The Duchess Wants Have to Chi...

Galing kay Deeriyum

137K 17.5K 1K

"Saya ingin memiliki anak." Theroz bergeming memandang retina tajam Isalynne. Penuturan tegas sarat makna tu... Higit pa

The Duchess Wants Have to Children
Bab 01 β€’ Pertunangan
Bab 02 β€’ Duke Luther dan Gosip
Bab 03 β€’ Rencana Duchess
Bab 04 β€’ Penyatuan
Bab 05 β€’ Seorang Teman
Bab 06 β€’ Honey, You Will be Fine
Bab 07 β€’ Pasangan Luther
Bab 08 β€’ Pesta Kemenangan
Bab 09 β€’ Social Gathering
Bab 10 β€’ The Emperor of Ruunich
Bab 11 β€’ Sebuah Tragedi
Bab 12 β€’ Ambisi
Bab 13 β€’ Call My Name
Bab 14 β€’ Rahasia Duchess
Bab 15 β€’ "Katakan saja padaku"
Bab 16 β€’ Pangeran Kecil
Bab 17 β€’ Splash
Bab 18 β€’ Confess
Bab 19 β€’ Past: Putri Gila dari Tanah Suci
Bab 20 β€’ Past: Titik Perubahan
Bab 21 β€’ Past: Musim Panas
Bab 22 β€’ Amarah Sang Duke
Bab 23 β€’ Kekhawatiran Sang Adik
Bab 24 β€’ Despicable
Bab 25 β€’ Gossip Pasangan Luther
Bab 26 β€’ Malam Penuh Ketakutan
Bab 27 β€’ Pesta Akhir
Bab 28 β€’ Rancu
Bab 29 β€’ Duke vs. Little Prince
Bab 30 β€’ Gejolak Insan
Bab 31 β€’ Perlindungan Sang Kakak
Bab 32 β€’ Tak Terbendung
Bab 33 β€’ Kembali
Bab 34 β€’ On The Top of World
Bab 35 β€’ Kecurigaan
Bab 36 β€’ Menyusup
Bab 37 β€’ Duka
Bab 38 β€’ Pembunuh Sesungguhnya (KK)
Bab 39 β€’ Petunjuk (KK)
Bab 40 β€’ Pengadilan
Bab 42 β€’ Racun Kecil
Bab 43 β€’ Jamuan Istana
Bab 44 β€’ Atella dan Sara
Bab 45 β€’ Penyataan Atella
Bab 46 β€’ "Tetaplah cintai aku"
Bab 47 β€’ Titik Tersakit
Bab 48 β€’ Puncak Terpanas (KK)
Bab 49 β€’ Kewarasan yang Menipis (KK)
Bab 50 β€’ Lonceng Berdentang
Bab 51 β€’ Hukuman Sang Penjahat
Bab 52 β€’ Hati yang Lirih
Bab 53 β€’ Pulang
Bab 54 β€’ Rasa yang Tertinggal
Bab 55 β€’ The Duchess Wants Have to Children
EXTRA PART (Author Note)

Bab 41 β€’ Pertemuan Singkat

1.2K 237 22
Galing kay Deeriyum




≿━━━━༺❀༻━━━━≾




"Saya ingin bertemu dengan Yang Mulia Putra Mahkota."

Count Abraham yang merupakan ksatria ajudan Putra Mahkota menunjukkan keengganannya untuk berpaling dan melakukan kepada Putra Mahkota. Ia baru saja datang dari ruangan Putra Mahkota, lantas terkejut oleh kedatangan Duke Luther yang ingin bertemu tanpa prosedur resmi.

"Duke, Anda tidak bisa bertemu tanpa prosedur resmi," kata Count Abraham santun.

Theroz memicing. Menggunakan prosedur resmi hanya akan memperpanjang waktu.

"Saya datang sebagai saudara."

Count Abraham masih terlihat enggan. "Yang Mulia baru saja datang dari persidangan, saat ini beliau sedang berkutat pada pekerjaannya. Jadi mungkin Anda bisa bertemu dilain waktu."

Theroz mengernyit tajam. "Oh, Anda kah yang menentukan itu?"

Count tersentak sesaat. Ia segera merunduk meminta maaf atas ucapannya.

"Tanyakan padanya, apakah beliau mau bertemu sekarang," kata Theroz lagi.

"... Namun, belia-"

"Jika Anda pergi dan kembali dengan mengatakan dia butuh istirahat, saya akan percaya. Namun jika Anda mengatakan tanpa melaporkan, saya ragu. Apakah saya ditolak Putra Mahkota, atau Anda?"

Count itu terdiam. Kini tidak ada lagi kata untuk mencegah Theroz. Pada akhirnya, Count menurut dengan menampilkan senyuman paksa. "Baik, saya akan menyampaikan pesan. Saya harap Anda tidak kecewa dengan jawabannya."

Theroz tak perduli dengan ucapan yang tersirat akan keangkuhan. Ia hanya diam ketika pria itu melenggang pergi. Tak berapa lama, Count kembali. Wajahnya terlihat cukup baik dengan keramahan, seakan menunjukkan kemenangan sebelum diumumkan.

"Beliau menolak pertemuan." Count tersenyum. Senyuman yang ditafsirkan Theroz sebagai ejekan.

"Katakan, saya bersama Duchess Luther."

Count terlihat heran. Pasalnya tiada sosok Duchess Luther di samping Duke. Selain itu entah mengapa Duke menunjukkan keyakinan luar biasa seakan Putra Mahkota akan menerima pertemuan jika menyebut keberadaan Duchess Luther.

"Duke, seperti yang sudah saya sampaikan—"

"Katakan saja," sergah Theroz. Matanya memicing tajam menunjukkan ketidak sukaannya.

Count bergidik ngeri. Aura intimidasi dari Theroz seakan menyentil dinding keberaniannya. Dinding itu seakan rapuh dengan ledakan kecil yang ditimbulkan Duke. Sekejap, ia merasa lelah akan pekerjaan ini.

"Baik, akan saya sampaikan lagi."

Selagi menunggu Count menyampaikan lagi pesannya. Theroz merasa sangat kesal. Ia tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa ia bersama istrinya meskipun memang benar. Namun, ia berpikir bahwa menunjukkan keberadaan istrinya akan membuat Javiero bak anjing.

Count datang kembali dengan setengah berlari. Ia terengah di depan Theroz dan tersenyum paksa.

"Putra Mahkota meminta Anda dan Duchess untuk menunggu. Saya akan mengantar Anda."

Rasa sesal di insan Theroz kian menjadi. Tindakan Theroz yang menolaknya, tetapi menerima pada Isalynne membuatnya sangat ingin mengacungkan pedangnya.




༻✧༺




Pasangan Luther yang berkunjung ke istana Putra Mahkota menjadi berita di tiap istana Ruunich. Kaisar yang mendengar itu memerintahkan beberapa ksatria untuk mencegah situasi yang tidak di inginkan. Bahkan pelayan di perbanyak untuk mengawasi situasi.

Meski pergerakan mereka seakan di awasi, baik Isalynne dan Theroz tak perduli. Mereka duduk di sofa menunggu kedatangan Putra Mahkota seraya menikmati teh dan kudapan.

"Bagaimana jika kita makan malam di luar?"

Isalynne diam sejenak. Ia tampak mempertimbangkan usul Theroz. "Saya tidak pernah makan di luar. Kenapa tiba-tiba Anda mengajak makan di luar?"

"Mencari suasana baru? Omong-omong, kita juga tidak pernah berkencan."

Isalynne memicingkan mata. "Untuk apa lagi berkencan jika Anda selalu mengganggu saya?"

"Aku ingin kita menikmati waktu dengan romantis?"

"Enyahkan pikiran itu. Anda tidak cocok bersikap romantis."

Theroz tergelak.

Ketukan terdengar di pintu beserta interupsi dari pelayan. Putra Mahkota telah datang dan akan masuk.

Pasangan Luther beranjak. Mereka memberikan salam hormatnya pada Putra Mahkota. Ternyata Putra Mahkota tidak sendiri melainkan bersama sang istri.

"Salam kepada Yang Mulia Putra dan Putri Mahkota."

"Sebelumnya, saya minta maaf jika permintaan pertemuan ini mengganggu waktu Anda, Yang Mulia," ucap Isalynne dengan senyuman.

Theroz tidak bicara. Ia melirik pada Isalynne dan tersenyum kecil. Beberapa detik lalu, Isalynne menunjukkan tatapan tajam nan menusuk saat mendengar kedatangan Javiero. Namun, kini justru menampilkan senyuman.

Theroz akui, sandiwara Isalynne adalah tipu nan begitu dahsyat.

Javiero tersenyum. "Tidak masalah, Lyn. Apa kau menunggu lama? Maaf jika kau menunggu lama."

Jika Javiero dan Isalynne berinteraksi dengan ramah seakan tiada kebencian terpendam. Berbanding terbalik dengan Theroz dan Joanna. Mereka menunjukkan tatapan dingin dengan keterpaksaan. Seakan pertemuan ini sangat ingin tidak ia lakukan.

Terlebih reaksi Javiero tampak begitu berlebihan. Tatapan serta perhatiannya sangat tertuju pada Isalynne. Seakan mengabaikan mahkluk lain di sekitarnya.

Hal tersebut membuat percikan kebencian dalam diri Theroz semakin mendalam. Theroz menafsirkan bahwa Javiero kini tak lagi bersembunyi, Javiero menunjukkan sikap terang-terangan yang begitu berani terhadap perasannya.

"Tidak, Yang Mulia."

"Syukurlah," ucap Javiero dengan senyuman lebar. "Kulihat kau terlihat baik."

"Berkat kedamaian yang diberikan keluarga kekaisaran hingga saya sebagai rakyat menikmati itu," sahut Isalynne santun.

"Jangan terlalu kaku begitu, Lyn." Javiero terlihat agak sedih karena formalitas Isalynne. Seakan Isalynne sedang memberikan garis besar di antara keduanya.

Tak hanya Theroz yang menyadari reaksi berlebihan Javiero. Joanna pun yang menyadarinya merasa terganggu. Hendak dipikirkan berapa kalipun, Javiero bak anak muda yang sedang jatuh cinta.

"Omong-omong," interupsi Joanna, "katanya Duchess sedang hamil."

Isalynne menoleh. Ia terdiam sesaat memandangi Joanna. Raut wajah serta tatapan dingin itu akhirnya disadari oleh Isalynne.

"Benar, Yang Mulia." Isalynne masih dengan keramahan serta kesopanannya.

"Selamat, semoga Anda sehat," ucap Joanna dingin. Seakan tidak ada ketulusan dari ucapannya.

Isalynne memaksakan senyumnya. "Ya, semoga kesehatan juga menyertai Anda."

Joanna hanya membalas dengan anggukan tanpa ekspresi.

Di sisi lain, Theroz masih mengamati dengan seksama. Bahkan ketika Isalynne sedang berbincang kecil dengan Joanna, tatapan Javiero tidak lepas dari Isalynne. Theroz merasa ingin mengambil bola mata itu sebagai koleksinya.

Theroz lantas merangkul pinggang Isalynne dan mendekatkan diri. Meski terlihat kekanakan, tetapi hal itu mampu membuat perhatian Javiero teralih. Tanpa menutupi lagi, senyum Javiero luntur dan memandang tak suka. Sedangkan Theroz memandang seakan menantang Javiero.

"Selamat atas kehamilanmu, Lyn," kata Javiero kemudian. "Saat anakmu lahir nanti, aku juga akan menganggapnya seperti anakku."

Ucapan itu membuat Joanna tak senang dan Theroz menyeringai.

"Pintar sekali bercandanya," cetus Theroz.

Javiero beralih menatap Theroz dan menunjukkan tatapan liciknya. "Sangat disayangkan jika dianggap sebagai lelucon. Namun, saya serius. Isalynne bahkan juga Heenard adalah anaknya."

"Tapi Javi ...," kata Joanna, "... mengatakannya di saat anakmu juga akan lahir ... itu agak ...."

Javiero mengernyit. "Kenapa? Tentu saja itu anakku." Sembari melirik pada perut Joanna.

"Itu?" Joanna mengernyit tajam.

Keduanya tampak tengah bertatapan dengan suasana yang tegang. Melihat itu, Isalynne tak lagi ragu untuk mempertanyakan hubungan Javiero dan Joanna.

Di matanya, mereka memiliki ketidak harmonisan.

Theroz merangkul pinggang Isalynne dan merapatkan kedua tubuh mereka. Ia menatap Isalynne seolah memberitahu sesuatu.

"Kita tidak perlu berlama-lama di sini," bisik Theroz.

Isalynne mengangguk. "Biar saya yang berbicara."

"Yang Mulia," panggil Isalynne membuat atensi Javiero dan Joanna teralih.

Javiero sontak memasang senyumnya, sedangkan Joanna memberikan tatapan tak senangnya.

"Kedatangan saya sebenarnya untuk membicarakan kasus Sara Atkins."

"Oh kasus itu? Kau sudah menonton persidangan hari ini 'kan? Sesuai prosedur Baron Atkins dan keluarganya akan diasingkan. Aku telah berusaha keras untuk kasus ini seperti yang kau minta dulu. Kuharap kau tidak lagi khawatir, Lyn." Javiero menampilkan wajah tulusnya, senyuman serta tatapan yang seolah ingin menenangkan Isalynne.

Namun, tatapan itu semakin tak disenangi oleh Theroz dan Joanna.

"Kata-katamu seperti ingin dipuji saja," sarkas Theroz membuat Javiero mendelik.

Isalynne sontak menyentuh tangan Theroz di pinggangnya. Ia menginterupsi Theroz untuk diam. Karena apa yang diucapkan Theroz seakan berniat untuk menimbulkan percikan api.

"Saya sangat berterimakasih atas jasa Anda, Yang Mulia," kata Isalynne lagi dengan rasa hormatnya. Namun ucapannya tak membuat Javiero senang.

"Tolong jangan kaku begitu. Mari kita bicara santai. Bukan kah sekarang kita sedang melakukan pertemuan dengan perbincangan santai?"

"Bukan waktu yang tepat di saat sibuk begini," sahut Joanna. Ia melirik tajam Javiero. "Sebelumnya Anda mengatakan sibuk." Joanna menoleh pada pasangan Luther. "Jadi, waktu ini tidak panjang."

Tatapan Joanna seolah mengisyaratkan bahwa pasangan Luther harus cepat pergi.

"Benar. Putra Mahkota pasti sibuk sekali," sahut Theroz dengan seringai. "Padahal sebelumnya sudah menolak pertemuan, tapi tiba-tiba meminta untuk menunggu di ruang tunggu. Saya jadi tidak enak."

"Wah, tiba-tiba sekali, Duke berbicara sopan," ucap Javiero dengan senyuman paksa.

"Tentu saja. Saya harus menghormati Anda, karena Anda sudah berupaya keras menyelesaikan kasus tersebut. Kerja bagus, Yang Mulia."

Javiero menunjukkan raut kesal nya pada Theroz yang tersenyum miring seolah mengejek Javiero. Sedangkan itu, Isalynne merasa mulai pusing pada pertikaian ini.

"Ah, teh nya sudah habis," interupsi Joanna menarik atensi. "Kudapan juga hendak habis."

Isalynne menahan diri. Joanna dengan tatapan dan perkataannya sudah jelas ingin mengusirnya.

"Kita bisa meminta pelayan mengambilkannya lagi," kata Javiero. Ia berniat untuk memanggil pelayan. Namun, suara Joanna membuat Javiero terhenti.

"Astaga, sampai Putra Mahkota ingin berjalan memanggil pelayan."

Theroz mendecak. Di titik ini, ia tidak suka pada sarkasme Joanna yang terasa berlebihan. Ia menghela napas dan menatap serius.

"Aku akan mengatakan pada intinya saja," ucap Theroz yang ditanggapi dengan suasana mencekam. "Kedatangan kami adalah mempertanyakan kasus Lady Atkins."

"Apa maksudmu Duke?" hardik Javiero.

"... apa ...." Joanna terlihat terkejut. Oa segera mengalihkan wajah ketika bertemu tatap dengan Theroz. Tiba-tiba saja ia merasa sesak, tubuhnya akan bergetar ketika merasakan intimidasi Theroz. Joanna merasa tubuhnya akan terbelah oleh tatapan itu.

"K-kenapa Duke mempertanyakan itu? Kasusnya 'kan sudah jelas. Pembunuhnya sudah diketahui siapa dan akan mendapatkan hukuman," ucap Joanna.

"Tapi ...!" Isalynne berseru. "... Sara tidak pernah menunjukkan tanda-tanda dia disiksa ... dia hanya tertekan oleh tuntutan Baron Atkins ...!"

Joanna memicing. Tiba-tiba saja respon Isalynne berubah. Isalynne terlihat membara pada topik ini. Padahal sebelumnya, Isalynne terlihat biasa saja.

"Kudengar Duchess temannya, ya." Joanna mencebikkan bibir. "Tapi selama ini Duchess 'kan tinggal di Selatan. Mungkin tidak tahu rumor apa yang melekat pada reputasi Lady Atkins. Haruskah ku beritahu tentang reputasi Lady Atkins?"

Isalynne mengepalkan tangannya. Ia menggertakkan gigi dengan kerutan kening yang menunjukkan rasa kesalnya. Melihat itu, Joanna tersenyum miring. Joanna merasa ia membuat pencapaian karena Isalynne tersentil.

Joanna mengambil cangkirnya dan meminum dengan santai. Ia tersenyum kemudian. "Lady Atkins itu kerap kali berganti pria, dia mengabaikan para Lady yang ingin berteman hanya untuk bersama pria. Merebut pria yang disukai oleh beberapa Lady dan-"

"Bagaimana mungkin seorang Putri Mahkota mempercayai rumor tak berbukti itu," sergah Isalynne.

Theroz sigap mengelus punggung Isalynne. Ia berharap Isalynne tidak lepas kendali.

"Lyn, apa kau tidak puas dengan hasil kerjaku? Haruskah kuselidiki lagi?" kata Javiero dengan cemas.

Joanna mendecak. "Duchess sangat membela sekali ya. Apa mungkin Duchess juga begitu ya?"

Theroz sontak berhenti mengelus punggung Isalynne. Ia mengernyit tajam. Merasa akan tindakan Joanna yang sudah melewati batas. 

"Mungkin saja selama ini Duchess bersekongkol dengan Lady Atkins untuk merebut pria milik Lady lai-"

"Joanna!"

Joanna tersentak, begitupun pasangan Luther. Teriakan serta tatapan Javiero pada Joanna mengubah situasi. Situasi menjadi suram tak terkendali. Javiero pun tidak segan menunjukkan kemurkaannya pada tindakan Joanna.

"Hal apa yang kau katakan itu?!"

Joanna tidak terima. Ia merasa malu sekaligus marah akibat teriakan itu.

Theroz menghela napas. Ia menggenggam tangan Isalynne. "Ini mulai memanas," kata Theroz, "lebih baik kami pulang."

Javiero sontak menoleh. Wajahnya berubah dan menampilkan rasa menyesalnya.

"Maaf, Lyn. Joanna sedang hamil jadi-"

"Kenapa kau meminta maaf!"

"Joanna, sudahlah!"

Theroz beranjak. Ia merangkul Isalynne untuk ikut.

"Kami pergi. Silakan nikmati waktu berharga kalian."

Javiero beranjak ingin menahan. Namun, ia melihat Isalynne memberikan salam hormat terakhirnya tanpa kata dengan tatapan yang membuat dadanya seakan tertikam.

Tatapan itu, persis seperti tatapan saat persidangan. Seperti tatapan kebencian.

"Apa yang kau sedihkan itu?!" seru Joanna. Ia beranjak dan mendongak menatap Javiero seolah ingin menantangnya.

"Sedih karena pertemuan dengan wanita yang kau cintai begitu singkat— Akh!"

"Joanna!"

Joanna membulatkan mata. Seketika tubuhnya menegang oleh rasa keterkejutan. Javiero dengan tiba-tiba mencekik lehernya dan menariknya.

"J-jav ...!"

"Apa yang kau katakan tadi bukanlah hal yang bisa ku maafkan."

Tubuh Joanna bergetar. Matanya memereh dengan air mata yang menggenang. Ini adalah kali pertama ia melihat rupa Javiero layak binatang buas yang siap menerjang mangsa. Joanna merasa dia akan terbunuh saat ini juga oleh cengkeraman kuat di lehernya.

Napasnya tak teratur. Ia merasa sangat sesak dan sulit mengeluarkan suara.

"Jangan kau ulangi lagi," kata Javiero mengancam. Javiero melepaskan cengkeramannya dan berbalik pergi.

Detik itu, Joanna terkulai lemas. Ia terduduk kembali di sofa dan mulai meneteskan mata. Ia mulai tersedu menangis di sana.

Selepas kepergian Javiero. Dayang pribadinya masuk dengan khawatir.

"Yang Mulia ...!"

Joanna masih bergetar di tempatnya. Ia memandang dayangnya dan berkata. "Grace, panggil dia."

"D-dia ...?!"

"... dia punya pekerjaan."





A/n:

Gimana menurut kalian setelah membaca cerita yang udah nyampe 40 part ini??

Krisar juga boleh yaaa
-eri

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

1.8K 205 22
(Belum selesai) Stella Edison, wajah jutek bersikap angkuh. Dia tidak memandang lawan bicara yang menurutnya tidak penting, tak memandang lokasi untu...
140K 12.7K 95
~Novel Terjemahan~
190K 827 6
❗PIP PIP ❗ ---------------------- Elina Zaskia Alynn atau Eli gadis berumur 20 tahun ini sedang jalan jalan di mall besar Jakarta. Saat itu Eli meli...
402K 59.5K 41
[AZA Award Winners] [Wattys2021 Short Listed Story] [Wattys2021 Winner - Historical Fiction] Spin-off The Horse Whisperer. Hidup Robin Redford atau y...