My Lovely Ghost | SELESAI

Von rsdtnnisa

4.5K 217 0

Banyak orang berkata, tidak ada yang abadi di dunia. Apakah cinta juga termasuk dalam sesuatu yang akan sirn... Mehr

Part 1 : Rumah Oma
Part 2 : Hari baru
Part 3 : Gangguan
Part 4 : Siapa kamu?
Part 5 : Di sini
Part 6 : Teman
Part 7 : Dekat
Part 8 : Danau
Part 9 : Rindu
Part 10 : Kedatangan
Part 11 : Setelah datang
Part 12 : Hadir
Part 13 : Bunga Ilalang
Part 14 : Pasar
Part 15 : Cerita danau
Part 16 : Rasa?
Part 17 : Bolos
Part 18 : Foto
Part 19 : Cerita?
Part 20 : Kilas balik
Part 21 : Cemburu
Part 22 : Teman lama
Part 23 : Sinar bulan
Part 24 : Bu Hana
Part 25 : Rumah
Part 26 : Foto yang sama
Part 28 : Chandra dan Liam
Part 29 : Pernyataan
Part 30 : Kilas balik (2)
Part 31 : Pergi?
Part 32 : Menjadi bulan
Part 33 : Extra : Awal yang baru

Part 27 : Kecewa

89 4 0
Von rsdtnnisa

- • Happy Reading • -

Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian seorang gadis yang sedang duduk di kursi ruang tamu sambil menonton televisi.

Ia meletakkan kembali toples berisi keripik singkong itu di meja lalu beranjak untuk membukakan pintu.

"Indah!" gadis itu langsung menjatuhkan pelukannya, Indah membalas pelukan itu dengan sama eratnya.

"Orang tua kamu kemana, Es?" tanya Indah setelah melepas pelukannya.

"Udah pulang sore tadi" jawab Aesa, ia kemudian menarik Indah untuk masuk ke dalam rumah.

"Kata Budhe, kamu mau tidur di sini?".

Indah mengangguk antusias, "Iya, sepi kalau gak ada kamu" gadis itu sedih.

Aesa tersenyum mendengarnya, "Oh ya, besok pulang sekolah kita main yuk" ajak gadis itu, "Sama Alya juga"

"Kemana?" tanya Indah.

"Deket-deket sini" jawab Aesa.

Akan Aesa bawa teman-temannya ini ke tempat yang sering dia kunjungi bersama Chandra.

Kedua gadis itu bicara banyak hal atau lebih tepatnya Aesa yang banyak bicara. Indah suka mendengarkan karena suara Aesa membuatnya perlahan mulai mengantuk, jika Aesa menyadarinya maka gadis itu akan marah dan Indah hanya tertawa dibuatnya.

Seperti biasa, Indah akan tidur lebih dulu. Gadis itu terlihat sangat lelah di mata Aesa saat tertidur, pulas sekali.

Setelah hubungannya dengan sang Ayah membaik, Aesa juga lebih mudah untuk tidur. Tidak lagi ada perasaan dan pikiran yang kacau, berperang dengan ego memang sesulit itu.

Aesa menarik selimutnya kemudian memejamkan mata, suasana malam yang sunyi kini tidak lagi menjadi musuh melainkan menjadi teman yang memeluk di saat lelah.

Gadis itu terus di awasi oleh mata sayu sosok yang sedari tadi berdiri di balik pintu. Chandra berjalan halus mendekat tanpa menimbulkan suara, ia lalu duduk di lantai kamar yang sama dinginnya seperti tubuhnya.

Tangannya terulur menggapainya tangan Aesa yang menggantung di tepi ranjang karena memeluk guling yang kecil.

"Apa nyaman tidur seperti ini?" perlahan Chandra mengangkat dan meletakkan tangan Aesa di atas guling yang gadis itu peluk

Aesa terusik dalam tidurnya. Chandra tersenyum kecil, "Maaf ya" ucapnya.

Sosok itu bersandar pada meja belajar membuatnya lebih leluasa menatap wajah cantik Aesa saat si empu tengah tertidur.

"Saya tau kamu mau bantu" Chandra bicara seolah Aesa sedang mendengarkannya, "Jadi, gak apa-apa kalau saya pergi?".

Sepanjang malam, Chandra hanya duduk diam memandangi Aesa. Jika malam sudah sangat larut, sosok itu menghilang dengan sendirinya seiring dengan Aesa yang terbangun untuk pergi ke kamar mandi.

***

Sepeda ontel itu melaju kencang saat menuruni jalanan berbatu, seorang gadis yang mengendarainya tertawa riang.

"Indah! Aesa!" serunya saat melihat kedua temannya itu datang dari arah berlawanan sambil menuntun sepeda.

Ia menarik rem perlahan membuat sepeda nya berhenti tepat di depan Indah dan Aesa, "Hai" sapanya.

"Udah tau jalannya gak rata masih aja kayak gitu" cibir Indah.

"Kalau jatuh kan gak lucu, Al" tambah Aesa.

Alya hanya menampakkan cengiran khasnya, "Udah lama gak berangkat sekolah naik sepeda" ujarnya.

Indah berjalan lebih dulu melewati gerbang sekolah bersama siswa lainnya diikuti Alya dan Aesa.

Mereka kembali bersama setelah dua hari Aesa tidak datang ke sekolah, gadis itu berada dalam mood yang sangat baik membuatnya banyak tersenyum.

Apalagi sekarang Bagas mentraktir mereka makanan, katanya ia berulang tahun hari ini.

"Gak mau kasih kado ke Bagas?" tanya Indah pada Alya.

Alya melirik ke arah meja di belakangnya tempat Bagas dan teman-teman berisiknya berkumpul.

Gadis itu menggeleng, "Buat apa? Dia gak pernah kasih aku kado, udah aku ucapin harusnya cukup dong".

Indah dan Aesa saling melempar pandang kemudian mengangkat bahu tak acuh dan melanjutkan makan mereka.

"Dulu pernah aku kasih kado" ucap Alya pelan, "Dan pas ulang tahunku, dia cuma ngucapin".

"Gak apa-apa sih" lanjut Alya sambil mengangkat bahunya, "Jadi kita impas".

Aesa jadi berasumsi bahwa dulu Alya juga punya perasaan terhadap Bagas, tapi layaknya seorang laki-laki pastilah Bagas tidak sadar akan ketertarikan Alya kepadanya.

Sehingga saat situasinya berbalik, Alya sudah lelah mengejar Bagas. Aesa tertawa geli membuat Indah dan Alya menatapnya aneh.

"Kenapa, Es?" tanya Indah.

"Enggak" jawab Aesa, "Aku cuma gak sabar buat pulang sekolah nanti".

Suasana di kantin sangatlah berisik, kembali ke kelas pun teman sekelasnya sudah duduk di bangku masing-masing.

Hari yang panas membuat kepalanya para siswa dalam satu kelas ikut panas juga, ditambah dengan soal latihan Matematika dadakan.

"Sekali masuk kelas, sambutannya gak main-main" gumam Aesa.

Ini adalah hari di mana hukumannya selesai jadi Aesa sudah diperbolehkan mengikuti lagi pelajaran Matematika.

"Mana gue udah ketinggalan banyak materi" gadis itu melirik ke arah Alya, sepertinya Alya juga tidak berada di kelas saat dia dihukum, tapi kenapa mengerjakannya lancar sekali?.

Diam-diam Aesa menyalin jawaban Alya, walaupun si empu tahu tapi dia membiarkan saja.

"Emang kita mau kemana nanti, Es?" celetuk Alya bertanya.

"Danau" jawab Aesa tanpa mengalihkan pandangan dari kertasnya dan kertas Alya bergantian.

Alya mengernyit, "Danau?" ia memastikan.

Aesa mengangguk, "Kenapa?".

"Yang di dalem hutan itu kan? Aku pernah denger dari Mas Bayu kalau tempat itu angker" bisik Alya.

"Mas Bayu pernah ke sana?" tanya Aesa penasaran.

Selama ini dia pergi ke danau tidak pernah mendapatkan gangguan dari makhluk lain selain Chandra.

"Mas Bayu sih dapet cerita dari temen-temennya" jawab Alya, "Salah satu dari mereka pernah liat sosok item mirip orang waktu cari kayu bakar, pas di deketin malah ilang".

"Kamu ngajak kita ke danau, gak apa-apa?" tanya Alya ragu.

"Gak apa-apa" jawab Aesa, "Aku cukup sering pergi ke sana, pemandangannya bagus".

"Dan gak terjadi apa-apa" lanjutnya.

"Ibu juga cerita kalau danau itu cantik banget, aku pengen ke sana" ucap Alya.

"Kita ke sana kan bareng-bareng, jadi aman" Aesa berusaha meyakinkan.

Setelah hari yang panas, muncul awan kelabu yang membuat orang-orang berpikir hujan akan datang.

Semuanya bergegas pulang beberapa saat setelah bel tanda berakhir jam pelajaran berbunyi.

Bersama mereka mengayuh sepeda keluar dari area sekolah, Aesa memberi arahan pada Indah untuk melewati jalan yang dia tunjukkan dan diikuti saja oleh Alya.

Jalanan tanah yang tertutup dedaunan dan ranting kayu terasa sangat berbeda daripada jalan desa yang sering mereka lewati.

Indah sampai bertanya berkali-kali pada Aesa tapi gadis itu sangat yakin. Mereka semakin masuk ke dalam hutan, sinar matahari terhalau masuk oleh pepohonan rindang ditambah awan mendung di atas sana membuat keadaan di sana gelap.

Sampai lah mereka di kawasan yang diberi palang tanda tidak diperbolehkan masuk, "Bantu gue angkat ini".

Indah dan Alya menatap Aesa yang menyentuh bambu besar itu, "Berat banget, Es" ucap Indah.

"Gimana kita bisa tau kalau belum coba?" Aesa bersiap mengangkat palang itu.

Tidak mungkin Alya dan Indah meninggalkan Aesa sendiri di sini, jadi mereka bantu saja gadis itu mengangkat bambu besar yang menghalangi jalan mereka.

Dengan sekuat tenaga mereka mengangkat bambu besar itu, sekiranya tidak kuat maka mereka dorong saja untuk menggulingkannya.

Dan hal itu berhasil, bambu besar itu jatuh terguling. Kini mereka bisa kembali meneruskan jalan dengan sepeda menuju ke danau.

"Danau cantik! Kami datang!" seru Aesa semangat berusaha mencairkan suasana tegang yang tengah menyelimuti Indah dan Alya.

Di ujung sana terlihat cahaya, artinya mereka sudah dekat dengan kawasan tanpa pepohonan.

Alya mengayuh sepedanya mendahului Indah, gadis itu mulai bersemangat membuat Indah tak mau kalah.

Roda sepeda sudah tak lagi menginjak daun kering dan ranting, melainkan rumput hijau yang terbentang luas dengan hamparan air danau yang bergerak pelan mengikuti irama angin.

Aesa turun dari boncengan sepeda kemudian berlari memeluk angin, tanpa di ajak pun Alya menjatuhkan sepedanya begitu saja dan lari mengejar Aesa.

Indah tersadar dari lamunan yang terkagum-kagum pada pemandangan di depan matanya ini. Ia menarik nafas menghirup udara segar kemudian menghembuskannya bersama bebas berat yang ia rasa pada hari ini.

Gadis itu mengikuti teman-temannya, ia berjalan santai menikmati angin sepoi yang membelai ramah.

"Kamu tau tempat seindah ini dari mana?" tanya Alya setelah lelah berputar-putar.

Aesa tertawa kecil, "Gak sengaja" jawabnya, "Di sana juga ada pohon besar".

Gadis itu membawa teman-temannya ke tempat di mana Chandra biasa muncul, andai mereka juga bisa melihat Chandra.

Indah seketika merinding melihat pohon itu, ia berhenti melangkah dan berada cukup jauh dibanding Alya dan Aesa.

Mereka tengah mengamati pohon besar itu, "Merinding aku, Es" bisik Alya.

"Gak ada apa-apa" Aesa mendekat kemudian menyentuh pohon itu, "Ini pasti udah tua banget".

Gadis itu berjalan perlahan mengitari pohon, "Kayaknya kita bisa buat rumah pohon di-AKH!".

"ES!" jerit Indah dan Alya yang langsung berlari menolong Aesa yang terjatuh.

Akar pohon besar itu membuatnya jatuh menimpa di sebuah gundukan tanah berbatu yang tertutup dedaunan kering.

Tunggu, gundukan tanah?.

Gadis itu sontak menjauhkan tubuhnya sebelum Alya dan Indah sempat membantu Aesa berdiri.

"I-itu.." suara Aesa bergetar.

Indah berlutut di samping Aesa menenangkan gadis itu, Alya memberanikan diri untuk memeriksa tempat Aesa terjatuh tadi.

Tangan Alya membersihkan dedaunan kering dan ranting kecil itu, dia mulai merasakan adanya gundukan tanah dan sebuah papan kayu tipis sepanjang penggaris yang ikut terbuang bersama dedaunan.

"I-ini, makam?" tanya Alya yang kemudian membersihkan tangannya lalu mendekat pada Aesa.

"Kenapa ada makam di sini?" Indah juga bertanya namun tak ada satupun dari mereka yang tahu.

Aesa meraih papan itu, matanya menyipit membaca tulisan tangan yang ada di sana.

Ia yang tadinya ketakutan seketika dibuat terkejut setelah membaca tulisan di papan dan sadar itu ada sebuah nama.

Aesa mengangkat pandangannya bersamaan dengan suara gemuruh dan kilatan petir membuat Indah dan Alya memekik kaget.

Bersama dengan kilatan itu sosok pemilik nama yang tertulis di papan yang Aesa pegang muncul di depannya.

Sosok itu berdiri sambil menundukkan kepalanya seolah merasa bersalah. Saat itu juga tangis Aesa pecah disusul dengan rintik air yang turun dengan deras.

Indah menarik Aesa dalam pelukan kemudian mengangkat gadis itu untuk berdiri.

Alya menyadari bahwa pergelangan kaki Aesa memerah, begitu juga dengan lutut, dan siku.

Mereka memapah Aesa di tengah gelap dan derasnya hujan, Indah masih berusaha untuk menenangkan gadis itu.

Aesa menggigit bibirnya menahan sakit pada pergelangan kaki, air hujan yang mengguyur juga membuat perih luka di siku dan lututnya, ia meminta indah untuk segera membawanya pulang.

Rasanya sakit sekali, bukan hanya kaki melainkan juga hati. Kenapa Chandra tidak memberi tahu sejak awal? Aesa memeluk Indah dan menangis sejadi-jadinya, ia kecawa, sedih, dan menyesal.

Tak hanya Aesa, Chandra juga merasa bersalah karena mementingkan dirinya sendiri dan mengabaikan Aesa yang berniat baik membantunya sejak awal.

Hujan menjadi saksi bisu kekecewaan di hati keduanya, apalagi setelah melihat dengan jelas perbedaan yang membuat mereka sangat tidak mungkin untuk bersama.

Kini mereka sudah berada di dalam rumah, berlindung dari amukan hujan deras yang disertai angin kencang.

Indah menuntun Aesa langsung ke kamar mandi, "Langsung bersih-bersih ya, Es, nanti aku obatin lukanya".

Aesa hanya mengangguk kemudian masuk ke dalam kamar mandi, Indah menghampiri Alya yang ada di ruang tamu sedang mengeluarkan buku-buku dari tas mereka.

"Tas kita bocor, Ndah" ucap Alya, "Kalau punya Es kering".

Indah membantu Alya memilah buku-buku yang pinggirannya basah, "Aku mau pulang, mandi".

"Kenapa gak di sini aja? Sekalian" tanya Alya.

"Ambil kotak obat, kamu di sini aja" Indah bangkit kemudian keluar dari rumah kembali menerjang hujan untuk pulang ke rumah.

"Indah!" seru Aesa memanggil, Alya beranjak menuju ke sumber suara.

"Ini aku, Alya" gadis itu sampai di depan pintu kamar mandi, "Kenapa, Es?".

"Minta tolong ambilin baju ya, Al" pinta Aesa, "Di dalam lemari, rak paling bawah".

Alya segera pergi dan kembali membawa satu setel baju tidur untuk di berikan kepada Aesa.

Gadis itu menunggu Aesa keluar untuk membantunya berjalan, pintu terbuka dan Alya langsung mengulurkan tangannya.

"Kamu mandi sana" ujar Aesa, "Ambil baju yang sama kayak aku gini".

"Baju tidur ya, Es?" tanya Alya sembari membantu Aesa duduk di tepi ranjang.

Aesa mengangguk sebagai jawaban. Alya nampak antusias, dia mengambil baju yang sama dengan warna yang berbeda lalu pergi mandi.

Beberapa kali Aesa bersin, matanya terasa pedih dan hidungnya perih memerah. Ia lihat keadaan kakinya dan mencoba menggerakkannya perlahan, gadis itu meringis sakit tapi sepertinya sudah tidak separah tadi.

Aesa menoleh saat mendengar suara langkah kaki mendekat, Indah muncul membawa kotak obat.

"Alya mana?" tanya Indah yang langsung duduk di pinggir ranjang.

"Mandi" jawab Aesa, ia memperhatikan Indah yang dengan telaten mengobati luka di lututnya.

Gadis itu meminta Aesa mengulurkan tangan, Indah memberi plester pada telapak tangan Aesa dan meneteskan betadine pada di bagian siku.

"Ada apa di sana, Es?" tanya Indah khawatir, "Kamu liat sesuatu?".

***

- • To be continued • -

Thanks for the vote and comment

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

2.4M 205K 41
Kalisa sungguh tidak mengerti, seingatnya dia sedang merebahkan tubuhnya usai asam lambung menyerang. Namun ketika di pagi hari dia membuka mata, buk...
555K 37.3K 68
Zia Angelina Kim seorang fangirl yang awal ingin berlibur di rumah neneknya yang berada di korea, tidak sengaja bertemu dengan idolanya. Bagi Zia ini...
115K 8.3K 34
'I Need a Mate!' Aiden Grimshaw a Werewolf Mateless 25 y.o *Mari merambah kedunia per-Werewolf-an ✌ ▪︎foto2 dari koleksi pribadi dan google, yg kuam...
1.1M 44.8K 15
Selama tiga bulan mendatang, Miya Gantari harus tinggal serumah dengan empat pria tampan, sebagai pembantu rumah tangga mereka. Kira-kira kejadian ap...