π€πŒπˆπ†πŽ | 00l TREASURE

By harupuff

10.1K 1.5K 692

________________________________________ Sekisah tentang kelakuan ngadi ngadi geng Amigo di sepanjang masa pu... More

🧸 kenalan dulu biar sayang
🧸 saingan pelangi
🧸 cek kelas sebelah
🧸 ada yang lain [#cast 2]
🧸 Lala nangis
🧸 kurang peka
🧸 patner ghibah
🧸 ada sidak
🧸 konferensi meja kantin
🧸 sepotong cerita di sudut sekolah
🧸 kalau langit bisa ngomong

🧸 angkringan bahagia

326 69 14
By harupuff

Eji
Gue sama Juno otw ke rumah lo

Bian melirik ponselnya yang tergeletak di atas meja makan, layarnya menyala bersamaan dengan notifikasi pesan masuk yang muncul.

"Dagingnya mau nambah, Bi?" Tawar sang Mama yang duduk di hadapannya.

Bian menggelengkan kepala singkat. "Enggak."

Untuk beberapa saat hanya hening yang merayap dalam ruang makan, fokus hanya mereka berikan pada makanan yang tersaji. Menikmati makanan dengan khidmat.

"Gimana sekolahnya sejauh ini? Lancar?" Wanita itu kembali membuka suara.

"Lancar." Jawab Bian singkat disertai anggukan.

Ratna—sang Mama turut mengangguk paham. "Udah mulai ulangan harian?"

Yang ditanya diam sejenak untuk menyelesaikan kunyahan daging di dalam mulutnya. "Udah, besok ulangan harian biologi."

"Oh, ya? Bab berapa? Jangan sampe lupa dipelajari."

Kali ini Bian hanya menunduk menatap makanannya, tak berminat menyahut lagi. Tak lama ponselnya kembali berdenting, tapi kali ini lebih dari satu kali.

Eji
Kita udah mau sampe woy
Lo ga tidur kan
Awas aja ga dibukain
Woyy
Febi

Bian berdecak tepat setelah membaca pesan terakhir, ia meraih ponselnya untuk membalas.

Bian
Bacot ejing
Ada nyokap gue, puter balik aja lo pada

Eji
Ckck
Bukannya bilang dari tadi
Babiqq
Kita udah di depan

"Kenapa, Bi?" Tanya Ratna penasaran, sebab putera tunggalnya tiba-tiba tampak serius menatap layar ponselnya. Bahkan sop iga sapi yang tadinya Bian nikmati sudah terabaikan.

"Nggak papa."

Bertepatan dengan jawaban Bian, bel rumah berbunyi. Mata Bian refleks melebar.

Tidak salah lagi, dugaan Bian pasti benar.

Bian
Ngapain mencet bel tolil
Minggat ga lo pada??

"Siapa sih yang bertamu jam segini?" Gumam Ratna yang masih bisa didengar oleh Bian, wanita itu sempat menilik jarum jam di dinding sebelum mendorong kursinya mundur dan beranjak dari tempatnya.

***

"Astaga, Xav!!" Eji hampir memekik. "Kenapa lo pencet belnya?!"

Xavier yang baru kali pertama bertamu ke rumah Bian, tentu mengerutkan dahi karena bingung. "Maksudnya? Bukannya bel rumah emang buat dipencet kalo kita bertamu?"

"Matilah kita." Sahut Juno dramatis. "Di dalem ada nyokapnya."

Xavier tetap tak mengerti. "Emangnya kenapa? Bukannya bagus kalo ada nyokapnya? Kita bisa pamit langsung sekalian."

"Masalahnya nyokap Bian nggak kayak nyokap ki—" ucapan Eji tertahan saat mendengar suara gemerincing anak kunci di balik pintu.

"Anjir! Ngumpet!" Titah Eji yang siap putar balik tanpa pikir panjang, begitu pula dengan Juno.

Klek.

Eji dan Juno mengintip dari balik pohon mangga tempat mereka bersembunyi. Tidak ada yang bisa mereka lihat kecuali Xavier yang tersenyum canggung di depan pintu.

Jantung mereka berdetak dua kali lebih cepat.

"Siapa yang bukain?" Tanya Eji dengan napas sedikit terengah.

"Nggak tau, nggak keliatan." Jawab Juno.

Detik selanjutnya mereka hampir terlonjak ke belakang sebab seseorang di hadapan Xavier tiba-tiba keluar dan menampakkan batang hidungnya.

"Bian anjing!" Umpat Juno, walaupun batinnya merasa lega setelah mengetahui orang itu adalah Bian

Lantas dengan santai Eji dan Juno keluar dari tempat persembunyian.

"Mau ke mana kalian? Ngapain tiba-tiba ngajak Xavier ke sini?? Malem-malem lagi! Besok ada ulangan biologi." Omel Bian bertubi-tubi.

"Yaelah, Bi. Kan ulangannya abis jam istirahat, besok pagi juga bisa belajar di sekolah."

"Kalo sesat nggak usah ngajak-ngajak." Balas Bian ketus pada Eji.

"Astaga!" Sela Juno. "Besok ada ulangan? Kok lo nggak bilang sih?" Rutunya pada Eji.

"Halah, lo nya aja yang pelupa!" Sungut Eji.

"Sorry." Semua tatapan tertuju pada Xavier kemudian. "Gue nggak tau kelas kalian ada ulangan besok, tadi gue yang ngajak Eji sama Juno main."

Bian, Eji dan Juno terdiam setelah mendengar pengakuan Xavier, mereka menatap Xavier dengan tatapan aneh, membuat Xavier mengusak kepalanya yang tak gatal.

Dalam hati Xavier bertanya-tanya. Kenapa mereka tiba-tiba menatapnya dengan tatapan seperti itu?

"Malam, Tante.." sapa Eji tiba-tiba.

Xavier tersentak kemudian menghadap ke belakang—di mana pintu rumah Bian terletak—sudah berdiri seorang wanita yang kalau bisa Xavier tebak seusia Mamanya.

"Malam, Te.." sapa Xavier canggung.

"Malam." Balas Ratna singkat, kemudian bersedekap dada. "Jadi kalian lagi?" Ujarnya sambil menatap Eji dan Juno. "Mau ngajak Bian main malam-malam begini? Apa di kalender kalian udah nggak ada hari esok lagi?"

Eji dan Juno hanya tertunduk tanpa menanggapi.

"Kamu.." badan Xavier menegang kala tatapan tajam Ratna terarah padanya. "Siapa kamu? Sepertinya saya baru lihat kamu malam ini."

"S–saya Xavier, Tante." Xavier membungkuk pelan sambil tersenyum canggung.

"Baik." Balas Ratna. "Ada perlu apa malam-malam begini?"

"Kita mau bikin tugas kelompok." Sahut Bian tenang.

"Nggak usah bohong, kamu pikir Mama nggak tau?" Balas Ratna.

"Bian nggak bohong."

"Tugas kelompok apa memangnya? Mama mau tau. Kenapa juga harus malam-malam begini? Kamu pikir alasan klasik seperti itu masih masuk akal?"

"Mama tau apa soal Bian?" Tanya Bian.

"Apa yang Mama nggak tau soal anak Mama?" Tanya Ratna balik.

"Banyak." Ketus Bian, dibalas tatapan Ratna yang berubah menjadi sendu namun penuh amarah. Kendati demikian Bian sama sekali tak menyesal.

Suasana terasa semakin mencekam, terlebih untuk Xavier yang berdiri di tengah keduanya. Xavier bersumpah, lebih baik menonton film horor sendirian di tempat yang gelap sekalipun daripada harus berada di posisi ini. Posisinya kali ini lebih mengerikan dari apapun.

"Masuk." Perintah Ratna yang langsung dituruti oleh sang anak.

"Sudah puas menontonnya?" Sarkas Ratna pada tiga pemuda yang seolah terpaku di hadapannya. "Pulang. Besok kalian harus sekolah juga 'kan?"

***

"Bagaimana, Mas Eji? Mas Biannya ndak bisa ikut?"

Eji menghembus napasnya pelan. "Kita pulang aja, Pak." Ujarnya pada Pak Hamid, sopir pribadi keluarganya.

"Siap.." Balas Pak Hamid.

Nyaris lima menit perjalanan hanya diisi oleh keheningan, suasana yang jarang Pak Hamid dapatkan saat Eji dan Juno sedang berada di satu tempat yang sama. Bahkan saat di perjalanan menuju ke rumah Bian tadi, Eji dan Juno termasuk Xavier masih aktif bercengkrama.

"Apa-apaan itu tadi.." Juno bergumam sambil menggigit ibu jari.

"Kayaknya Xavier abis ini trauma main ke rumah Bian." Sahutan Eji dibalas tawa sumbang oleh Juno.

"Kalian nggak bilang nyokapnya begitu." Sela Xavier.

"Karena kita juga nggak tau nyokapnya ada di rumah." Eji menoleh sebelum memiringkan badannya ke belakang. "Nyokapnya Bian tuh selalu sibuk, tiap kita main ke rumah Bian juga dia nggak pernah ada. Pernah waktu itu, kita belum tau nyokapnya dia kayak gimana. Kita dateng kayak biasa mau ngajakin si Bian main, malah langsung disemprot kayak tadi." Curhat Eji.

Juno mengangguk setuju. "Kalo nggak salah, itu kali pertama dan terakhir kita ketemu nyokapnya deh. Kalo yang ini yang kedua."

"Emang." Balas Eji.

"Kalo nyokapnya kayak gitu, siapa yang mau temenan sama si Bian?" Terka Xavier.

"Tuh anak mana ada temen!" Seru Eji. "Yang deket sama dia ya cuma kami berdua."

"Ck, ck, ck... kasihan sekali, Mas Bian." Sahut Pak Hamid yang keberadaannya hampir terlupa.

***

"Bian?" Si pemilik nama sedikit tersentak mendengar namanya disebut.

"Shilla? Dari mana lo?" Bian membuang puntung rokok yang sudah tersisa setengah lalu menginjaknya.

Shilla mengangkat kantong plastik yang ia bawa. "Dari minimarket depan, makanan kucing gue abis." Jawabnya.

"Lo ngapain sendirian di sini?" Shilla bertanya. Melihat posisi Bian yang berdiri sendiri di tengah persimpangan dengan rokok terselip di sudut bibir. "Dari jauh tadi gue kira preman, untung gue nggak jadi puter balik."

Bian tertawa pelan. "Mau nyari udara segarlah! Sama nyari yang anget-anget."

"Ohh! Ke angkringan depan aja, ayo!" Balas Shilla bersemangat. Pasalnya gadis itu memang hendak mampir jajan ke angkringan itu, namun urung sebab ia tak punya teman.

"Lo nggak papa, nggak langsung balik?" Tanya Bian memastikan. "Ntar kucing lo mati kelaperan nungguin lo, gimana?"

Kali ini Shilla terbahak, tangannya menepuk lengan Bian dengan cukup keras. "Nggaklah! Ini mah buat stok aja, di rumah masih aman kok." Bian pun mengangguk paham.

Keduanya mengambil langkah menuju ke depan komplek. Angkringan tersebut cukup terkenal di kalangan anak muda, tak heran jika tempat itu selalu ramai pengunjung hingga tengah malam tiba.

Bian dan Shilla sendiri memang tinggal di satu lingkungan perumahan yang sama. Walau faktanya seperti itu, Bian dan Shilla baru saling kenal sejak satu kelas di bangku SMA. Sebelumnya mereka hanya tetangga biasa yang cukup asing satu sama lain, tak pernah saling berjumpa, apalagi saling menyapa. Bahkan hingga kini Shilla belum mengetahui latar belakang kehidupan keluarga Bian, begitu juga sebaliknya.

Di tengah perjalanan, ponsel Bian berdering. Nama kontak mama tertera dilayar yang menyala, tak sengaja ditangkap oleh penglihatan Shilla. Namun alih-alih diterima, panggilan itu malah ditolak. Bian langsung menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku jaket varsity-nya.

"Lo mau minum apa?" Tanya Bian setibanya mereka di angkringan.

"Susu jahe aja." Jawab Shilla sambil melihat-melihat bermacam jajanan dan sate-satean yang tersaji.

"Yaudah, duduk dulu aja." Suruh Bian karena ia harus sedikit mengantre, namun Shilla menggelengkan kepala dan memilih tetap berdiri di samping Bian.

Angkringan dengan konsep mengapar itu benar-benar ramai seperti biasanya, banyak muda-mudi juga pasangan-pasangan muda yang tertampak di netra Shilla.

"Ada donat, Shill." Perhatian Shilla kembali teralih pada Bian.

"Wah, mau." Gumam Shilla sebelum menerima donat yang ditawarkan Bian.

Beres memesan minuman, Bian dan Shilla mencari tempat yang masih lengang untuk duduk. Pukul delapan malam termasuk jam sibuk bagi angkringan ini, suara suara manusia yang tengah beradaptasi saling menyahut melewati telinga kanan dan kiri.

"Bi, lo kalo nggak ngerokok sehari langsung meriang kah?" Gula halus dari donat yang sedang Bian makan sedikit tersembur saat tersedak karena mendengar pertanyaan Shilla.

Shilla terkekeh pelan sambil lalu mengulurkan sebotol air mineral yang sempat ia beli tadi, pada Bian yang masih terbatuk-batuk. Rupanya Bian melupakan jabatan Shilla di kelas, yaitu wakil ketua kelas.

"Tenang aja, nggak bakal gue cepuin ke Mimom kok." Ujar Shilla seakan dapat membaca isi pikiran Bian.

"Gue juga pengen berhenti ngerokok." Balas Bian setelah berhasil meneguk air putih. "Tapi, ya gitu."

"Gue tau pasti nggak gampang." Buka Shilla. "Tapi semuanya pasti bisa dilakuin kok, asal ada kemauan."

"He'em." Sahut Bian sambil menganggukkan kepala.

"Semangat!" Shilla mengepalkan tangannya di depan Bian. "Mumpung masih muda, masih ada kesempatan buat berubah."

Bian tertawa pelan. "Cara lo ngomong kayak orang tua aja." Balas Bian yang disahuti tawa oleh Shilla.

***

"Mereka kelihatan bahagia ya, Jun?" Tanya Eji pada Juno setelah melihat pemandangan tak terduga di angkringan langganannya malam ini. "Duh! Sakit banget lagi, di sini!" Ujar Eji dramatis sambil menunjuk dadanya.

Juno melipat bibir ke dalam sambil lalu menepuk pundak Eji berkali-kali. "Kayaknya ini udah saatnya lo mencintai Shilla secara ugal-ugalan, Ji."

Raut wajah Eji yang sudah dibuat-buat mewek sekarang berubah jadi pura-pura menangis. "Belum, Jun. Belum saatnya, Jun."

— to be continued —

Continue Reading

You'll Also Like

195K 9.5K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
474K 47.2K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
175K 14.9K 26
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...
312K 23.8K 108
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...