I Love My President Though He...

By MadeInEarthh

103K 5.5K 899

SELURUH KARYA MADE IN EARTH DILINDUNGI OLEH PROFESIONAL HUKUM PURE PUBLISHING!! PLAGIAT AKAN DIKENAKAN DENDA... More

Sinopsis
Prolog
He Is Psycho 1 : Aku Ini Sosiopat
She Is Psycho 2 : Suatu Hari Di Pagi Hari
He Is Psycho 3 : Hati Nurani
She Is Psycho 4 : Alberto
He Is Psycho 5 : Apa ... katamu?
She Is Psycho 6 : Samuel Hanya Milikku
He Is Psycho 7 : Sebenarnya, Siapa?
She Is Psycho 8 : Ayah Samuel
He Is Psycho 9 : Senapan
She Is Psycho 10 : Galaxy Wilkinson Philips
He Is Psycho 11 : Keluarga Besar Wilkinson
She Is Psycho 12 : Diskon 1 Gratis 1
He Is Psycho 13 : Membunuhnya
She Is Psycho 14 : Permen Kapas
She Is Psycho 15 : Bunuh Saja
He Is Psycho 16 : Nafelly Gila
She Is Psycho 17 : Selamat Tinggal ....
He Is Psycho 18 : Nafelly Berbohong
She Is Psycho 19 : Sadarilah Posisimu
He Is Psycho 20 : Dia Tidak Membencimu
ALVA ADA DI DREAME DAN INNOVEL!!
She Is Psycho 21 : Ada Yang Ditutupi
He Is Psycho 22 : Cinta Itu ....
She Is Psycho 23 : Kau Bukan Paman Alberto
He Is Psycho 24 : David
She Is Psycho 25 : Jangan Pergi
He Is Psycho 26 : Paman
She Is Psycho 27 : Dia Pasti Kembali
He Is Psycho 28 : Keluarga Wilkinson
She Is Psycho 29 : Aku Merindukanmu
She Is Psycho 31 : Itu Hanya Selimut
He Is Psycho 32 : Keluarga Sultan
Giveaway

He Is Psycho 30 : Tidak Boleh Mati

409 19 3
By MadeInEarthh

Nafelly membuka matanya untuk yang ke sekian kalinya. Tubuhnya sudah agak membaik dan dia tidak lagi merasa lemas. Nafelly terduduk. Tidak ada siapa pun di sana. Tidak ada dokter, Felly, atau pun Alberto yang akan menjaganya. Mata Nafelly kemudian menangkap tampilan celana miliknya yang dilipat rapi di atas sofa dan juga ponsel yang berada di sampingnya.

Tanpa bersuara atau berpikir dua kali, Nafelly mencabut infus di tangannya dengan kasar, membuat darah bercucuran karena prosedur yang tidak tepat. Nafelly mengabaikan rasa ngilu di tangannya, berjalan cepat ke arah sofa dan meraih ponselnya.

Sesaat, dia teringat ucapan Alberto yang memperingati Nafelly untuk selalu membawa ponselnya. Segera, Nafelly mengotak-atiknya dan mendial satu nomor ponsel yang terdapat di sana.

Pandangan Nafelly masih kosong saat menempelkan layar ponselnya di telinga.

Tuut tuut tuut

... “Maaf. Nomor yang ada tuju, sedang—” ....

Nafelly mengakhiri panggilannya, dan kembali mendial nomor Alberto.

Tuut tuut tuut

... “Maaf. Nomor yang ada tuju—” ....

Nafelly mengulang apa yang dilakukannya, mengakhiri panggilannya, dan kembali mendial nomor ponsel Alberto.

Namun, suara yang didengarnya di seberang telepon bukanlah suara yang ingin Nafelly dengar.

Nafelly butuh orang lain, bukan wanita operator yang mengangkat panggilannya.

Pintu terbuka, dan jeritan tertahan terdengar dari arah pintu itu. "Ya Tuhan, Nafelly!!" Felly menjerit kencang, menghampiri Nafelly yang tidak mempedulikan penampilannya saat ini.

Nafelly masih mengulang apa yang dilakukannya, berdiri tegap di sana dan membiarkan Felly menghampirinya, ribut untuk menyuruh Nafelly kembali ke atas kasur.

Namun Nafelly mengabaikan. Dia mengulangi lagi apa yang dilakukannya.

Tidak menyerah. Mencoba tetap memanggil Alberto.

Alberto pasti menjawab. Nafelly meyakini itu. Pasti akan datang saat di mana Alberto mengangkat panggilannya.

Tidak mungkin manusia mati semudah itu, iya kan?

Alberto masih belum mati.

Alberto tidak boleh mati.

***

Samuel masih berada di kediaman Alberto walaupun malam sudah datang dan waktu menunjukkan pukul 9 malam. Dia hanya berkeliling di setiap sudut kamar Alberto, sambil membayangkan apa yang pria itu lakukan di dalam ruangan. Entah itu melipat pakaian, memperbaiki kasur, membersihkan toilet dan lain sebagainya. Selanjutnya, Samuel membuka-buka album sekolah Alberto. Hari-hari di mana dia mendapatkan sertifikasi atau memenangkan kompetisi. Dan foto-foto perpisahan sekolahnya dari SMP hingga kuliah. Di sini tidak ada album SD. Alberto dibesarkan di panti asuhan, jadi mungkin saat sekolah dasar, pria itu tidak mendapatkan album sekolahnya.

Samuel meraih sebuah buku jurnal yang berada di laci. Buku itu masih sangat mulus, namun tetap terlihat jejak-jejak bahwa buku itu sering digunakan oleh Alberto. Samuel mulai membuka lembaran buku itu, dan mendapati sebuah catatan tulis tangan Alberto di sana.

[Kegiatan kampus begitu sulit. Aku tidak memiliki teknologi yang dibutuhkan. Sangat melelahkan untuk meminjam fasilitas kampus. Namun saat aku kembali, kaktus yang kubeli sepertinya tumbuh.]

Di sana ada keluhan Alberto yang tidak akan Alberto bagikan pada siapa pun atau dia sharing di sosial media. Samuel tersenyum tipis melihat keluhan Alberto. Pria itu memang sangat jarang mengeluh. Namun sekalinya dipancing, Alberto akan mengeluarkan semua keluh kesahnya.

[Bos menyebalkan]

Samuel menghilangkan senyumnya seketika. Setelahnya, yang disebut Alberto hanyalah umpatan terhadap Samuel.

[Bos kekanakan]

[Bos merepotkan]

[Bos sangat merepotkan]

[Bosku … sangat baik]

Melihat halaman terakhir, Samuel terdiam melihat tulisan tangan Alberto. Di setiap keluhan yang muncul dalam setiap halaman, Alberto menulis kalimat ini dengan benar-benar indah, seolah Alberto mengeluarkan seluruh energinya untuk menulis kalimat tersebut. Dan karena itulah, tulisan Alberto di halaman ini sangat tulus dan hati-hati. “… dia sangat menyebalkan,” gumam Samuel, berbisik pelan.

Sekalinya memuji, Alberto seolah memberikan banyak damage pada orang lain. Karena selain jarang mengeluh, Alberto juga jarang untuk memuji.

[Kantor menyebalkan. Tapi bosku baik]

[Hari ini sulit. Tapi bosku benar-benar baik]

[Hari ini tanganku terluka saat dilempar tas wanita yang ditolaknya. Aku menyadari walau pun baik, bosku masih kecil]

[Bosku benar-benar masih kecil secara mental]

Tiap lembaran dalam buku harian Alberto, di dalamnya sangat menggambarkan Alberto. Setiap kesialan yang datang pada Alberto, akan ada hal positif yang datang. Entah itu hari yang cerah, awan yang bagus, bunga yang mekar, pohon yang berbunga kuning, salju yang turun atau pun bulan yang terlihat indah bersama bintang. Hal itu menyatakan bahwa walaupun Alberto mengalami hari-hari buruk yang mengandung kesialan, akan selalu ada kalimat pernyataan bahwa dunia tidak seburuk itu dan hari esok mungkin akan menjadi lebih baik.

Benar-benar seperti Alberto.

Tidak heran pria itu bisa bertahan tanpa berpikir untuk membunuh dirinya sendiri di situasi sesulit apa pun.

Alberto selalu bisa melihat keindahan di situasi sesulit apa pun. Selalu berpikir bahwa dunia tidaklah seburuk itu. Hari yang dilewatinya tidak semuanya buruk. Hari ini mungkin berakhir buruk, besok juga berakhir buruk, lusa atau pun seminggu kemudian masihlah buruk. Tapi pasti ada hari di mana dia mendapatkan keberuntungan. Hari di mana dia mendapatkan keindahan. Akan datang masa di mana kesulitan itu pada akhirnya menghilang. Setiap kata yang ditorehkan Alberto, mengandung unsur-unsur itu.

Langkah kaki yang terdengar, membuat Samuel tersentak dan mengangkat wajahnya. Seluruh tubuhnya tegang saat pintu ruangan ini terbuka. “Albe—”

Namun, secepat dia berbicara, secepat itu pula harapannya sirna. Yang berada di balik pintu adalah orang yang sangat ingin dia hindari.

Samuel mendelik dan membuang wajahnya dari pamannya.

“Sudah kuduga kau berada di sini.”

Samuel tidak menjawab, dan David segera berjalan mendekati Samuel, melirik pigura yang berada di sisi kasur, dan kembali menatap Samuel.

“Sampai kapan kau akan bersikap seperti suami yang ditinggal istrinya?”

Provokasi David, sukses membuat Samuel mendengus geli dan segera berdiri. Mengambil pigura milik Alberto dan berjalan melewati David sambil berkata, “Apa karena itu kau mengurung bibi setelah dia melarikan diri darimu?”

Ucapan Samuel pun sukses memprovokasi David pula. David segera berbalik dan berteriak pada Samuel. “AKU MENGASUHMU SEDARI KECIL HANYA UNTUK DIRENDAHKAN KARENA SEONGGOK SAMPAH MENGHILANG!!”

Samuel menghentikan langkahnya. Rahangnya mengeras, sementara jantungnya berpacu kuat saat mendengar ucapan David. Samuel berbalik, menatap tajam pada pria tua yang balas memandangnya tajam. Napas Samuel berembus kasar. Pikirannya dipenuhi dengan keinginan untuk memukuli pria tua yang bahkan membutuhkan tongkat untuk berjalan. Tangan Samuel terkepal kuat. Kakinya sudah mulai melangkah, namun sebuah suara menghentikannya.

… dia sudah tua ….

Suara itu berasal dari kepala Samuel. Namun entah mengapa, itu seolah Alberto saat ini sedang menahan tangan Samuel untuk menghentikan aksi Samuel yang ingin memukul pamannya sendiri.

… dan perkataannya benar. Dia hanya terlalu menyayangi Tuan Sam ….

Alberto tidak berada di sisi Samuel. Namun entah kenapa, Alberto pasti akan berkata seperti itu pada Samuel.

Samuel mendengus. Dia menundukkan kepalanya, membuang napasnya perlahan. Mencoba untuk meredakan emosinya. Tangannya yang menyentuh pigura dan buku harian Alberto dengan erat, perlahan mengendur seiring dengan emosi yang Samuel coba redakan. Samuel menatap David kembali, kali ini bisa melihat apa yang tidak bisa ia lihat sebelumnya.

Pamannya sudah sangat tua.

Samuel juga sudah sangat tua.

Memori-memori yang sebelumnya teredam karena masalah yang muncul, perlahan menghilang. Samuel berjalan perlahan, menghampiri pamannya yang sudah keriput. Pamannya yang sudah harus menggunakan tongkat. Pamannya yang memiliki uban yang lebat, berbeda dengan ayah kandung Samuel yang hanya memiliki sedikit uban. Samuel selalu tahu, pamannya menyayanginya lebih dari dia menyayangi anaknya sendiri. David selalu menjadi ayah Samuel. Selalu menjadi lebih perhatian pada Samuel. Dan sekarang, pamannya itu sudah sangat tua.

Samuel menyimpan pigura dan buku harian Alberto untuk sementara, melepaskan jas yang digunakannya saat dia berdiri di hadapan pamannya. Dia menyampirkan jasnya ke bahu David, dan merapikannya hingga menutupi tubuh bagian atas David.

David sendiri diam, tidak berbicara atau pun bergerak di bawah tatapan Samuel.

Samuel membuang napas panjang. Dia tersenyum sendu pada David. “Orang yang kau katai sampah itu, adalah orang yang mengajariku hal-hal seperti ini.” Samuel kembali tersenyum sendu saat dia melihat diamnya David, dan berbalik pergi tanpa menoleh ke belakang lagi.

Samuel merasa dia sangat tidak berdaya. Jadi, dia segera menelepon supirnya dan meminta untuk dijemput lalu menunggu di cafe seberang apartemen Alberto. Tidak lama kemudian, supirnya datang dan Samuel langsung masuk ke kursi belakang. Saat akan duduk, Samuel mendapati sebuah kain di sana. Samuel mengangkat alisnya tinggi-tinggi dan duduk di kursi penumpang sambil mengambil kain yang merupakan selimut itu.

“Apa ini milikmu?” Dia bertanya pada supirnya.

Supirnya menoleh dan terlihat terkejut. Dia menatap Samuel dengan pandangan segan. “Ah … itu.”

Samuel mengangkat kedua alisnya, menunggu jawaban.

Supirnya terlihat masih segan saat meneruskan ucapannya. “Karena Anda biasa menggunakan mobil sendiri saat berpergian, saya lupa memindahkan selimut itu.”

“Apa itu milikmu?”

“Itu … karena mobil ini tidak memiliki fitur penghangat seperti mobil Anda yang lain, jadi Alberto ….” supir tersebut terlihat semakin segan semakin dia mengeluarkan kata-kata dari mulutnya. "... membelinya untuk mobil-mobilmu yang lain. Juga ...."

Tanpa menunggu supirnya meneruskan ucapannya pun, Samuel tahu apa yang akan diucapkan supirnya. Alberto menyiapkan selimut itu agar Samuel tidak kedinginan saat bepergian. Samuel menatap selimut itu lamat-lamat, membuka lipatannya dan melilitkan selimut itu pada tubuhnya.

Baru saja Samuel memberikan jasnya pada pamannya, sekarang dia mendapatkan selimut secara ajaib dari Alberto yang tidak ada di sisinya. Samuel melilitkan selimutnya lebih erat, menenggelamkan dirinya di dalam selimut itu.

Selimut itu sangat hangat.

Benar-benar hangat hingga menyesakkan Samuel.

Dan saat dalam perjalanan, Samuel mendapatkan pesan dari pamannya.

[Paman Dave :
Aku tadinya ingin memberitahumu jika sponsor Alberto sudah ditemukan
Itu adalah ayahmu]

***

Sesampainya di rumah orang tuanya, tujuan Samuel adalah mencari ayahnya dan menanyakannya berbagai macam hal tentang Alberto yang dia sponsori. Kenapa harus mensponsori Alberto? Apakah dia sengaja menempatkan Alberto di sisinya? Kenapa? Apakah Alberto ditugaskan untuk memata-matai Samuel?

Namun, saat sampai di depan pintu, ibunya datang dengan wajah letih dan mata berkaca-kaca. Dia menghampiri Samuel dengan terburu dan berkata, "Dia terus meminta pulang dan menanyakan keberadaan Alberto. Dia juga memintamu untuk menepati janjimu dan menemukan Alberto secepatnya." Dia yang dimaksud Felly di sini adalah Nafelly yang keadaannya masih depresi.

Samuel menghela napas panjang melihat ibunya yang mulai terisak di depan pintu. Ayah Samuel entah pergi ke mana. Felix terlalu meremehkan hilangnya Alberto seolah Alberto adalah orang asing yang tidak ada hubungannya lagi dengannya. Namun, seharusnya Felix yang lebih tau hubungan Alberto dan Felly juga sama dalamnya. Semenjak Samuel dan Galaxy pergi dari rumah dan sangat jarang pulang, Alberto sering dipanggil untuk menjelaskan keadaan Samuel pada Felly.

Felly kadang menghabiskan sebagian waktunya dengan Alberto. Entah itu memasak bersama, membersihkan barang cucian bersama, belanja bersama atau mencoba resep baru yang Felly buat. Alberto seperti sudah menjadi anak ketiga dari keluarga Wilkinson. Tidak heran jika Felly terus menerus menangis lebih banyak daripada Samuel dan Nafelly.

Samuel memeluk Felly yang masih terisak. Felly pernah beberapa kali kehilangan. Entah itu anaknya yang pernah keguguran, adiknya yang pernah menghilang, atau dia yang kabur dari keluarga yang dicintainya selama bertahun-tahun. Jadi, perasaan Felly lebih rapuh dari siapa pun. Kehilangan Alberto pasti menjadi luka untuk Felly juga.

Samuel mengusap punggung Felly dengan lembut, mencoba menenangkan tangisan ibunya. Namun, Samuel tetap diam. Tidak bisa mengatakan kata-kata penghiburan karena dia sendiri sedang mengalami kesedihan yang sama.

"Apa ini?" tanya Felly, masih terisak dalam pelukan anaknya dan menyentuh selimut yang berada di tangan Samuel. Ada juga buku harian dan pigura yang tertutup buku harian Samuel. "Apa ini selimut?"

Samuel tersenyum pada Felly saat ibunya mendongak dalam pelukan Samuel. "Alberto membelikannya untukku. Dia juga membeli untuk disimpan di dua mobil lainnya."

Felly menatap tangan Samuel yang sibuk. Samuel sangat jarang membawa banyak barang di tangannya. Jika bukan Alberto yang membawa barangnya, Samuel akan menyuruh supir yang membawakannya. Namun, karena barang-barang itu milik Alberto, Samuel membawanya secara pribadi tanpa tersentuh oleh orang lain.

"Apa yang akan kau lakukan dengan selimut ini?" tanya Felly.

Samuel berpikir sejenak, dan berkata, "Aku akan menggunakan satu selimut, dan memajang dua selimut lain dalam pigura."

Jika itu Felix, pria itu akan tertawa terbahak-bahak dan mengejek Samuel. Namun, yang berada di dalam pelukan Samuel adalah ibunya, yang juga menatap dalam pada selimut itu tanpa bisa mengalihkan pandangannya. "Pajanglah satu. Dan gunakan satu untukmu. Lalu satu lainnya, bisakah kau memberikannya pada Nafelly?"

Samuel terdiam sejenak. Merasa agak keberatan dengan usul Felly. Namun, pada akhirnya Samuel tersenyum pada Felly yang kembali mendongak dalam pelukannya. "Baiklah ...."

Saat itu, Samuel tidak menyadari. Bahwa ada yang mulai berubah dari dirinya karena kehilangan sosok Alberto di sisinya.

Continue Reading

You'll Also Like

1M 49.4K 66
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
393K 15.6K 33
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
367K 19.4K 49
Ravena Violet Kaliandra. Mendengar namanya saja membuat satu sekolah bergidik ngeri. Tak hanya terkenal sebagai putri sulung keluarga Kaliandra yang...
2.4M 19.8K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...