My Lovely Ghost | SELESAI

By rsdtnnisa

4.6K 228 0

Banyak orang berkata, tidak ada yang abadi di dunia. Apakah cinta juga termasuk dalam sesuatu yang akan sirn... More

Part 1 : Rumah Oma
Part 2 : Hari baru
Part 3 : Gangguan
Part 4 : Siapa kamu?
Part 5 : Di sini
Part 6 : Teman
Part 7 : Dekat
Part 8 : Danau
Part 9 : Rindu
Part 10 : Kedatangan
Part 11 : Setelah datang
Part 12 : Hadir
Part 13 : Bunga Ilalang
Part 14 : Pasar
Part 15 : Cerita danau
Part 16 : Rasa?
Part 17 : Bolos
Part 18 : Foto
Part 19 : Cerita?
Part 20 : Kilas balik
Part 21 : Cemburu
Part 22 : Teman lama
Part 23 : Sinar bulan
Part 25 : Rumah
Part 26 : Foto yang sama
Part 27 : Kecewa
Part 28 : Chandra dan Liam
Part 29 : Pernyataan
Part 30 : Kilas balik (2)
Part 31 : Pergi?
Part 32 : Menjadi bulan
Part 33 : Extra : Awal yang baru

Part 24 : Bu Hana

88 5 0
By rsdtnnisa

- • Happy Reading • -

Waktu sudah lewat tengah malam, tapi gadis yang kini berbaring di tempat tidurnya itu masih terjaga.

Ucapan Chandra masih saja terngiang di kepalanya. Gadis itu mengubah posisi menghadap dinding, melihat lukisan beberapa ekor kupu-kupu yang dia lukis bersama Chandra.

"Jujur gue takut" Aesa mengeratkan selimutnya, "Tapi Chandra terima aja kalau gue belum bisa bales perasaannya".

Gadis itu meraih ponselnya yang ada di meja berharap setelah itu dia akan mengantuk dan pergi tertidur.

Satu pesan masuk dari Liam membuat Aesa ragu untuk membukanya, tetapi ia jadi ingat untuk mengirim pesan pada Ibunya.

Bunda Es

Bunda\
Senin besok Es ada ujian semester\

Aesa menepuk dahinya sendiri, harusnya ia menyatakan rindunya pada sangat Ibunda bukan malah memberi informasi yang tidak ada hubungannya dengan isi hatinya.

Gadis itu meletakkan kembali ponselnya tak lupa memasang alarm agar dapat bangun lebih pagi.

Tak lama netranya kembali terbuka, "Chandra gak nembak gue kan?" pikiran itu muncul tiba-tiba di benaknya.

"Dia kan cuma bilang kalau dia ada rasa sama gue, gak lebih" gadis itu kembali mengubah posisi tidurnya menjadi berbaring menatap kelambu motif bunga yang sudah pudar warnanya itu.

"Kalau gue inget-inget lagi, Liam dulu pernah bilang gitu ke gue" Aesa bermonolog, "Malahan dia bilang lebih jelas kalau dia suka sama gue".

"Tapi ya gue gak gimana-gimana, kata Liam cuma bercanda jadi gak apa-apa".

Mata Aesa menyipit melihat cahaya lampu remang di langit kamarnya itu, "Atau mungkin Chandra bercanda juga? Tapi kayaknya enggak deh, sopan banget masuk ke hati gue".

Karena kesal Aesa menendang selimutnya sampai tempat tidur terlihat berantakan, "Gue gak bisa tidur!".

"Indah! Tidur sini!" rengek gadis itu.

***

Kota tembakau, itulah julukan untuk sebuah kota dimana desa yang kini Aesa tinggali berada.

Banyak dari warga desa yang bekerja sebagai petani tembakau dan hasil panen mereka akan disebar luaskan ke berbagai daerah.

Sepulang dari pasar, Indah mengajak Aesa untuk melihat petani tembakau bekerja. Udara yang sejuk serta pemandangan indah gunung dengan awan yang ada di puncaknya menambah kesan menakjubkan.

Aesa tak henti-hentinya kagum dengan semua ciptaan-Nya yang sangat indah ini, ia meminta Indah untuk menghentikan sepedanya guna melihat pemandangan dengan lebih nyaman.

"Dulu Ibuku juga kerja di sini" ucap Indah, "Tapi sekarang udah enggak, udh tua katanya".

"Gimana rasanya, Ndah?" tanya Aesa, "Melihat pemandangan cantik ini setiap hari".

Indah tersenyum canggung, "Aku jarang ke sini, harusnya kamu tanya itu ke Anis".

"Tapi kalau tanya aku, rasanya lega" jawab Indah, "Liat dari sini aja udah sebagus ini, bikin terus bersyukur sama Tuhan".

Aesa mengangguk setuju. Indah naik kembali ke sepedanya, "Udah yuk, laper nih".

Gadis itu tertawa kecil kemudian naik ke boncengan sepeda Indah, si empu kembali mengayuh sepedanya pulang ke rumah untuk memasak dan sarapan.

Aesa melambai pada Indah kemudian menguap lebar karena masih mengantuk, ia langsung masuk ke dalam rumah membawa semua belanjaan ke dapur.

Dengan penuh semangat, Aesa membersihkan kulkas dan menatanya kembali dengan rapi. Hari ini ia akan bersih-bersih dan membuang sampah yang berserakan di kamarnya seperti plastik dan kertas.

Untuk botol-botol akan Aesa gunakan kembali menjadi pot bunga. Sambil menunggu nasi matang, Aesa duduk di bangku kecil sambil melukis beberapa botol yang sudah dia potong dengan cat yang tersisa.

Kegiatannya ini tak luput dari pandangan mata sesosok laki-laki yang berdiri bersandar pada ambang pintu sambil tersenyum tipis.

"Hai, Es" sapanya.

Aesa menoleh ke sumber suara, "Helo, Chandra" balasnya singkat dan kembali sibuk dengan botol yang sedang dia lukis.

"Bulan?" Chandra mengintip lukisan Aesa.

Gadis itu mengangguk, "Iya" jawabnya.

Lukisan bulan sabit bersama bintang kelap-kelip dan beberapa gumpalan awan. Chandra tersenyum melihatnya kemudian duduk di rerumputan di depan gadis itu, "Saya sebenarnya malu dateng ke kamu lagi".

"Kenapa malu?".

"Gara-gara semalam" jawab pelan sosok itu terdengar seperti bergumam.

Aesa tertawa kecil lalu menyentuh hidung Chandra membuat noda cat menempel di sana, "Gak usah dipikirin".

Gadis itu bangkit masuk ke dapur untuk mematikan kompor, Aesa lapar tapi belum ingin makan padahal lauk sudah tersaji setelah bersih-bersih tadi dan sebelum tangannya kotor karena cat.

"Nanti aja deh" Aesa berbalik hendak memanggil Chandra namun sosok itu sudah hilang entah kemana.

Ia membersihkan tangan dan lengannya dengan air mengalir, mencoba mengelupas noda cat itu kemudian mengasuhnya lagi dengan sabun.

Karena Chandra pergi, Aesa akan sarapan. Tak lupa mengambil ponselnya di kamar lebih dulu untuk melihat balasan pesan dari Ibunya.

Alisnya menukik melihat beberapa panggilan tak terjawab dari Liam, pemuda itu juga mengirim pesan.

Gadis itu mengabaikannya, ia buka lebih dulu pesan balasan dari Ibunya.

Bunda Es

/Pagi, sayang
/Belajar yang rajin, semoga nilainya bagus semua

Bunda udah sarapan?\

Seperti biasa, Aesa akan menunggu lama menanti pesannya terbalas. Dia membawa piring dan ponselnya ke ruang tamu untuk melanjutkan makan sambil menonton serial kartun favoritnya.

Setelah menyalakan televisi, Aesa berlari mengambil botol air minum dingin dari kulkas dan membawanya kembali ke ruang tamu.

Gadis itu tertawa saat muncul adegan yang menurutnya lucu. Saat iklan muncul, Aesa membawa piring kotor ke dapur untuk dia cuci.

"Es".

Si empu tersentak kaget saat suara bisikan yang memanggilnya itu tepat di samping telinganya.

Aesa berdecak, "Ngagetin tau" kesalnya.

Chandra hanya tersenyum lalu meletakkan dagunya pada bahu Aesa. Gadis yang baru saja menutup kran tempat cuci piring itu tidak bisa berkutik.

"Chandra, jangan gini" pinta Aesa lembut mencoba meminta Chandra untuk menjauh.

Namun, tubuhnya terasa semakin terkunci karena kedua tangan Chandra berasa di kanan dan kiri seolah mengurungnya.

Aesa memberontak kemudian mendorong tubuh Chandra yang membuatnya malah jatuh tersungkur.

Chandra tertawa setelah berhasil menjahili Aesa dengan membuat tubuhnya tembus saat gadis itu akan mendorongnya.

"Chandra!" amuk gadis itu, "Iseng banget sih!".

"Maaf, haha" Chandra berusaha menahan tawanya saat Aesa mulai menatapnya tajam.

Aesa mendengus kemudian pergi, ia mengabaikan Chandra yang terus berceloteh seolah tidak melihatnya.

"Oke, gak akan saya ulangi lagi" Chandra lelah dan berhenti di ambang pintu kamar.

Aesa mengibaskan tangannya tak peduli, ia duduk di kursi belajarnya sambil bermain ponsel di depan jendela kamar yang terbuka.

"Saya minta maaf, Es" Chandra merengek, "Jangan diemin-".

"Ssstt!" Aesa meminta Chandra untuk diam.

Sosok itu lalu berhenti melangkah tapi kemudian melayang dan duduk di tempat tidur Aesa.

Gadis itu terlihat serius menatap ponselnya, wajahnya berubah seperti mengkhawatirkan sesuatu.

Liam

/Bu Hana sakit, Es
/Sekarang di rumah sakit

Jemput gue\

"Kenapa?" tanya Chandra.

Aesa menggeleng, "Gue mau pulang".

Chandra mengernyit, "Pulang?".

"Gak lama kok" sahut Aesa.

"Tapi, saya nanti sendiri lagi" balas Chandra.

Aesa menarik nafas mencoba memberi penjelasan secara halus kepada Chandra, "Kalau lo baik-baik nunggu gue di sini, gue juga pasti balik kok".

Gadis itu beranjak mengambil tas selempang yang akan dia bawa. Chandra terlihat murung, "Istirahat dulu aja" ucap sosok itu kemudian pergi dan hilang.

Aesa menatap kepergian Chandra dengan sedih, "Gue gak lama, Chandra" gumam gadis itu.

Kira-kira Liam akan sampai sore nanti, Aesa memutuskan untuk berjalan meninggalkan rumah lebih dulu untuk menunggu pemuda itu di toko bangunan Mas Joko.

Di lain tempat, pemuda yang Aesa maksud berada di jalanan bersama motornya yang melaju kencang membelah keramaian.

Kepalanya menggeleng guna menajamkan pandangan yang sempat kabur, dalam hati Liam meyakinkan dirinya sendiri untuk terus terjaga.

Dari jauh dapat dia lihat seorang gadis tengah melambai ke arahnya, Aesa berpamitan singkat pada Mas Joko yang sedang mengobrol dengan pembeli kemudian berlari keluar dari gapura desa menghampiri Liam.

Liam menghentikan motornya lalu berputar arah, Aesa yang datang langsung naik ke motor setelah menerima helm yang Liam bawakan untuknya.

Motor kembali melaju sampai tak ada waktu untuk Liam beristirahat, pemuda itu tidak keberatan asalkan bersama Aesa.

Gadis itu memutar tas selempang ke belakang kemudian berpegang pada jaket Liam erat, "Lo gak mau istirahat dulu?" tanya gadis itu.

Liam hanya menggeleng, tangannya mengusap jari-jari Aesa yang memegang erat jaketnya seolah berkata pada gadis itu bahwa dia baik-baik saja.

Aesa melirik ke belakang melihat bayangan hitam berdiri di tengah jalan gapura desa sambil melambai.

Ia kembali melihat ke depan saat motor Liam melaju lebih kencang. Sudah lama Aesa tidak melihat suasana sore di jalanan ramai, "Liam!" panggil gadis itu.

Liam melirik singkat dan kembali melihat ke jalan. "Nanti cari tempat istirahat dulu ya" pinta Aesa, "Lo pasti capek".

"Abis magrib kita jalan lagi" sahut cowok itu.

Gadis itu tersenyum dalam diamnya, Liam tak jauh beda dari Chandra. Tapi pastilah mereka punya sesuatu yang berbeda, seperti Liam sekarang ini dia kembali ke dirinya yang acuh sehingga terkesan cuek.

Aesa menghargai usaha Liam untuk jauh-jauh menjemputnya dan membawanya kembali Jakarta. Sangat tidak nyaman duduk di atas motor berjam-jam dan hal ini sudah tiga kali Liam lakukan.

"Kalau semisal gue nyusahin lo, ngomong aja gak apa-apa" ujar Aesa dengan cukup keras karena jalanan yang ramai sedikit berisik.

Liam hanya mengangguk berharap Aesa akan diam di sepanjang perjalanan dan tidak terus mengoceh.

Keduanya lalu terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing, Aesa hanya diam melihat keramaian jalan raya sedangkan Liam berusaha untuk terus sadar dan fokus dengan jalan.

Setelah beristirahat untuk melaksanakan ibadah, mereka kembali melanjutkan perjalanan sebelum hari semakin gelap.

"Kita langsung ke rumah sakit?" tanya Aesa.

Lagi-lagi Liam hanya mengangguk, saat ini kepalanya terasa berat dan ingin sekali melepaskan helm fullface-nya ini.

Sampailah mereka di sebuah rumah sakit tempat Hana, Ibu guru kesayangan mereka, di rawat. Aesa mengikuti langkah Liam yang membawanya ke ruang inap, "Lo tau darimana Bu Hana di ruangan ini?".

"Gue tanya Mas Adit" jawab pemuda itu kemudian membuka pintu putih di depannya.

Di sana terlihat Bu Hana yang terbaring di ranjangnya tengah bersenda gurau dengan sang Anak.

Kedatangan mereka disambut hangat, Bu Hana bahkan sambil terharu melihat kedua anak didik kesayangannya datang menjenguk.

"Apa kabar, Es?" tanya Bu Hana setelah memberi pelukan pada Aesa.

"Harusnya saya yang tanya itu ke Ibu, Bu" balas Aesa.

Liam dan pemuda yang lebih dewasa darinya melakukan tos ala lelaki, "Udah resmi belum?".

"Alah" Liam mengibaskan tangannya mendengar pertanyaan yang sama terus menerus dari pria di depannya ini.

"Nah, Aditya" Bu Hana menunjuk ke arah Liam, "Ini kamu ajak cari makan sana".

Mendengarnya membuat Aesa teringat sesuatu, gadis itu menggeleng kemudian berpikir itu pasti hanya kebetulan.

"Eh, Liam!" Aesa menghentikan langkah pemuda yang baru saja akan keluar ruangan itu.

"Martabak manis ya, coklat keju" Gadis itu kemudian tersenyum manis setelah mengatakan pesanannya.

Liam hanya mengangguk mengiyakan lalu pergi bersama Aditya.

"Sekarang, Ibu mau dengar cerita kamu setelah pindah sekolah" Bu Hana bersiap mendengarkan, "Gimana?".

"Sama aja, Bu" jawab Aesa, "Cuma di sana saya punya banyak temen".

Bu Hana lega mendengarnya, "Ibu ikut seneng".

"Kamu tau? Setelah kamu pindah, Liam jadi pribadi yang berbeda" kini Bu Hana yang mulai bercerita, "Dan itu buat Ibu jadi ingat dengan seseorang".

"Dia mirip dengan anak Ibu, Es".

"Mas Adit?" tanya Aesa hati-hati.

Bu Hana tertawa ringan, "Ibu lupa kalau kamu gak tau" gumamnya

Apakah Chandra? Ingin sekali Aesa menanyakan itu tetapi sepertinya ini bukan situasi yang tepat.

"Bu Hana kenapa kok bisa sakit?" tanya Aesa.

Bu Hana menghela nafas, "Ibu ini sudah berumur, kepikiran sedikit langsung sakit".

"Atau jangan-jangan Bu Hana kangen sama saya?" gurau gadis itu.

Bu Hana nampak berpikir, "Mungkin" jawabnya kemudian tertawa bersama-sama.

"Setelah ini, kamu pulang ke rumah perbaiki hubungan kamu sama Ayah ya".

Gadis itu ragu, "Saya takut, Bu" ucapnya pelan.

"Apa yang kamu amati setelah tinggal jauh dari kota?" tanya Bu Hana, "Bagaimana keadaan di sana?".

Sekilas tentang teman-teman dan orang tua dari masing-masing mereka terlintas di benak Aesa.

Mereka mempunyai hati yang luas dan menerima dengan ikhlas, contohnya saja Indah yang rajin serta penurut pada Ibunya dan Anis yang tidak memprotes sebuah perjodohan.

"Tapi mereka beda dengan saya, Bu" ucap Aesa setelah cukup lama terdiam.

"Saya tau" balas Bu Hana, "Yang mengalah bukan berarti kalah, dan yang menang bukan berarti pemenang".

"Pikiran kamu yang masih remaja ini memang terkadang sulit untuk berkomunikasi dengan pikiran dewasa orang tua" lanjut Bu Hana.

"Saya pindah sekolah karena Ayah yang ingin saya meninggalkan rumah" sahut Aesa.

"Ada asap berarti ada api, kamu tau kenapa Ayah kamu sampai ingin anaknya berada jauh dari rumah?" tanya Bu Hana.

Aesa menghela nafas, "Seingat saya sih masalah kunci mobil" gadis itu tertawa singkat.

"Kalau gak mau disuruh, pergi aja kamu! Hidup saya sebelum ada kamu juga baik-baik aja!".

***

- • To be continued • -

Thanks for the vote and comment

Continue Reading

You'll Also Like

115K 8.3K 34
'I Need a Mate!' Aiden Grimshaw a Werewolf Mateless 25 y.o *Mari merambah kedunia per-Werewolf-an ✌ β–ͺ︎foto2 dari koleksi pribadi dan google, yg kuam...
11.5K 1.1K 20
Seorang gadis pindahan dari Jepang. Dia cantik, ramah, sangat polos namun juga begitu dewasa dengan cara pikirnya. Tiki bilang gadis itu punya kekuat...
142 97 17
Tepat setelah kata "sah" di serukan para tamu, Agni Priyanka dan Tirta Abigail resmi menjadi sepasang suami istri. menyisakan sesak di hati seorang g...
6.9M 291K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...