Putus berbayar

By Lulathana

31.5K 5K 703

Bermula ketika pacar temannya diam-diam nge-chat atau cowok yang PDKT-in temannya berujung nembak ke dia, Bia... More

Perhatian!
Putus Berbayar
1. Mission Accomplished
2. Beauty Privilege
3. Say Sorry
5. New Teacher
6. Notebook
7. Introvert
8. Amnesia?
9. Interogasi
10. Target
11. Yang Sebenarnya Terjadi
12. Pelarian
13. Hukuman
14. Intimidasi
15. Benci
16. Janji

4. Two Brothers

2K 338 58
By Lulathana

"Ini buat Bia, ini buat Ayi," ucap Jeya seraya memberikan mangkuk berisi potongan buah pada masing-masing anaknya itu.

"Makasih Mama," ucap Bia dengan senyuman cerah.

Jeya membalas dengan senyum yang tak kalah cerah. Ia pun menepuk-nepuk puncak kepala Bia penuh sayang. Mamanya itu memang orang yang gampang merasa gemas.

"Habisin semua, nggak boleh di-switch ya." Jeya menggerakkan telunjuknya memperingatkan.

Bia yang hendak memanggil adiknya itu urung. Seolah sudah hafal dengan kebiasaan anaknya, Jeya kini berganti menatap Bia.

"Pepaya itu bagus buat pencernaan Bia."

Bia menatap buah jingga itu lalu menggeleng penuh kengerian.

"Meskipun nggak enak, tapi Bia masih bisa makan 'kan?"

"Rasanya kayak e--"

"Nggak boleh ngomong buruk sama makanan." Jeya melotot. "Bia udah Mama bilangin berapa kali?"

Bia mencebik kecil sebelum menunduk. Kakinya sedikit menghentak-hentak kecil, kesal.

"Dan Ayi, awas kalo nuker sama punya Bia."

"Siap, tenang aja," ucap Nean seraya mengacungkan jempolnya.

Jeya mengusap kepala Nean kemudian berlalu meninggalkan mereka. Melakukan kegiatan di dapur yang memang sedang rajin-rajinnya.

Bia masih menunduk. Bibirnya terlihat gerak-gerak. Kebiasaannya kalau ada yang tidak disukai, pasti sibuk misuh-misuh sendiri. Nean yang melihatnya terkekeh kecil.

"Udah, nih." Nean menyenggol lengan Bia dan membuat cewek itu berhenti dari cosplay Mak Lampirnya.

"Ayi ...." Bia menatap Nean penuh haru dengan tatapan dibuat puppy eyes.

"Nggak usah lebay."

Bia mengedip-ngedipkan matanya. Yang membuat Nean mendengkus. Bia ini memang tipe yang kalau dilarang, malah semakin berusaha. Mungkin karena dirinya yang paling dimanjakan semua orang dalam keluarga ini.

"Yaudah kalo nggak mau."

"Mau!" Bia menahan mangkuk Nean. Dengan semangat ia memindahkan potongan pepaya pada mangkuk Nean lalu mengambil buah lainnya sebagai alat tukarnya.

Nean menggeleng kecil. Usia yang tidak terpaut jauh membuat mereka mengalami masa pertumbuhan bersama. Nean sendiri tidak merasa mempunyai kakak perempuan, karena faktanya kakak perempuannya itu lebih banyak mengandalkan daripada diandalkan. Lebih tepatnya dia menolak diandalkan. Kalau ditanya siapa pemilik tahta di keluarga ini, jelas Bia yang memegang urutan pertama.

Bel rumah tiba-tiba berbunyi, Nean terlihat hendak bangkit sebelum urung begitu mamanya terlihat lebih dulu berjalan ke depan.

"Yi, melonnya manis. Minta ya."

Belum juga si empu memberikan persetujuan, Bia sudah mengambil buah itu dari mangkuk Nean lagi.

"Neannya ada, Tante?" ucap seseorang yang sepertinya penekan bel tadi, samar-samar Nean mendengarnya.

"Eh-eh, apa?" tanya Bia ketika tiba-tiba Nean bangkit lalu menarik tangan Bia untuk ikut berdiri.

"Masuk kamar," suruh Nean.

"Lah ngapain?"

"Gue ada kerja kelompok."

Dahi Bia mengernyit. "Lo 'kan ngerjain di depan, gue di sini.

"Kalo mereka mau ke toilet, bakal lewat sini."

"Ini luas Ayi, gue di sini nggak bakal ngalangin jalan," ucap Bia seraya memutar mata.

Sebenarnya ia mengerti apa yang dimaksud Nean. Dari dulu, Kean pun kalau membawa temannya ke rumah, pasti Bia akan dikurung ke kamar, sekarang kebiasaan itu juga nurun pada adiknya.

Memang ya pesona pelakor Bia itu tak hanya bikin kaum cewek ketar-ketir. Kakak dan adiknya pun dibuat waswas. Takut teman-temannya kena libas. Kadang Bia lelah dengan semua ini, tapi tetap banyak yang disyukurinya sih.

"Begini banget jadi orang cantik." Bia berdecak kecil.

Nean tak mempedulikannya. Ia hanya memutar tubuh Bia, lalu mendorong cewek itu ke arah kamarnya.

"Yi ih, apaan sih elah."

"Nggak boleh keluar. Awas aja," ucap Nean kemudian menutup pintu kamar Bia dari luar.

Bia menghela napas sebelum berjalan ke arah meja belajar. Bia melihat ponselnya yang menyala dan notifikasi pesan dari Kintan begitu banyak. Tanpa menunggu ruang pesannya semakin penuh dengan spam cewek itu, Bia pun meneleponnya.

"Apa, Tan?" tanya Bia begitu sambungan itu terhubung.

"Firly neror gue terus nih," jawab Kintan dari seberang sana. Terdengar menunggu-nunggu Bia dari tadi.

"Nggak mau, nggak waras." Bia menekuk wajahnya. Mood-nya memburuk. Padahal begitu melihat sahabatnya itu menelpon, Bia sudah semangat untuk curhat, sekarang keinginan itu sirna.

"Ya emang kita pernah nanganin kasus yang waras?" Kintan tertawa kencang. Bahkan Bia bisa membayangkan kebiasaannya yang tertawa sambil menepuk-nepuk paha itu

"Tapi Firly itu udah di another level, gila."

"Iya-iya. Langsung ke target kedua aja ya."

Bia bergumam mengiyakan. Syukurlah Kinta masih punya kewarasan pada otaknya hingga tidak memaksa persoalan Firly.

Kintan terdiam sejenak. Bia mendengar seperti kertas yang dibuka. "Namanya Zyandru, mahasiswa tingkat akhir."

Bia mengangguk-angguk. Ia pun mulai mengambil kapas dan Micellar water, lalu membersihkan wajahnya. Cantik itu takdir, merawat diri itu wajib.

"Tipe cewek yang disuka itu yang kalem, nggak banyak ngomong."

Bia pernah beberapa kali menghadapi cowok yang pendiam. Namun, pendiam itu bukan artinya orang yang full anti sosial sama orang. Ketika orangnya memang nge-klik sama mereka, biasanya mereka bahkan jauh lebih asyik. Jadi, ini cetek.

"Klien kita ngasih pin, kalo dia beneran nggak suka ngomong."

"Bukan dia nggak suka ngomong, ceweknya aja yang nggak bisa ngasih umpan biar tuh cowok mau ngomong. Pengen putusnya pasti nih karena si cewek makan hati, dicuekin mulu," papar Bia yang tak gagal menarik tawa Kintan lagi.

"Enak banget ya ketawain hidup orang. Tapi jangan seneng-seneng banget sih, lo tau nggak klien kita ini siapa?"

"Bukan orang baru?"

"Kak April."

Bia terdiam. Ingatannya memutar pada seorang cewek cantik, smart dan humble yang pastinya jadi idaman para cowok. Dia tipikal cewek berkelas dengan latar belakang keluarganya yang pembisnis. Circle-nya pun sudah jelas bukan dengan orang seperti Bia.

"Maksudnya sekelas Kak April yang dicuekkin cowok itu, gitu?"

"Iya. Jadi lo bakal berusaha keras buat ini. Btw gue send foto cowoknya."

Bia pun membuka ruang chat.

"Nggak cuma soal Kak Aprilnya, cowoknya kayak nggak asing, nggak sih, Bi? Kayak pernah ketemu gitu."

Bia memperbesar gambarnya, kemudian terlihat berpikir. Seperti yang pernah Bia jelaskan, memorinya tentang wajah seseorang memang agak buruk.

"Eung, nggak kenal ah."

"Bukan kayak orang yang kita kenal juga. Tapi wajahnya nggak aneh gitu."

Bia dan Kintan sangat dekat, hingga bisa dibilang orang-orang yang mereka kenal pun nyaris sama.

Bia menggeleng. "Tapi wajahnya ganteng."

Kintan tertawa. "Itu sih jelas. Kayak goblok banget nggak sih Kak April, udah dikasih makhluk seganteng ini, malah dibuang."

"Rupa tidak bisa menjamin bahagia." Bia berucap dengan nada yang dibuat puitis juga bijak.

"Kayak lo ya, cantik tapi jomblo teroos."

"Gue bukan nggak laku ya, tapi yang pacaran itu buang waktu banget. Apalagi setelah terjun ke kasus-kasus mereka, kayak bullshit banget."

"Orang yang nggak percaya cinta, sekalinya jatuh bucinnnya nggak ngotak." Kintan menirukan suara pujangga dengan maksud menyindir tentunya.

"Nggak bakal, pengalaman gue udah cukup bikin sadar." Bia berdecak kecil.

"Apalagi kalo lo makin nentang gitu loh, Bi. Biasanya makin gila bucinnya."

"Udah ya, gue mau maskeran dulu. Kalo datanya udah lengkap langsung kirim."

Bia pun mematikan sambungan teleponnya setelah mendengar tanggapan baik Kintan. Ia pun mulai membuka laci lalu mengambil sheetmask.

oOo

Bia ketiduran, saat sadar sheetmask-nya sudah tidak berada di muka. Bia tidurnya memang sedikit tidak santai, tapi karena Bia cantik, jadi itu bukan masalah.

Karena tidak tahu kapan terlepasnya, Bia pun memilih untuk memasang ulang. Ia tidak ingin kulitnya mendapatkan nutrisi yang kurang.

Seraya menepuk-nepuk agar vitaminnya meresap, Bia pun berjalan ke arah dapur untuk mengambil minum.

Keadaan rumah sepi. Papanya pasti lembur, mama biasanya mengerjakan sesuatu di ruang kerjanya sebelum makan malam, teman-teman Nean sudah pasti pulang dan Kean mungkin masih di luar.

Baru saja Bia membuka kulkas, bel di depan berbunyi. Bia pun menutup kulkasya kembali lalu berjalan ke arah pintu depan.

"Cari siapa?" tanya Bia yang sedikit tidak jelas, karena gerak bibirnya tertahan masker.

Seorang pria dengan kemeja. Bia asumsikan ini mungkin temannya Kean.

"Keannya ada?"

"Eung ... nggak tau. Emangnya Kakak ada perlu apa ya?"

"Mau balikkin buku."

"Ada urusan lain?"

Pria itu menggeleng.

"Yaudah siniin aja, nanti aku kasihin."

Baru saja tangan Bia hendak menerima, tubuhnya tiba-tiba tertarik ke belakang hingga membuatnya memekik kaget. Bia menoleh dan mendapati Kean yang masih memegangi bagian belakang hoodie Bia seolah dirinya itu anak kucing.

"Kang apa-apaan sih!" Bia memekik kesal. Dia benar-benar kaget sampai dadanya terasa nyeri.

"Ru, bentar ya," ucap Kean pada temannya lalu dia menyeret Bia untuk masuk ke ruangan lain.

"Kang nyebelin ah!" Bia tidak bisa berontak apa-apa. Apalagi Kean yang tinggi begitu mudah mengangkatnya. Bia bahkan sampai berjinjit-jinjit.

"Berapa kali Kakang bilang nggak boleh pake celana pendek!" semprot Kean begitu mereka berhenti di dapur.

"Katanya kalo ke luar!" balas Bia tidak terima.

"Di rumah pun, kalo kamu pake kayak gini depan orang lain apalagi cowok, nggak boleh!"

Bia menghentakkan kaki. "'Kan nggak disengaja juga. Ada yang pencet bel masa dibiarin?"

"Bia lupa? Kakang udah bilang kalo Bia nggak perlu bukain pintu buat tamu. Tunggu aja, ada Kakang sama Ayi yang bakal ke depan."

Bia menekuk wajahnya kesal. Ia menepis tangan Kean untuk menjauh. "Buka pintu pun nggak boleh, ini rumah apa penjara sih!"

Bia melepas sheetmask-nya lalu melempar begitu saja pada atas lantai. Dengan langkah dihentak-hentak, Bia pun pergi dari sana.

"Ayi ... Bia dimarahin, Ayi ...."

Kean hanya menggeleng-geleng mendengar suara Bia yang penuh didramatisir. Ia memungut bekas masker Bia, membuangnya ke tempat sampah. Lalu ia kembali berjalan ke depan.

"Sorry ya, Ru. Bikin nunggu."

"Iya nggak papa. Thanks ya," ucap pria itu seraya menyerahkan beberapa buku.

"Itu adek lo?"

"Biasalah bocah ingusan, nggak penting."

oOo

Kalo Katanya Mantan itu tentang pertemanan,
Selingkuh, Yuk? tentang keluarga,
Putus Berbayar ini lebih ke persaudaraannya ya.

4 Agustus 2023

Continue Reading

You'll Also Like

11.1K 1.3K 33
Karena masalah gaun terbang milik mamahnya, Holga harus berurusan dengan gadis menyebalkan yang tak lain adalah tetangganya sendiri, Ailee. Mau tak...
2.3M 81.3K 18
(CETAK DI KAROS PUBLISHER / E-BOOK GOOGLE PLAYBOOK) #hewantsmeseries Sura harus terjebak dalam pekerjaan yang melibatkannya untuk 'mengurusi' Nemesis...
5.4K 2.2K 43
Holly Moon mengidolakan Nicholas Dirgantara, kapten klub basket di sekolahnya. Tapi karena terlalu sering menonton pertandingan basket Nicholas, Hol...
14.5K 1.7K 9
Agha Wijaya adalah sekolah elit dengan fasilitas yang mewah. Namun, 75% muridnya berasal dari kalangan anak miskin. Dianara Aretha salah satunya. Men...