The Duchess Wants Have to Chi...

By Deeriyum

137K 17.5K 1K

"Saya ingin memiliki anak." Theroz bergeming memandang retina tajam Isalynne. Penuturan tegas sarat makna tu... More

The Duchess Wants Have to Children
Bab 01 β€’ Pertunangan
Bab 02 β€’ Duke Luther dan Gosip
Bab 03 β€’ Rencana Duchess
Bab 04 β€’ Penyatuan
Bab 05 β€’ Seorang Teman
Bab 06 β€’ Honey, You Will be Fine
Bab 07 β€’ Pasangan Luther
Bab 08 β€’ Pesta Kemenangan
Bab 09 β€’ Social Gathering
Bab 10 β€’ The Emperor of Ruunich
Bab 11 β€’ Sebuah Tragedi
Bab 12 β€’ Ambisi
Bab 13 β€’ Call My Name
Bab 14 β€’ Rahasia Duchess
Bab 15 β€’ "Katakan saja padaku"
Bab 16 β€’ Pangeran Kecil
Bab 17 β€’ Splash
Bab 18 β€’ Confess
Bab 19 β€’ Past: Putri Gila dari Tanah Suci
Bab 20 β€’ Past: Titik Perubahan
Bab 21 β€’ Past: Musim Panas
Bab 22 β€’ Amarah Sang Duke
Bab 23 β€’ Kekhawatiran Sang Adik
Bab 24 β€’ Despicable
Bab 25 β€’ Gossip Pasangan Luther
Bab 26 β€’ Malam Penuh Ketakutan
Bab 27 β€’ Pesta Akhir
Bab 28 β€’ Rancu
Bab 29 β€’ Duke vs. Little Prince
Bab 30 β€’ Gejolak Insan
Bab 31 β€’ Perlindungan Sang Kakak
Bab 33 β€’ Kembali
Bab 34 β€’ On The Top of World
Bab 35 β€’ Kecurigaan
Bab 36 β€’ Menyusup
Bab 37 β€’ Duka
Bab 38 β€’ Pembunuh Sesungguhnya (KK)
Bab 39 β€’ Petunjuk (KK)
Bab 40 β€’ Pengadilan
Bab 41 β€’ Pertemuan Singkat
Bab 42 β€’ Racun Kecil
Bab 43 β€’ Jamuan Istana
Bab 44 β€’ Atella dan Sara
Bab 45 β€’ Penyataan Atella
Bab 46 β€’ "Tetaplah cintai aku"
Bab 47 β€’ Titik Tersakit
Bab 48 β€’ Puncak Terpanas (KK)
Bab 49 β€’ Kewarasan yang Menipis (KK)
Bab 50 β€’ Lonceng Berdentang
Bab 51 β€’ Hukuman Sang Penjahat
Bab 52 β€’ Hati yang Lirih
Bab 53 β€’ Pulang
Bab 54 β€’ Rasa yang Tertinggal
Bab 55 β€’ The Duchess Wants Have to Children
EXTRA PART (Author Note)

Bab 32 β€’ Tak Terbendung

1.3K 286 45
By Deeriyum


≿━━━━༺❀༻━━━━≾


Theroz tak dapat menahan gejolak amarah lebih lama lagi. Batinnya terus meronta terhadap keinginan untuk segera mengambil Isalynne. Namun tuntutan yang diberikan Javiero sangat membatasinya.

Setelah seharian menjadi tahanan rumah secara tak masuk akal oleh Javiero. Theroz akhirnya memberikan perlawanan nyata dengan melumpuhkan pasukan istana di rumahnya sendiri.  Menggunakan pasukan Luther, ia menahan pasukan istana yang membatasinya.

Meski posisi Javiero tinggi sebagai Putra Mahkota. Namun, Javiero mungkin tidak akan dapat mengendalikan gelombang sosial.

Theroz datang dengan persediaannya seperti saat ia hendak pergi berperang dulu. Ia memakai zirah besi dengan noda goresan di tiap incinya, serta pedang panjang yang tergantung indah di sisi tubuhnya.

Dengan penampilan yang sangat menarik atensi itu, ia membawa surat bersegel resmi keluarga Luther dan langsung ia serahkan kepada pejabat Istana.

Sebuah gebrakan yang segera menggentarkan istana.

Bukan lagi surat keluhan tentang Putri Atella. Melainkan keluhan serta ancaman pengembalian Duchess of Luther yang ditarik paksa oleh Putra Mahkota Javiero— yang langsung diantar oleh Duke of Luther. 

Theroz sangat mengetahui bahwa tindakan pertentangannya pada Javiero akan menimbulkan perkara yang cukup serius. Karena Javiero mungkin akan kehilangan dukungan dari beberapa faksi bangsawan. Terlebih dukungan dari bangsawan yang merupakan pengikut Luther.

Atau bahkan, oknum bangsawan yang masih kontra terhadap Javiero akan ikut mempersulit posisinya.

"Yang Mulia Duke!"

Theroz hanya melirik ketika mendengar seruan serta derap langkah kaki yang mendekati. Ia hanya mengabaikan panggilan yang ia kenal dan terus menatap pada seorang utusan milik Kaisar.

"Yang Mulia Duke! Tunggu sebentar!"

Count of Rilion, pria paruh baya yang merupakan rekan dari kakeknya— Duke of Luther terdahulu— tampak terengah dan hampir tersungkur ketika berhenti di depannya.

Theroz memberikan salam secukupnya.

"Salam, Yang Mulia. Saya akan langsung bicara. Saya tidak tahu apa masalah sebenarnya, tetapi tindakan Anda akan menimbulkan masalah internal!"

"Apa itu adalah hal yang baru?" jawab Theroz dingin.

Count Rilion meneguk ludahnya. Ia tampak gugup dan kesulitan bicara akibat napasnya yang terengah.

"Saat ini, rapat besar masih berlangsung. Kita akan menyelesaikan masalah-masalah yang akan dibahas pada rapat besar."

"Oh haruskah aku membawa masalah ini pada rapat besar?"

"Tidak! Bukan begitu! Maksud saya, apa jadinya orang luar ibukota mengetahui masalah internal kita?"

"Anda harusnya bicara begitu pada Putra Mahkota."

Count Rilion menghela napas. "Yang Mulia ... ini tidak baik untuk posisi Putra Mahkota ... orang-orang yang kontra terhadap Putra Mahkota akan merepotkan."

Theroz bergeming. Ucapan Count Rilion sudah ia pikirkan. Namun, Theroz tak perduli lagi.

Theroz kembali menatap pada utusan milik Kaisar.

"Baginda bisa ditemui?"

Utusan tersebut merunduk hormat.

"Anda harus melepaskan zirah dan meletakkan pedang Anda."

Theroz memicing. Namun ia menurut untuk menyerahkan pedang, dan melepaskan zirahnya.

"Yang Mulia ...." lirih Count Rilion yang tidak ditanggapi Theroz.

Setelah melakukan persiapan, sang utusan menuntun Theroz untuk memasuki ruang istirahat Kaisar.

Di sana ia mendapati sosok Kaisar yang tengah duduk bersandar di atas ranjangnya. Tak hanya Kaisar, ada pula pelayan dan ajudan yang menemani.

Theroz memberikan salam hormatnya.

"Aku sudah mendengarnya," kata Kaisar tiba-tiba. Wajahnya tampak datar, tetapi rasa lelah tersirat di matanya.

Theroz mendongak. "Izinkan saya memasuki istana Putra Mahkota untuk menjemput istri saya."

"Jangan membuat keributan," tegas Kaisar.

Theroz mengeraskan rahang. Batinnya membara ingin menyuarakan protesnya. Namun, ia tetap menahan diri. Karena saat ini, ia sebagai bawahan tengah berhadapan dengan sang pemimpin tanah air.

"Aku sudah memberi perintah pada Putra Mahkota untuk memulangkan Duchess. Tunggulah."

"Dua puluh empat jam telah berlalu. Saya tidak bisa menunggu lebih lama lagi."

Kaisar menghela napas. "Saat ini Putra Mahkota akan memulangkan Duchess."

"Maka biarkan saya menjemput istri saya di istana."

"Duke—"

"Yang Mulia!" Theroz berseru. Matanya nyalang menatap tajam. Hal tersebut membuat ajudan Kaisar mengambil posisinya.

"Saya tahu Anda pernah merasa gila karena wanita."

Kaisar bergeming sesaat. Ia tampaknya mengerti maksud dari ucapan Theroz.

Kaisar memalingkan wajah. "Percayalah pada Putra Mahkota yang akan memulangkan Duchess."

"Mendapati ia menarik paksa istri saya, saya tidak percaya."

"Segera tarik suratmu."

"Saya harus membawa istri saya pulang."

Kaisar memicing tak senang. "Ini perintah."

"Kalau begitu saya akan menjadi pemberontak saat ini."

"Jangan berlebihan!" Kaisar berseru marah.

Theroz tak berubah sedikitpun. Ia tetap teguh pada pendiriannya.

Kaisar kembali mengalihkan wajahnya seraya menghela napas kasar. Ia memberikan isyarat pada ajudannya untuk membawa paksa Theroz pergi.

"Aku tidak menerima bantahan. Aku tidak ingin mendengar keributan apapun lagi. Jika kau perhatian pada ayahmu yang sedang sakit ini."


༻✧༺


"Bisakah aku bertemu dengan Yang Mulia Putra Mahkota?"

Isalynne bertanya pada pelayan yang sedang menyuguhkan kudapan padanya. Pelayan tersebut tak berekspresi lebih, ia hanya merunduk dan berkata.

"Saat ini Yang Mulia sedang sibuk. Namun saya akan menyampaikan pada beliau."

Isalynne mengangguk. "Tolong sampaikan, kapan aku bisa pulang."

Pelayan tersebut mengangguk dan mundur beberapa langkah. Isalynne menghela napasnya seraya bersandar pada sofa.

Ini tidak seperti yang Isalynne harapkan. Ia pikir pagi ini ia akan pulang. Namun, ia justru merasa dikurung di sini.

Pelayan terus berada di dekatnya, seakan sedang mengawasinya. Ketika ia hendak keluar dari kamar, pelayan justru menahannya. Kemudian ketika ia mencoba untuk keluar dengan alasan meminta kudapan, ia melihat ada ksatria yang berjaga di depan pintu.

Isalynne merasa tidak masuk akal.

Bahkan yang katanya pelayan itu akan menyampaikan pesannya pada Putra Mahkota, tidak beranjak dari tempatnya berada.

Ketukan terdengar dari arah pintu yang sontak membuat Isalynne menegak. Ia memandang pada pelayan yang berjalan mendekati pintu dan membukanya.

Seorang ksatria tampak bicara sejenak sebelum akhirnya pintu tersebut terbuka lebar.

Isalynne beranjak segera.

"Kau sungguh dikurung di sini, ya."

Isalynne tersentak. Ia sontak merunduk hormat.

"Salam Yang Mulia Selir."

Amber mendekat dan segera duduk di depan Isalynne.

"Apa anak itu memukulmu?" tanya Amber tiba-tiba. Tatapan tajamnya tampak mendesak.

"Jika maksud Anda adalah suami saya, itu tidak benar."

"Aku sudah menduganya itu tidak benar. Aku bertanya hanya sekedar memastikannya," ucap Amber. Ia meminta pada pelayan untuk menuangkan teh. "Aku tidak akan bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Tapi, pagi ini istana sangat ribut."

Isalynne mengernyit. "Ya?"

"Rapat besar yang selalu dilaksanakan rutin tiap hari, harus libur secara paksa. Hari ini adalah hari kedua, dan alasan rapat besar diliburkan karena masalahmu."

Isalynne mengerjap. Ia bergeming tak percaya.

"Pagi ini juga, suamimu datang dengan membawa surat keluhan resmi yang berisikan kau ditarik paksa oleh Putra Mahkota dengan alasan yang tak masuk akal. Para bangsawan yang mengetahui itu mulai membuat spekulasi. Kau diculik oleh Putra Mahkota."

Isalynne sontak menggeleng keras. "Itu tidak benar!"

Sejenak Isalynne terkejut akan hal yang disampaikan Amber. Ia tidak tahu Theroz akan bertindak demikian. Isalynne yang memiliki pikiran cepat nan tanggap menduga tindakan Theroz akan menjadi masalah yang cukup rumit.

"Ada suatu hal yang kami bahas hingga menimbulkan kesalahpahaman," jelas Isalynne.

Amber memicing. "Apa sebenarnya hubunganmu dengan Putra Mahkota?"

"K-kenapa Anda menanyakan hal tersebut? Saya menganggap beliau saudara, begitupun beliau."

"Sudah terdengar berita bahwa ini kali pertama Putra Mahkota membantah ucapan Kaisar untuk memulangkanmu."

Isalynne terdiam. Ia tak dapat berbicara akibat rasa tak terduganya.

Amber menghela napas. Ia tampak menunjukkan rasa lelahnya. "Para bangsawan wanita berbondong-gondong menghubungiku untuk mengkonfirmasi masalah ini. Parahnya, ada yang meragukan hubunganmu dengan Putra Mahkota."

Isalynne tercengang, ia sontak menggeleng-geleng. Menunjukkan pengelakkan.

Amber menghela napas kasar. "Kemarin masalah Atkins, sekarang masalah Putra Mahkota. Tidak bisakah kau berfokus pada keturunan alih-alih membuat keributan?"

Isalynne tersentak. Ia menggigit pipi dalamnya dan merunduk. Kedua tangannya yang menyatu di atas pangkuannya saling meremas kuat. Hatinya mencelos sakit.

"Saya minta maaf atas keributan ini. Hal ini tidak akan terjadi di masa depan," ucap Isalynne dengan senyuman.

Amber bergeming menatap lekat. Ia kemudian menghela napas dan bersiap untuk berdiri.

"Aku salah berbicara pada orang yang sakit."

"Ya?"

"Wajahmu pucat. Kau istirahat saja. Aku akan bicara pada Putri Mahkota agar berbicara dengan Putra Mahkota."


༻✧༺


Javiero menggeram frustasi. Ia menghentak meja di depannya hingga hampir menyingkirkan seluruh benda di mejanya.

"Diamlah! Aku lelah!"

Sang ajudan tetap berdiri tegap di depan Javiero. "Yang Mulia ...."

"Ini urusanku!"

"Namun, urusan Duke dan Duchess bukanlah urusan Anda. Sebenarnya apa yang Anda pikirkan Yang Mulia?"

Javiero terdiam dengan wajah marahnya. Ia tak dapat mengucapkan apa yang ada dalam benaknya. Hingga, ia memilih untuk berdiri dan pergi dari sana. Ia mengabaikan sang ajudan yang mencoba untuk membujuknya terkait masalah Isalynne.

Ia merutuk dalam benaknya pada tindakan Theroz. Ia tidak pernah menduga Theroz akan melumpuhkan pasukan yang ia kirim untuk menahan Theroz di rumah pria itu. Tak hanya itu, Theroz datang ke istana dengan zirah dan pedangnya seakan siap untuk perang dengannya.

Kaisar menekannya untuk memulangkan Isalynne. Para bawahannya juga membujuknya untuk segera menyelesaikan masalah dengan tidak ikut campur pada masalah Luther.

Ia juga mendengar Amber berbicara masalah ini dengan Kaisar.

Sial!

Theroz hanya orang yang berada dibawahnya. Namun kenapa segala tindakan Theroz membuat orang di sekitarnya justru menekannya?

Javiero berjalan menuju istananya, tepat pada kamar yang ditinggali Isalynne.

Ia memberi perintah pada ksatria yang berjaga di depan kamar Isalynne untuk pergi. Setelah mereka pergi, Javiero mengetuk pintu tersebut.

Sosok pelayan keluar dari sana. Pelayan tersebut tampak terkejut dan segera merunduk.

Javiero lantas masuk dan membiarkan pelayan itu menutup pintu dari luar.

"Isalynne." Ia mendekat pada Isalynne yang tengah berdiri di dekat jendela.

"Yang Mulia. Syukurlah Anda datang, ada yang hendak saya bicarakan."

Javiero diam. Ia memandang dengan raut sedihnya. Kemudian ia mendekat yang selanjutnya menjatuhkan kepalanya pada pundak Isalynne.

Isalynne tampak terkejut dan tubuhnya menegang. Namun, Javiero tampak menghela napas lelah yang membuat Isalynne merasa tak dapat melakukan apapun.

"Yang Mulia ... a-ada apa ....?"

"Lyn ... aku ...."

Dengan tangan yang bergetar. Isalynne menyentuh pundak Javiero dan mendorongnya.

Javiero terdorong dengan pasrah dan menatapnya sedih. Tatapan itu membuat Isalynne merasa tak nyaman.

"Y-yang Mulia ... kapan saya bisa pulang?"

"Kau sangat mencintai suamimu?"

Isalynne sontak menoleh dan mengernyit.

"Jika tidak, aku akan membantumu." Javiero menatap serius. "Aku akan membuatmu terbebas dari Duke."



A/n:

Melihat antusias kalian di kolom komentar membuatku semangat hehehhe

Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk menikmati cerita ini🖤
-eri

Continue Reading

You'll Also Like

503K 58.9K 44
Disaat ia berlibur ke rumah kakeknya yang berada di Santorini, Yunani, Thalia mengalami sebuah insiden dimana ia jatuh ke lautan dan terlempar ke mas...
771K 2.7K 14
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. πŸ”žπŸ”ž Alden Maheswara. Seorang siswa...
140K 12.7K 95
~Novel Terjemahan~
1.8K 205 22
(Belum selesai) Stella Edison, wajah jutek bersikap angkuh. Dia tidak memandang lawan bicara yang menurutnya tidak penting, tak memandang lokasi untu...