Promise You

By Croissun_

821 248 181

[MAYBE YOU GUYS CAN FOLLOW ME FIRST] Kiara tidak bisa memulai sebuah hubungan karena pondasinya tidak cukup k... More

Promise You I 1
Promise You I 2
Promise You I 3
Promise You I 4
Promise You I 5
Promise You I 6
Promise you I 7
Promise You I 8
Promise You I 9
Promise You I 10
Promise You I 11
Promise you I 13
Promise You I 14
Promise You I 15
Promise You I 16
Promise You I 17
Promise You I 18
Promise You I 19
Promise You I 20
Promise You I 21
Promise You I 22
Promise You I 23
Promise You I 24
Promise You I 25
Promise You I 26
Promise You I 27
Promise You I 28
Promise You I 29
Promise You I 30
Promise You I 31
Promise You I 32
Promise You I 33
ff

Promise You I 12

31 11 5
By Croissun_

Masih pukul sepuluh lewat lima belas menit. Masih terlalu awal untuk beranjak tidur bagi Kiara. Menonton drama Korea satu episode lagi masih bisa sebelum tepat pukul dua belas malam. Amunisinya sudah disiapkan, mie cup hangat yang baru beberapa menit dibuat serta snack yang ia beli sepulang kerja di minimarket.

Badanya tengkurap di atas ranjang berbuntal selimut tebalnya, sedang di depanya ada laptop yang sedang memutar drama korea. Sekarang Kiara sudah sampai di episode 18 dari total 20 episode. Tinggal dua episode lagi untuk menamatkanya.

Ah... scene ini. Kiara tidak bisa tidak meneteskan air mata melihat scene ini. Bukankah menyenangkan mempunyai keluarga yang suportif dan selalu ada untuk menjadi support system terbaik dikala kita meniti jalan guna mewujudkan impian? Bukanya tidak bersyukur mempunyai keluarga yang lengkap, hanya saja Kiara selalu iri dengan bagimana hubungan antar anak dan orang tua yang saling mendukunh satu sama lain.

Jika sang tokoh utama dalam drama bisa mencurahkan segala peristiwa yang ia lewati seharian sembari tidur berbantal paha sang Mama, Kiara kebalikanya. Dia tidak pernah menceritakan apa saja yang ia alami pada kedua orang tuanya, terutama sang Mama.

Ceritanya sering dianggap tidak terlalu penting untuk di dengarkan. Mamanya juga tidak pernah bertanya bagaimana harinya terlewati. Pernah sekali Kiara mengeluh pada Mamanya saat harinya di masa SMA tidak berjalan baik, Gina malah mengatainya lebay. Berawal dari itu lah Kiara tidak lagi menceritakan apapun kepada kedua orang tuanya, apalagi sang Mama. Dia memilih untuk menyimpanya sendiri, menulisnya di buku diary yang tersusun rapi di meja kerjanya.

Buku-buku itu berjajar rapi di salah satu rak. Lumayan banyak jumlahnya, ada sekitar lima buku. Empat sudah terisi penuh dan satu lagi masih belum ada seperempat karena masih baru. Buku-buku itu lebih baik daripada siapapun untuk mendengarkan semua cerita dan keluh kesahnya.

Kiara menangis tersedu-sedu mengingat hal itu. Ditambah melihat drama yang sedang terputar di layar laptopnya. Saat pintu kamarnya diketuk lalu dibuka dari luar, Kiara mendongak lantas mengusap air matanya yang terus keluar.

"Ara—kamu kenapa nangis?" Gina membuka pintu kamar Kiara dan berdiri di ambang pintu.

"Nonton drakor Ma, sedih banget Ara."

Gina menghela napas kantas gekeng-geleng kepala. "Drakoran..... mulu, kamu udah kerja juga masih aja nonton yang begituan. Apalagi sambil nangis-nangis kayak nggak ada kerjaan lain aja, Ra."

Kiara diam, dia mengulum mulutnya ke dalam untuk menahan tangisnya agar tidak bertambah kencang. Hal-hal yang dia sukai dianggap tidak penting selalunya. Walau sudah terbiasa dengan itu, kadang Kiara ingin bertanya apakah yang ia sukai itu salah? Tapi pertanyaan itu kembali tertelan saat sudah diujung lidahnya. Dan dia berakhir diam.

Kiara menarik napas, "Mama ngapain cari Ara?" Katanya menanyakan tujuan Gina mencarinya.

"Oh iya, hampir lupa. Beliin nasi goreng di pertigaan depan dong, Ra. Beliin buat Papa juga."

Kiara keluar dari buntalan selimutnya dan berjalan menuju Gina yang menyodorkan sejumlah uang lalu menerima uang itu.

"Papa belum pulang, Ma?" Pertanyaan basa-basi. Dia tidak mendengar bunyi mobil memasuki pekarangan rumah, yang berarti Papanya belum pulang bekerja.

"Belum, paling bentar lagi pulang. Mangkanya beliin nasi goreng buat makan malam."

Kiara mengangguk, "Iya. Ara siap-siap dulu terus Ara beliin."

Gina bergumam kemudian pergi.

Terlebih dahulu Kiara mencuci wajahnya, memastikan kalau tidak terlalu sembab sebab menangis. Rambutnya yang terurai ia kuncir, karena sebenarnya Kiara lebih suka jika rambutnya dikuncir dibanding digerai. Cardigan yang tergantung disambarnya kemudian ia pakai untuk menutupi lenganya yang terbuka kendati baju tidur yang ia oakai kali ini memiliki lengan pendek.

Segera ia berangkat setelah siap. Perlu waktu sepuluh sampai lima belas menit untuk berjalan sampai pertigaan. Belum lagi kalau harus mengantre ketika sampai di sana. Kiara memutar lagu acak dari ponsel tanpa menggunakan earphone. Sepanjang jalanya menuju warung nasi goreng ia bernyanyi dengan suara kecil mengikuti lagu yang berputar. Kadang bergumam atau bersenandung saat tidak tau liriknya apa.

Total empat lagu terputar hingga ia sampai di gerobak putih bertuliskan nasi goreng dengan ukuran yang besar itu. Benar kan, antrianya tidak main-main saat Kiara sampai di sana. Masih untung karena penjual nasi gorengnya sekaligus memasak dalam porsi besar. Kalau dikira-kira sekitar 7 porsi.

Kiara berdiri dibelakang seorang pemuda yang ia taksir umurnya masih belasan tahun. Warung nasi goreng ini selalu ramai, mungkin karena faktor letaknya yang strategis.

Pelanggan terus berdatangan setelah Kiara datang. Membuat suasana malam ini bertambah ramai, ditambah lalu lalang kendaraan di pertigaan.

"Bang, nasi goreng tiga dibungkus ya." Kata Kiara mengucapkan pesananya begitu sang pedagang menoleh ke arahnya seolah bertanya.

Kiara mengedarkan matanya sembari menunggu pesananya disiapkan. Saat matanya menelusur, perhatianya berhenti pada seorang ibu-ibu paruh baya yang mengantre di berjarak tiga orang dibelakangnya. Ia menghampiri wanita itu.

"Bu..." panggil Kiara.

Yang dipanggil menoleh. "Mbak panggil saya?"

Kiara mengangguk sembari tersenyum tipis, "Iya. Ibu mau tukar antrean sama aku?"

Ibu-ibu itu kebingungan. Tukar antrean? Bagaimana maksudnya.

"Antrian saya di depan. Itu tinggal nunggu pesenanya dibuatin kok. Kalau ibu mau, ibu bisa ambil tempat saya. Biar saya yang di sini."

"Duh... memang Mbaknya nggak apa-apa harus ngantri lagi?"

Kiara menggeleng. "Enggak apa-apa kok, bu. Ibu mau ajam saya di sini. Nggak apa-apa kan mas, mbak?" Kiara bertanya pada orang yang mengantre di depan ibu itu.

"Enggak apa-apa mbak, bu. Malah bagus kalau ibunya didulukan. Udara malam nggak bagus buat orang tua lama-lama di luar."

"Iya bu, biar nggak kelamaan berdiri. Nanti capek."

Kata dua orang didepan ibu itu. Yang satunya mengangguk menyetujui.

"Aduh... jadi nggak enak sama mbaknya. Beneran saya nggak apa-apa maju mbak?"

Sekali lagi Kiara mengangguk untuk mengiyakan. "Nggak apa-apa bu." Lantas ia menarik tangan wanita itu ke depan—ke tempatnya mengantri tadi. "Bang, pesanan saya belum disiapin kan?"

"Belum neng, habis ini dibuatin."

"Oh... diganti sama ibu ini aja Bang. Ibu mau pesan berap bungkus?"

"Satu bungkus mbak."

"Satu bungkus, ya, bang." Kata Kiara memberitahu sang pedagang dan dibalas anggukan kepala oleh si abang-abang penjual nasi goreng.

Wanita itu kembali berterimakasih pada Kiara sebelum Kiara berpindah ke tempat di mana ibu tadi berdiri. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai pada giliran Kiara lagi, tiga orang di depanya rata-rata membeli satu bungkus nasi goreng juga, sedang pedagang nasi goreng memasaknya dalam porsi besar sekali masakan. Kini Kiara sudah memegang tiga bungkus nasi goreng hangat yang siap untuk dibawa pulang.

"Hah...." Helaan napasnya keras terdengar. Akhirnya... ia bisa pergi dari keramaian yang selalunya bisa menguras energi itu.

Jalanan sudah agak sepi, hanya satu dua kendaraan yang lewat. Penerangan sepanjang perjalanan Kiara pulang ke rumahnya melewati trotoar ditemani oleh lampu jalanan berwarna jingga. Seperti matahari disaat terbit dan tenggelam.

Tinggal berbelok kemudian Kiara masuk ke dalam komplek perumahanya tapi, netranya menemukan dua orang berbeda usia tengah duduk di trotoar yang akan ia lalui. Langkahnya ia percepat menghampiri mereka berdua.

-o0o-

Entah apa yang sudah terjadi padanya malam ini. Padahal siangnya tubuhnya tidak apa-apa dan masih bugar seperti biasa. Tapi, sepulangnya ke rumah, Jevier dilanda demam. Suhu tubuhnya meningkat dari yang biasanya. Kepalanya juga berdenyut nyeri.

Tidak terlalu parah memang, tapi cukup mengganggu apalagi dibuat bekerja yang mengharuskanya melakukan ini itu. Untuk memasak pun Jevier tidak mampu. Makan malam ia lewatkan untuk berbaring di atas tempat tidurnya.

"Jevier... bangun dulu, kamu belum makan malam."

Siapa lagi yang bisa ia andalkan untuk merawatnya kalau bukan sang Mama? Sebenarnya ia berencana untuk tidak memberitahu Sara, hanya saja saat Mamanya itu menelepon dan mengetahui gelagat anehnya Sara langsung bertanya mengenai kondisinya. Terlalu hafal dengannya saat sedang sakit. Karena itu Sara memutuskan untuk mengunjungi Jevier di rumah laki-laki itu.

Jevier bangun dan menyandarkan nadanya yang terasa hangat pada kepala ranjang. Ia pijit keningnya yang terasa nyeri.

"Jev... Jev... ini salah satu alasan kenapa Mama nyuruh kamu cepat-cepat nikah. Biar ada yang ngurusin." Kata Sara sambil duduk di samping anaknya.

Helaan napas dari Jevier keluar. "Ma... Jev lagi nggak enak badan. Tolong jangan bahas itu sekarang, ya?"

"Alasan.... aja." Sara geleng-geleng kepala. Meskipun begitu, tanganya juga tak tinggal diam menyuapi anak semata wayangnya ini. Jevier kalau sudah jatuh sakit, penyakit manjanya juga otomatis kambuh. Maunya di puk-puk seperti bayi tua. Sampai kapan Sara harus menunggu peranya sebagai pengasuh bayi besar akan digantikan? Mengurus satu bayi besar saja sudah kerepotan, ini dia harus merawat dua sekaligus. Jevier dan Papanya.

"Habis ini minum obat terus tidur. Kalau besok belum turun panasnya, Mama panggil dokter Tirta aja ya, biar kamu diperiksa. Nggam usah kerja dulu. Kamu kan, ada sekretaris. Siapa? Wulan...?"

"Sekretaris Jev ganti Mah."

"Loh? Wulan memangnya kenapa?"

"Cuti melahirkan."

Bencana. Seharusnya Jevier tidak mengatakan itu. Maka sekarang dia bjsa melihat raut berharap Sara yang menyorot dirinya. Dia tau apa arti tatapan itu.

"Jevier juga lagi nyari Ma... kalau ada yang cocok secepatnya Jevier bawa ke Mama." Katanya sebelum menerima suapan dari Sara.

Sara tidak menjawab. Ucapan anaknya ini tidak bisa sepenuhnya dipercaya. Bagaimana mau mencari kalau yang ada di otak Jevier saja cuma kerja, kerja, dan kerja. Sara sepertinya juga harus mengambil tindakan supaya cepat mendapatkan calon mantu. Ya... minimal dekat dulu dengan Jevier lah. Terlintas diotaknya orang yang kiranya cocok menjadi istri Jevier. Sara tersenyum penuh arti mengingatnya.

"Mama....? Mama nggak lagi berpikir buat jodohin Jevier, kan?" Tanyanya saat menangkap senyum Sara yang penuh makna.

"Lihat nanti."

Kedua bahu Jevier meluruh disertai sakit yang kembali mendera kepalanya. Sara dan tekadnya yang kuat sangat merepotkan.

-o0o-

"Lama banget, Ra? Kamu habis mampir ke mana?"

Pertanyaan itu diajukan berbarengan saat Kiara meletakkan kantung kresek berisi nasi goreng di atas meja makan.

"Ngantrinya panjang, Ma. Jadinya lama."

Gina hanya ber-o ria seraya mengangguk. Bungkusan nasi goreng itu ia ambil lalu ia letakkan di atas piring yang sebelumnya sudah ia siapkan. Tak berselang lama, Papa Kiara datang. Sepertinya baru selesai mandi.

"Papa baru pulang kerja?" Tanyanya basa basi.

"Iya."

Percakapan mereka berakhir singkat. Bahkan tidak ada dua detik terhitung sebelum keduanya sama-sama bungkam. Ia tidak tau bagaimana jarak yang tiba-tiba tercipta diantara keduanya. Mereka layaknya dua orang asing dalam satu atap.

"Loh... cuma dua? Kamu nggak beli buat kamu sendiri?" Tanya Gina.

Kiara menggeleng menjawabnya. "Enggak, Kiara kan habis buat mie cup. Ini uang kembalianya." Kiara letakkan uang kembalian yang serta uang yang sudah ia ganti di atas meja. "Kiara ke atas dulu, ya, Ma... Pa..." pamitnya lantas berlalu pergi meninggalkan ruang makan.

Mengembang sudah mie cupnya yang belum sempat ia makan. Tidak apa-apa, akan tetap ia makan.







Bersambung....

Saya berharap kalian menyukai cerita ini.

Jangan lupa untuk Vote dan Komentar kalau kalian menyukainya. Terima kasih.

Ig: sukamariesun_

Croissun_

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 25.2K 25
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
1.2K 1K 23
di saat keharmonisan keluarga nya KANEISHA OLEANDRA AYYARA hancurr dan di saat itu pula ia dipertemukan dengan cinta pertamanya setelah ayah(?) nya...
70.3K 4.6K 29
[Highest Rank] #02 in Seungcheol (02.02.2019) #01 in Hanra (04.07.2019) Hanya kisah tujuh murid bad boy di sekolah, dan dua murid bad girl. Mereka se...
12.8K 7.6K 36
Seri Pertama G7 - [Completed] "Aku tidak peduli, siapapun kamu aku akan selalu mencintaimu. Bahkan ketika aku melihat keburukanmu, aku akan tetap ber...