Putus berbayar

By Lulathana

31.5K 5K 703

Bermula ketika pacar temannya diam-diam nge-chat atau cowok yang PDKT-in temannya berujung nembak ke dia, Bia... More

Perhatian!
Putus Berbayar
2. Beauty Privilege
3. Say Sorry
4. Two Brothers
5. New Teacher
6. Notebook
7. Introvert
8. Amnesia?
9. Interogasi
10. Target
11. Yang Sebenarnya Terjadi
12. Pelarian
13. Hukuman
14. Intimidasi
15. Benci
16. Janji

1. Mission Accomplished

3.2K 532 41
By Lulathana

"Eh Yang, kayaknya aku ke toilet dulu deh." Ziva menahan ujung kaos Arga. Membuat cowok yang berjalan di sampingnya itu menghentikan langkah diiringi dengan tolehan.

"Oh yaudah, aku tunggu di sini," ucapnya dengan senyum yang manis.

Ziva mengangguk. "Awas loh matanya jelalatan," Cewek itu mengangkat telunjuknya juga mata yang disipitkan.

Arga terkekeh kecil kemudian mengusap puncak kepala Ziva dengan gemas. "Nggak bakal, udah sana."

"Janji ya." Telunjuk Ziva masih setia mengacung.

"Iya, iya ...."

Ziva tersenyum lebar sebelum akhirnya pergi dari sana dengan langkah yang riang

Arga menatap sekitar. Malam minggu pengunjung mall memang selalu ramai. Entah untuk yang pacaran atau hangout bareng teman. Mentang-mentang besok bisa dipakai leha-leha seharian. Arga dan Ziva sendiri baru saja selesai menonton film remaja romantis. Film yang dipilih karena dirinya kalah debat untuk film action favoritnya.

Menyingkir dari orang yang berlalu lalang, Arga memilih menepi dan duduk di bangku dekat dengan kaca pembatas lantai atas. Ia pun mengeluarkan ponsel lalu menggulirnya asal bermaksud mencari kesibukan hingga sebuah suara menyapa gendang telinganya.

"Arga?"

Arga mendongak lalu mendapati seorang cewek yang tengah memasang wajah antusias. Kelopak matanya yang terbuka lebar terlihat sangat manis dan berbinar.

"Wah kebetulan banget bisa ketemu di sini."

"Eh Bia." Arga balas tersenyum lalu menepuk  tempat di sampingnya.

Cewek yang memakai blus hitam dan celana jeans itu pun duduk di sana.

"Kamu sama siapa ke sini?" tanyanya seraya melihat sekitar. Lalu kemudian menjentikkan jari antusias seolah baru teringat sesuatu.

"Eh menurut kamu gimana Transformers tadi? Aku terlalu fokus sih, jadi sorry nggak nyadar keberadaan kamu tadi," paparnya dengan penuh semangat.

Arga menatap raut yang ceria itu. Berbanding terbalik, dirinya malah menghela napas lesu.

"Bukan nggak nyadar, aku emang nggak nonton kok."

Kening Bia seketika berkerut. "Loh? Kamu nunggu dari akhir taun 'kan? Kamu bahkan yang ngingetin aku kalo hari ini pertama tayangnya."

Arga tersenyum. "Emang cuma kamu yang ngerti sih," gumamnya pelan.

"Nggak papa, masih bisa besok." Meskipun dia berkata tidak apa-apa, tapi helaan napas beratnya menjelaskan keadaan yang sebenarnya.

Wajah Bia berubah murung. Arga terkekeh kecil kemudian menjawil pelan pipi Bia.

"Aku nggak papa," ucapnya lembut. "Tapi kalo kamu mau berempati, boleh temenin aku nonton besok?"

Bia mengerjap untuk beberapa saat sebelum sorot matanya itu berubah penuh binar. "Boleh!"

"Eh beneran?" Arga terlihat tidak menyangka ajakannya bisa diterima. Binar bahagia kini menghiasi sorot matanya.

Bia mengangguk dengan semangat.

"Nggak papa kalo misalnya kamu rewatch film itu?"

"Nggak papa filmnya seru kok. Meskipun niatnya tadi aku mau ngomong panjang lebar tentang filmnya, nggak papa aku bakal tahan buat nggak spoiler."

Bia menyilangkan telunjuk di depan bibirnya. Arga merasa gemas hingga tangannya bergerak untuk mengusap puncak kepala cewek itu. Bia terlihat terkaget. Dia yang memang dasarnya punya doe-eyes, terlihat semakin menggemaskan saat kaget.

"Kamu kalo kaget lucu ya," ucap Arga yang diikuti dengan kekehnya.

"Eu ...." Bia menangkup kedua pipinya lalu perlahan memutar tubuh membelakangi Arga. Tawa Arga pun semakin pecah karena tingkah tersipu cewek itu. Benar-benar menggemaskan.

"Jadi ini kelakuan kamu kalo di belakang aku!" seru Ziva yang tiba-tiba datang dengan intonasi nyaring juga wajah marahnya. Suasana seketika berganti 180 derajat.

"Ziv ...." Arga langsung bangkit menghampiri Ziva sementara Bia hanya bisa mengikuti dengan raut yang bingung.

"Ziv, aku bisa jelasin." Arga berusaha meraih tangan Ziva yang langsung ditepis kasar oleh cewek itu.

"Jangan sentuh aku! Lanjutin aja puk-puk cewek itu!" teriak Ziva dengan tatapan sangar yang dilayangkan pada Bia.

Sekarang mereka berhasil menarik atensi para pengunjung hingga bisa dibilang menjadi pusat perhatian. Hal seperti ini memang yang paling menarik.

"Ziv, jangan kayak gini, malu sama orang. Kita pergi dulu ya, aku jelasin baik-baik," ucap Arga meminta pengertian.

"Kamu yang harusnya malu!" telunjuk Ziva menuding tegas. "Bisa-bisanya selingkuh padahal kita lagi jalan."

Bia mengerjap. "Lo-lo pacarnya Arga?" tanya Bia pada Ziva.

"Iya, kenapa?! Lo juga mau bilang kalo lo pacar cowok brengsek ini?!"

Bia menunduk, matanya terlihat berkaca-kaca.

"Bi-Bia, aku ...." Arga terlihat ingin menjelaskan, tapi tidak ada kalimat tepat yang berhasil dirinya temukan.

"Bener-bener brengsek ya lo!" pekikan Ziva kembali menggema lalu diikuti suara tamparan keras yang menghantam pipi Arga.

"Kita putus!" Kalimat terakhir Ziva sebelum cewek itu pergi menghilang, menerobos lingkaran orang yang mulai berdesas-desus.

Arga terlihat mengusap wajahnya kasar sebelum beralih pada Bia yang masih terpaku dengan air mata yang mengisi penuh kelopak matanya.

"Bi, aku--"

Bia menghindar ketika Arga hendak meraih tangannya.

"Jadi, kamu punya pacar?"

Arga mengusap kembali wajahnya frustrasi. "Aku minta maaf, Bi. Aku nggak maksud nutupin ini dari kamu."

Bia mendongakkan wajahnya. Menatap Arga dengan air mata yang sudah bercucuran di pipinya.

"Seru ya Ga, mainin perasaan orang? Kamu pasti ketawa banget ya karena aku dengan bodohya malah lahap habis kata-kata manis kamu. Dengan bodohnya aku libatin perasaan sama orang yang nggak punya perasaan." Bia menggigit bibirnya, menahan isakan tangisnya agar tidak terlalu keluar. Berusaha sok tegar ketika semua yang memerhatikannya kini memasang wajah mengiba.

"Aku bener-bener nggak nyangka ternyata kamu sebrengsek itu."

Arga meraih tangan Bia. Kali ini gerakannya lebih cepat hingga Bia tak sempat menghindar.

"Bi tolong, aku tahu aku salah, tapi aku benar-benar tulus sama kamu. Nggak ada yang ngerti aku selain kamu, aku beneran sayang sama kamu, Bi, " jelas Arga dengan suara yang lirih.

"Bulshit! Kamu juga bilang gitu sama pacar kamu tadi 'kan? Dan mungkin cewek-cewek lain di luar sana." Bia menggeleng-geleng tak habis pikir.

"Bi, aku--"

Bia menarik kencang tangannya hingga berhasil lepas dari Arga.

"Jangan pernah hubungi aku lagi," ucap Bia mengambil langkah pergi meninggalkan Arga yang mengerang frustrasi di sana.

Berbagai kata mengasihani masuk ke gendang telinga Bia. Tak lupa makian yang juga ditujukan pada Arga.

Bia menunduk, membiarkan rambutnya sedikit menutupi sisi kiri dan kanan wajahnya, setidaknya untuk menyembunyikan senyum yang kini terbit di bibir manisnya.

Ting!

Ziva:

Udah gue transfer ya, Bi

Thanks, Ziv.

Jangan lupa posting story galau, biar dia semakin ngerasa bersalah dan segan minta balikan.

Oke, thank you sarannya.
Nanti-nanti gue pake jasa lo lagi ya.

Bisa diatur.

Karena fokus mengetik, Bia sampai tidak sadar sekitar dan menabrak seseorang. Bia pun mendongak, untung saja orang itu tidak terjatuh.

"Maaf ya," ucap Bia dengan suara sengau khas orang yang menangis. Meskipun tangisannya pura-pura, tapi karena effort yang Bia berikan besar, efeknya pun jadi senyata itu.

Bia sedikit mengerjap beberapa kali untuk menghilangkan genangan air di matanya yang memang membuat pandangannya sedikit buram.
Sekarang terlihat bahwa orang yang ditabraknya adalah cowok berperawakan tinggi dengan wajah yang tampan.

Sayangnya berdasarkan pengalaman, yang good looking seperti ini yang paling mudah kena godaan. Merasa percaya diri dengan parasnya hingga muncul jiwa serakahnya. Bia sudah terlalu sering berurusan dengan cowok seperti  ini. Meskipun patut disyukuri karena kerjaannya jadi mudah juga.

"Sekali lagi maaf ya," ucap Bia seraya menepis air mata di pipinya yang masih mengalir.

Cowok itu hanya terdiam lalu menyodorkan sebuah sapu tangan pada Bia.

Bia pun menerimanya. "Makasih banget," ucapnya lalu mulai mengusap air mata di wajahnya.

"Ambil aja," ucap cowok itu yang membuat Bia mendongak dengan tatapan doe eyes-nya.

Sorot mata yang dimiliki Bia yang tanpa dirinya sendiri sadari bahwa itu poin terpenting yang membuat dirinya mampu membuat para cowok selama ini tertarik. Bukan pada kecantikan yang lain yang selama ini Bia pikirkan.

Tatapan yang membuat lawannya merasa diberi atensi penuh yang secara bersamaan mampu menarik rasa empati orang untuk melindunginya. Apalagi dengan keadaan habis menangis.

"Nggak perlu dikembaliin, ambil aja," ucap cowok itu lalu berlalu begitu saja.

Bia terdiam menatap kepergiannya sebelum mengangkat bahu tidak peduli. Bia sudah terbiasa diperlakukan baik terkhusus orang yang tidak dikenal. Dibukakan pintu saat memasuki cafe, diberikan alas saat Bia yang jogging di taman akan duduk, bahkan diberi tisu atau sapu tangan saat menangis ini juga bukan kejadian yang pertama.

Ini yang disebut Beauty Privilege.

Wah, Bia harus berterima kasih banyak pada kedua orang tuannya yang telah memberikan gen good looking ini. Berkatnya hidup Bia berjalan lebih mulus.

Bia melanjutkan langkahnya dengan isi kepala yang mulai bersenandyng, lalu kemudian ia menyadari sesuatu. Bia segera berbalik dan menatap punggung cowok tadi yang kini kian menjauh.

Kok rasanya Bia tidak asing dengan wajah itu ya?

oOo

Kenalan dulu nih sama Bia. Pelakor yang nggak bakal bikin kalian darah tinggi.

27 April 2023

Continue Reading

You'll Also Like

1.4K 389 36
"Yang terkenang tentang kita." Setelah kepindahannya ke SMA Nawasena, Navea menemukan perpustakaan sebagai tempat ternyaman untuk menyendiri di saat...
358K 11.3K 16
[16+] - COMPLETED Sonya Ayudia Prameswari baru saja selesai tersandung kasus obat-obatan terlarang yang diduga dikonsumsinya tanpa seizin dokter, na...
358K 25K 42
Othello Pranaja Zayan pemuda berwajah tegas, bersifat dingin, datar, minim ekspresi, benci pengkhianatan, baik sama orang yang disayang, dan tidak me...
6.8K 867 30
Lea merasa hidupnya semakin kacau ketika Sajune mulai memperlihatkan sikap obsesifnya begitu saja, persahabatan yang mereka jalin setelah sekian lama...