TAKDIR

By kitawim2021

22 7 0

Sutradara dalam hidup kita memang hanya Tuhan. Takdir memang tidak bisa kita atur dan tugas kita hanya memak... More

1. Kamu Pemilik Hatiku
2. Kita Yang Tidak Bisa Bersatu
3. Katanya Sahabatan, Tapi Kok?
4. Aku Bukan Tipenya
5. Takdirku Itu Kamu
6. Rencana Takdir
7. Dandelion
8. Heart Peaces
9. Gara-Gara Novel
10. Ada Diantara Kita
11. Story' Of Nindi
12. You Are Mine
13. Khayal
14. Alunan Senja
16. Hati Yang Terluka
17. Perspektif Raisa
18. Motivasi Nadia
19. Cuma Mantan
20. Inilah Takdirku
21. Fire Princess
22. Hope
Motivasi

15. Kenapa Harus Aku?

0 0 0
By kitawim2021

Ditulis oleh Adelin Febrianti Worabay


"Apa-apaan ini arifa!! Kenapa kau terus menjadi lebih buruk dari sebelumnya!! Kami berharap banyak padamu!!” kata-kata ibu membuat hatiku terasa sakit. “astagaa…hah!!” ibu menghela napas dengan kasar. “aku sudah melakukan yang terbaik…seharusnya kalian menyemangatiku bukan malah memarahi seperti ini!! seharusnya ibu tidak melahirkanku saja jika ibu terus memperlakukanku seperti in—” plakk!!..sebuah tamparan yang mendarat tepat di pipi kananku. Perih. Tak terasa air mataku menetes. Aku melihat ibu yang terkejut karna ayah yang menamparku. “kenapa…” Aku berlari keluar dari rumah. ‘aku sudah tidak peduli lagi!’ ucapku dalam dihati. ‘rasanya ingin mati saja’ aku terus berlari dan membiarkan kakiku terluka karna tidak memakai alas sendal sampai kakiku terasa sangat sakit dan berhenti di danau dekat rumahku. 

“hiks hiks…huwahhh!!!” aku menangis sejadi-jadinya disana. Disana sunyi jadi aku melepas semua yang kurasakan ini. Aku pergi begitu saja dari rumah tanpa membawa apapun. Aku bersandar di sebuah pohon besar yang berada di danau. Airnya terlihat tenang dan indah malam ini. Aku melihat keatas. Banyak sekali bintang diatas sana dan aku berusaha menggapainya. “apa aku bisa menjadi salah satu dari kalian?” mataku terasa berat dan aku pun tertidur.

‘empuk..tunggu, empuk?!’ aku membuka mata dan menyadari diriku sekarang berada dikamarku. ‘kenapa aku bisa disini?’ aku keluar dari kamar dan melihat ibu sedang duduk membaca sebuah buku. Aku berjalan mengendap-endap agar tidak ketahuan, “arifa” degg..aku berhenti bergerak. “maaf, ibu kemarin sudah keterlaluan padamu” aku terkejut. “iya bu, aku juga minta maaf” aku menunduk.

Merasakan penyesalanku terhadap ibu. Ibu sekarang berusia 35 tahun, ibu selalu dikantor begitupun ayah dan meninggalkanku sendirian dirumah ini tapi aku tahu mereka bekerja keras untukku. ‘seharusnya aku tidak bilang itu ke ibu dan ayah’ Ayah tiba-tiba datang dan melihatku. “arifa, ayah minta maaf karna menamparmu kemarin, ayah tidak akan melakukannya lagi padamu” ayah mengelus kepalaku. Ayah pun sekarang berusia 37 tahun. rambut putih mereka terlihat lebih banyak begitu pun dengan keriput yang mereka punya. “hiks, hiks..maafkan aku!!” air mataku tak dapat kukendalikan. Seketika semuanya keluar begitu saja. ibu menghampiri dan memelukku dengan erat. “maafkan ibu..arifa..maafkan ibu” air mata ibu terasa dibahuku. Ayah juga memelukku.

Keesokannya perlakuan kedua orangtuaku berubah. Mereka menjadi lebih baik padaku. Aku anak satu-satunya jadi aku tahu mereka menginginkan yang terbaik dariku. Entah kenapa mereka menjadi lebih dingin sejak dua tahun lalu. Mereka terus memaksaku melakukan apapun yang mereka inginkan. Aku hanya terdiam dan mematuhi apa yang mereka inginkan dariku. Tapi aku akhinya tidak bisa mempertahankannya kemarin adalah puncak dari kemarahanku. 

aku memutuskan untuk izin kuliah selama tiga hari. Ibu dan ayah membiarkanku karna kejadian kemarin. Aku mengurung diri dikamar sejak kemarin. Saat akan pergi keluar mereka selalu menanyakan apakah ada sesuatu yang aku mau tapi tidak menanggapinya. Hingga malam hari. Tok tok tok… “arifa, makanlah sebentar. Sejak pagi kau belum makan sama sekali. Ibu menaruh sandwich yang kau suka didepan pintu kamarmu. Keluarlah sayang, ibu dan ayah khawatir padamu” aku mendengar langkah kaki ibu yang menjauh dari kamarku. “hiks…hiks”

aku membuka pintu dan mengambil sandwich yang ditaruh ibu didepan kamarku. Aku memakannya dan Kembali tertidur. Tiga hari berlalu dari izinku berkuliah. aku bersiap-siap untuk pergi kuliah walau wajahku masih berantakan karna tiga hari ini aku terus menangis. aku keluar dari kamar. Ayah dan ibu tidak ada disana. saat berjalan melewati ruang tamu aku melihat memo yang ditaruh ibu diatas meja. “ibu sudah menyiapkan sarapan untukmu. Makanlah sebelum pergi kuliah” aku berjalan Kembali ke dapur. Di bawah tudung saji, ibu menyiapkan salad buah. Aku duduk dan memakannya. ‘ahhh…aku ingat…saat aku mengurung diri dikamar, ibu selalu menyiapkan makanan yang kusukai’ aku berhenti makan. ‘aku membuat ibu sedih’ aku merenung sedikit dan meninggalkan beberapa sendok salad buah lagi. 

“oh! Selamat pagi arifa, apa keadanmu sudah lebih baik sekarang” tanya salah satu teman dekatku yang Bernama widya rahayu. “yahh begitulah” aku tersenyum untuk mengatakan bahwa aku baik-baik saja kepadanya. Dia terdiam dan terus memerhatikanku. “matamu bengkak” aku spontan menutup mataku dengan tangan. “i-ini karna kemarin aku menonton drama. Ya!! Aku menonton drama” jawabanku terbata-bata. “hmmm…begitu yaa!! Syukurlah! Aku kira kau menangis karna hal lainnya” aku duduk disamping widya. Dia bercerita banyak hal saat aku tidak masuk untuk kuliah. Aku mendengarnya dengan seksama. ‘sepertinya sangat seru saat aku tidak masuk, seandainya aku tidak berkelahi dengan orangtuaku mungkin aku akan mendapatkan pengalaman yang seru bersama mereka. Sebenarnya juga aku sudah tidak berkelahi dengan mereka lagi. jadi aku—’ “fa..arifaa!!” aku tersadar dari lamunanku. “Ah!! Maaf tadi aku sedang melamun. tadi apa yang kau katakana?” aku melihatnya dengan sesal dan menggaruk tanganku. “aku tadi tanya, kau mau ikut bersamaku untuk nonton film setelah kuliah?” widya terlihat senang. “boleh” aku menyetujuinya begitu saja. “yoshh..kita akan pergi menonton film yang paling kau sukai agar moodmu Kembali, benarkan?” “iya, eh…mengembalikan moodku?” widya tersenyum sedih kearahku. “kau terlihat kurang bersemangat sejak tadi” widya memegangi tanganku. Aku merasa sangat hangat.

Sebenarnya genre film yang kusukai itu horror dan widya sangat tidak menyukainya. Tapi dia bertahan selama kami menontonnya tadi dengan sabar. “wahhh!! Aku tidak percaya kau sangat suka dengan film-film yang seperti tadi…huhhh” widya terlihat kehabisan tenaga karna sepanjang film diputar dia terus-terusan berteriak. Kruyuukkkk…”hehehe..maafkan perutku yang tiba-tiba bunyi” widya menggaruk kepalanya karna merasa malu. “kalau begitu, sebelum pulang kita makan malam dulu” 

Kami berdua makan bersama di restoran cepat saji. Tak terasa waktu berjalan lebih cepat dari yang kami bayangkan. Aku dan widya berpisah ditengah jalan karna arah pulang kami yang berlawanan. “assalamu’alaikum” aku membuka pintu. Lampu rumah sudah dinyalakan tapi didalam rumah sangat berantakan. Salamku pun tidak dijawab. tingg(pesan)… “maaf, Ibu dan ayah tidak bisa pulang hari ini karna tiba-tiba saja kami harus pergi keluar kota. Mungkin kami akan pulang dua hari lagi. jangan lupa makan ya” begitulah isi pesan dari ibu. “sepertinya mereka terburu-buru untuk pergi tadi. yahh, aku juga tidak masalah karna sudah biasa ditinggalkan” aku menaruh sepatuku sembarangan dan berbaring tanpa mengganti pakaian. ‘aku capek’

Aku pergi kuliah dipagi harinya. “dan kalian bisa mencari referensi lain dari materi hari ini, apa ada yang mau bertanya sebelum ibu menutup kelas hari ini” semua orang mengangkat tangannya. Derrrttt…hpku terus bergetar sejak tadi dan itu sangat menjengkelkan. ‘siapa sih yang dari tadi menelponku?’ aku mematikan hpku dan mendengarkan semua pertanyaan dan jawaban yang diberikan teman-teman dan dosenku. Kelas berakhir lebih lama karna banyak sekali yang bertanya. Aku menyalakan hpku. ada lebih dari 20x panggilan dari ayah. Aku menelpon ayah tapi tidak diangkat, hal itu terus terjadi 3x. ‘apa ini? aku menelpon mereka tapi sama sekali tidak diangkat’ drrrttt… ‘akhirnya’ aku mengangkat telpon dari ayah. “Assalamu’alaikum ayah, ada ap—” “maaf apa benar anda putri dari bapak gilang ari maulana dan ibu rashya maulana?” “iya benar, aku putri dari bapak gilang ari maulana dan ibu rashya maulana” ‘apa ini, tiba-tiba perasaanku tidak enak’ “ada kabar yang ingin kusampaikan kepada anda selaku putri mereka” ‘apa ini?’ deg deg…“mereka mengalami kecelakaan mobil kemarin” ‘apa ini? rasanya sangat sakit…’ aku menggenggam bajuku. ‘aku tidak ingin mendengar lanjutannya’ air mataku jatuh bahkan sebelum dia mengatakan lanjutannya. “maafkan saya, saya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mereka…saya turut berduka cita atas kepergian mereka” dukkk!! Aku jatuh. Rasanya seperti sebuah batu besar menghantamku. “arifa?! Ada apa?!” widya mendatangiku. Aku tidak mampu mengatakan apapun. “widya…huwahhh!! Hiks hiks…widyaa…” aku memeluk widya. Widya tidak mengatakan apapun padaku. dia mengelusku dengan lembut dan ikut menangis tanpa tahu apa yang kutangisi. 
Aku menjelaskan kepada widya dengan sesenggukan dan widya menenangkanku. Widya juga yang berbicara dengan dokter untuk selanjutnya. 

Aku pulang. pulang dengan hati yang berat. keluargaku datang. Mereka memeluk dan menenangkanku. Aku merasa capek untuk menangis tapi saat mendengar suara sirine dari kejauhan rasanya sangat menyakitkan. mendengar suara itu yang terus mendekat. mereka mengeluarkan ayah dan ibu. Hatiku semakin sakit. Air mataku tak dapat kubendung lagi dan aku menangis lagi. memeluk tubuh mereka yang kini terbaring kaku. Aku tidak bisa berhenti menangis.

‘seharusnya aku tidak mengabaikan mereka jika tahu hal ini akan terjadi!! Seharusnya aku tidak melakukan itu!!’ “ayah!! Ibu!!!”

Takdir, sesuatu yang sangat misterius. Aku tak pernah berpikir takdirku berpisah dengan orangtuaku secepat ini…rasanya terasa lebih sakit dari yang kubayangkan. Aku berharap aku lah yang mati dan bukan mereka, menarik semua kata-kataku dan menemui mereka dengan senyuman indah diwajahku. Aku tahu itu semua telah berlalu dan aku tidak dapat memutar Kembali waktu. 

Tanpa terasa waktu berlalu dengan cepat dan dua tahun pun berlalu begitu saja. aku kini hidup lebih mandiri. Aku sesekali menjenguk mereka dan menceritakan banyak hal ke mereka. “kalian kini sudah menjadi bagian dari bintang-bintang. Aku berharap bisa bersama kalian disana”

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 195K 52
Ditunjuk sebagai penerus untuk mengabdikan dirinya pada pesantren merupakan sebuah tanggung jawab besar bagi seorang Kafka Rafan El-Fatih. Di tengah...
Say My Name By floè

Teen Fiction

1.2M 72.7K 35
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...
934K 2.8K 19
21+ Ria, seorang ibu tunggal, berjuang mengasuh bayinya dan menghadapi trauma masa lalu. Alex, adik iparnya, jatuh hati padanya, tetapi Sheila, adik...
338K 9.8K 41
Alskara Sky Elgailel. Orang-orang tahunya lelaki itu sama sekali tak berminat berurusan dengan makhluk berjenis kelamin perempuan. Nyatanya, bahkan...