TAKDIR

By kitawim2021

21 7 0

Sutradara dalam hidup kita memang hanya Tuhan. Takdir memang tidak bisa kita atur dan tugas kita hanya memak... More

1. Kamu Pemilik Hatiku
2. Kita Yang Tidak Bisa Bersatu
3. Katanya Sahabatan, Tapi Kok?
4. Aku Bukan Tipenya
5. Takdirku Itu Kamu
6. Rencana Takdir
7. Dandelion
8. Heart Peaces
9. Gara-Gara Novel
10. Ada Diantara Kita
12. You Are Mine
13. Khayal
14. Alunan Senja
15. Kenapa Harus Aku?
16. Hati Yang Terluka
17. Perspektif Raisa
18. Motivasi Nadia
19. Cuma Mantan
20. Inilah Takdirku
21. Fire Princess
22. Hope
Motivasi

11. Story' Of Nindi

0 0 0
By kitawim2021

Ditulis oleh Refy Handayani

"Sekeras apapun aku berusaha untuk mendapatkan kamu, jika kamu memang bukan menjadi takdirku lantas aku bisa apa?" Anindira Maheswari

"Nindi bangun!!" Suara nyaring serta gebrakan meja yang cukup keras mampu membuat seorang gadis terkesiap dan bangun dari tidurnya. 

"Kenapa kamu tidur disaat saya sedang menjelaskan materi?" Tanya Bu Anita dengan raut wajah garang.

"Maaf Bu, saya semalam ngga tidur jadi pas bangun kesiangan," kata Nindi dengan raut wajah yang masih ngantuk.

"Itu salah kamu sendiri kenapa sampai gak tidur. Sekarang, kamu pergi ke lapangan dan berdiri di sana sampai jam istirahat," kata Bu Anita mutlak tak bisa dibantah.

"Tapi Bu sa-" 

"Gak ada tapi tapian! Silakan laksanakan hukumannya"  Laras yang duduk di samping Nindi berdeham tak enak.

"Sorry ya Nin, gue kali ini gak bisa bantu. Lo tau kan Bu Anita galaknya kaya apa," kata Laras berbisik, takut terdengar oleh Bu Anita. 

Sebenernya Laras tahu alasan kenapa Nindi tidak tidur semalaman sampai sampai ia tertidur di kelas seperti ini. Laras tau semuanya, karena selama ini Nindi selalu cerita tentang apapun yang ia alami kepada Laras. Maka dari itu Laras tidak tega membangunkan Nindi dan membiarkannya tertidur. Tapi ia juga merasa bersalah karena tidak bisa membela Nindi dan akhirnya Nindi diberi hukuman.

"Iya gapapa Ras, ini udah konsekuensi kalau gue tidur di kelas," Nindi hanya bisa pasrah saja karena memang ini hukuman yang akan ia terima ketika melakukan kesalahan.

Nindi berjalan menuju lapangan dengan langkah lesu, entahlah kejadian semalam sepertinya membuat tenaga yang ia punya habis begitu saja. Tidak tidur semalaman membuatnya sedikit pusing, ditambah lagi tadi pagi ia belum sempat sarapan karena terburuburu menuju sekolah. Untung saja tadi gerbang sekolah belum ditutup dan ia masih diizinkan untuk masuk. 

"Tega banget sih Bu Anita ngasih hukuman gak tanggung-tanggung. Mana masih jam 9 lagi. Bisa pingsan gue kalau gini caranya,"dalam keadaan seperti ini pun tetap saja sifat Nindi yang jutek  dan bawel itu keluar. Sesekali ia menurunkan tangan dan menegakkan badannya yang terasa pegal. 

"Gue udah gak kuat lagi," kata Nindi dengan suara yang lemas dan setelah itu ia jatuh tak sadarkan diri.

                                                       ***

"Serius? Gue gak nyangka Lo digituin. Kalo gue sih udah pasti kabur duluan Dre, malu. Eh lupa, kan Lo mah ngga punya malu," kata Panji tertawa terbahak-bahak dengan kekonyolan yang dilakukan temannya yang satu itu.

"Gini gini juga gue masih punya malu kali. Gila aja Lo," Andre membalas dengan sinis yang malah membuat kedua temannya itu kembali tertawa.

"Udah Ji, kasian tuh Andre digituin sama Lo. Nanti dia nangis di kamar mandi," bukannya membela, Farrel malah semakin membuat Andre kesal saja. Lebih baik ia diam saja deh, daripada diejek oleh dua temannya yang super nyebelin itu.

Saat sudah hampir sampai di ruang guru, Panji melihat ke arah lapangan dan ia dikagetkan dengan seorang gadis yang jatuh pingsan di dekat tiang bendera. 

"Eh Farrel, Andre tunggu dulu,"

"Apa sih? Kita udah ditungguin nih ayo," Farrel berdecak ke arah Panji.

"Itu ada cewek pingsan di deket tiang bendera, tolongin dulu ayo,"

Farrel dan Andre melihat ke arah yang ditunjuk Panji, dan benar saja di sana terlihat seorang gadis yang sudah jatuh di lapangan. Tanpa berfikir panjang, mereka bertiga langsung berlari dan menghampiri gadis itu.

"Nindi?! Kok dia bisa pingsan di sini sih?," Tanya Andre heran.

"Udah gak usah banyak omong langsung bawa aja dia ke UKS," Farrel mengangkat tubuh Nindi yang lemah itu menuju uks, diikuti Panji dan Andre di belakangnya.

Setelah sampai di UKS, Farrel langsung membaringkan tubuh Nindi di atas kasur dan memanggil petugas PMR. Panji dan Andre sudah duluan ke kelas karena sudah pasti guru dan teman-temannya sudah menunggu. Farrel memilih di sini saja menunggu Nindi sampai ia sadar. Tak lama dari itu Laras datang dengan wajah yang panik, khawatir Nindi kenapa-napa. Ini sudah jam istirahat jadi ia memilih langsung ke uks menemui Nindi. Tadi ia diberitahu oleh salah satu anggota PMR bahwa Nindi pingsan dan dibawa ke ruang UKS. 

"Nindi gapapa kan?," Tanya Laras pada salah satu anggota PMR. 

"Dia gapapa, cuma kecapekan aja dan kayanya dia juga ngga sarapan makanya lemes gitu," jawab Lia 
Laras hanya mengangguk sebagai jawaban. Lalu ia melirik ke arah Farrel, kenapa ia baru sadar kalau ternyata dari tadi Farrel ada di sini? Mungkin ia terlalu mengkhawatirkan Nindi makanya sampai tidak melihat sekitar. 

"Lo yang bawa Nindi ke sini Rel?"

"Ya lo fikir siapa lagi? Pake nanya segala," kata Farrel sewot.

"Ya biasa aja dong! Gue kan cuma nanya. Sewot banget sih lo," Laras heran kenapa Farrel sewot kepadanya? Memang ia salah apa? Dia kan cuma nanya. Hm, Laras curiga sepertinya Farrel menyukai Nindi, dia sewot gitu bisa jadi khawatir sama Nindi.

"Yaudah gue balik ke kelas. Kalau ada apa apa sama Nindi, lo hubungin gue aja," kata Farrel lalu beranjak pergi. Sebelum Farrel pergi, Laras mengucapkan terimakasih padanya dan hanya dibalas dengan anggukan oleh cowok itu. 

                                                        ***

"Akhirnya lo sadar juga. Lo gapapa kan? Ada yang sakit? Atau lo pusing? Biar nanti gue beliin obat," Baru saja Nindi sadar, tapi sudah dicecar dengan pertanyaan Laras yang beruntun. Nindi hanya berdecak mendengar perkataan Laras tadi.

"Gue cuma pingsan bukan mau mati. Lebay banget sih Lo," Jawab Nindi malas.

"Ya kan gue khawatir sama Lo Nin, diperhatiin bukannya bilang makasih kek! Malah gitu," Laras mengerucutkan bibirnya.

"Iya-iya. Makasih ya sahabatku yang paling baik sedunia. Sayang deh sama Lo," kata Nindi yang membuat Laras tersenyum manis dan memeluk Nindi.

Nindi tahu, Laras sangat khawatir padanya, tapi menurut Nindi Laras ini terlalu lebay sampai dia baru sadar pun langsung diberi pertanyaan yang bertubi-tubi. Laras begitu perhatian padanya, membuat ia merasa bahwa memang masih ada yang menyayanginya. Terkadang juga ia malas dengan segala celotehan Laras yang super cerewet melarangnya ini itu. Bahkan orangtuanya pun tidak pernah sepeduli ini padanya. Untuk saat ini, memang hanya Laras yang ia punya untuk dijadikan sandaran.

"Oh iya tadi yang bawa lo ke sini si Farrel, seneng kan lo?" 

Nindi kaget dan juga senang secara bersamaan. Tapi ia mencoba bersikap biasa saja agar Laras tidak marah. Nindi memang sudah lama menyukai Farrel. Nindi juga heran kenapa Laras tidak setuju kalau ia dekat dengan Farrel. 

" Biasa aja kok," kata Nindi berbohong. Laras hanya diam saja menanggapinya.

                                                        ***

Hari ini adalah hari Minggu yang artinya semua kegiatan di sekolah libur dan saatnya untuk Nindi refreshing dari semua tugas tugas sekolah yang membuatnya pusing bukan main. Hari libur ini akan ia manfaatkan untuk hangout bersama Laras. Daripada ia stress mendengar perdebatan antara kedua orangtuanya, lebih baik ia pergi saja. Jika boleh jujur, sebenarnya Nindi sudah ingin pergi dari rumah ini sejak lama. Ia tak betah dengan keadaan di rumah ini. 

Setelah selesai berbenah diri, Nindi mengambil slingbagnya dan bersiap untuk berangkat. Saat ia turun dari tangga, sebuah suara menginterupsi nya. Ia hanya menengok dengan malas dan melanjutkan langkah Nindi

"Mau kemana kamu? Libur bukannya diam di rumah. Malah pergi terus," kata papanya yang sedang membaca koran tanpa melihat ke arah Nindi.

"Hari libur bukan berarti harus diem terus di rumah pa, aku juga bosen di kamar terus. Aku butuh refreshing. Di rumah terus malah bikin aku pusing denger papa sama mama berantem tiap hari," Kata Nindi sambil terus saja berjalan.

"Dasar anak keras kepala!" Perkataan papanya tidak dibalas oleh Nindi, ia melenggang pergi dari rumahnya dan menunggu Laras menjemputnya di depan rumahnya. 

                                                        ***

"Gue ke toilet dulu ya Ras. Lo tunggu di sini, jagain barang barang gue," kata Nindi lalu hanya dibalas anggukan oleh Laras.

Sesak. Itu yang dirasakan Nindi setelah melihat kejadian tadi. Kenapa di saat ia sedang refreshing seperti ini malah ada hal yang membuat ia sedih? Rasanya sulit dipercaya, padahal baru kemarin ia merasa senang karena Farrel perhatian padanya. Tapi apa yang ia lihat tadi membuktikan semuanya dan menyadarkan nya.  Selama ini ia terlalu percaya diri bahwa Farrel juga menyukainya. Ternyata itu semua hanyalah ekspektasi nya yang terlalu tinggi. Ia kemudian menyeka air matanya dan membasuh wajahnya agar Laras tidak curiga. Saat ia keluar dari toilet, tiba tiba ia bertabrakan dengan seseorang.

"Aduh kalo jalan tuh pake mata dong mas! Sakit nih jidat saya," kata Nindi seraya mengelus jidatnya yang berdenyut.

"Di mana mana jalan itu pake kaki bukan pake mata. Udah salah sewot lagi," kata orang itu.

Tunggu dulu, sepertinya Nindi kenal dengan suara ini. Saat ia mendongak, ternyata benar dia orangnya. Zevan. Si pelaku yang menabraknya tadi sebenernya bukan Zevan yang nabrak sih, tapi Nindi nya aja yang jalan terburu buru.

"Lo lagi. Kenapa ya setiap gue ketemu sama lo, gue selalu sial?" Rasa sedih Nindi tiba tiba hilang digantikan dengan rasa kesal ketika bertemu manusia yang satu ini.

"Loh Nindi? Lo kenapa?," Tanya Zevan. Nindi malah heran dengan pertanyaan Zevan. Memangnya dia kenapa?

"Apanya yang kenapa?"

"Mata lo sembab. Lo abis nangis? Gak etis banget lo nangis di kamar mandi. Horor tau gak,"

"So tau deh lo. Siapa juga yang abis nangis. Gue cuma kelilipan doang kali"

"Gak usah bohong, gue tau lo abis nangis. Kalau lo mau cerita, gue selalu ada buat Lo," entah kenapa kalimat itu tiba tiba keluar dari mulutnya.

Mendengar perkataan Zevan tadi malah membuat Nindi kembali menangis, dan tanpa sadar ia memeluk Zevan yang dibalas oleh cowok itu. Jujur saja, Zevan tidak suka melihat Nindi menangis, ia lebih suka Nindi yang seperti biasa. Bawel, jutek, judes Zevan suka sekali dengan sifat Nindi itu.

"Udah, lo jangan nangis lagi ya. Cowok kaya gitu gak pantes lo tangisin. Lo berhak dapet cowok yang lebih baik dari dia," Zevan berusaha menenangkan Nindi sambil sesekali mengelus punggungnya.

                                                          ***

"Si Nindi di toilet lama banget sih. Kelelep kali ya dia," ujar Laras asal. Ia sudah kesal karena menunggu Nindi sedari tadi. 

Dari kejauhan, Laras melihat Nindi bersama dengan seorang laki-laki yang ia kenal. Ia heran, kenapa dua orang itu bisa akur? Padahal setiap bertemu mereka selalu ribut. Tapi kali ini, berbeda sekali. Apa ia ketinggalan sesuatu yang mengejutkan?

"Nindi! Lo lama banget sih. Bete gue nungguin dari tadi. Ini juga. Kok bisa bareng sama si Zevan? Kok bisa akur sih kalian," ujar Laras keheranan.

"Temen lo tuh. Gak etis banget nangis di kamar mandi. Mana nangisin cowok lagi. Kaya gak ada cowok lain aja," Zevan berkata kesal.

"Nangisin siapa emangnya?" 

"Si Farrel lah siapa lagi. Itu cowok emang harus gue kasih pelajaran kayanya. Bisa bisanya bikin orang yang gue sayang nangis kaya gini," kata Zevan tanpa sadar yang membuat Nindi dan Laras kaget.

"Lo bilang apa tadi?" Ulang Laras.

Sepertinya Zevan harus jujur kali ini, sudah bosan juga ia menyembunyikan ini semua. 

"Gue sayang sama Nindi. Dan gue gak suka liat orang yang gue sayang nangis kaya gitu," akhirnya ia bisa mengungkapkan isi hatinya selama ini. Lega rasanya. Urusan Nindi suka balik ke dia atau tidak, tidak masalah baginya. Itu urusan nanti, yang terpenting ia sudah mengungkapkan semuanya.

"Lo serius?" Tanya Nindi kaget. Zevan hanya membalas dengan anggukan pelan.

"Lo gak harus bales perasaan gue, yang terpenting Lo udah tau isi hati gue selama ini. Alasan kenapa gue selalu ngajak ribut lo, bikin lo kesel, itu semata mata bentuk rasa sayang gue sama lo. Biar gue selalu bisa deket sama lo," 

"Kalau gue minta lo pergi dari hidup gue apa lo mau? Gue gak pengen diganggu. Gue lagi gak pengen deket sama siapapun. Gue harap Lo ngerti," Nindi berkata dengan air mata yang tertahan.

"Kenapa lo bilang kaya gitu Nindi? Lo gak kasian sama Zevan?" Laras bertanya di sampingnya. 

"Lo gak usah ikut campur, Ras! Ini udah keputusan gue. Lo gak bisa ganggu," Laras terperanjat ketika mendengar Nindi menaikkan nada bicaranya. Sebenernya apa yang terjadi pada temannya ini? Farrel melakukan apa sampai Nindi bisa seperti ini?

"Oke. Kalau lo mau gue pergi dari hidup lo, gue bakal lakuin itu. Tapi ada satu hal yang harus lo inget, gue sayang sama lo, gue gak mau liat lo sedih. Kalau lo butuh gue, hubungi aja. Gue bakalan selalu ada di saat lo butuh gue. Kapanpun itu," setelah mengatakan itu, Zevan pergi dengan rasa kecewa yang begitu besar. Ia kecewa pada Nindi, tapi ia juga tidak bisa memaksa.

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 151K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
253K 11.6K 17
Level tertinggi dalam cinta adalah ketika kamu melihat seseorang dengan keadaan terburuknya dan tetap memutuskan untuk mencintainya. -𝓽𝓾𝓵𝓲𝓼𝓪𝓷�...
832K 62.9K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
491K 18.2K 33
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...