53
54
55
56
56
57
58
59-60
"Jimin...."
Jungkook kembali berdiri. Mendongak.
"Taruhan itu batal bahkan sebelum kita pacaran. Taruhan itu batal bahkan sebelum aku nembak kamu." Jungkook menarik nafasnya. "Aku ngajak kamu pacaran murni karena aku sayang dan cinta kamu Jimin. Gak ada kebohongan. Gak ada permainan. Taruhan itu gak berarti apa-apa karena saat mengenal kamu aku langsung suka bahkan sayang."
"Dulu aku memang suka bertaruh. Memanfaatkan perasaan orang. Menyia-nyiakan cinta orang."
"Hanya karena aku bisa. Hanya karena aku mampu. Dan karena aku bosan."
"Tapi semua berbeda saat aku ketemu kamu."
Jungkook memejamkan mata. Mengenang waktu ketika dia terperosok jatuh kedalam permainannya sendiri. Diawal dia sudah percaya diri jika dia akan memenangkan taruhan karena Jimin tampak jelas menyukainya lebih dulu. Jungkook hanya tinggal meresmikan dan menjalankan misinya.
Namun baru beberapa minggu mengenalnya lebih dekat.
Jungkook kalah.
Jungkook tak berkutik.
Kepolosan, kebaikan, kenaifan, ketulusan, bahkan kebodohan Jimin, memesona Jungkook difase yang tak pernah dia bayangkan akan terjadi pada dirinya.
Dia jatuh sangat keras.
Dia tak bisa hidup tanpa memandang wajah teduh Jimin.
Dia tak bisa bernafas tanpa mendengar suara merdu Jimin.
Dia bukan apa-apa, bukan siapa-siapa tanpa Jimin.
Dia membatalkan taruhan. Sebelum dia memulai hubungan apapun dengan Jimin.
Dia mau Jimin.
Dia butuh Jimin.
"Sayang..."
Jungkook menepuk dadanya.
Rasanya sesak sekali.
Bahagia yang sudah berada dikepalan tangannya saat ini kemungkinan besar akan tergelincir jatuh dan hancur berantakan.
Jungkook takut.
Bibirnya bergetar.
Kepalanya sakit luar biasa.
"Selama kita pacaran sikap dan perasaan aku untuk kamu itu tulus."
Jungkook menaruh keningnya didepan pintu. Nafasnya tak teratur.
Dia mau Jimin
Dia butuh Jimin
"Tolong percaya..."
"Tolong jangan pergi..."
"Tolong jangan tinggalin aku..."
61