I Love My President Though He...

By MadeInEarthh

103K 5.5K 899

SELURUH KARYA MADE IN EARTH DILINDUNGI OLEH PROFESIONAL HUKUM PURE PUBLISHING!! PLAGIAT AKAN DIKENAKAN DENDA... More

Sinopsis
Prolog
He Is Psycho 1 : Aku Ini Sosiopat
She Is Psycho 2 : Suatu Hari Di Pagi Hari
He Is Psycho 3 : Hati Nurani
She Is Psycho 4 : Alberto
He Is Psycho 5 : Apa ... katamu?
She Is Psycho 6 : Samuel Hanya Milikku
He Is Psycho 7 : Sebenarnya, Siapa?
She Is Psycho 8 : Ayah Samuel
He Is Psycho 9 : Senapan
She Is Psycho 10 : Galaxy Wilkinson Philips
He Is Psycho 11 : Keluarga Besar Wilkinson
She Is Psycho 12 : Diskon 1 Gratis 1
He Is Psycho 13 : Membunuhnya
She Is Psycho 14 : Permen Kapas
She Is Psycho 15 : Bunuh Saja
He Is Psycho 16 : Nafelly Gila
She Is Psycho 17 : Selamat Tinggal ....
He Is Psycho 18 : Nafelly Berbohong
She Is Psycho 19 : Sadarilah Posisimu
He Is Psycho 20 : Dia Tidak Membencimu
ALVA ADA DI DREAME DAN INNOVEL!!
She Is Psycho 21 : Ada Yang Ditutupi
He Is Psycho 22 : Cinta Itu ....
She Is Psycho 23 : Kau Bukan Paman Alberto
He Is Psycho 24 : David
She Is Psycho 25 : Jangan Pergi
He Is Psycho 26 : Paman
She Is Psycho 27 : Dia Pasti Kembali
She Is Psycho 29 : Aku Merindukanmu
He Is Psycho 30 : Tidak Boleh Mati
She Is Psycho 31 : Itu Hanya Selimut
He Is Psycho 32 : Keluarga Sultan
Giveaway

He Is Psycho 28 : Keluarga Wilkinson

253 24 7
By MadeInEarthh

Keesokan harinya, Samuel dan juga Nafelly sama-sama sakit. Rasa sakit Samuel sedikit mereda setelah dia meminum obat, sementara Nafelly terserang demam parah dan harus memanggil dokter keluarga. Samuel menghela napas melihat Nafelly yang masih memejamkan matanya dan terlihat kesulitan bernapas.

"Sepertinya dia menangis semalaman dan pikirannya juga sedang tidak stabil," kata dokter keluarganya pada Felix dan Samuel.

Felly sendiri sedang duduk di tepi kasur dan merawat Nafelly dengan pandangan sedih. Ibunya itu terlalu lembut dan bahkan masih menangis melihat keadaan anak gadis yang tidak dikenalnya itu.

Felix membuang napas panjang, merasa kesal karena harus kembali merawat anak-anak di usianya yang sudah tua ini. Lebih tepatnya, Felix menghela napas karena tidak rela perhatian Felly terbagi pada orang lain selain dirinya.

"Apa saat ini dia bisa makan?" tanya Samuel pada dokter, mengkhawatirkan keadaan Nafelly yang bahkan kesulitan untuk hanya bernapas stabil saja.

"Sayangnya, tidak. Dia dalam keadaan setengah sadar dan tidak akan bisa menelan apa pun." Dokter itu menjawab sambil menggelengkan kepalanya.

"Tapi kau berkata bahwa dia hanya terserang demam!" kesal Samuel.

"Hey, jangan meremehkan demam," kata Felix, melihat kepanikan anaknya. "Kau pikir kau tidak pernah seperti dia? Kau bahkan menangis di malam hari karena kesulitan bernapas dan seluruh orang di rumah ini tidak bisa tidur."

"Benarkah?" Samuel mengernyitkan alisnya dengan heran.

"Ya. Jangan menyepelekan demam. Galaxy saat bayi saja langsung kubawa ke rumah sakit dan dokter mengatakan bahwa dia hampir mati karena demam."

Samuel menelan ludahnya dengan susah payah saat mendengar kata mati dari ayahnya. "Berhenti mengatakan hal-hal yang menyeramkan. Ini bahkan belum sehari setelah kita kehilangan Alberto."

Felix mengernyitkan alisnya dengan heran. "Aku hanya mengatakan untuk berhati-hati."

"Diam saja! Mulutmu itu sangat tajam seperti pisau!"

"Kau sangat tidak nyambung."

Felly menghela napas panjang. "Berhenti bertengkar! Kenapa kalian berdua sangat tidak akur sekali?!" kesalnya, menghapus air matanya dan mengganti kompres Nafelly.

Felix berdeham. Dia selalu merasa bahwa dirinya adalah orang luar dan tidak pernah menganggap orang lain adalah bagian dari dirinya. Jadi, Felix selalu membawa segalanya dengan santai. Dan itulah yang membuat Felly kesal. Saat bayi Galaxy demam, Felix meremehkan demam itu dan berkata bahwa Felly berlebihan dalam mengasuh. Felix berkata bahwa itu biasa bagi anak kecil. Dan saat mendengar penjelasan dokter bahwa bayi Galaxy hampir mati karena demam, Felly memusuhi Felix selama hampir sebulan. Jika hal itu terjadi lagi, Felly mungkin akan memusuhi Felix lagi.

"Kalau begitu, atur infus untuknya," kata Felix pada dokter yang berada di depannya. "Dan bawakan oksigen untuk berjaga-jaga."

Dokter tersebut mengangguk. Dia menatap Samuel. "Dan Tuan Muda, yang kau minum adalah pain killer. Saya sarankan untuk tidak banyak meminumnya dan mengatur pola serta pikiran Anda agar kembali sehat."

Samuel menganggukkan kepalanya saja. "Baiklah. Terima kasih sudah membantu."

"Dan saya turut berduka mengenai Tuan Alberto. Semoga dia beristirahat dalam damai."

Mendengar ucapan dokter itu, Samuel yang awalnya bersikap ramah dan dingin, tiba-tiba dihiasi oleh aura hitam dan menatap dokter itu dengan pandangan membunuh. "Bajingan! Apa kau mendoakan dia mati?!"

Dokter tersebut terkejut mendengar umpatan dari Samuel. "E-eh?! Bukankah dia ...?" Dokter menatap Felix yang menggelengkan kepalanya dengan wajah prihatin. Seolah menyayangkan sikap dokter yang salah berkata-kata. Dokter itu tergagap saat kembali menatap Samuel yang masih memelototinya. "M-mohon maaf, Tuan. Tapi, bahkan bagi saya yang berada di kedokteran, sangat tidak mungkin bagi seseorang yang jatuh dari lantai lima untuk—"

"Berhenti di sana, atau aku akan membunuhmu," potong Samuel dengan pandangan dingin. "Kau pikir keluarga Wilkinson adalah candaan untukmu? Entah bagaimana caranya, aku akan mendapatkan Alberto kembali. Dan jika dia memang sudah mati, aku akan membunuhmu dan menyuruhmu membawanya kembali dari alam baka!"

Dokter itu menelan ludahnya dengan susah payah. Matanya yang masih memandang Samuel, perlahan merasakan merinding parah dan tanpa ia sadari, lututnya sudah jatuh ke lantai dan kepalanya tertunduk dalam.

Dia lupa identitas Wilkinson yang sesungguhnya. Keluarga Wilkinson memiliki Xavier yang terkenal dengan panggilan Owner. Siapa pun tidak bisa mengganggu keluarga Wilkinson jika mendengar nama paman dari Samuel itu. Wilkinson adalah keturunan turun temurun yang kejam dan suka membunuh. Dokter itu lupa hanya karena Felix menikahi putri dari keluarga Philips yang tidak pernah mengotori tangan keturunannya.

Napas dokter itu tersendat saat dia mulai memohon ampun. "M-maafkan saya! S-saya tidak bermaksud! M-mulut kurang ajar ini—"

"Ya. Tutup mulut kurang ajarmu." Samuel berkata dingin. Kakinya tepat berada di hadapan dokter itu. "Selamatkan gadis itu dan berdoalah agar Alberto kembali utuh. Jika salah satu di antara mereka mati, kau yang akan bertugas menjemputnya di alam baka. Apa kau mengerti?"

Dokter itu semakin menundukkan kepalanya dan berseru. "Saya mengerti!" Namun dalam hati, dia mulai menyusun cara untuk kabur karena sungguh, dalam dunia kedokteran, mustahil Alberto masih hidup.

Samuel hanya memandang rendah pada orang yang sujud di hadapannya. Karena dia masih berada di dalam ruangan bersama ayah dan ibunya, pandangannya kemudian mengarah pada Felly yang sedang memandangnya dengan terkejut. Namun, saat Samuel menatapnya, Felly tersenyum lembut. Seolah merasa senang karena anaknya kembali menggunakan kekuasaan keluarga Wilkinson.

Melihat apa yang dipikirkan oleh ibundanya, Samuel menghela napas panjang dan kembali menatap dokter yang bersujud di hadapannya. "Bangunlah. Kerjakan pekerjaanmu dengan benar."

Dokter itu semakin menundukkan kepalanya. "B-baik!" serunya dan segera berdiri dengan tubuh gemetar. Dia berbalik dan menuju ke arah perawat yang juga terlihat ketakutan di sudut ruangan. Mereka sedang membicarakan infus dan juga oksigen yang diminta Felix.

"Sementara, tinggal saja di sini sampai situasinya membaik," kata Felix, menawarkan bantuan setelah melihat kode mata dari Felly. Felix menelan ludahnya dengan susah payah. Merasa tidak terima dan mencoba mencari cara agar Samuel menolaknya. "Atau rumah kita yang lain yang juga memiliki keamanan—"

"Kalau begitu, aku akan merepotkanmu di sini, Ayah." Samuel yang menyadari maksud hati ayahnya pun, segera menepuk bahu ayahnya dengan kencang. "Aku akan pergi dari sini setelah keadaan pengemis kecil itu membaik."

Felix menelan ludahnya dengan susah payah. Bibirnya masih tersenyum lebar, namun dia berbisik melalui giginya. "Apakah kau tidak mengerti maksudku? Kau tidak mengerti dengan perkataanku yang terakhir?"

Samuel menghela napas panjang dan berpura-pura melihat jam di pergelangan tangannya yang kosong tanpa ada jam tangan. "Sudah waktunya. Aku harus pergi," katanya, berbalik dan menghampiri Felly untuk mencium ibunya.

Felix masih tersenyum. Namun, urat-urat di pelipisnya mulai terlihat saat dia berbisik, "Bajingan."

Felix tidak tahu, bahwa dirinya sendirilah yang merupakan seorang bajingan.

***

Layar itu menunjukkan tayangan sebuah mobil yang melaju cepat dan kemudian menghilang saat melewati bawah jembatan. Samuel menghela napas panjang dan menyenderkan punggungnya di kursi. Dia mengernyitkan alisnya dan memijat alisnya dengan perasaan pening yang semakin menjadi. "Bagaimana dengan mobilnya?"

Di depannya, ada seorang pengawal yang sudah Samuel tugaskan untuk menyisir seluruh kota demi menemukan keberadaan Alberto. Pria di hadapannya menjawab pertanyaan Samuel sebelumnya, "Ditemukan di bawah jembatan. Dengan keadaan yang kosong dan bercak darah yang ditemukan di sana, berhasil diidentifikasi milik Alberto."

"Begitukah?" Samuel bergumam dan menghela napas panjang. Dia melipat tangannya di depan dada dan menatap layar berdurasi 15 menit itu mengenai mobil yang melaju cepat seolah tidak ada orang yang terluka di dalamnya. Samuel berdecak kesal pada siapapun yang mencuri Alberto-nya. "Di masa depan, aku akan memberinya minimal 10 pengawal di sampingnya. Dia akan marah padaku, tapi itu akan membuatnya jera dan tidak berulah lagi."

Pengawal yang berdiri tegap di hadapan Samuel itu pun, tersentak sejenak sebelum menenangkan dirinya dan diam di tempat. Dia tidak menjawab ucapan Samuel atau menyetujui perkataannya mengenai Alberto. Namun, Samuel dapat melihat pergerakan samar dari pengawal itu dan mendengus sinis padanya.

"Kenapa? Kau juga sama seperti yang lain? Berpikir bahwa Alberto takkan kembali padaku? Hey, manusia tidak akan mati semudah itu. Dan itu terlalu tiba-tiba. Bukankah begitu?" ujar Samuel, menatap pengawal itu dengan pandangan skeptis. Namun, pengawal di depannya tetap diam. Tidak menjawab atau pun menyangkal pertanyaan Samuel. Melihat pengawal itu tetap diam, malah membuat Samuel merasa kesal dan emosi. Dia mengerutkan alisnya dan menggebrak meja.

BRAK!!

"JANGAN BERCANDA DENGANKU!! APA KAU TULI?! APA KAU TIDAK MENDENGAR APA YANG KUKATAKAN?!" amuk Samuel, berdiri dari duduknya. Napasnya tersendat kasar dan teriakannya terlihat gemetar. Siapa pun yang mendengar, akan berpikir bahwa daripada marah, Samuel terlihat seperti menahan tangis.

Pengawal itu pun mengenal siapa Alberto. Bisa dibilang, dia hampir akrab karena sikap Alberto yang friendly. Dia sendiri yang memproses pencarian CCTV mengenai Alberto dan dia juga merasakan rasa kehilangan yang hampir sama. Pada akhirnya, pengawal itu mengambil alih laptop yang dibawanya dan mengklik salah satu video lain. Menjedanya, dan mengarahkan layarnya pada Samuel kembali.

Samuel yang masih berdiri dengan emosi meluap pun, mengerutkan alisnya dengan kesal. "Apa yang kau lakukan?" geramnya dengan napas tertahan.

Pengawal yang bernama White itu hanya menundukkan kepalanya penuh penyesalan walaupun tubuhnya masih berdiri tegap. "Saya adalah orang yang memproses pencarian Alberto. Dan ada rekaman kejadian saat Alberto terjatuh."

Samuel mendengus sinis. "Apa?" tanyanya dengan kekehan yang meremehkan ucapan White. "Kau akan berkata bahwa CCTV hanya menunjukkan suara Alberto terjatuh tanpa ada wujudnya yang terlihat sama sekali? Begitu? KAU HANYA MENILAI ITU DARI SUARANYA?!"

White membuang napasnya perlahan. Wajahnya masih penuh dengan gurat penyesalan. "Tuan ...."

Samuel menelan ludahnya dengan susah payah. Dada kirinya kembali berdenyut tidak tertahankan. White belum mengatakan apapun, namun mata Samuel mulai memanas dan tangannya gemetar hebat. "Jangan bilang ...?"

White menganggukkan kepalanya pelan. "Saya sangat menyesal. Namun, CCTV benar-benar memperlihatkan dengan jelas bahwa wajah itu adalah wajah Alberto."

Tubuh Samuel mendingin seketika. Kakinya terasa lemas dan Samuel mencoba duduk di kursinya kembali. Namun, kursinya terdorong oleh tangannya yang bertopang pada sisi kursi dan pada akhirnya, Samuel terjatuh di lantai dengan suara keras.

"Tuan!!" White segera memutari meja, ingin meraih Samuel yang terjatuh, namun segera terhenti saat melihat keadaan bosnya.

Mata Samuel terlihat kosong saat menatap ke depan. Air matanya mulai berjatuhan dan dia duduk di lantai sambil memeluk kakinya seperti anak kecil.

Sejenak, White memandang tidak percaya pada pemandangan itu. Namun, perlahan-lahan, pandangannya berubah sendu saat Samuel menangis tanpa mengeluarkan suara. Hanya menatap ke depan dengan kosong dan membiarkan air matanya mengalir di hadapan anak buahnya.

Siapapun yang melihatnya, pasti akan memandang Samuel dengan pandangan sedih. Karena Samuel yang dilihatnya saat ini, seperti anak kecil yang sedang kehilangan orang tuanya secara tiba-tiba.

White memalingkan wajahnya, merasa tidak tega dengan keadaan bosnya yang sedang terpuruk. Jika Alberto ada di sini, dia pasti akan segera berlari dan memeluk Samuel sambil memberikan kata-kata menenangkan.

Namun sayangnya, orang yang berani melakukan hal itu, tidak ada lagi di dunia Samuel.

AKAN DINEXT SAAT VOTE SAMPAI 15!!

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 16.6K 36
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
4.8M 178K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
364K 19.3K 49
Ravena Violet Kaliandra. Mendengar namanya saja membuat satu sekolah bergidik ngeri. Tak hanya terkenal sebagai putri sulung keluarga Kaliandra yang...
16.4M 641K 37
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...