Figuran Wife [Republish]

By imtinkerlose

743K 69.3K 5.1K

Transmigration Story. Cheryl Aubie, gadis yang baru saja lulus SMA itu tiba-tiba saja terbangun dalam raga an... More

Prolog
01. Dunia Novel?
02. I'm Sorry
03. Memulai Semuanya
04. Kencan?
05. Alasan
06. Bertemu
07. Still Be Mine
09. Tidur Bareng
10. Miss You
11. Makin Sayang
12. Pemulung dan Pemilik barang bekas
13. Don't leave Me
14. Bayangan Menyakitkan
15. Roti Sobek
16. Gosip
17. Unknown Number
18. Yang Pertama
19. Perasaan Egois
20. Yakin
21. A Challenge
22. Cerita Syakira
23. Sisi Sagara yang Lain
24. Kebohongan dan Rasa bersalah
25. Tujuan yang kini Tercapai
26. Selalu Sagara
27. Permintaan

08. Cupcake

33.7K 3.1K 328
By imtinkerlose

Hi, Wellcome!

Baca chapter ini jam berapa? Jangan lupa tinggalkan jejak. Vote dan komen kalian sangat berharga untuk author. Tandai typo juga. Thank you!

Happy reading <3
Enjoy!

***

Chapter 8. Cupcake

Sore itu jalanan ibu kota cukup dipadati oleh kendaraan karena sudah waktunya untuk pulang dari tempat kerja. Sagara terlihat menyandarkan sikunya di pintu mobil yang kacanya terbuka lebar. Jarinya mengetuk-ngetuk stir mobil, berusaha menghilangkan bosan selama menunggu jalanan kembali senggang karena macet. Pantulan mobil yang berbaris di sekitarnya terpantul di lensa kacamata yang dia pakai.

Sagara menghela napas seraya menatap arlojinya yang kini sudah menunjukkan pukul lima sore lebih. Sagara sengaja pulang lebih awal, tapi di jalan malah terjebak macet. Ziva pasti sudah menunggunya di rumah.

Sagara tiba-tiba tersenyum saat mengingat pesan whatsapp Ziva tadi siang. Iya, Ziva yang mengatakan akan menciumnya saat pulang kerja. Karena mengingat itu, perutnya sekarang jadi geli, seperti ada ribuan kupu-kupu yang menggelitiki. Padahal belum tentu Ziva mau menciumnya, tapi Sagara sudah senang duluan. Sagara sudah seperti ABG kasmaran saja jika begini.

"Bang beli bunganya,"

Sagara tersentak halus saat mendengar suara anak kecil di sebelahnya. Dia menoleh, mendapati bocah berusia 10 tahun menyodorkan setangkai bunga mawar merah yang masih segar padanya.

Sagara berdeham. Bocah itu tidak menciduknya sedang senyum-senyum sendiri kan? Semoga saja tidak.

Sagara tersenyum kecil dan menanyakan berapa harga setangkai bunga mawar merah itu. Dia jadi tidak tega, melihat bocah yang seharusnya fokus belajar malah berjualan untuk mencari sesuap nasi. Sagara membeli dua tangkai bunga mawar dengan memberikan uang yang lebih banyak dari harganya. Dia ikut tersenyum saat bocah itu bersorak gembira seraya pergi dari sisi mobilnya.

Sagara mengabil ponsel yang dia letakkan di dasbor mobil, dan memotret bunga itu untuk di kirimkan fotonya pada Ziva. Tak menunggu beberapa menit, Sagara mendapat telpon dari Ziva. Sagara menjilat bibir bawahnya sebelum mengangkat telpon Ziva.

"Hal--"

"SAGARA, BUNGANYA BUAT GUE???"

Kening Sagara mengkerut dengan mata yang refleks memejam mendengar suara melengking dengan nada antusias yang terdengar dari sebrang sana. Dia mendengkus geli. Kenapa Ziva begitu antusias hanya dengan melihat foto bunga yang Sagara kirimkan?

"Iya," Sagara bisa mendengar Ziva memekik tertahan.

"Ini namanya perencanaan pembunuhan!" decak Ziva, hiperbola. "Lo bisa nggak, sehari aja nggak bikin gue salting?!"

Sagara menaikan satu alisnya. "Gue cuma beliin bunga buat lo,"

"SAMA AJA TAU! Gue lagi buat kue, lemes ini jadinya!"

"Buat cupcake?" tanya Sagara.

"Iya! Bentar gue kirim pap,"

Ada notifikasi pesan masuk di ponselnya. Sagara segera membuka pesan dari Ziva, dan kembali tersenyum saat melihat foto cupcake buatan Ziva yang sedang di panggang dalam oven. Dia kemudian menempelkan ponselnya ke telinga kembali saat mendengar suara Ziva.

"Gimana, lucu kan?"

"Iya lucu, kayak yang buat."

"TUH 'KAN, SEKARANG MALAH GOMBAL!"

"Gue nggak gombal."

"Sama aja!" semprot Ziva kesal. "Cepet pulang, gue udah kangen tau, hehe."

Sagara menunduk, mengigit bibir bawahnya menahan rasa menggelitik di perutnya hingga membuat bibirnya berkedut menahan senyum. Padahal Ziva mengucapkannya dengan nada canggung, tapi Sagara senang bukan main. Dia merasa pipinya panas sekarang. Sial, dia salah tingkah.

"Iya. Ini udah mau nyampe kok," katanya berusaha setenang mungkin. Padahal jantungnya sedang dangdutan.

"Okeeeee. Hati-hati sayang."

Setelah sambungan terputus sepihak oleh Ziva, Sagara melempar ponselnya ke kursi penumpang di sebelahnya dengan senyum yang sudah tidak dapat di tahan lagi. Dia memukul stir mobil dengan pelan sambil terkekeh rendah.

Sayang ya?

"Jadi makin pengen cium,"

***

Altair memasuki rumahnya dengan raut lelah yang sangat kentara. Di sofa ruang tamu, ada Aurora yang sedang rebahan sambil bermain ponsel, terlihat tidak menyadari kedatangannya karena perempuan itu larut dalam dunianya sendiri. Sampai senyum-senyum tidak jelas. Aurora baru menoleh saat Altair berjalan mendekat ke arahnya.

Aurora sontak bangun dari rebahan ketika Altair duduk di sebelahnya. Cowok itu menaruh tas kerjanya ke meja sebelum menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa sambil menghela napas. Aurora berbalik menghadap Altair dengan senyum tertahan.

"Gimana, Al. Kamu mau beliin aku tas yang aku tunjukin, 'kan?" tanya Aurora.

Altair menghela napas sebelum menatap Aurora. "Aku kayaknya nggak bisa beliin. Harganya terlalu mahal, Ra. Kamu tahu, 'kan, keuangan perusahaan Papa aku lagi menurun? Tunggu semuanya membaik ya? Aku janji bakal beliin tas nya." jelas Altair lembut, agar Aurora mau mengerti kali ini.

Aurora merengut. "Masa nunggu sih, Al?! Lama dong!" katanya sambil bersedekap dada.

"Nunggu sebentar. Aku pasti beliin kok."

Aurora berdecak. "Kamu mau anak kita ngiler karena keinginannya nggak di turuti?!"

"Iya, aku pasti beliin. Cuma nggak sekarang. Kamu ngerti ya, Ra?"

Aurora berdecih. Raut kesal kentara sekali diwajahnya saat menatap Altair. "Aku nggak mau tau, pokonya kamu beliin, Al! Aku nggak mau nunggu, kelamaan!"

Altair menghela napas kesal. "Aku laper, Ra." ujarnya mengalihkan pembicaraan.

"Terus?"

Kedua alis Altair menyatu menatap Aurora heran. Kenapa Aurora bertanya demikian? Seharusnya perempuan itu peka. "Ya kamu masakin,"

Aurora mendengus lalu berdiri. "Masak sendiri. Lagian bahan makanan udah abis, aku juga belum belanja karena kamu belum kasih uang bulanan." ujarnya seraya melangkah meninggalkan Altair. Dia kemudian berhenti dan berbalik. "Oh ya. Kamu tidur di luar aja besok kalau belum bisa beliin tas yang aku pengen."

Setelahnya perempuan itu kembali melangkah meninggalkan Altair yang terlihat kesal. Rahangnya mengeras dengan tatapan tajam yang mengiringi setiap langkah Aurora. Altair sedang pusing karena masalah pekerjaan, dan Aurora malah menambahkannya. Seharusnya perempuan itu bisa jadi penenang untuknya. Bukan malah menambah beban pikirannya.

Altair tidak mengerti, apa yang membuat sikap Aurora menjadi demikian. Sikap prempuan itu kini tak semanis saat mereka masih menjadi pengantin baru. Semua kebutuhan Altair selalu di penuhi oleh Aurora. Setiap pulang kerja, pasti sudah ada makanan yang siap Altair santap. Kini, jangankan makanan. Air hangat untuk mandi saja Altair menyiapkannya sendiri.

Altair berdecak kemudian beranjak dari sofa menuju dapur, mencari bahan yang bisa dia makan.

***

"Tadi siang ngapain aja?" Sagara berjalan menghampiri Ziva yang terlihat sedang memotong tomat di dapur. Rambutnya basah karena habis mandi. Di tangannya juga ada handuk yang digunakan untuk mengeringkan rambutnya.

Ziva nampak berpikir sebelum menjawab. "Abis belanja, bersihin sayuran bareng ART. Tidur siang, sorenya mandi terus buat kue."

Sagara mengangguk. Cowok dengan handuk yang di singkap ke pundaknya itu berdiri di sebelah Ziva sambil memperhatikan Ziva memasukkan beberapa potongan tomat ke dalam sup ayam yang dia buat. "Jangan capek-capek."

Ziva menggeleng. Dia tidak pernah merasa capek. Pekerjaannya di rumah hanya sekedar menyiapkan air hangat untuk Sagara mandi, membersihkan kamar cowok itu dan juga memasak sarapan serta makan malam. Sisanya di kerjakan oleh ART rumah ini. Hanya untuk sekedar pergi belanja tidak akan membuat Ziva kelelahan.

"Lo pasti yang capek, 'kan? Seharian kerja buat menafkahi gue," ujar Ziva.

Sagara mengangguk jujur. Namun, dia tidak berniat mengeluh apalagi menyesal. Semua itu ada hasilnya. Ziva terlihat bahagia hidup bersamanya. Dia merasa menjadi lelaki yang bertanggung jawab karena bisa memenuhi semua kebutuhan Ziva. "Kalau gue mau nikah, artinya gue udah siap bertanggung jawab buat anak istri gue."

Ziva mendengus geli. Ada saja jawaban cowok itu yang membuatnya merasa kagum. Ya, wajar saja lah! Sagara itu karakter fiksi kalau Ziva lupa!

"Udah, ah! Jangan ganggu gue! Mending lo duduk nunggu makanannya jadi," usir Ziva halus.

Sagara mengerutkan keningnya. Perasaan dia diam saja di samping perempuan itu. Apanya yang mengganggu?

"Gue ganggu apa?" tanya Sagara bingung.

Ziva berdecak pelan. Dia hanya gugup jika di perhatikan saat sedang memasak. Tidak ada alasan lebih. Ziva hanya malu sebenarnya. "Sana ih!"

Ziva merengut sebelum mendorong Sagara pelan untuk menjauh dari sisinya. Akhirnya, Sagara mengalah dan memilih memperhatikan Ziva dari meja makan. Posisi dapur dan meja makan bersebelahan, jadi Ziva masih terlihat dari pandangan Sagara.

Sagara memperhatikan Ziva sambil bertopang dagu. Bibirnya tertarik membentuk senyuman kecil. Ziva terlihat sangat cantik jika sedang memasak. Ah, tidak. Ziva memang selalu terlihat cantik di mata Sagara setiap saat. Dasar bucin!

Mereka makan malam di selingi obrolan ringan. Mengobrol bukanlah hobi Sagara. Namun, jika bersama Ziva, Sagara sebisa mungkin merespon perempuan itu meski tak banyak. Dia memang tipe orang yang lebih suka bertindak dibanding banyak bicara. Lagipula banyak bicara juga bukan dirinya sekali.

Jadi mohon di maklumi jika Ziva yang selalu mendominasi obrolan. Lagipula, Sagara heran. Ada saja topik yang Ziva bahas, mulai dari yang rendom sampai yang tidak penting. Namun, Sagara tidak masalah. Dia malah senang Ziva banyak bicara jika bersamanya.

"Kalau seandainya semua di dunia ini gratis, lo mau beli apa?" tanya Ziva.

Sagara mengedikan bahu sambil mengunyah tomat yang baru saja dia masukkan ke dalam mulut. "Ngapain beli? 'Kan semuanya gratis."

Ziva terlihat merengut. "Ih, kok lo nggak kejebak sih?! Harusnya lo jawab beli mobil kek, beli rumah kek! Biar gue balas kayak yang lo omongin!" decaknya kesal.

Sagara mendengkus. "Lo lupa kalau gue yang paling pinter di fakultas?"

Ziva menatap Sagara nyinyir. "Sombong, huuuu!"

Ziva hampir melupakan fakta bahwa Sagara yang paling pintar di kelas. Di novel juga di jelaskan. Sagara dan Ziva itu satu jurusan. Niat sekali sang penulis membuat Sagara semakin suka pada Ziva. Selain itu juga, Sagara sering membantu Ziva membuat tugas-tugas kuliah. Ada saja moment-moment kebersamaan Sagara dan Ziva yang membuat Sagara semakin menaruh hati pada perempuan itu.

Ya, penulis memang sudah menyusun rapi alur yang dia buat. Membuat Sagara semakin jatuh cinta pada Ziva dan di saat yang bersamaan juga membuat Sagara patah hati karena Ziva malah menyukai Altair dan tidak pernah menyadari perasaan Sagara.

Ah, sudahlah! Dia tidak mau mebahas novel itu lagi. Lagipula kisahnya juga sudah berakhir. Cukup menjadi kenangan menyakitkan saja untuk Sagara. Tidak usah di ungkit-ungkit lagi.

Selesai makan malam, Ziva langsung membereskan semuanya untuk di cuci bersama ART. Sementara Sagara terlihat menonton TV di ruang tamu. Meja di hadapan Sagara kini terdapat vas dengan bunga mawar merah yang tadi dia beli. Ziva terlihat senang sekali saat Sagara memberikannya.

Membuat Ziva merasa bahagia memang cukup mudah. Sagara jadi ingat, semasa kuliah dulu Sagara mengajak Ziva ke pasar malam, dengan tujuan menghibur perempuan itu karena merasa sedih Altair mengingkari janjinya pada Ziva dan malah menemani Aurora yang saat itu berada di rumah sakit karena ibunya jatuh dari kamar mandi.

Wajah murung Ziva seketika hilang di gantikan wajah sumringah. Dia juga berterimakasih pada Sagara karena bisa membuat perasaannya sedikit lebih baik. Ya, lagi-lagi saat itu Sagara berharap Ziva mau menoleh padanya, melihat Ziva begitu menghargai setiap waktu yang Sagara berikan untuknya. Ya, kalian pasti tahu siapa yang tetap Ziva pilih, Altair Gardapati. Tapi, Sagara seperti tidak pernah kapok dengan harapan yang dia buat sendiri pada Ziva. Bahwa suatu saat Ziva akan menoleh dan mau membuka hatinya untuk Sagara.

Nayatanya sampai akhir kisah pun, yang selalu ada di hati Ziva adalah Altair. Sagara hanya dibuat hadir untuk menghibur Ziva. Dan Ziva yang dibuat selalu mencintai Altair meski cowok itu selalu menyakitinya. Ya faktanya, penulis memang selalu menyayangi tokoh utamanya. Menyakiti tokoh lain yang dia buat, demi mendapatkan ending bahagia untuk sang tokoh utama.

"Sagaraaaa!" panggil Ziva manja pada Sagara, membuat cowok itu menoleh. Ziva terlihat berjalan ke arahnya dengan piring berisi beberapa cupcake yang tadi perempuan itu buat.

Ziva duduk di sebelah Sagara seraya menaruh piring di meja. "Ayo cobain,"

Sagara menatap cupcake buatan Ziva yang di atasnya terdapat cream di taburi potongan oreo. Ya, cupcake itu cukup mengunggah selera. Sagara mengambil dua dan satunya dia berikan pada Ziva agar perempuan itu juga makan makanan buatanya sendiri.

Ziva melahap cupcake nya seraya menatap Sagara yang juga tengah melahap cupcake nya dengan tatapan berharap. "Gimana? Enak nggak?"

Sagara mengangguk. "Enak,"

Keduanya lantas memutuskan untuk nonton TV bersama. Ziva tertawa keras, tayang TV itu menurutnya lucu hingga perutnya tergelitik. Sagara menoleh padanya dan langsung salah fokus pada bibir Ziva yang terlihat mengkilap karena krim cupcake yang dia makan. Cowok itu menelan ludah membuat jakunnya terlihat naik turun.

Sagara membuang bekas cupcake nya dengan asal dan langsung menarik Ziva, membuat Ziva menoleh terkejut. Kini posisi perempuan itu berada di pangkuan Sagara.

Ziva melotot dengan kedua tangan yang menyentuh pundak Sagara. Tarikan Sagara cukup kencang hingga cupcake yang dia makan terjatuh. Ziva mengerjap menatap Sagara yang tengah menatapnya intens, dengan bingung.

"L-lo kenapa narik gue?" tanya Ziva.

Tangan Sagara naik, menangkup pipi kiri Ziva. Dia mengelusnya pelan dengan ibu jari, membuat Ziva seketika merinding karena jempol Sagara yang terasa kasar menggesek kulit pipinya yang lembut. "Gue mau nagih janji lo tadi siang,"

Ziva mengerutkan keningnya. "Janji? Janji apa?"

"Cium,"

Mata Ziva membulat. Kedua lengannya yang menyentuh pundak Sagara, kini beralih mencengkram kaos hitam polos yang Sagara kenakan. Jantungnya berdetak kencang, apalagi Sagara menatapnya sambil sesekali memperhatikan bibirnya. Mendadak mimpi konyol itu merasuki ingatan Ziva. Iya, mimpi dirinya berciuman panas dengan Sagara sehingga membuat pipi Ziva memanas sekarang. "C-cium--"

Ziva menahan napas, saat Sagara menarik tengkuknya pelan hingga kepalanya menunduk dan cowok itu memajukan wajahnya. Ziva refleks memejamkan mata dengan tubuh panas dingin. Jika saja dia tidak berpegangan pada pundak Sagara, Ziva yakin akan terjatuh karena seluruh tubuhnya kini mendadak terasa lemas.

Sagara menatap Ziva yang memejam. Mendapat lampu hijau karena Ziva terlihat pasrah, Sagara tak membuang kesempatan. Kepalanya dia miringkan dengan mata yang perlahan ikut terpejam.

Detik itu juga, Ziva merasa darahnya berdesir hebat saat merasakan ada benda lembut yang menyentuh bibirnya. Kedua lengannya semakin mencengkram erat kaos hitam yang Sagara kenakan.

Dan baru saja Sagara ingin bergerak, sebuah suara yang terdengar melengking syok membuat Ziva membuka mata dan langsung beranjak dari pangkuan Sagara dengan terkejut.

"AAA BUNDA, MATA SASA TERNODAI!!" Syakira Arbyina -- Adik perempuan Sagara, terlihat berdiri di ujung lorong penghubung antara pintu rumah dan juga ruang tamu, dengan kedua tangan yang menutup wajah terkejut.

Ziva langsung berlari terbit dari sana dengan wajah memerah seperti tomat kesukaan Sagara, sementara Sagara mendengkus dengan wajah kesal yang sangat kentara.

"Sialan!"



See you next chapter!
-luv!

Continue Reading

You'll Also Like

978K 59.4K 35
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
47.7K 7.4K 16
S2 dari Mommy Kelaya. First of all, u can read MK as mommy kelaya. Buku nya hangus. Ceritanya berlanjut. Tidak pernah terbayangkan bahwa kehidupan it...
350K 21.3K 24
❗Follow akun sebelum membaca❗ JANGAN REPORT! INI KELANJUTAN TRASMIGRASI MOMMY GRIL TAPI DIAKUN YANG BARU! 🔫Tidak menerima Plagiat🔫 Serena penga...
43.6K 1.3K 33
Di buat sejatuh-jatuh nya oleh orang yang kita cintai,begitu sakit rasanya. Sial nya ia yang berada di posisi itu.Ia mati terbunuh,dan pelaku nya ada...