Love Under The Mistletoe

By kanurega

160K 10.1K 278

Ada legenda yang mengatakan, berciuman dibawah tanaman Mistletoe akan mengukuhkan cinta yang tulus dan abadi... More

01. The Root
03. The Disturbing News
04. The Other Rose
05. The Mistletoe Leaves
06. The Feelings
07. Because I Love You
08. The Hidden Truth
09. The Bed Time Story
10. The Birthday
11. Broken Chain
12. The Empty Room
13. Allan
14. Keep It For Me
15. Lies
16. Broken String
17. Thinking of You
18. Pocket of Sunshine
19. The Connection
20. Love Under The Mistletoe

02. The Rain

11.3K 735 8
By kanurega

Tanpa terasa, seminggu sudah aku lewati sebagai mahasiswa baru jurusan Ilmu Komunikasi. Life has been so good. Bertemu dengan teman-teman, mengikuti kegiatan kemahasiswaan diluar jam kuliah yang memberikan warna baru yang jauh berbeda saat aku masih tinggal bersama Ayah dan Ibu, termasuk berbagi isi rumah dengan kedua 'kakak' baruku itu.

Ku tutup laptopku, kemudian beranjak perlahan meraih handuk dan bergegas mandi. Ku perhatikan keluar jendela, seminggu ini hujan terus. Langit diluar sedikit mendung dan hari ini kuliah perdana dari dosen Pengantar Komunikasi yang minggu lalu kosong, i can't miss it! Masalahnya, kamar mandi di rumah ini hanya ada 1, jadi kami bertiga harus berbagi. Kak Wildan biasanya kuliah siang, jadi yang suka rebutan pagi antara aku dan... kak Riko! Entah kenapa kalau mengingat ia, hatiku bersemangat.

Kak Riko memang berbeda dengan kak Wildan yang sedikit cool dan berusaha berwibawa, kak Riko itu spontan dan apa adanya, belum lagi mukanya yang sedang tersenyum atau tertawa, God...

Ahh, apa yang baru saja aku pikirkan? Tidak.. tidak.. Dia room-mates ku dan aku tak boleh memiliki perasaan apapun untuk itu. No excuses.

Ku raih gagang pintu kamar mandi tersebut... kreek... dan sebuah teriakan menyambut dari dalam kamar mandi.

"WOI! Untung gue udah kelar!!" teriak kak Riko.

Aku bengong. Kak Riko berjalan setengah telanjang dengan dibalut handuk keluar dari kamar mandi. I swear this is hotter than any striptease show~! Dadanya putih padat berisi dengan kedua puting susu kemerah-mudaan menghiasi di  kedua sisinya, bahu dan lengan yang padat dan kokoh... Arrrggghhhh!! Pingin peluk!

"Dan? Danny?" ujarnya seraya membuyarkan lamunanku.

"I.. iya kak?" jawabku terbata.

"Lain kali, kalo mau masuk ketok dulu.."

"Yee! Salah siapa yang gak ngunci pintunya! Masa nyalahin aku?" jawabku sewot.

"Aah, pokoknya salah kamu, Dek! Hukumannya buatin kakak kopi ya!"

"Enak aja! Nyalahin aku.. ogahh!" ujarku sambil masuk ke kamar mandi.

Tuhan! Ada sesuatu yang tertinggal di kepala, sesuatu yang menancap di angan, bayangan kak Riko tadi masih jelas and He is so damn HOT! Argghh..

Byuuurr,

Aku mengguyur kepalaku dengan air berharap apa yang kulihat tadi tidak terus menerus bersarang di otakku. Samar-samar dari luar kamar mandi aku dengar suara kak Wildan, si pemalas itu sudah bangun rupanya. Daripada ia mengetuk pintu duluan, lebih baik aku yang buru-buru keluar. Tetapi, baru selangkah berjalan meninggalkan kamar mandi suara kak Riko memanggil.

"Danny! Ayolaaaaah, gak ada kopi kakak gak semangat mau bimbingan skripsinya.."

"Manja nya! Minta sama kak Wildan aja."

"Mana bisa si monyet itu nyeduh kopi, orang masak mie aja dia rela beli di warung."

"Heh sialan lu Ko! Udah Danny, coba diturutin aja itu maunya si Riko... lagi manja dia hari ini.. daripada kita di cemberutin seharian."

Aku tersenyum. Jujur, aku senang membuatkan kopi untuk kedua orang ini. Setiap pagi. Ya, setiap pagi. Berawal dari hari pertama aku ngekost dan membuatkan kedua orang ini kopi. Aku terbiasa membuatkan segelas kopi untuk ayah sebelum berangkat kerja. Kata ayah, kopi buatanku pas tidak terlalu pahit juga manis, kopi hitam yang pas. Jadi sudah seminggu ini aku rutin membuatkan kopi untuk mereka, entah sampai kapan.

Sruuutttt... kedua kakakku itu seperti berlomba menyeruput kopi. Aku jadi geli melihatnya. Roman muka kak Riko terlihat begitu menawan. Rambutnya yang di spiky rapi, mukanya yang bersih dan putih, dan tanpa kusadari aku sedikit berdebar kali ini..

"Danny, kita bareng yuk ke kampusnya.." ajak kak Riko.

"Iya, kebetulan aku udah mau berangkat, yuk.."

"Gue sendirian dong di kost?" sahut kak Wildan.

"Heh, nyet... elu udah tua kagak perlu diurusin lagi. Doain judul skripsi gue diterima yak!"

"Najis lu, Ko.. gue doain dosen pembimbing lu lagi gak di tempat!"

"Ahh udah nyet, males gue pagi-pagi berantem sama elu.. malu sama Danny, udah gede kayak anak kecil."

"Asuuuuu!!!" jawab kak Wildan sambil melempar sebelah sendalnya.

Kak Riko keluar sambil tertawa kecil, aku tertawa sambil menggelengkan kepalaku. Dasar...

Tik.. Tik.. Tik.. kepala kuangkat ke langit. Hujan!

"Wah, mau hujan nih.. kita mesti lari-lari, kak."

"Hahaha, santai aja Danny. Jalan kaki aja kayak biasanya.. ini masih gerimis kecil."

Aku bermuka masam. Aku malas saat harus berbasah-basahan karena hujan, terlebih aku tidak punya payung dan kak Riko menyadari itu.

"Lha, kok cemberut? Kamu mau naik angkot? Deket gini?"

"Hujannya itu kak. Aku malas basah-basahan, walau cuma gerimis kecil.."

"Hush, hujan itu berkah.. hujan itu hadiah. Kita harus seneng dong dikasih hadiah! Manusia itu selalu begitu, saat panas kita mohon hujan. Begitu sudah ada hujan, kita mohon panas.. Gak adil!"

Aku terpana. Kak Riko memang tampan saat sedang serius, tapi ketika ia berbicara seperti seorang pria dewasa, ia tidak lagi tampan. Tapi lebih dari itu. Dan terus saja setiap kali aku memandangnya, seluruh sel di dalam tubuh ini memuji dan mengaguminya. Bodoh!

"Eh, kamu jam berapa pulangnya?"

"Jam 1 kayaknya, kenapa kak?"

"Ya udah, bareng aja.. aku sekalian cari buku di perpus. Sms kakak ya kalo udah kelar kuliahmu."

"Oke!"

Tuhan, aku memang senang bisa berangkat bersama kak Riko pagi ini. Tetapi kenapa mesti hujan? 

***

Drrrtt.. drrrtt..

Hp ku bergetar. Kulihat isi sms nya, dari kak Riko.

'Dan, udh kelar? Kk tunggu di perpus ya.'

'Iya kak, udah. Oke aku kesana, dilantai 1 ya.'

Langit masih mendung, bahkan lebih gelap dari tadi pagi. Hujan masih akan turun dan lebih deras nampaknya. Dari kejauhan aku melihat sosok kak Riko berjalan ke arahku. Mukanya sedikit lebih lesu dari tadi pagi.

"Kok lesu kak?"

"Judulku belum diterima, kata dosenku cari judul lain dulu yang lebih menantang katanya.."

"Hihihi, faktor muka kali kak?"

"Yeee, muka ganteng gini! Eh, kayaknya mau hujan deh.."

Aku menoleh ke halaman kampus dan benar saja, hujan perlahan turun. Deras sekali. Seperti langit sedang meluapkan kemarahan, begitu deras.

"Kamu cemberut lagi tuh!" ledek kak Riko.

Kali ini aku tak menjawab dan kak Riko menyadari hal itu.

"Kita main hujan aja yuk!"

"Hah?"

"Main hujan, sambil pulang."

"Ogahh.. hujan deres gini, Dingin pula."

"Ayolaaaah, biar kamu basah sekalian, siapa tau gak sebel lagi sama si hujan."

"Ogaaah.."

Kak Riko lalu melepas sweaternya, meninggalkan baju kaos tipis  yang membuat lekuk tubuhnya semakin menonjol. Dengan cepat ia memasangkan sweater tebal itu ke tubuhku.

"Ayo!!" katanya sambil mengulurkan tangan.

Aku terdiam. Sedikit ragu, namun akhirnya aku terima sambutan tangan itu. Kedua tangan yang besar dan kuat. Kedua tangan yang menggandengku dan mengajakku berlari dibawah derasnya hujan. Tangan yang hangat. Tangan kak Riko. Aku sudah tak perduli lagi. Hujan memang turun deras, tapi aku tak perduli. Aku bahagia. Tidak pernah se-bahagia ini. Kami berlarian sambil terus berangkulan pada pundak satu sama lain. Tubuh kak Riko yang terasa begitu rapat, begitu dekat, hangat tubuh kak Riko.

Begitu sampai di kost, aku menggigil. Kak Riko lalu mengambil handuknya, mengusapnya di muka ku, menggosok kepalaku lembut.

"Bilas dulu Danny, terus tunggu di kamar."

Aku membasuh tubuhku, membersihkan dan mengeringkannya. Walau telah berganti pakaian aku terus saja menggigil. Tetapi kak Riko masih basah kuyup, ia ke dapur seperti mengerjakan sesuatu dan datang ke kamarku.

"Ini, ucapan maaf udah ngajak kamu gila-gilaan." Ujarnya sambil menyodorkan segelas cokelat panas.

Kuraih gelas itu dan menyeruput perlahan, nikmat.. hangat.

"Pas gak rasanya? Panas gak?" tanya kak Riko.

"Enak kok, kak.."

"Masa sih? Aku belum coba loh. Sini coba sedikit."

Tangan kak Riko meraih gelas cokelat ku, kemudian ia menyeruput cokelat panas itu.

"Ini baru nikmat. Kakak mandi dulu ya, maaf untuk yang tadi.."

Aku mengangguk. Aku menatap gelas yang ku pegang, menatap sisi bekas kak Riko. Sisi gelas bekas kecupan bibir kak Riko. Sisi gelas yang diminum langsung oleh kak Riko. Sisi gelas yang kini aku kecup.

Aku ingin bersama kak Riko.

"Tuhan, maaf aku telah berprasangka buruk akan hujanmu, aku menarik kata-kataku tadi pagi Tuhan. Terima kasih telah menurunkan hujan hari ini. ^_^"

Begitu ku akhiri isi buku harian itu. Aku merebahkan tubuh di kasur sambil terus berpikir. Apa mungkin aku telah jatuh cinta?

***


Continue Reading

You'll Also Like

58.8K 3.1K 12
* Another repost Gay story * Original writer : @Ozy_Permana * Don't like don't read! * LGBT Haters Go Away!
653K 47.8K 48
Sherren bersyukur ia menjadi peran figuran yang bahkan tak terlibat dalam scene novel sedikitpun. ia bahkan sangat bersyukur bahwa tubuhnya di dunia...
105K 4.6K 45
Ziandra Ray Pranata seorang guru sekolah menengah atas yang cerdas dan perfectionist menikmati kesuksesannya setelah melalui berbagai perjuangan. Nam...
120K 6.1K 23
Azmi mendapatkan kenaikan zabatan sebagai kepala gudang, ia harus bekerja lebih rajin. Karena memiliki tanggung jawab yang besar, namun Hancur ketika...