ALKANA [END]

By hafifahdaulay_

794K 38.3K 3.1K

Alkana Lucian Faresta dan pusat kehidupannya Liona Athena. Alkana mengklaim Liona sebagai miliknya tanpa pers... More

PROLOG
CAST
Trailer
CHAPTER 01
CHAPTER 02
CHAPTER 03
CHAPTER 04
CHAPTER 05
CHAPTER 06
CHAPTER 07
CHAPTER 08
CHAPTER 09
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
CHAPTER 31
CHAPTER 32
CHAPTER 33
CHAPTER 34
CHAPTER 35
CHAPTER 36
CHAPTER 37
CHAPTER 38
CHAPTER 39
CHAPTER 40
CHAPTER 42
CHAPTER 43
CHAPTER 44
CHAPTER 45
CHAPTER 46
CHAPTER 47
CHAPTER 48
EPILOG
New Story! (Squel)

CHAPTER 41

8.8K 516 20
By hafifahdaulay_

Happy reading:)

"Kalo aku mampu 1000 anak gimana sayang?"

~Alkana Lucian Faresta~

Liona menatap kediaman Faresta, rumah mewah itu begitu ia rindukan, bukan karena kemewahannya, tapi kenangannya bersama Alkana di sana, apalagi acara pertunangan mereka yang masih seperti mimpi bagi Liona.

Siapa gadis yang tidak ingin berada di posisinya saat itu? Semua gadis menatapnya iri dengan balutan gaun mahal dan semua mata menyorot padanya.

Namun di bandingkan ini, Liona juga sangat merindukan apartemen Alkana, dimana kenangan mereka lebih banyak tersimpan di sana. Liona merindukan tempat itu, nanti ia akan mengajak Alkana kesana bila sempat. Sejak bertunangan, Teresa menyuruh mereka tinggal di rumah itu karena Teresa takut Alkana menerkam Liona.

Liona merasa tangannya di genggam saat gadis itu berniat melangkah, pelakunya siapa lagi kalau bukan Alkana, lelaki itu membuka pintu mobil untuknya dan menggenggam tangannya saat memasuki rumah.

Lebih dari seminggu berada di rumah sakit membuat Liona tidak nyaman, gadis itu memaksakan diri untuk pulang meski seharusnya ini belum waktunya. Alkana hanya bisa mengalah untuk kali ini karena Liona terus saja menangis di rumah sakit, gadis itu mengeluh tidak nyaman dengan bau obat-obatan di sana.

"Hati-hati sayang." Alkana merangkul pinggang gadis  itu menuntunnya berjalan. Liona terkekeh kecil melihat betapa khawatirnya Alkana.

"Yang sakit kepala aku Alka, bukan kaki aku."

Alkana menggeleng tak setuju, "Nanti bisa aja kaki kamu gak kuat terus kamu jatuh, kepala kamu bisa aja kebentur dan--"

"Iya sayang iya!" Liona memilih menurut saja, saat kondisinya seperti ini Alkana begitu cerewet dan melarangnya ini itu.

Gadis dengan kaos abu-abu dan celana panjang dengan warna senada itu mengembangkan senyumnya melihat Teresa, Hayden, dan Arseno sudah menunggu mereka lengkap dengan semua pelayan di kediaman itu. Mike, tangan kanan Hayden yang menjemput mereka ke rumah sakit tadi.

"Makasih Mike." ucap Alkana.

"Sama-sama Tuan muda." jawabnya formal dan seperti biasa, dengan wajah datarnya.

"Selamat datang kembali Nona dan Tuan muda!" serempak para pelayan di sana membungkuk hormat. Liona tersenyum lebar melihat betapa mereka mempersiapkan kehadirannya.

"Selamat kembali ke rumah, ayo ke dalam, semuanya udah siap!" semangat Teresa melangkah masuk dengan Hayden, Alkana merangkul Liona berjalan.

"Romantis banget..." ledek Arseno pada Alkana, bukannya tersinggung Alkana terkekeh geli.

"Iri ya? Makanya cari pasangan Bro!" sapaan 'Bro' itu membuat Arseno memutar bola matanya malas.

"Alka!" tegur Liona, takut jika Arseno kembali tersinggung. Liona ingat sekali, saat mereka bertunangan kemarin Arseno nampak semakin di desak keluarga besar mereka untuk menikah. Sepanjang acara wajah Arseno yang memang sudah tidak bersahabat semakin tidak enak di pandang.

"Yes, love?" Liona menutup wajahnya karena salah tingkah. Arseno yang melihat tingkah keduanya benar-benar sudah lelah sekali, apalagi adiknya seolah sengaja tebar kemesraan, pria itu memilih melangkah masuk mendahului mereka.

"Kamu jangan ganggu Kak Arseno terus!" tegur Liona saat Alkana membawanya masuk.

"Siapa yang ganggu Arsen, aku kan cuman pamer." jawab Alkana tanpa dosa membuat Liona tidak habis pikir. Gadis itu terkesima melihat suasana rumah yang berubah, mulai dari sofa, hiasan, lukisan dan semuanya nampak baru.

Jangan bilang ini yang Teresa maksud dengan 'semuanya sudah siap'. Jadi mereka mempersiapkan semua ini untuk menyambutnya?.

"Ma ini?" Liona tidak mampu mengeluarkan kata-kata.

"Suasana baru, biar kamu nyaman, lagian Mama juga bosen sama yang sebelumnya." ucap Teresa gampang.

"Ayo kita makan siang, nanti keburu dingin." mereka semua berjalan menuju meja makan yang sudah penuh dengan semua aneka jenis makanan.

"Kamu pasti enek kan sama makanan rumah sakit? Jadi Mama nyuruh pelayan buat masak ini semua, suka gak?"

Liona langsung memeluk Teresa, betapa beruntungnya Liona, sungguh. Gadis itu mendapatkan keluarga baru yang begitu sayang padanya dan selalu memikirkan kebahagiaannya, padahal di sini dia hanyalah orang asing. Liona mengingat bagaimana saat dirinya di rumah sakit, Teresa selalu menjaganya setiap hari.

"Makasih banyak Mama, makasih karena udah kasih banyak kebahagiaan di hidup Liona, aku beruntung punya kalian." ungkapnya tulus, Teresa langsung memeluk balik Liona.

"Sama-sama anak Mama." balasnya membuat Arseno kagum pada Liona yang bisa mengambil hati Teresa dengan mudah, bagaimana dengan istrinya nanti? Apakah bisa sedekat mereka?.

Alkana tersenyum haru melihat interaksi Liona dengan Teresa, namun tersadar akan sesuatu yang kurang Alkana merubah raut wajahnya.

"Florin mana Ma?" tanya Alkana tidak melihat adiknya.

"Pergi jemput mobil katanya, lagi di bengkel dari kemarin, bannya bocor." jelas Teresa membuat Alkana menaikkan alisnya.

"Gak bisa yang lain yang jemput emang?" Teresa mengangkat bahunya ikut bingung.

"Biarin aja, dia udah izin sama Mama, katanya bengkel itu punya temannya, sekalian main mungkin." Hayden menarik kursi untuk duduk di kepala meja makan.

"Dia di antar Pak Risman tadi." tambah Arseno agar Alkana tidak khawatir.

"Iya Pa." patuh Alkana ketika Teresa sudah memberikan Florin izin, Alkana bisa apa?. Alkana jelas cukup posesif dengan Florin, apalagi adiknya itu sungguh keterlaluan cantik.

Alkana tau bagaimana cara kerja otak lelaki, dia hanya tidak ingin adiknya salah pergaulan. Alkana tau Florin bisa menjaga diri, tapi bagaimanapun adiknya itu perempuan.

Mereka semua makan bersama dengan suasana hangat, mereka sesekali berbincang ringan layaknya keluarga cemara yang sesungguhnya. Keluarga yang menjadi impian semua orang, dan impian Liona.

******

Florin melangkahkan kakinya memasuki area bengkel yang lumayan luas, ada sekitar lima mobil yang berjejer di sana. Dan juga beberapa seperti motor yang di bongkar, kunci perkakas berserakan dan bau oli mendominasi tempat itu.

Kedatangan Florin yang di antar supir keluarganya membuat kegiatan orang-orang di sana terhenti. Mereka tidak mengenal siapa gadis itu, Florin menatap Pak Risman.

"Duluan aja Pak!" suruhnya.

"Baik Non." Pak Risman bergegas pergi dari sana. Florin mendekat ke arah mobilnya yang terparkir, jelas sekali kemewahan mobilnya terlihat kentara sekali. Orang-orang yang service kendaraan di sana menatap gadis itu tak berkedip, seperti biasa, mereka terpesona dengan kecantikannya. Apalagi ternyata dia adalah pemilik mobil yang mereka kagumi itu.

"Neng yang kemarin ya?" tanya seorang lelaki, Florin menoleh, dan yah, dia mengingat pemuda di depannya ini, itu adalah orang bengkel River yang menjemput mobilnya itu.

"Hm, River ada?" tanya Florin langsung. Belum lelaki itu menjawab, sebuah suara menyela pembicaraan mereka.

"Nyariin gue?" Florin melirik River yang ternyata berada di bawah mobil di sebelahnya. Lelaki itu keluar dari bawah mobil dengan menggeser benda yang ia tiduri untuk memperbaiki bagian bawah mobil yang rusak.

Florin mendekat membuat River langsung bangkit berdiri, lelaki itu sedang bertelanjang dada membuat bentuk tubuhnya yang atletis terlihat, tubuh River terlihat kotor karena terkena oli di mana-mana. Bahkan celana panjangnya juga kotor, namun dia terlihat keren dengan itu.

Florin mendongak untuk melihat wajah lelaki yang sedikit lebih tinggi darinya itu, "Mobil gue bikin bengkel lo sempit?" tanya Florin tiba-tiba. Lelaki yang berbicara pada Florin tadi langsung pergi melanjutkan pekerjaannya.

River menatap gadis itu bingung, "Kok lo tanya gitu?"

Florin mengangkat bahunya acuh, "Siapa tau, soalnya lo chat gue tiap hari buat ngasih tau soal mobil."

Tidak mau gadis itu salah paham River langsung menjawab jujur, "Itu cuman alasan, biar gue bisa chat sama lo tiap hari." Florin mendengus mendengarnya.

"Jadi berapa?" tanya Florin tanpa basa-basi membuat River menahan nafasnya.

"Lo marah?" tanya River mulai terganggu dengan cara gadis itu.

"No, for what?"

River membuang muka, "Siapa cowok yang sama lo kemarin?" tanya River, bukannya menjawab pertanyaan gadis itu dia malah mengajukan pertanyaan lain.

Florin menaikkan alisnya bingung, "Kapan?"

"Pas gue pulang dari rumah sakit, gue liat lo jalan masuk ke dalam sama cowok. Dia siapa? Pacar lo?" tanya River dengan wajah kaku, Florin mendengar nada kesal pada suara itu. Florin mengangkat dagunya menantang.

"Kalo iya kenapa?" mata River membulat mendengar ucapan Florin.

"Kenapa lo gak bilang kalo lo punya cowok?!" tanya River mulai emosi.

"Lo gak pernah nanya." jawab Florin lugas. River menatap gadis itu tak percaya, dengan kasar River menghempaskan kunci baut di tangannya ke lantai hingga terdengar bunyi nyaring, lelaki itu masuk ke dalam sebuah pintu di sana.

Florin mendengus geli, gadis itu menyusul River ke dalam sana, semua orang menatap ke arah mereka dengan cengo. Ada apa sebenarnya? Batin setiap orang di sana.

Saat masuk Florin bisa melihat ruangan luas dengan meja besar dan sebuah komputer di sana, banyak rancangan motor dan kertas-kertas berserakan di sana. Florin duga itu semua milik River, gadis itu menoleh pada tangga yang ada di sana, berarti itu menuju lantai dua.

River duduk di kursi sambil pura-pura fokus pada komputer di depannya. Florin mendekat, dengan tenaganya gadis itu memutar kursi River agar menghadapnya, gadis itu duduk di meja membuat River mendongak untuk menatap bidadari di depannya.

"Dia kakak gue yang baru pulang dari Paris, kenapa? lo cemburu?" River membuang muka ke arah lain.

Florin melihat dinding kaca yang menjadi pembatas ruangan ini, dari sini ia bisa melihat dengan jelas aktivitas bengkel.

"So, jadi berapa semuanya?" tanya Florin lagi, River diam tidak mau menjawab.

"Oke, gue cabut kalo gitu, tagihannya kirim aja--"

"Gue gak mau lo bayar pake uang." akhirnya River mengeluarkan suara.

"Jadi?"

"Jalan sama gue." ucapnya membuat Florin tertawa. Gadis itu merasa lucu dengan ucapan River, lelaki itu melihat Florin yang jika tertawa seperti ini malah semakin cantik, tapi River sedang kesal sekarang.

"Gue serius!" kesal River membuat tawa Florin berhenti.

"Deal!" ucap gadis itu tanpa pikir panjang.

******

Seorang gadis dan seorang lelaki berjongkok di samping sebuah makam. Hari yang mulai sore membuat udara terasa sejuk, keduanya berdoa dengan khusyuk. Mereka menyelesaikan doanya dan mulai menaburkan bunga di atas makam itu.

Terakhir mereka meletakkan sebuket mawar putih di depan batu nisan dengan nama Nilam itu. Liona yang masih dengan perban di kepalanya meminta kepada Alkana agar mereka berkunjung ke peristirahatan terakhir ibunya.

Setelah kegiatan makan bersama mereka, Alkana dan Liona langsung berangkat. Teresa tidak melarang, karena ia juga mengerti perasaan gadis itu. Teresa hanya meminta mereka agar berhati-hati.

"Kita pamit dulu ya Ma, Liona sama Alka nanti ke sini lagi." pamit gadis itu, mereka melangkah keluar dari area pemakaman, Alkana membukakan pintu mobil untuk Liona, setelahnya dia masuk ke bagian kemudi dan melajukan mobil menjauh dari sana.

Liona menatap jalanan di depannya, gadis itu mengingat kejadian mengenaskan malam itu, di sinilah mereka di serang malam itu.

"Motor kamu gimana?" celetuk Liona tiba-tiba teringat dengan nasib motor kesayangan tunangannya itu.

Alkana menggeleng pasrah, "Udah hangus Athena, motonya terbakar."

Liona menatap sedih Alkana, "Ikhlasin ya?" bujuk gadis itu.

Dengan berat hati Alkana mengangguk, bagaimana pun motor itu penuh dengan kenangannya bersama Liona, namun yang paling utama kenangannya bersama Xanderoz, "Gak papa motornya hangus, yang penting kamu selamat, itu udah cukup buat aku."

Liona menatap sedih keadaan Alkana, lelaki itu menyetir dengan satu tangan, sedangkan tangan kirinya masih di Sling Brace. Alkana menolak saat Teresa menyarankan mereka di antar sopir, lelaki itu beralasan ingin berduaan dengan Liona.

Sayangnya Alkana yang keras kepalanya sudah mendarah daging selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. Arseno bahkan tidak sampai separah Alkana soal keras kepala, tapi soal yang lain siapa tau.

"Tangan kamu masih sakit?" tanya Liona, Alkana menggeleng.

"Sebenarnya udah mulai sembuh, tapi Om Jeno belum kasih izin buat di lepas. Ini patah tulang ringan sayang jadi gak papa." jelas Alkana agar gadis itu tidak khawatir.

Liona menggeleng, "Jahitan bekas tusukan itu udah beneran kering kan?"

"Udah sayang, aku lepas nih kalo kamu gak percaya?"

"Jangan!" bantah Liona cepat, Alkana memutar setir mobil dengan mudah, lelaki itu terlihat tidak terganggu ketika menyetir dengan satu tangan saja.

Mobil itu memasuki kawasan apartemen Alkana, keduanya turun, Alkana menyerahkan kunci pada satpam yang menghampiri mereka agar mobilnya di parkirkan dengan benar.

Keduanya memasuki lobby apartemen, "Selamat datang Tuan muda dan Nona. Semoga lekas sembuh." sapa Dewi ramah, wanita itu tidak lagi terkejut melihat kondisi keduanya karena memang berita kecelakaan mereka sudah di ketahui banyak orang. Namun rasa ngilu tidak bisa ia pungkiri melihat besar perban di kepala Liona.

"Makasih mbak Dewi!" balas Liona, sudah lama rasanya Liona tidak melihat Dewi. Wanita yang sering menjadi sasaran amukan Alkana di sini.

"Ini kunci apartemen Tuan Muda, seperti keinginan Tuan kami selalu membersihkannya setiap hari."

"Bagus. Thanks!" Alkana menggandeng tangan Liona memasuki lift. Kini tibalah mereka di depan pintu unit apartemen Alkana.

Alkana membuka kunci apartemennya, dengan semangat Liona masuk ke dalam, sungguh semuanya masih sama seperti ketika mereka meninggalkannya. Ruang tamu nampak rapi dan semua posisi barang masih pada tempatnya.

"Aku kangen tempat ini..." Liona melangkah menyusuri ruangan. Alkana setia mengikuti setiap langkah gadis itu. Liona memasuki kamarnya, semua barang-barang masih di sana.

Liona kemudian keluar dan memasuki kamar Alkana, kamar yang lebih sering ia pakai untuk tidur dari pada kamarnya sendiri karena ulah Alkana yang pemaksa. Liona menatap pemandangan kota dari jendela kamar Alkana itu.

Alkana memeluk gadis itu dari belakangnya dengan satu tangannya melingkar di pinggang Liona.

"Kamu mau kita tinggal di sini lagi?" tawar Alkana.

Liona menggeleng, "Gak usah, kita di rumah aja. Lagian Mama belum ngizinin kan?"

Alkana mengangguk semangat, "Kalo nanti kita nikah kamu mau punya anak berapa?" tanya Alkana membuat Liona merasa malu.

"Sekuat semampu kita aja." jawaban Liona membuat Alkana tertawa keras.

"Kalo aku mampu 1000 anak gimana sayang?" tantang Alkana. "Benih aku udah pasti kualitas terbaik!" bangganya percaya diri.

"Tau dari mana? Emang udah pernah kamu uji?" tanya Liona membuat Alkana langsung terdiam.

"Iya juga ya...kamu mau jadi bahan uji coba?" Liona menggeleng keras dan berlari dari sana, Alkana langsung mengejar gadis itu juga.

"Athena hati-hati!" panik Alkana saat gadis itu hampir terjatuh ke lantai.

"Jangan jadiin aku uji coba!" kesal gadis itu.

Alkana terkekeh jahil lalu menangkap Liona, "Iya enggak sayang..." pasrahnya mengalah. Tunggu Liona sehat dulu agar mereka bisa bercanda lebih leluasa, Alkana mengambil tisu di meja dan mengelap keringat di wajah Liona.

"Cantik banget..." gumam Alkana mencium pelipisnya. Liona menatap Alkana tajam, "Bohong!" tuduhnya spontan.

"Gak bohong sayang, cantik gini kok!" Alkana jelas tidak mau kalah.

"Muka aku jelek, biru-biru--"

"Siapa yang bilang? Mau muka kamu kuning, biru, merah, hijau, warna pelangi, aku gak peduli, kamu tetap cantik pokoknya!"

Liona menatap Alkana ngeri, "Ngeri banget orang muka nya hijau, mirip Hulk dong!"

Alkana terkekeh, "Cinta itu gak mandang fisik sayang."

Liona mendengus sinis, "Halahh boong, pasti kalo aku jelek kamu gak bakalan mau!" sinis Liona.

Terbesit ide jahil di otak Alkana, "Yang bilang kamu cantik siapa sayang?" Liona seketika mematung mendengar ucapan Alkana, bibir gadis itu melengkung ke bawah dan menangis keras, Liona menatap marah pada Alkana. Gadis itu mengambil bantal dan memukulnya pada Alkana beberapa kali sambil menangis.

Alkana tertawa terbahak-bahak melihat Liona, mendengar tangisan Liona yang semakin keras Alkana langsung menghentikan aktifitas Liona dan melemparkan bantal itu dan memeluk gadis itu dengan erat, "Kamu cantik sayang, sangat cantik, apalagi hati kamu, lebih cantik lagi." bisik Alkana membuat Liona terisak kesal.

"Bullshit!" pekiknya kesal.

"Udah jangan nangis nanti jelek." Liona memukul bahu Alkana, gadis itu duduk di pangkuan Alkana dan menggigit keras bahu kekar itu membuat Alkana berteriak sakit.

"Arkhhh sakit sayang!" kesal Alkana.

"Rasain!" kesal Liona.

Deringan ponsel Alkana menghentikan perdebatan mereka, Kenzo yang menghubungi Alkana.

"Iya Ken?" Alkana berusaha fokus berbicara dengan Kenzo sedangkan Liona sibuk menggigiti lehernya.

"Yang River bilang ke marin ke lo itu bener, Jupiter udah bubar, gue sekarang di depan markas mereka bareng sama Langit dan Bintang, markasnya udah di jual." Alkana berusaha mendengarkan penjelasan Kenzo dengan seksama.

"Akhh! Berarti dia gak bohong, thanks bro." Alkana menatap Liona kesal, gadis itu terkekeh dan terus melancarkan aksinya.

"Lo baik-baik aja?" tanya Kenzo tidak yakin di seberang sana.

"Hmm iya," jawab Alkana singkat mati-matian menahan suara aneh yang akan dia keluarkan akibat kejahilan Liona. Alkana langsung mematikan sambungan telepon itu, Kenzo di seberang sana menatap ponselnya dengan alis berkerut.

"Aneh!" batin Kanzo.

"Nakal banget sih! Vampir mini!" kesal Alkana merasa perih di lehernya yang memang sudah merah-merah. Itu seperti bekas kissmark, Liona menang sudah gila!.

"Mau gigit lagi, kamu wangi!" gumam Liona kembali mendekatkan wajahnya, Alkana hanya bisa pasrah dengan tingkah Liona yang sudah kambuh ini.

Mati-matian Alkana menahan diri, dia lelaki normal, mana bisa tahan di beri cobaan seperti ini. Ya Tuhan kuatkanlah iman Alkana dari gadis seperti Liona.

"Ini apa?" gadis itu menjauhkan wajahnya merasa ada yang mengganjal di pantatnya. Wajah Alkana sudah semerah tomat, pandangannya mulai sayu menatap Liona.

"Gak tau..." lirihnya serak. Seketika Liona tau itu apa, gadis itu reflek bangkit dari pangkuan Alkana dan berlari pergi dari kamar itu.

"Alka mesum!" teriak Liona histeris. Alkana mengusap wajahnya kasar, lihat? Sekarang malah dia yang di salahkan.







TBC!
Haloo!! How you feel to day guys? I hope this better.
Gimana sama part ini? Julukan vampir mini cocok gak buat Liona ahahaha.

Don't forget to Vote and Coment ya, follow akun penulis dan akun Instagram aku juga. Subscribe channel YouTube aku juga yaa.

See you again!!!

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 123K 48
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
2.3M 226K 48
[JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM BACA] Gavriel Elard Raymond Kehidupan Gavriel berubah setelah bertemu dengan Elzera, cewek gila yang pernah dia kenal. El...
2.6M 159K 57
High rank 1 #mostwanted (08 nov 2020) 1 #coldprince (13 nov 2020) 1 #remajabaper (15 nov 2020) 1 #wattpadstory (15 nov 2020) 1 #manis (20 nov 2020) 1...
7M 295K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...