Hi, Bye Papa!

By litsparklings

562 127 22

Dito gak butuh banyak hal di dunia ini, asal Dito masih bisa lihat Papa. Karena, Dito hidup buat Papa. More

Prolog : Namanya Dito
Anak Papa
Mimpi
Permintaan Maaf
Kantin yang Berisik
Dito dan Gara
Bom Waktu
Hancur belum Runtuh
Perpustakaan
Papa Sekala
Sagita
Si Cantik Purnama
Danila.
Sebuah Harapan
Papa Marah

Tante Cantika

30 9 2
By litsparklings

****

Sekala masih ada di kantor, belum selesai berkutat dengan laptop dan segala macam dokumen yang ada di atas meja nya. Sudah sejak satu jam yang lalu laki-laki berkulit putih tersebut duduk di meja nya dengan pandangan tajam, kedua alis nya menukik seakan-akan mampu menusuk layar laptop di depan nya.

Benar-benar menjengkelkan. Sekala tidak tau ada yang salah dimana tetapi pria itu sudah yakin kalau permasalahan ini sudah selesai kemarin, dirinya dibantu dengan Gino—teman seperjuangan nya sampai pulang telat kemarin hanya karena masalah ini. Tetapi, tau-tau pagi ini si Direktur sialan itu menahan pergerakan nya untuk memenuhi undangan Dito, dan kembali menghadapkan dirinya pada masalah yang sama.

Mengusap wajah frustasi Sekala sudah tidak mampu lagi berpikir jernih dan ini bukan lah hal yang baik. Pikiran nya harus fokus pada satu tujuan dan tentu saja Sekala tidak boleh mengacaukan file penting ini.

Namun rasanya tetap saja, mengesalkan. Entah sudah gelas ke berapa yang ia tandas kan isi nya hanya untuk menjernihkan pikiran nya yang sudah sangat kusut. Dito udah nungguin pasti.

Melirik arloji yang melingkar di lengan kiri nya, Sekala hanya bisa mendengus kasar. Pukul sembilan lewat tiga puluh menit, Sekala sudah sangat terlambat. Lagi-lagi dirinya hanya bisa menenangkan diri seraya tidak henti menggusar rambut nya yang mulai panjang, nyaris menutupi telinga.

"Demi Tuhan, ini udah gue selesaiin kemarin!"

Mendengar kegelisahan di meja belakang nya, Gino memutuskan untuk melihat hal apa yang berhasil membuat seorang Sekala si tenang dan damai menjadi sekacau ini.

"Se, aman lu? Kenapa?"

Sekala hanya melirik teman nya itu sekilas tidak bermaksud untuk mengabaikan namun sekadar menyapa pun Sekala tidak bisa, dan pada akhir nya membuat Gino melihat sendiri sumber kekacauan nya.

"Lah? Ini kan udah kita selesaiin kemarin?"

Sama terkejut nya dengan Sekala laki-laki berbadan jauh lebih bongsor itu melebarkan mata nya tanpa bisa menahan keterkejutan nya. Lihat, bahkan Gino pun bertanya-tanya.

"Makanya."

"Ini kok bisa jadi sekacau ini?"

"Gue gak tau, No. Sumpah gue pusing banget, mana harusnya hari ini ke sekolah Dito, gue udah telat. Dia pasti nungguin."

Meski Gino belum berumah tangga tapi setidaknya ia paham bagaimana repot nya Sekala saat ini, teman nya itu pasti lumayan sulit membagi waktu nya. Dito itu prioritas utama Sekala, tetapi, urusan kantor juga tidak bisa Sekala sepele kan begitu saja.

"Lu ke sekolah dah. Ini biar gua aja ntar yang beresin." Tawar Gino yang tentu saja mendapat kan penolakan dari Sekala.

"Engga. Gue gak bisa pergi gitu aja atau gue bakalan lebih pusing dari ini."

Sekala bukan CEO atau pun konglomerat yang punya harta tujuh turunan tidak habis-habis. Dito memang yang paling utama di hidup nya, namun Sekala juga tidak bisa melepaskan tanggung jawab nya. Maka, untuk pertama kali nya dalam sepanjang hidup Sekala, pria itu memilih untuk tetap bertahan di kantor dan mengesampingkan urusan Dito.

Maafin Papa.

Untuk berikut nya ia menekan nomor telepon salah satu teman nya.

"Halo?"

••••

Sesuai perkiraan di sekolah sudah sangat ramai para wali siswa. Benar-benar seramai itu sampai Dito dan Raga yang akan pergi ke area mading merasa seperti sedang berada di kerumunan pembagian sembako. Sempit sekali.

"Anjir ini s-sempit banget!"

"Permisi, numpang lewat!"

Nihil. Teriakan kedua nya seperti teredam oleh banyak nya lautan manusia disini. Membuat kedua nya bertanya-tanya rapat apa yang kali ini Kepala Sekolah lakukan hingga mengumpulkan wali siswa seramai ini. Dito berani bertaruh kalau ini belum semua nya yang datang, beruntung gedung sekolah nya lumayan luas dan aula yang akan di pakai nanti jauh lebih luas dari gymnasium.

"Buset dah, udah kayak kumpulan zombie njir!"

Dito masih berusaha meraup oksigen sebanyak-banyaknya, demi Tuhan dirinya tadi mencium bau asam ketiak yang nyaris membuat nya muntah di tengah jalan. Siapapun itu BISA GAK LO BELI DEODORANT?! BAU BANGET BRENGSEK!

"To, lo gapapa?"

Pertanyaan dari Raga hanya di balas anggukan oleh nya, dirinya masih sibuk mengenyahkan bau ketiak tersebut dari pikiran serta penciuman nya.

"Menurut lo kali ini pembahasan tentang apa?"

Nampak nya rapat kali ini terlihat besar-besaran, sampai jam pelajaran di potong selama jalan nya rapat karena para dewan guru di wajibkan ikut serta dalam rapat kali ini. Maka nya sekarang Dito dan Raga beserta siswa-siswi lain bisa keliaran kesana-kemari.

"Entah. Paling ya uang lagi, uang lagi."

Jawaban pelan Dito membuat Raga mengangguk singkat seraya menatap lalu lalang di depan nya. Raga paling suka kalau ada rapat di sekolah, karena, sekolah seperti di bebaskan. Gerbang depan yang biasa nya tertutup rapat jadi terbuka selebar-lebar nya seperti tengah menyambut banyak nya manusia.

Tentu saja membuat para pedagang kaki lima berdatangan, bagian yang menjadi favorit Raga, serta menjadi tujuan mereka berdua pagi ini.

"Papa lo dateng gak?"

Pertanyaan dari Raga berhasil membuat Dito kembali melirik arloji nya dan terus mengedarkan pandangan nya di parkiran mobil. Belum ada mobil Papa terpakir rapi disana, seperti nya memang belum datang.

"Gak tau, tapi semalem sih bilang nya mau dateng."

"Bunda juga belum dateng sih, yaudah lah mending jajan aja. Tuh tuh cilor nya udah rame To! Ayo buruan!"

Fokus nya yang semula masih mengedar di parkiran terpaksa berhenti karena Raga menarik nya untuk keluar gerbang, demi sebungkus cilor. Membuat dirinya hanya menggeleng pelan, Raga ini tidak pernah merasa lelah apa ya?

"Lo mau gak?" Belum sempat dirinya menjawab tetapi laki-laki berpipi sedikit tembam itu sudah lebih dulu membelikan nya. "Beli aja lah."

Dito agak nya merasa sangsi karena Papa melarangnya untuk membeli jajanan pinggir jalan seperti ini tetapi melihat bagaimana telur-telur itu menyelimuti pentol yang entah apa Dito tidak tau, air liur nya tiba-tiba memproduksi dengan jumlah yang banyak—Dito mau juga.

Sekali-kali deh mumpung gak ada Papa. Begitu kata Raga yang sekarang sudah memegang dua kantong berisi lima tusuk cilor, asap nya masih mengepul sesaat dirinya menerima kantong tersebut dari tangan Raga.

"Lo mesti cobain, di jamin dah ketagihan!"

Melihat bagaimana Raga yang makan dengan begitu lahap seperti sedang makan daging wagyu membuat Dito ikut menggigit cilor pertama nya. Sungguh ini adalah jajanan ter-enak yang pernah Dito makan! Dirinya berani bertaruh, benar-benar enak!

"Enak kan?"

"Sumpah! Lo kenapa baru ngasih tau gue kalo ada jajanan seenak ini?"

Raga meringis kecil lantas kembali menggigit cilor kedua nya. "Hehe sorry, soal nya gue selalu makan ini diem-diem. Takut dimarahin Ayah, you know lah what I mean."

Ya tentu Dito tau. Om Tegar seorang koki handal yang paham tentang makanan sehat, jelas akan melarang Raga makan sembarangan, sejujurnya sama seperti Papa sih.

Sudah sepuluh menit mereka habiskan dengan duduk-duduk di bawah pohon entah pohon apa yang ada di dekat gerbang. Dan sudah selama itu pula Papa tidak kunjung datang, diam-diam menampikkan rasa khawatir di hati nya. Berulang kali ia mengecek ponsel untuk melihat apakah Papa menghubungi nya atau tidak, namun hasil nya nihil. Papa tidak menghubungi nya sama sekali.

Sampai pada akhirnya kehadiran seorang wanita cantik dengan pakaian rumahan sederhana namun tidak menghilangkan aura elegan dari wanita tersebut. Bahkan dari jarak 100 meter Dito sudah berhasil mencium parfum wanita tersebut.

Itu Tante Cantika, bunda nya Raga.

"Bun!"

"Hai! Oh ada Dito juga, halo ganteng!"

"Halo, Tante."

Tante Cantika itu orang nya sangat periang, hampir sama seperti Raga, beda nya Tante Cantika tidak rese dan menyebalkan seperti Raga. Wanita itu cantik sekali, tubuh nya proporsional dengan tinggi semampai, rambut panjang nya tidak pernah di ikat selalu di gerai, menambah kesan mahal di dalam wanita itu.

Sama sseperti namanya, Cantika.

"Ini acara nya nanti dimana, Sayang?"

Bukan kepadanya. Tante Cantika bertanya kepada Raga, anaknya.

"Di aula utama, Bun. Nanti dari sini Bunda lurus aja ntar kalo ketemu orang rame-rame, nah disitu aula nya."

Mendengar kan penjelasan dari sang anak membuat Cantika mengangguk-anggukan kepala nya pertanda wanita itu seratus persen paham dengan apa yang Raga ucapkan.

"Kalo gitu Bunda langsung kesana aja deh ya?"

"Iya."

"Tante duluan ya Dito?"

"Iya, Tante."

Namun belum banyak langkah yang Tante Cantika ambil, wanita itu tiba-tiba berhenti lalu mengambil ponsel nya dan di letakkan di telinga, pertanda ada yang menelepon wanita tersebut.

"Iya, halo?"

"..."

"Oh, oke. Aman."

"..."

"Alah gausah! Kayak sama siapa aja lo! Udah-udah gak usah khawatir, tenang aja urusan Dito aman sama gue."

Dito mengangkat alis nya setelah mendengar namanya yang di sebut oleh Tante Cantika selama panggilan telepon berlangsung, membuat nya bertukar pandang dengan Raga, saling bertanya melalui tatapan kenapa ada nama nya yang disebut dalam obrolan tersebut. Lalu tiba-tiba saja Tante Cantika kembali dan tersenyum simpul di depan nya.

"Papa kamu gak bisa dateng, jadi perwakilan kamu hari ini sama Tante ya, Dito?"

Hanya ada satu kata yang terpatri di dalam hati nya begitu mendengar ucapan dari Tante Cantika. Kata yang mampu membuat hati nya perlahan-lahan terkikis.

Papa bohong.

Menarik senyum tipis meski rasanya agak sesak Dito tetap mencoba untuk memaksakan. "Iya, Tante."

****

Bersambung...

Papa engga bohong Dito :(

Tante Cantika, Bunda-nya Raga yang selalu memperlakukan Dito seperti anak nya sendiri.

Duda kita ges, Papa Sekala <3

Continue Reading

You'll Also Like

Fate By Mani

General Fiction

354K 18.3K 96
fate : be destined to happen, turn out, or act in a particular way. Often people try to navigate through life with their own plans and wonder why thi...
587K 27K 42
Needs editing [ the destiny series #1] 𝑻𝒉𝒆 𝒇𝒂𝒕𝒆 𝒑𝒖𝒔𝒉𝒆𝒅 𝒕𝒉𝒆𝒎 𝒂𝒑𝒂𝒓𝒕 𝒃𝒖𝒕 𝒅𝒆𝒔𝒕𝒊𝒏𝒚 𝒂𝒈𝒂𝒊𝒏 𝒑𝒖𝒍𝒍𝒆𝒅 𝒕𝒉𝒆𝒎 𝒕𝒐𝒈...
77K 6.8K 64
#Book 2 Because of Nandani's condition Mamta decides to marry off her childrens, and her childrens abide by her decision. She chose her brother's dau...
1.5M 128K 62
RATHOD In a broken family, every person suffers from his insecurities and guilt. Successful in every field but a big failure when it comes to emotio...