Sesingkat waktu merangkum kisah,
perputaran rotasi yang tak terasa.
Kita hanyalah 2 raga yang rapuh.
Dipertemukan di satu titik untuk menjadi utuh.
Apapun yang terjadi kedepannya, jangan menyalahkan diri masing - masing.
Kita hanya sedang mengikuti alur dan takdir.
Ku harap kita saling melapangkan dada saat semesta sedikit lebih kejam.
Jangan melawan garis takdir, jika suatu saat kata ikhlas menjadi awal dari sebuah kata perpisahan.
Waktu tak terasa berputar begitu cepat dan tak terasa waktu skripsi telah tiba. Hal yang paling di nanti - nantikan seluruh mahasiswa karena sebentar lagi wisuda. Tapi bukanlah hal yang mudah untuk menyelesaikan sebuah skripsi.
"Dev, nanti malam kita makan malam di luar ya". Ujar friska yang ada di ruang tamu sambil menonton acara televisi.
"Sama siapa aja bun?". Tanya devina yang masih sibuk dengan laptop di depannya.
"Nanti kita sekeluarga dev".
"Bang angga jadi pulang juga sore ini?".
"Jadi kayaknya dev, abang mu juga belum ngabarin bunda juga".
Devina hanya mengangguk saja dan tidak ada respon apapun, ia masih saja sibuk mengerjakan tugas skripsinya.
"Assalamualaikum".
"Waalaikumsalam, feb. Darimana aja kamu nak baru nongol sekarang?". Tanya friska.
"Aku sibuk banget tau bun, pusing juga masih revisian skripsi". Ujar feby sambil bersalaman dengan friska lalu duduk di sebelah devina.
"Wah sebentar lagi wisuda juga dong".
"Iya bun, do'a in aja semuanya lancar".
"Siap feb kalau itu. Bunda ke dapur dulu ya".
"Iya bun".
Friska beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke arah dapur untuk memberitahu para pembantunya untuk tidak masak buat makan malam, karena nanti mereka akan makan malam di luar.
"Woi setan, serius amat lo". Ujar feby.
"Berisik lo".
"Yaelah dev, gue udah sempet - sempetin nih dateng kesini. Minimal tutup dulu lah laptopnya".
"Apa sih feb, lo mau curhat?".
"Iyalah, lo tau nggak?".
"Enggak".
"Dengerin dulu, gue udah punya cowok baru dev".
"Siapa?".
"Nih orangnya". Feby memberikan hp nya kepada devina.
"Lah, ini kan..".
"Gue baru aja jadian 1 bulan yang lalu sama dia".
"Lo gak tau?".
"Apa?".
"Dia adiknya dirga feb".
"Hah? Seriusan lo?".
"Lo pikir gue bohong?".
"Masag sih?. Kok lo bisa tau?".
"Ya taulah".
"Ya gapapa sih, tapi kenapa dia gak cerita ya sama gue".
"Elo juga gak nanya - nanya. Ngapain juga dia cerita kali adiknya dirga".
"Iya juga ya. Lha lo sendiri masih sama arsen?".
"Ya masih lah".
"Langgeng amat".
"Bucin sama 1 orang itu enak feb, daripada bucin sama cowo orang".
"Bego lo".
Setelah lamanya tidak berjumpa, mereka saling bertukar cerita sampai hari menunjukkan pukul 11 siang. Di iringi canda tawa dan sendau gurau. Mau bagaimanapun mereka lost kontak. Tetap saja kapanpun mereka pasti akan bertemu kembali.
Sore hari disaat semuanya sibuk dengan dunianya masing - masing. Rio dan angga baru saja sampai di rumah. Rumah terlihat sepi hanya ada 2 satpam dan 3 pembantu. Tidak ada tanda - tanda friska dan devina.
"Bunda sama devina kemana bi?". Tanya angga yang baru saja sampai dan duduk di sofa ruang tamu.
"Tadi nyonya keluar sebentar den, kalau non devina kayaknya tidur dikamar".
"Yaudah makasih ya bi yem".
"Iya den, ini saya bawa barang - barangnya ke kamar den angga ya".
"Oh iya bi".
"Tumben amat tu bocah jam segini tidur". Ujar rio.
"Tau deh, paling kecapekan tu anak".
"Angga, baru pulang kamu nak?". Sambutan friska yang baru saja pulang ke rumah dan langsung memeluk angga.
"Iya bun, bunda darimana aja?".
"Bunda dari luar sebentar tadi ada urusan. Tadi dijemput kan sama rio ?".
"Iyalah bun, yakali angga naik angkot".
"Oh iya adek kamu kemana?".
"Gatau, tadi kata bi iyem dia tidur".
"Ya ampun daritadi masih tidur, kamu bangunin sana gih".
"Iya bun".
Angga berjalan menuju ke lantai atas kamar devina, sesekali ia mengetuk pintu kamar namun tidak ada sahutan sama sekali. Ia mencoba membuka pintu kamar devina dan ternyata tidak terkunci. Ia melihat devina tertidur dengan lelap dengan laptopnya masih terbuka berada di samping tidurnya.
"Ohh udah skripsian aja nih bocah". Gumam angga sambil menutup laptopnya dan meletakkannya di atas meja belajarnya devina.
"Dev, bangun dev udah sore nih". Angga menepuk - nepuk pundak devina agar devina terbangun.
"Dev, bangun woi kebo".
"Apasihhh ganggu orang tidur mulu". Jawab devina dengan nyawa yang belum terkumpul dan mata masih setengah terpejam.
"Bangun dulu napa".
"Loh bang angga, kapan pulang?".
"Lah ini baru aja pulang".
"Ya ampun aku ngantuk banget bang". Devina mengucek matanya dan melihat jam di hpnya.
"Udah sore dev, buruan bangun abis tu mandi".
"Udah mau jam 5 ya ternyata". Devina terbangun sambil mengumpulkan nyawa yang masih tertinggal di alam mimpi.
"Mandi sono, abang mau ke bawah dulu. Mandi juga".
Tepat sehabis maghrib, mereka sudah berkumpul di ruang tamu. Karena friska ingin mengajak anak - anaknya untuk makan malam diluar bersama - sama.
"Udah siap? Yuk berangkat". Ujar friska setelah itu ia masuk ke dalam mobil bersama ke - 3 anaknya.
Angga bagian menyetir mobilnya, sementara itu devina dan rio duduk dikursi belakang. Selama di perjalanan, mereka bercerita tentang kerandoman. Karena sangat jarang bagi mereka kumpul bersama dan bertukar cerita. Devina sibuk kuliah, angga jarang pulang, rio sibuk dengan bisnisnya dan friska sibuk dengan karirnya.
Setelah sampai di sebuah restoran bintang 5, angga memarkirkan mobilnya di halaman yang lumayan sangat luas. Disana banyak orang yang terlihat seperti orang - orang penting maka disana, sesekali ia melihat sepertu acara meeting, ada yang sibuk dengan laptopnya dan ada juga yang hanya mampir sekeluarga untuk sekedar makan malam bersama.
"Tumben bunda ngajak kita kesini". Ujar angga yang duduk di depan friska.
"Sekali - kali gapapa kan ngga".
"Ini kita mau pesen apa?". Tanya rio.
"Sebentar kita pesennya nanti kalau temen bunda udah sampai juga ya".
"Oh pantes bunda ngajak kesini, orang ada janji sama temennya". Bisik rio kepada angga dan devina.
"Nah itu, temen bunda sudah sampai".
"Halo jeng, udah nungguin lama?". Tanya marsella yang baru saja datang dengan keluarganya dan menyapa hangat keluarga friska.
"Enggak kok jeng, ayo silakan duduk".
"Ini kita pesen dulu ya". Ujar marsella sambil membuka buku menu yang telah diberikan pelayan.
"Wah, anak - anak kamu udah besar semua ya jeng. Dulu masih kecil - kecil imut - imut gitu".
"Iya dong jeng, anak - anak kamu juga udah besar - besar ganteng - ganteng lagi".
"Oh iya ini devina putri kamu satu - satunya?".
"Iya jeng".
"Ya ampun nak kamu makin cantik aja".
"Makasih tante".
"Kenalin ini anak tante dev".
"Kita udah kenal kok tan".
"Wah syukur kalau kamu sudah kenal dengan anak tante".
"Ini lo jeng, dirga ini sering datang kerumah ngajak main devina. Tapi aku tu gatau kalau dirga ini anak kamu".
"Beneran jeng dirga sering main kerumah kamu? Kok dirga diem aja nggak cerita sama mama sih nak".
"Ya maklum lah jeng kita juga udah puluhan tahun juga kan nggak ketemu".
"Iya jeng".
Setelah perbincangan antar friska dan marsella. Mereka juga menyantap masakan restoran bintang 5 tersebut. Di selingi dengan candaan dan pembahasan random yang mereka saling lontarkan.
"Ini langsung saja ngomong intinya apa gimana jeng?". Tanya friska kepada marsella.
"Kalau ini biar jadi urusan mas pratama jeng".
"Yaudah jadi gini, berhubung kita sudah berkumpul disini. Dan kebetulan keluarga kita juga sudah saling kenal satu sama - lain. Saya sebagai papanya dirga ingin membicarakan tentang perjodohan dirga dengan devina. Apakah devina menyetujui niat baik kami sekeluarga?. Apakah devina juga menerima dirga untuk melamar kamu nak?".
Deg...
Hati devina serasa tertikam pisau mendengar perkataan yohanes papanya dirga. Devina sama sekali tidak tahu jika bundanya ingin menjodohkannnya dengan dirga.
"Maaf sebelumnya om, tante. Tapi devina masih belum siap untuk ke jenjang serius. Devina masih ingin berkarir setelah lulus wisuda nanti".
"Tapi tidak apa kan dev, kalau kamu lamaran dulu sama dirga. Tidak ada salahnya juga setelah itu kamu melanjutkan karir dan impian kamu nak".
"Tapi om sekali lagi devina minta maaf, devina gak bisa dan belum siap menerima lamaran dari dirga".
Devina memegang tangan angga dengan erat dibawah meja, karena devina sangat gugup dan tidak tahu lagi harus berbicara apa. Angga sudah tau bagaimana devina. Ia mencoba menenangkan devina agar tetap nyaman dalam sebuah pertemuan kali ini.
"Yaudah pa, ma, tante. Mungkin devina juga belum siap kan. Jadi kalian gak usah paksa devina yaa. Biarin se siap devina dulu. Lagi pula dia juga masih ingin menikmati masa - masa mudanya kan?". Ujar dirga.
"Emm, yasudah kalau begitu. Mungkin lain kali kita bisa bicarakan kembali jeng. Yang penting kita nanti bisa besanan ya jeng. Mungkin devina juga masih belum siap juga. Tante maklumi kok dev".
"Maaf ya jeng kalau devina ternyata belum siap. Padahal mereka juga sudah sangat akrab juga. Aku pikir mereka juga sudah siap jeng".
"Iya jeng tidak apa - apa. Santai saja jeng".
Bagaimana bisa orang tua egois seperti ini, tidak membiarkan anak untuk mencari pilihannya sendiri.
Bukankah ini sebuah pemaksaan terhadap perasaan?.
Bagaimana tentang orang yang telah ia cintai selama ini?.
Bagaimana devina bisa semudah itu berpindah kelain hati dalam hitungan detik?.
Tidak mudah bagi devina menjatuhkan hati kepada seseorang.
Mungkin itu dulu ia sangat mengagumi dirga. Namun apa daya cintanya tak terbalas sampai devina mati rasa dengan dirga.
Kini cintanya kembali bertumbuh dengan adanya arsen.
Ia mampu membuat devina kembali percaya tentang cinta.
Siapa yang nantinya devina korbankan?.
Dirinya sendiri demi kemauan orang tuanya, atau ia tetap bersama orang yang ia cintai yaitu arsen.