My Lovely Ghost | SELESAI

By rsdtnnisa

6.8K 356 8

Banyak orang berkata, tidak ada yang abadi di dunia. Apakah cinta juga termasuk dalam sesuatu yang akan sirn... More

Part 1 : Rumah Oma
Part 2 : Hari baru
Part 3 : Gangguan
Part 4 : Siapa kamu?
Part 5 : Di sini
Part 6 : Teman
Part 7 : Dekat
Part 8 : Danau
Part 9 : Rindu
Part 10 : Kedatangan
Part 11 : Setelah datang
Part 12 : Hadir
Part 13 : Bunga Ilalang
Part 14 : Pasar
Part 15 : Cerita danau
Part 16 : Rasa?
Part 17 : Bolos
Part 18 : Foto
Part 19 : Cerita?
Part 20 : Kilas balik
Part 21 : Cemburu
Part 22 : Teman lama
Part 23 : Sinar bulan
Part 24 : Bu Hana
Part 25 : Rumah
Part 26 : Foto yang sama
Part 27 : Kecewa
Part 29 : Pernyataan
Part 30 : Kilas balik (2)
Part 31 : Pergi?
Part 32 : Menjadi bulan
Part 33 : Extra : Awal yang baru

Part 28 : Chandra dan Liam

143 10 0
By rsdtnnisa

- • Happy Reading • -

"Gini ternyata rasanya pake baju tidur" Alya tak henti-hentinya memeluk tubuhnya sendiri karena merasa nyaman dengan baju tidur motif beruang warna biru itu.

"Udah, Ndah" Aesa menarik kakinya perlahan menghentikan Indah yang sedari tadi memijatnya, "Makasih ya".

"Harusnya aku gak bawa kalian ke danau" Aesa menyesal, "Maaf".

"Gak apa-apa, kita seneng kok bisa liat pemandangan yang gak pernah kita tahu selama ini" ujar Alya diangguki setuju oleh Indah.

"Kita juga gak tau kan, kalau hal ini bakal terjadi" tambah Indah.

Aesa menitikkan air matanya terharu, dia membuka tangan lebar meminta kedua temannya ini untuk memberinya pelukan.

Dengan senang hati Alya dan Indah memberi Aesa pelukan hangat.

"Kalian kok gak marah sih?" Aesa mulai terisak, "Dulu kalau aku ngelakuin kesalahan kecil aja, mereka langsung pergi dan gak mau lagi hubungan sama aku".

"Kenapa kita gak marah ya, Ndah?" tanya Alya iseng pada Indah.

Indah terkikik geli, "Emang kalau kita marah, waktu bakal berputar mundur gitu? Enggak kan?".

"Palingan cuma kesel aja, gak sampe marah" lanjut Alya, "Udah gak usah dipikirin".

Mereka melepaskan pelukan, Indah membantu Aesa mengusap air matanya sambil tertawa kecil.

"Kalau ada apa-apa, cerita aja ke kita ya" ucap Indah.

"Es!" panggil Alya, "Baju ini boleh buat aku gak?".

Aesa mengangguk, "Boleh".

Gadis itu kegirangan dan kembali berputar-putar, terlihat Alya sangat menyukai baju tidur itu.

"Alya nginep ya" celetuk Aesa.

"Tapi aku belum ijin" balas Alya, "Kalau hujannya awet, mungkin boleh".

"Besok aku bisa minta Mas Bayu bawain buku" lanjut gadis itu.

"Ibu di rumah sendiri malam ini, jadi aku pulang" ujar Indah, "Kalian berdua aja".

Mereka menikmati waktu bersama dan tidak lagi mengungkit masalah di danau.

***

Sudah tiga hari ini Chandra tidak lagi menampakkan diri, Aesa duduk di taman belakang sekolah merelakan dua jam pelajarannya di kelas hanya untuk menunggu Chandra datang.

Gadis itu memeluk lututnya sambil mencabuti rerumputan di sekitarnya, ia menghela nafas seiring dengan pandangan yang mulai kabur karena mata yang berkaca-kaca.

Sesuatu mendarat di kepala Aesa dengan halus tanpa mengejutkan si empu, tangannya terangkat meraba benda yang melingkar di kepalanya ini kemudian menoleh.

Air mata yang sedari tadi menggenang sontak menetes melihat sosok yang ia tunggu kini muncul di hadapannya.

Ia langsung menarik Chandra dalam pelukannya, menyembunyikan wajah pada dada bidang itu sambil nahan tangis.

Chandra membalas pelukan Aesa erat seolah tak ingin gadis itu melepaskan dekapan hangatnya.

"Saya minta maaf".

"Maaf ya".

Bersamaan mereka mengucapkannya sehingga membuat keduanya terdiam. Aesa berusaha melepas pelukannya namun tangan Chandra malah menarik bahunya agar lebih dekat.

"Chandra, ada yang mau aku omongin" ucap Aesa berharap Chandra mengerti untuk melepaskan pelukannya terlebih dahulu.

"Saya suka gaya bicara aku-kamu" bisik Chandra.

Aesa tersenyum, "Kamu mau tau sesuatu?".

Chandra enggan melepas pelukannya, sosok itu hanya mengangguk.

"Aku bertemu Ibumu" ucap Aesa.

"Oh ya?" Chandra tertarik, "Saya ingin sekali bertemu dengannya".

"Kamu mau?".

"Pastinya".

Aesa terkikik geli, "Kamu senang?" tanyanya.

"Iya" jawab Chandra.

Bukan seperti ini jawaban yang Aesa inginkan, dia kira Chandra akan riang bahagia sampai terbang berputar-putar kesana-kemari.

Ternyata Aesa salah, dia tidak yakin Chandra menjawab pertanyaannya dengan jujur.

"Chandra, soal perasaan kamu" Aesa ragu, "Apa itu masih ada?".

"Masih" Chandra menjawabnya dengan ringan, "Mau membalasnya?".

"Aku.." Aesa tidak yakin untuk menyatakannya, dia tidak ingin berpura-pura di depan kenyataan yang jelas terlihat olehnya.

Hembusan angin membawa rahasia dalam hati yang enggan mereka ungkapan. Banyak pertanyaan dan pernyataan yang ingin disampaikan, tapi rasanya berat hanya untuk mengatakannya.

"Bagaimana caranya?" tanya Chandra tentang Aesa yang akan mempertemukan ia dengan sang Ibu.

"Kamu ingat cowok yang pernah dateng ke rumah?".

Chandra mengangguk, "Apa dia-".

"Iya, dia yang akan bantu kita" potong Aesa diakhiri tawa kecil.

Gadis itu mendongak melihat wajah Chandra yang cemberut lalu mengeratkan pelukannya pada sosok itu.

Mereka tidak ingin merusak momen ini, keduanya terdiam sibuk dengan hati dan pikiran masing-masing.

Sampai tak sadar dengan sebuah ponsel yang berhasil memotret mereka. Lebih tepatnya mengambil foto Aesa, yang sedang duduk memeluk dirinya sendiri.

***

Malam datang membawa serta bintang dan bulan untuk menemaninya memberi waktu istirahat untuk orang-orang setelah seharian beraktivitas.

Di sebuah kamar dengan laki-laki yang sedang berbaring di kasurnya sambil menatap langit-langit kamar sedang mengobrol dengan seseorang melalui ponselnya.

"Nanti gue kasih tau" ujar seorang gadis dari seberang sana, "Makasih ya, maaf ngerepotin terus".

Pemuda itu tersenyum, "Gak ngerepotin, Es".

"Udah ya, gue mau tidur" ia kemudian memutus panggilan dan meletakkan kembali ponselnya di nakas.

Ia menarik nafas panjang kemudian menghembuskan kembali ke udara. Tangannya meraba dahi dan leher memeriksa suhu tubuhnya, "Kayaknya gue udah mendingan sih".

Baru saja akan bangkit untuk duduk, pintu kamar terbuka memunculkan sang Ibu yang masuk ke dalam kamar membawa kompres dan air dingin.

"Ma, Liam udah mendingan".

Lina tidak mendengarkan, dia membaringkan kembali anak laki-lakinya ini.

Liam akhirnya jatuh sakit setelah Aesa bertemu dengan Bu Hana lalu diantar keluarganya kembali ke desa. Sang Ibu langsung membawa putranya berobat saat melihat Liam

"Makanya jangan sering keluar malem" omel wanita itu, "Jaga kesehatan, jangan begadang, makan sayur aja gak mau, kalau dimarahin terus motoran keluar keluyuran kemana-mana".

"Kalau kamu kayak gini terus, Mama suruh Papa sita motor kamu" lanjut Lina sambil menekan kompres di dahi anaknya membuat si empu mengaduh.

"Ma, Liam udah mendingan" Liam mengulang ucapannya yang sempat tak didengar oleh sang Ibu dengan halus.

"Masih panas gini kok dibilang udah mendingan, kantung mata juga masih merah" balas Lina.

"Kalau Liam masih sakit, kenapa Mama makin marah-marah ke Liam?" tanya pemuda itu.

Lina berdecak kesal, "Mama itu sayang sama kamu, jarang-jarang kan liat Mama marah gini?" ia membalikan kompres memberi suhu dingin di sisi yang lain.

"Udah minum obat belum?" tanya Lina.

"Nanti aja kalau mau tidur" jawab Liam, "Papa belum pulang ya?".

"Papa lembur malam ini" Lina merendam kompres dalam air dingin lagi kemudian meletakkan kembali di dahi Liam, "Kalau sampai Papa pulang kamu belum tidur, awas aja!"

"Iya, Ma" Liam menurut saja.

Lina memberikan kecupan sayang pada puncak kepala putranya itu kemudian berlalu meninggalkan kamar.

Liam kembali menatap langit-langit kamar, mungkin kondisinya memang belum bisa untuk melakukan perjalanan jauh.

Tetapi Aesa memerlukan bantuannya, dia tidak ingin gadis itu terus diganggu oleh makhluk tak kasat mata yang ada di rumah Omanya itu.

Makhluk yang Liam maksud sekarang sedang duduk di lantai kamar Aesa, memandang gadis yang berada di tepi ranjang sedang sibuk dengan ponsel ditangannya.

"Lusa dia dateng, baik-baik kamu sama dia" pesan Aesa sambil mengacak singkat rambut Chandra.

Chandra melirik kesana-kemari tidak mendengar pesan Aesa yang disampaikan kepadanya, "Dia udah bikin saya cemburu".

"Cemburu?" beo Aesa.

Sosok itu berdecak, "Dia juga suka sama kamu, Es" terangnya.

Aesa berpikir lagi, "Iya sih, kalian memang punya beberapa kemiripan".

"Salah satunya, sama-sama suka sama aku" lanjut Aesa lalu terkikik geli.

Chandra tersenyum, "Kalau kamu?".

Gadis itu terdiam lalu menggeleng, "Belum tau".

Chandra bangkit berdiri dengan kakinya yang tembus pandang, "Saya mau ke danau" pamitnya.

Belum sempat Aesa menahannya, Chandra sudah menghilang. Padahal gadis itu menunggu ajakan Chandra yang biasa sosok itu tanyakan saat hendak pergi.

Aesa mendongak melihat ke arah langit dari balik kaca jendela kamar, di sana bulan bersinar sendirian tanpa kelip bintang yang menemaninya.

Seperti Aesa malam ini, Chandra berubah sejak kejadian di danau kemarin. Sosok itu memang terlihat bersikap seperti biasa, tapi Aesa tetap merasa ada yang berbeda

Mereka sama-sama tengah menatap ke arah langit dan memandang bulan, Chandra duduk di tepi danau dengan sesekali mengintip bayangannya sendiri yang tak bertahan lama berada di permukaan air.

Saat bayangan itu hilang, Chandra kembali mengintip untuk menciptakan lagi pantulan wajahnya.

Saat lelah ia hanya bisa menghela pasrah,

"Bodoh kamu, Chandra!" maki sosok itu pada dirinya sendiri.

"Berani-beraninya suka sama Es! Ukh!" beberapa kali dia memukul dadanya sendiri berharap perasaan yang tumbuh di dalamnya hancur.

Chandra terisak dan pukulan di dadanya mulai melemah, "Saya minta maaf, Es" lirihnya.

Malam mulai larut dan Chandra memilih untuk tetap di danau sehingga tidak datang ke rumah, Aesa tahu karena gadis itu masih terjaga menunggu Chandra datang dan tidur di lengannya.

Awan di langit gelap mulai memudar memunculkan kelip demi kelip bintang kecil yang hadir menemani bulan menghabiskan malam sebelum sang surya datang.

Cahaya jingga perlahan datang dari ufuk timur menciptakan warna langit bercampur menjadi ungu pertanda hari telah fajar.

Pagi-pagi sekali Aesa berangkat ke sekolah, dia juga sudah mengirim pesan kepada Indah bahwa ia akan mengerjakan PR di perpustakaan yang tidak sempat dia garap malam tadi.

Gadis itu giat sekali hari ini, namun ada sesuatu yang aneh. Indah menjauhinya, tanpa Aesa tahu penyebabnya dan saat ingin bertanya gadis itu berlalu begitu saja.

Sampai hari telah menjadi sore, Indah tetap mengacuhkannya. Gadis itu murung sepulang sekolah, "Chandra, aku pulang".

Tak ada sahutan, apa Chandra belum kembali dari danau? Sudahlah, Aesa melempar tasnya ke dalam kamar lalu bersiap memasak makan malam untuknya dan Liam yang akan datang.

Jam menunjukkan hampir tengah malam dan belum ada kabar dari Liam, Chan juga tak kunjung menampakkan diri.

Aesa yang sedang duduk bosan di ruang tamu dikejutkan dengan suara ketukan pintu.

Ia buka pintu dengan segera kemudian tersenyum lebar melihat orang yang dia tunggu sudah berdiri di depannya.

Aesa langsung menarik tangan pemuda itu masuk ke dalam rumah dan menutup pintu, "Kok gue gak denger suara motor?".

Liam tertawa kecil, "Gue dorong, capek" jawab pemuda itu sambil melepas jaketnya.

"Makan dulu sana" gadis itu menarik jaket Liam dan mendorong si empu untuk pergi kamar mandi.

"Tau aja gue laper" balas Liam, ia mengikuti langkah Aesa yang membawanya ke dapur dengan satu lampu yang menyala remang sebagai penerangan.

Tidak bisa Liam bayangkan Aesa tinggal di sini sendirian untuk waktu yang lama. Ia duduk di lantai yang dingin tanpa alas dan keramik sedangkan Aesa menyiapkan makanan untuknya.

Liam mengusap dadanya, "Gue takut, Es".

"Dia gak ada di sini, belum balik dari kemarin" balas Aesa membuat Liam menaikkan alisnya terheran.

"Lo gak makan?" tanya Liam sambil mengunyah makanannya.

"Udah" jawab Aesa.

Angin tiba-tiba berhembus memanggil namanya dan hanya Aesa yang dapat merasakannya, gadis itu menoleh melihat lorong gelap dan melirik ke arah kamarnya.

"Gue ke kamar dulu" Aesa beranjak, Liam membiarkan gadis itu pergi selama dia masih bisa melihatnya dari dapur.

Aesa tersenyum melihat Chandra sudah duduk di atas tempat tidurnya, gadis itu mendekati sosok yang sedang menatap lukisan kupu-kupu di dinding samping ranjang itu.

"Chandra" panggilnya.

Si empu menoleh bersamaan dengan seseorang yang baru saja datang berdiri di ambang pintu.

"Es, gue-".

"Liam, ini Chandra" Aesa memperkenalkan Liam pada sesuatu yang tak nampak di mata pemuda itu.

Liam perlahan mendekat, "Gue gak bisa liat dia, Es" ucapnya pelan.

Aesa melirik Chandra yang sedang melihat laki-laki di sampingnya itu dari atas sampai bawah berkali-kali.

Gadis itu melangkah mundur saat Chandra berdiri mendekati Liam, pemuda itu panik tapi Aesa meyakinkannya untuk tetap diam dan tenang.

Liam yakin sosok itu kini ada di depannya, bayangan hitam kemudian muncul di depannya dan perlahan berubah menjadi wujud manusia.

Kakinya melangkah mundur melihat dengan mata kepalanya sendiri bayangan hitam yang tadinya bukan apa-apa berubah menjadi sosok seperti manusia.

Ia berhenti melangkah, mereka saling menatap satu sama lain mengamati dari puncak kepala sampai ujung kaki.

"Kalian akhirnya ketemu!" celetuk Aesa berhasil mengagetkan keduanya.

Gadis itu berjalan mendekat dan berhenti di tengah-tengah merek kemudian meraih tangan keduanya, "Kayaknya kalian harus saling mengenal dulu deh".

"Ini gila, Es" bisik Liam melirik Aesa.

Chandra juga memberi lirikan yang sama, "Saya gak suka sama dia".

"Kalau kamu suka sama Liam ya aku khawatir" balas Aesa diikuti tawa kecil.

"Liam, ini Chandra" Aesa memperkenalkan kembali mereka, "Putra sulung Bu Hana".

Liam tersentak saat tiba-tiba Chandra mengulurkan tangan kepadanya, "Maaf, saya Chandra".

Pemuda itu ragu untuk menerima uluran tangan Chandra, Aesa menyenggol lengan Liam untuk segera menerima uluran tangan itu.

Liam menutup matanya dan dengan mantap menjabat tangan Chandra, "Gue Li-AKH!".

Chandra langsung merangsek masuk ke dalam tubuh Liam setelah sepersekian detik tangan mereka bersentuhan.

Aesa mencoba menenangkan Liam yang menggeram dan tiba-tiba jatuh terduduk, "Liam?".

Tangannya Aesa menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah pemuda itu sambil terus memanggil namanya.

"Es.." lirih Liam menatap Aesa.

"Suara lo-" Aesa tak tahu harus merespon seperti apa, perasaannya campur aduk karena rencana yang belum matang ini berhasil.

Bukan Liam kini yang tengah berbicara dengannya, melainkan Chandra yang berada dalam tubuh Liam.

***

- • To be continued • -

Thanks for the vote and comment

Continue Reading

You'll Also Like

731K 20.7K 55
Zanna tidak pernah percaya dengan namanya cinta. Dia hanya menganggap bahwa cinta adalah perasaan yang merepotkan dan tidak nyata. Trust issue nya so...
112K 5.2K 56
Dane Damarion Sherwood Werewolf? Kisah bualan yang hanya imajinasi belaka. Konyol. Di jaman yang canggih ini masih ada kisah bualan seperti itu, dan...
9.9K 907 42
Soraya Aufarina, gadis berusia 24 tahun yang bekerja disebuah kantor majalah yang ada dikotanya. diusianya yang masih terbilang muda, Rita ibu dari R...
430K 33K 42
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...