Hi, Bye Papa!

由 litsparklings

562 127 22

Dito gak butuh banyak hal di dunia ini, asal Dito masih bisa lihat Papa. Karena, Dito hidup buat Papa. 更多

Prolog : Namanya Dito
Anak Papa
Mimpi
Tante Cantika
Permintaan Maaf
Dito dan Gara
Bom Waktu
Hancur belum Runtuh
Perpustakaan
Papa Sekala
Sagita
Si Cantik Purnama
Danila.
Sebuah Harapan
Papa Marah

Kantin yang Berisik

25 9 3
由 litsparklings

****

Hari ini dirinya tidak membawa bekal setelah tadi Papa terlambat bangun, beruntung ia masih di perbolehkan masuk ke dalam sekolah. Alhasil, mau tidak mau dirinya kali ini menghabiskan jam istirahat nya di kantin, bersama Raga.

Dito tidak bisa tidak makan, dia memiliki riwayat maag yang cukup kronis, jadi sekalipun ia benci berada di lingkungan ini dirinya harus tetap datang kemari kalau tidak mau berakhir di rumah sakit, seperti dua bulan yang lalu.

Kantin nya tidak buruk, justru sangat nyaman. Karena, Pelita Jaya selalu mengutamakan kenyamanan para siswa-siswi nya agar tidak berbuat hal yang tidak-tidak di sekolah, seperti jajan di luar kantin khusus.

Hanya saja kantin itu sangat berisik.

Dito berani bersumpah akan lebih baik kalau dirinya tidak datang kemari dan memakan makanan nya di dalam kelas, tetapi, sekali lagi para pihak sekolah melarang hal tersebut.

Dengusan keras ia keluarkan begitu saja setelah melihat bagaimana keadaan kantin siang itu. Ramai, banyak murid mengantri pada antrian makanan. Beruntung dirinya dan Raga datang tepat waktu, jadi mereka berdua tidak perlu repot-repot mengantri seperti itu.

"Kantin kalo sehari gak antri kayak nya gak bisa deh." Ungkap Raga masih dengan mengunyah pastel nya.

"Gue lebih milih berdoa buat di perbolehkan makan di kelas daripada berdoa kantin sepi."

Raga hanya manggut-manggut saja, tentang Dito yang tidak suka di kantin, jelas Raga tau itu. Karena, sebenarnya pun ia sama, Raga benci berada di kantin.

Di setiap sudut dari ujung ke ujung, selalu ada obrolan yang menurut nya tidak berbobot. Terkadang membicarakan orang lain bahkan sampai ke guru sekali pun, lalu membahas tentang masalah keluarga yang selalu menjadi topik utama untuk di hindari oleh sahabat nya, atau paling parah menjadi tempat perundungan.

Pelita Jaya memang sekolah yang luar biasa, tetapi tidak ada yang bilang bulan kalau Pelita Jaya juga merupakan sekolah yang kejam? Taktik pembelajaran, kecurangan, dan perundungan. Semua nya ada di sini, namun memang petinggi-petinggi sekolah memiliki cara yang cukup licik dan rapi untuk menutupi kebusukan sekolah ini dari media.

Jangan pernah tertipu dengan wajah-wajah Pelita Jaya yang kerap kali muncul di televisi dan membawa nama baik sekolah, karena, untuk mereka yang bisa sampai di puncak sana banyak hal yang mereka korbankan.

"Seinget gue kemarin gue udah ngomong kalo ini kantin untuk orang-orang golongan atas? Jadi, kenapa ada cecunguk dari golongan bawah?"

Dan satu hal yang paling Dito dan Raga benci, perundungan atas perbedaan kasta dan keluarga.

"Kantin ini tempat umum, gue sekolah disini juga bayar jadi gue berhak menikmati fasilitas yang udah jadi hak gue." Tidak ada ketakutan sedikit pun dari suara gadis yang sedang menjadi bulan-bulanan di kantin hari ini.

Suara nya terlihat tegas dan berani meskipun di depan nya Gara sudah menatap nya tajam dan remeh. Gara itu bukan seperti Yoga dan Jergas. Laki-laki angkuh dan bodoh itu kerap kali mencari mangsa untuk dijadikan mainan karena merasa dirinya ada di atas. Papa nya yang termasuk donatur terbesar di Pelita Jaya membuat nya merasa mempunyai kuasa dan hak atas sekolah ini, privilege yang dimiliki Gara berhasil membuat dirinya di takuti oleh seluruh murid, tidak ada satupun orang yang berani melawan nya.

Tidak sebelum gadis yang rambut nya di kucir kuda tersebut. Perlawanan nya barusan berhasil membuat semua orang yang ada di kantin melongo, menunda acara makan siang mereka hanya untuk melihat apa yang akan Gara lakukan kepada gadis tersebut termasuk Raga yang saat ini melebarkan mata nya.

Kecuali Dito.

Dirinya benci melihat Gara dan malas berurusan dengan Gara. Akan lebih baik kalau dia menganggap Gara adalah angin lalu, berurusan dengan Gara sama saja berhadapan dengan neraka.

"Wah.. coba tepuk tangan dulu! Keren! Selama dua tahun baru kali ini ada yang berani ngelawan gue! Tepuk tangan tepuk tangan!"

Semua orang dengan terpaksa mengikuti perintah Gara dan dimata Dito mereka semua benar-benar seperti kacung bodoh.

Dirinya memang tidak mau peduli tetap mata nya tetap menangkap bagaimana Gara yang sekarang sudah maju satu langkah di hadapan gadis tersebut, lantas menundukkan tubuh nya agar bisa selaras.

"Heh, lo tau kan siapa gue?"

Gadis itu hanya diam masih dengan raut wajah yang menahan kekesalan, ingin sekali rasa nya ia cakar wajah bodoh tersebut.

"Tau gak?! Oh kayak nya lo gak tau ya?"

Menegakkan tubuh nya kali ini Gara terlihat menyunggingkan senyum yang Dito yakini senyuman itu tidak lebih dari senyuman mengejek.

"Oke, kita kenalan aja dulu ya. Kenalin nama gue Gara Danubrata, 11 IPA 3."

Gara Danubrata.

"Jangan sekali-kali berurusan sama keluarga Danubrata kalo lo masih mau hidup dengan tenang."

Setidaknya frasa itu masih Dito ingat betul sesaat setelah dirinya mendengar kalau salah satu murid kelas 10 di skors dari sekolah karena di duga babak belur oleh Gara. Betul, Gara yang salah tapi anak itu yang di hukum.

Dunia emang gak adil buat orang baik.

"Gue bukan anak yang banyak mau, cuma satu." Menjeda perkataan nya laki-laki berambut coklat itu kembali memajukan tubuh nya lantas menepuk pelan pipi gadis itu sebanyak dua kali. "Gue gak suka satu udara sama orang rendahan dan miskin."

Tangan mungil itu sukses terkepal kuat dan Dito melihat nya. Biarin gausah ikut campur Dito.

"Mending lo cabut dari sini sekarang, sebelum orang tua lo di panggil ke sekolah, oke? Ah gue lupa, lo yatim piatu ya kan?"

Gara maju sekali lagi lalu dengan gerakan yang sangat pelan namun mengintimidasi, ia sisipkan rambut gadis itu ke belakang telinga.

"Dan gue benci banget sama anak yang gak punya orang tua. Lo, menyedihkan."

Plak!

Bagai bom yang meledak tangan yang terkepal itu berhasil mendarat di pipi mulus Gara, menciptakan bekas kemerahan. Dan juga tatapan terkejut dari seluruh penghuni kantin, sudah dua peraturan yang gadis itu langgar. Pertama, berurusan dengan Gara. Kedua, berani memukul Gara.

"Jangan mentang-mentang lo ngerasa tinggi terus seenaknya aja ngehina orang. Harus nya lo gunain privilege yang lo punya buat jaga akhlak lo, gue tau lo bodoh tapi gue juga tau lo gak akan mungkin malu-maluin keluarga lo sendiri kan?"

Gara semakin menatap gadis itu tajam amarah nya sudah berada di puncak, sekali aja gadis itu menyentuh nya lagi maka sudah di pastikan hancur lebur semua yang ada disini.

"Satu hal lagi. Gue emang gak punya orang tua, tapi gue punya yang namanya sopan santun. Orang tua gue yang ngajarin gue hal kayak gitu dan lo gak punya itu di dalam diri lo, jangan sekali-kali hina orang tua gue, lo gak sesuci itu."

Tidak ada satupun orang yang berani bergerak untuk sekedar melanjutkan makanan nya. Perdebatan itu bahkan lebih mengerikan ketimbang melihat nama dengan nilai mereka yang di pajang di mading. Gara masih ada disana dengan kepulan emosi yang kapan saja bisa meledak, namun laki-laki itu tidak melawan seperti biasa nya, hanya menahan.

Dan hal tersebut yang membuat semua orang jadi takut bergerak, mereka semua takut amarah Gara akan mengarah kepada mereka. Terkecuali laki-laki berlesung pipi yang sejak tadi ikut menahan amarah nya begitu Gara membawa orang tua dalam perdebatan menegangkan tersebut.

Dito menjadi orang pertama yang bangkit dari sana, menimbulkan suara yang berhasil mengubah fokus semua orang. Untuk setelah nya ia pergi dari sana, mengundang tatapan semua orang. Siapa laki-laki yang berani bertindak tanpa menunggu Gara pergi, punya keberanian sebanyak apa dia? Kurang lebih begitu pertanyaan yang tersimpan di benak banyak orang.

Namun, bukan itu yang menjadi fokus utama Dito sekarang. Dia hanya ingin pergi dari sana, pergi dari kantin yang berisik.

Dito tidak suka berada disana.

••••

Sekala belum tau akan memasak apa malam ini karena pekerjaan nya hari ini benar-benar menyita pikiran nya. Urusan nya perihal file yang waktu itu sudah selesai dan ternyata ada kesalahan dari Direktur yang dibuat sendiri oleh nya.

Saat itu Sekala berusaha mati-matian menahan untuk tidak menonjok rahang kokoh Direktur nya. Sungguh kalau dia tidak sesabar itu mungkin sekarang dirinya sudah kehilangan jabatan nya atau paling parah dirinya di pecat.

Memijat pelipis nya tiba-tiba saja ia merasa ada banyak sekali beban yang dirinya rasakan hari ini. Namun yang paling memenuhi adalah tentang Dito.

Anak itu tadi mengabari kalau akan pulang sedikit terlambat karena ada urusan ekskul dan juga anak itu tidak meminta nya untuk menjemput, katanya ia akan pulang dengan ojek online saja.

"Kayak nya beliin motor aja deh tahun depan, biar gak repot gini."

Berjalan menuju ke ruang keluarga tepat nya ke arah foto berukuran 16R yang terpajang indah di ruang keluarga nya. Sekala menarik nafas mencoba untuk tersenyum sesaat memandang betapa cantik nya Danila disana. Sekala ingat ia yang mengambil foto Danila hari itu, entahlah Sekala hanya ingin saja, tetapi ternyata foto yang iseng-iseng itu berakhir disini.

"Kalo kamu masih ada, kayak nya Dito gak akan kesepian. Belakangan ini dia banyak diem, aku gak tau kenapa dia gak mau cerita."

"Menurut kamu, aku udah jadi Papa yang baik belum buat dia?"

"Aku ngerasa masih banyak kurang nya."

Dan untuk tarikan nafas yang kedua Sekala akhirnya bisa melepaskan sesak yang selama ini dirinya tahan. Air mata nya mengalir begitu damai di pipi nya menciptakan bekas yang sebentar lagi akan mengering. Sekala kembali menyentuh luka nya, luka yang ia biarkan menganga, yang tanpa sadar semakin membesar.

"Danila, aku takut.."

"Aku takut kalau dia gak ngerasa cukup, aku takut dia sedih."

"Ngeliat dia kecewa kemarin aku bener-bener ngerasa gagal, aku ngerasa gak pantes jadi Papa buat dia. Sesak banget liat tatapan kecewa dia untuk yang pertama kali."

Mengusap air mata nya pelan, kali ini ia usap pigura tersebut. Hanya mencoba menyalurkan rasa rindu nya, berharap malam ini Danila datang lagi ke dalam mimpi nya. Memberikan kata penenang dan meyakinkan diri nya kalau apa yang ia lakukan sudah lebih dari cukup. Agar dirinya tidak merasa ketakutan, agar Sekala tidak salah dalam mendidik Dito seorang diri.

Dan disana, di balik pintu pemuda yang baru saja pulang dari sekolah menahan gerakan nya untuk membuka pintu. Tangan nya tertahan begitu saja, seraya derai air mata nya yang mulai meluncur satu persatu.

"Papa udah lebih dari cukup buat Dito. Papa udah jadi Papa yang baik buat Dito."


****

Bersambung..

Ah kayaknya aku ngerasa kurang dapet deh feel nya :(

继续阅读

You'll Also Like

1.5M 128K 62
RATHOD In a broken family, every person suffers from his insecurities and guilt. Successful in every field but a big failure when it comes to emotio...
561K 15.3K 78
A butler was the job description. Do what he wants. Get what he desires. That's all I have to do, but suddenly, I am thrown into a completely differe...
443K 16.2K 192
Won Yoo-ha, a trainee unfairly deprived of the opportunity to appear on a survival program scheduled to hit the jackpot, became a failure of an idol...
102K 1K 35
The one thing Madelyn desires most in the world is to wear diapers again, and she is prepared to do anything to make that wish come true. As inexplic...