Hi, Bye Papa!

By litsparklings

562 127 22

Dito gak butuh banyak hal di dunia ini, asal Dito masih bisa lihat Papa. Karena, Dito hidup buat Papa. More

Prolog : Namanya Dito
Anak Papa
Mimpi
Tante Cantika
Permintaan Maaf
Kantin yang Berisik
Dito dan Gara
Hancur belum Runtuh
Perpustakaan
Papa Sekala
Sagita
Si Cantik Purnama
Danila.
Sebuah Harapan
Papa Marah

Bom Waktu

34 9 4
By litsparklings

****

"HAH? YANG BENER LO??"

"..."

"Hahh.. Yaudah, jaga diri baik-baik ye?"

Sambungan telepon tersebut di biarkan putus secara sepihak setelah helaan napas yang lebih berat keluar begitu saja.

Raga tidak tau pasti apa yang terjadi di sekolah hari ini, kecuali mendengar cerita dari Dito di telepon baru saja. Kendati begitu dirinya tetap tidak bisa tenang karena ada dua kemungkinan yang sangat Raga benci setiap kali Dito meluangkan waktu untuk bercerita dengan nya.

"Raga! Mau zuppa soup nggak? Tadi Ayah baru selesai bikin."

Pertama, laki-laki itu tidak ingin dirinya mendengar cerita dari orang lain, yang mungkin saja dilebih-lebihkan.

"Masih anget nih! Mau nggak, Sayang?!"

Wanita itu masih berjalan dengan langkah nya yang penuh keyakinan, memancarkan aura mahal setiap kali kaki nya menapakkan satu langkah di tanah. Gaun satin berwarna maroon itu berhasil menambah kesan elegan dan semakin membuat orang-orang disana semakin fokus pada langkah wanita tersebut.

Sampai pada akhirnya wangi parfum Lavender memenuhi penciuman Raga. Senyuman yang sejak dulu selalu memenuhi hari-hari nya itu, masih bertengger disana dengan cantik. Membuat Raga seakan lupa kalau—

"Ini masih anget banget. Fresh from the oven!"

"Makasih ya Bunda cantik!"

kedua, laki-laki itu menceritakan nya sendiri namun ada bagian yang sengaja laki-laki itu tutupi dengan rumpang yang tidak akan pernah dirinya sentuh.

Cantika semakin melebarkan senyum tak lupa mengusap pelan surai lembut milik Raga. Sedikit terkesiap karena untuk ukuran anak laki-laki, ternyata Raga begitu menjaga kesehatan rambut nya.

Rambut hitam itu begitu halus, masih sama seperti dulu.

"Kamu selalu jaga kesehatan rambut kamu, ya?"

Pertanyaan tak terduga di tengah-tengah dirinya menikmati zuppa soup itu terpaksa membuat nya berhenti. Tanpa sadar mengangkat kedua alis nya yang sudah melengkung sempurna.

"Halus banget, rambut Bunda kayak nya kalah deh."

Tanpa sadar dengusan yang di sertai tawa meluncur bebas begitu saja darinya, memandang Cantika polos seolah-olah mereka baru bertemu untuk yang pertama kali.

"Bunda nggak sadar ya?"

"Apa?"

Tangan halus yang aneh nya tidak di penuhi keriput itu kini beralih menjadi berada di genggaman Raga. Sesaat ia habis kan beberapa menit ke depan hanya untuk mengamati tangan Cantika yang sangat halus, kulit nya yang putih kemerahan, jemari nya yang begitu lentik, sampai kuku nya yang di biarkan tanpa warna hari ini.

Semua itu tidak luput dari pandangan Raga. Segala sesuatu tentang Bunda selalu menjadi keindahan yang tidak akan pernah Raga lupakan begitu saja.

"Rambut Ayah jauh lebih halus daripada punya Raga."

Pernyataan tersebut membuat Cantika terhenyak, lantas mulai mengingat dan bagai ada bohlam lampu di kepala nya. Ternyata jauh sebelum hari ini ia mengusap rambut anak nya, ada kepala yang lebih dulu dirinya usap.

Tawa indah nya meluncur begitu saja sedikit meringankan beban yang akan menjadi beban pikiran nya malam ini.

"Hahaha bener juga, kok Bunda bisa lupa, ya?"

Tentang segala sesuatu yang terjadi hari ini..

"Kamu ini beneran ya semua gen Ayah di ambil. Bunda nggak di sisain!"

"Aku kan cowok, wajar lah gen nya Ayah semua!"

Cantika jelas menolak argumen dari anak nya tersebut. "Nggak lah! Bunda masih percaya kalau anak cowok itu pasti kebanyakan diwarisin sama gen dari Ibu!"

"Kenapa gitu? Emang ada contoh nya?"

Mendengus sebal mendadak percakapan dua orang anak dan ibu tersebut seperti acara debat tahunan sekolah.

"Ada lah! Bunda berani bilang gini karena Bunda udah nemu contoh nya!"

Raga sendiri merasa jiwa-jiwa IPA nya tertantang lantas sedikit mengangkat dagu nya untuk membuat Bunda terjengit kaget.

"Emang siapa contoh nya?"

"Dito. Nggak ada satu pun gen nya Sekala yang ada di dalam diri Dito, semua nya persis milik Mama nya. Kecuali satu,"

Kerutan samar itu mulai menghiasi dahi mulus nya sesaat penjelasan Bunda menggantung begitu saja. Seperti menerawang masa lalu apa yang pernah terjadi dulu, dulu sekali sebelum Dito dan Raga lahir.

"Sifat ingin melindungi orang lain sekalipun mengorbankan diri sendiri."

.. tentang sahabat nya Dito.

••••

Obrolan nya dengan Bunda yang entah mengapa sampai menyeret Dito, masih terngiang-ngiang di dalam kepala Raga.

"Dito. Nggak ada satu pun gen nya Sekala yang ada di dalam diri Dito, semua nya persis milik Mama nya. Kecuali satu, sifat ingin melindungi orang lain sekalipun mengorbankan diri sendiri."

Menjadi sahabat Dito sedari kecil tidak membuat Raga sepenuh nya tau tentang Dito. Laki-laki berlesung tersebut bagaikan bom waktu yang kapan saja bisa meledak, tanpa bisa di prediksi.

Dito tau semua tentang Raga, tapi Raga bahkan yakin apapun yang dirinya ketahui hari ini tentang Dito tidak dapat memberikan jaminan bahwa dia tau segala hal yang ada di dalam diri sahabat nya tersebut.

Terutama isi di dalam kepala Dito.

Dito adalah orang paling peka yang pernah Raga temui, sekaligus rumah yang terasa lengkap dan hangat. Tetapi, dalam satu waktu yang tidak akan pernah kita tau entah kapan, rumah itu pasti akan hancur.

Ini hanya tentang waktu yang akan menghasilkan korban, lagi dan lagi.

"Gue nggak mau Papa khawatir, Ga."

Masih belum ada benang yang bisa Raga satukan saat ini meskipun tidak tau kenapa tiba-tiba ingatan nya tentang Dito yang menangis sendirian di ruang musik, mengawang.

"Gue nggak mau Papa sedih."

Menciptakan kerutan samar di dahi nya yang semakin lama semakin jelas, memaksa nya untuk terus berpikir.

"Gue bisa lakuin apa aja asal Papa nggak terluka, lagi."

Raga benci untuk mengakui ini, tetapi sifat cekatan nya menyatukan potongan memori yang tercecer, berhasil membawa nya kepada fakta yang sangat ia benci.

"Bahkan kalau pun harus ngorbanin diri gue sendiri."

"Kecuali satu, sifat ingin melindungi orang lain sekalipun mengorbankan diri sendiri."

Dito akan melakukan apa saja untuk orang yang laki-laki itu sayangi meski dirinya yang harus menanggung luka berdarah tersebut.

"Gue berantem sama Gara, di sekolah."

Napas nya tercekat, tenggorokan nya terasa begitu kering bahkan untuk menelan ludah pun rasanya sangat menyakitkan. Fakta yang ia dapat hari ini begitu membuat nya benci tentang kenyataan bahwa dunia Dito, sudah hancur sejak lama. Dan untuk menyelamatkan nya meskipun sudah tak berbentuk, hanya ada satu hal yang bisa Raga lakukan hari ini.

"Ayah, Bunda, ayo kita pulang sekarang."

••••

Dunia nya memang hancur tapi belum runtuh.

Setidaknya untuk saat-saat dimana ia yakin kalau Papa tetap akan baik-baik saja. Jika ditanya dimana poros kehidupan Dito hari ini, maka tanpa ragu anak itu akan menjawab, Papa.

Dito tidak mempunyai apa yang orang-orang sebut dengan harapan. Sejak dirinya sadar kalau Mama pergi disaat dirinya lahir, sejak saat itu Dito yakin dengan pasti kalau memang tidak ada satu pun harapan yang boleh ia impikan.

Tetapi tidak sebelum ia melihat bagaimana langkah gontai Papa menuju ke parkiran lalu masuk ke dalam mobil. Untuk beberapa menit, Papa masih ada di sana.

Di parkiran dengan keadaan mobil yang masih mati, menghabiskan waktu selama lima menit sampai pada akhir nya inova tersebut melaju keluar dari area parkiran.

Menciptakan detak kacau yang membuat ritme nya berantakan, namun, tidak ada banyak hal yang bisa Dito lakukan selain, menghela napas kuat.

"Sekala Lazuardi. HRD di Manggala Corp. Papa lo kerja disana kan?"

Untuk beberapa waktu yang kelam, Dito pernah berada pada persimpangan antara hidup dan mati.

Waktu itu Dito yang berusia 12 tahun entah memiliki keberanian dari mana berdiri di atap gedung terbengkalai, melangkahkan kaki nya menuju dinding pembatas lalu menaiki nya. Bersiap untuk terjun ke bawah kapan saja yang ia mau.

Tetapi keberanian itu mendadak lenyap di saat telinga nya kembali menangkap cemoohan serta hinaan tentang keluarga nya.

"Lo gak punya Mama, ya?"

"Mama lo udah mati?"

"Katanya abis ngelahirin lo, ya?"

"Kalo kasus nya gitu, lo bisa dibilang sebagai pembunuh bukan sih?"

Suara-suara sialan itu berhasil menahan rencana bunuh diri yang kesekian kali nya. Menahan diri Dito untuk meloncat kebawah, membuat tubuh kecil nya beringsut di pojokan atap sambil terus menutup telinga, berteriak kesakitan seakan-akan hari itu adalah hari yang paling menyakitkan yang pernah anak itu lalui.

Tangisan nya begitu menggelegar di bawah langit yang mungkin saat itu tertawa lebar, melihat betapa lemah nya anak ini. Lalu tanpa di duga dari balik pintu, Papa datang.

Papa datang seraya berlari ke arah nya, berlari keras seolah-olah Papa akan kehilangan dirinya kalau terlambat satu menit saja.

Hari ini Dito kembali lagi di atap itu. Namun kali ini tidak ada lagi percobaan gila tersebut, hanya ada Dito yang berusia 16 tahun yang baru saja menatap kepergian Papa nya.

"Gampang. Asal lo jadi bawahan gue, Papa lo gak akan pernah gue sentuh."

Jemari nya yang menggenggam erat besi pembatas, mulai terlihat memerah di setiap sisi. Jemari yang baru saja memukul rahang orang itu, mengurai sesaat perasaan asing namun menyakitkan masuk ke dalam relung hati nya.

"Brengsek."

Umpatan pertama dengan kilatan amarah yang masih setia menetap di kedua netra legam bening nya.

"Gara bangsat."

Umpatan kedua untuk rasa sakit yang masih bertengger pada sudut bibir nya, darah terlihat mengering disana.

"Jangan Papa, anjing."

Umpatan ketiga yang berhasil meruntuhkan pertahanan nya. Kembali menangis meski tidak terperosok di pojokan, membiarkan air mata nya jatuh ke bawah sana.

Tidak ada lagi kata yang menguar di udara, tidak ada lagi umpatan penuh dendam yang mengalun di antara angin senja. Air mata yang semula hadir dirinya buang secara kasar, menciptakan luka-luka kecil yang merambat untuk berubah menjadi semakin besar.

Luka yang sama seperti bom waktu. Luka yang kapan saja bisa membuat nya meledak, dimana pun.

"DITO!"

****

Bersambung..

Merinding edan kalo Dito udah ngamuk.

Continue Reading

You'll Also Like

142K 6.2K 40
Amaira Romano , the princess of ITALY. A cute little inoccent girl who can make anyone heart flutter at her cuteness. Everything was going smoothly...
78.2K 6.9K 64
#Book 2 Because of Nandani's condition Mamta decides to marry off her childrens, and her childrens abide by her decision. She chose her brother's dau...
Ice Cold By m

General Fiction

2.2M 83.4K 49
[boyxboy] Wren Ridley is always two steps ahead of everyone, or so he thinks. His life seems out of his control when he starts having feelings for so...
76.7K 3.2K 21
Book #1 of DESTINY'S ALIGNMENT SERIES *ο½₯゚゚ο½₯*:.q..q.:*゚:*:βœΌβœΏγ€€γ€€πŸͺ„ "Shut up" "Your lips please ma'am" "What do you want? " "You, your love " "What...