunti!?" Laras mengguncang keras pundak Bima yang tertidur di atas meja dengan pulas.

Ah iya, Ayesha sampai melupakan satu personil kelompoknya, yang kelakuannya minta ampun itu.

Laras berdecak kesal kala Bima tetap tertidur sambil memperbaiki posisi tidurnya. "BIMA! Ya ampun, kebo bener ni anak!!" Laras sampai menggebrak meja didekat cowok itu sangking kesalnya.

Lantas Bima bangun dengan wajah bantal nya. Ia menatap heran teman-temannya yang sudah memakai tas mereka masing-masing.
"Hah, oh? Udah selesai ya?" Tanya nya dengan raut wajah linglung sambil mengucek kedua matanya.

Karena tidak mendapat jawaban, Bima lantas menatap Ayesha. "Udah selesai, Sa?" Tanya nya dengan dijawab anggukkan oleh Ayesha.

Ayesha melirik kertas yang tertimpa tangan Bima sewaktu tidur. Itu tugas kelompoknya, karena peka, Bima lantas menurunkan tangannya. "Eh, maap Sa. Gue belum kerjain apa-apa, sumpah Sa. Nggak paham sama sekali!" Ucapnya serius.

Ayesha mengambil kertas itu dan tersenyum. "Tidak apa-apa, biar aku saja yang mengerjakannya." Ayesha menjawab dengan menggerakkan tangannya membentuk bahasa isyarat dengan perlahan, berharap temannya itu mengerti.

Begitulah sifat Ayesha, ia terlalu baik kepada semua orang. Ayesha tidak mau jika saja sesuatu terjadi yang nantinya akan menganggu tugas kerja kelompoknya, biarlah dirinya yang mengerjakan. Lagipula, teman-temannya sudah berusaha, biarlah ini menjadi ladang amal bagi dirinya sendiri.

***

Brugghh....!!!

Dua orang remaja yang sama-sama berpakaian seragam sekolah yang berbeda itu lantas melayangkan tatapan tajam. Keduanya tak henti beradu jotos sejak tadi, emosinya sama-sama memuncak.

Salah satu cowok yang memakai topi itu lantas tak tinggal diam saat lawannya melayangkan pukulan ke arah rahang kirinya, membuat bekas biru keunguan disana. Sedikit membuatnya meringis kesakitan, namun segera ia kembali membalasnya tak kalah keras.

Bughh...!!

"Argh!" Ringis cowok tersebut lalu memegang perutnya yang gerasa ngilu.

Nafas keduanya terdengar tak beraturan. Gang yang sepi itu membuat mereka kembali saling memukul tanpa mempedulikan keadaan mereka masing-masing. Tidak ada juga yang berniat memberhentikan perkelahian mereka karena gang tersebut memang benar-benar sepi, jarang orang-orang melintas kesana.

Cowok bertopi hitam dengan kilatan merah di matanya, seakan emosinya semakin meninggi karena cowok didepannya.

"Berani lo nampakin wajah di depan gue?" Cowok bertopi itu, Ardan. Ia memandang nyalang pada orang itu sambil menarik kedua kerah seragam cowok itu.

"... Berani lo hah?! Berani lo muncul di depan gue setelah apa yang lo lakuin sama gue hah?!! Jawab anj*ng jangan diem aja!" Cekalannya semakin kuat pada seragam cowok itu membuatnya sedikit kesulitan bernafas.

Frans, cowok itu tersenyum sinis lalu menatap Ardan sambil menepis kasar kedua tangan Ardan yang tengah menarik seragamnya.

"Ternyata ingatan lo masih bagus. Banyak makan sayur ya? Hahaha," Frans menyindir keras sambil tertawa puas setelahnya.

Hal tersebut tentunya membuat emosi Ardan semakin memuncak dua kali lipat. Setelah bertahun-tahun hidupnya tenang tanpa cowok didepannya ini, dan betapa bejatnya kelakuannya di masa lalu, kini dengan mudah nya si bajingan ini menampakkan batang hidung nya tepat didepan mata kepalanya sendiri?

"Bacot! Gak usah basa-basi!!" Ardan berucap dengan keras.

Frans tertawa kecil. "Udah nggak sabar ternyata ya?" Tanya nya dengan santai lalu kembali tertawa, yang sialnya menurut Ardan hal tersebut sangat tidak ada lucunya sama sekali.

"Kalem," Frans menepuk pundak Ardan dua kali, tapi dengan cepat Ardan menghindar dari tepukan itu.

"... Gue kesini cuman mau kasih tau satu hal sama lo." Frans tetap menyunggingkan senyum sinisnya menatap Ardan yang sedang diambang menahan emosi yang memuncak.

Sudah tahu 'kan kalo Ardan gampang kepancing emosi. Sialnya lagi, cowok didepannya ini sudah tahu kelemahannya. Dengan sengaja Frans mengucapkan kata-kata tersebut agar emosinya tak terkendalikan dan berakhir brutal.

"Bacot anjir gue nggak butuh pengakuan lo!" Ardan kembali melayangkan pukulan pada rahang Frans secara tiba-tiba, yang membuat Frans tersungkur ketanah karena belum siap menerima serangan.

"Yakin?"

"Sebenarnya lo salah paham, gue nggak bakal setega itu sama cewek." Ujar Frans sambil meringis merasakan bibirnya sobek dan ada sesuatu yang kental mengalir dari sana. Frans mengumpat dalam hati. Karena tak terima, ia dengan cepat membalas pukulan itu dan kembalilah terjadi perkelahian yang membut keduanya sama-sama tak terkendalikan.

Bughhh...!!!

"Omongan lo udah nggak ada gunanya!! Semua bukti udah gue dapet dan lo tinggal nunggu tanggal mainnya!" Ardan tersenyum misterius setelahnya.

"Tinggal lo pilih, mau mendekam di penjara, atau bertemu sang pencipta." Lanjutnya dengan wajah sangarnya.

"Sumpah Dan, gue nggak ngerti sama pikiran lo." Frans berucap dengan terbata karena kaki Arhan yang masih ada di atas dadanya, tentunya sesak yang ia rasakan.

"Bukan gue pelakunya, sial--"

"Aarrgghh!!" Frans mengerang keras saat dadanya diinjak lebih kuat oleh Ardan. Dengan ganasnya Ardan menekan sedikit kakinya, namun itu hanya berlangsung dengan cepat. Karena Ardan tiba-tiba teringat kepada Bundanya.

"Gue masih baik hati sama lo kali ini." Ardan berbicara dengan tangan yang terkepal kuat, sampai kuku jarinya memutih. Sebenarnya ia belum puas menghajar bajingan satu ini.

Ardan menurunkan kakinya menjauh dari perut Frans yang tampak kesakitan, meringis sambil memegangi dadanya.

Ardan sedikit menjauh dan menatap Frans dingin. "Kalau lo nggak pengen hidup lo berhenti disini," Ucanya menggantung. Suasana gelap mulai menyelimuti keduanya, karena kurang nya pencahayaan yang masuk kedalam gang sempit tersebut.

"... Jangan munculin wajah bajingan lo itu di depan gue lagi." Lanjutnya masih mengancam.

Ardan membenarkan topinya dengan menarik sedikit untuk menutupi wajah babak belurnya, walaupun sebenarnya itu sia-sia. "....Gue nggak main-main, lo langgar, gue bisa bunuh lo ditempat." Ucapnya lagi dengan sadis.

Setelahnya Arddan berbalik dan pergi meninggalkan Frans dengan segala kesakitan di selutuh tubuhnya terutama pada bagian wajahnya, terlihat mata kanan nya sedikit membengkak karena bogeman Ardan pada pelipisnya. Sekeras itu.

Frans berdecak kesal, ia berusaha bangkit dan berdiri menatap tajam punggung Ardan yang mulai menghilang di pandangannya.

"Sial, hampir mati gue."



***


Ayesha meregangkan ototnya lalu menguap lebar di meja belajarnya. Ia mengucek kedua matanya yang terus saja berair karena terus-terusan menguap. Ini masih belum terlaku larut malam, tapi dirinya sudah sangat mengantuk sekali. Mungkin karena kecapekan setelah pulang kerja kelompok tadi dirinya langsung mengerjakan tugas kelompok mereka yang belum selesai.

"Sebaiknya aku tidur saja. Untung saja tugas kelompok matematika sudah selesai untuk dikumpul besok. Jadi aku bisa tidur dengan tenang," Ayesha tersenyum sesaat setelah memikirkannya.

Setelah membereskan alat tulisnya dimeja belajar miliknya, pandangan Ayesha tertuju pada sebuah benda diatas lemari kayu miliknya yang tak terlalu tinggi itu. Ayesha berjalan kemudian sedikit berjinjit untuk mengambil benda tersebut.

Ayesha memeluk tabungan miliknya dan duduk kembali di kasurnya. Ia menghela nafas sejenak, kemudian menatap lurus tabungan itu.

Terdiam memikirkan sesuatu, Ayesha melirik tabungan tersebut dan gelang emas di tangan kirinya secara bergantian. Isi tabungan yang dimiliki nya pasti tidak sebanding dengan harga gelang emas tersebut.

Tadinya, Ayesha berencana untuk membelikan hadiah pada sahabatnya tersebut di hari ulang tahunnya mendatang. Tapi, kiranya ia membelikan kado apa dengan uang yang tak seberapa ini? Toh Alia juga pasti bisa membeli semuanya dengan mudah.

Ayesha menghela nafas gusar, pikirannya terus berkelana.

"Apa aku harus merelakan tabungan ini demi membelikan kado untuk Alia?" Ayesha bertanya pada dirinya sendiri.

Pikiran bingung terus menghantui dirinya. Ia yakin isi tabungan nya ini tak seberapa. Tapi masa iya saat sahabatnya sendiri ulangtahun, dirinya tidak memberikan kado kepadanya?

Aha!

Sebuah ide terlintas dibenaknya, ia lantas menjentikkan jarinya dan tersenyum senang.
Setelahnya, ia membuka ponselnya dan memencet galeri guna mencari sebuah foto.

TBC.⚘

Bagaimana tentang part ini?

Sampai ketemu di part selanjutnya!

Yang mau lanjut, komen "next" yaaa

See u👋🏻


Rabu, 24 April 2024

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

475 72 9
" Aku Andy umurku 17 tahun, Aku hanya pelajar biasa. Yang hanya belajar dan beragaul seperti murid lainnya " Cerita ini hanya fiktif belaka karangan...
155 57 5
Rere seorang diplomatik negara. Ketika di pesawat ia bertemu dengan seorang warga negara Thailand yang bekerja sebagai pramugari di maskapai internas...
1.8K 916 10
Bergabung dan bersekolah di jurusan kesehatan membuat Anggana semakin berpikir dan bersyukur setidaknya ia selalu dikelilingi orang yang mencintainya...
486 215 10
[DIMOHON UNTUK FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Menceritakan tentang sebuah kisah seorang gadis remaja SMA, yang selalu ingin merasakan sebuah kebahagiaan, ka...