The Mahesa's

By Mayyadnan

512K 25.2K 1.7K

Ini adalah cerita pendek tentang keluarga Mahesa. Pradipta Putra Mahesa si perfeksionis yang sangat melindung... More

Brothers Day Out
Pradipta & Radisti
AIRADIT
Radit oh Radit ...
RADITYA = PURI ???
New Born Baby
Secret Operation
LOVELY RADITYA
I HATE YOU BUT I NEED YOU
LONG WEEKEND
What A Day
Boys Day Out
Paundra And Radisti
The Mahesa's
Paundra's Side
Secret
FIGHT FOR LOVE
Good Bye, My Love
Suprise
Arini and Pradipta
Welcome To Our Family
Love is .....
ANOTHER SIDE

MISSION

15.8K 1.2K 62
By Mayyadnan

Paundra mengecup dahi Radisti sekilas saat istrinya yang sedang tertidur itu tanpa sadar menjatuhkan diri ke arahnya. Laki-laki itu mengatur posisi kepala Radisti agar nyaman di bahunya. Ia dapat mencium wangi yang menguar dari rambut istrinya yang dicepol asal-asalan. Ada perasaan hangat yang nyaman Paundra rasakan setiap berdekatan dengan Radisti.

"ACnya tolong kecilin, Pak," pinta Paundra kepada supirnya. Ia tentunya tak ingin Radistinya sampai masuk angin. Tangannya mengusap bahu Radisti penuh kasih. Ah, bagaimana bisa ia marah terhadap istrinya...? Mungkin ia saja yang terlalu sensitif atas kata-kata Radisti kemarin.

Paundra menghela napas panjang, seolah ada hal berat yang mengelayuti pikirannya, seolah ia akan mengambil keputusan yang sangat berat...tatapannya tertuju pada jemarinya yang bertautan dengan jari Radisti...

***

Suara dering handphone membangunkan Radisti. Ia membuka mata, mengerjapkan matanya beberapa kali untuk mengembalikan kesadarannya. Matahari bersinar cerah, sinarnya masuk melalui horden yang tersingkap. Radisti mendapati dirinya berbaring di tempat tidur dengan Paundra bergelung di dekatnya.

Bunyi handphone terdengar lagi, membuat ia sadar mungkin ada yang penting sehingga handphone itu terus berdering. Ia melirik jam di atas nakas dan langsung tersentak.

"Ah sudah siang," gumam Radisti.

Radisti menyibakkan selimut dari tubuhnya lalu berencana untuk bangkit. Ia merenggangkan tubuhnya sedikit, menggerakkannya ke kanan dan ke kiri. Ia sebenarnya enggan meninggalkan Paundra, namun ia harus segera bangun...ada beberapa pekerjaan yang ia harus selesaikan sebelum ia ke Prancis. Paundra menghentikan gerakan Radisti dengan menarik perempuan itu kembali ke tempat tidur mereka. Kembali ke pelukan suaminya.

"Mau kemana?" tanya Paundra sambil menyurukkan hidungnya ke leher Radisti. Tangan laki-laki itu mendarat di perut Radisti, memeluknya.

Detak jantung Radisti melonjak. Entah kenapa, perasaan itu semakin kuat setiap ia berdekatan dengan suaminya..."Aku mau angkat telepon lalu ada beberapa pekerjaan yang aku harus selesaikan," erang Radisti.

"Nanti aja, aku masih mau leyeh-leyeh sama kamu," suara Paundra parau membujuk.

"Ta-tapi," Radisti menatap wajah Paundra ragu. Ada dua laporan yang belum ia kirimkan kepada PA-nya...ia harus menyelesaikannya pagi ini.

"Dis, aku yakin nanti kamu bisa selesaikan itu semua," Paundra mendekap Radisti. "untuk sekarang, aku hanya ingin menikmati waktu dengan istriku tanpa gangguan,"

Paundra menyeringai jail. Tubuhnya bergerak melewati tubuh istrinya, sehingga setengahnya berada di atas Radisti. Ia meraih handphone di atas nakas, lalu mematikannya satu persatu.

"Kak!!!" Mata Radisti membulat protes.

Paudra berguling kembali ke sisinya, menarik Radisti ke dalam pelukan. Seluruh tubuhnya menegang karena kerinduan. Wajar, mereka sangat jarang menghabiskan waktu bersama. Dan untuk kali ini Paundra tak ingin lagi waktu bersama Radistinya terganggu. Ia ingin berdua saja dengan Radisti di tempat tidur mereka tanpa gangguan dari siapa pun.
"Nggak usah mikirin kerjaan dulu, sekarang hanya ada kamu sama aku," kata Paundra.

Pipi Radiati memerah karena tersipu mendengar kalimat yang keluar dari bibir suaminya. Membuat ia tergoda untuk segera mengabulkannya. "Kerjaan aku banyak, kak..."keluh Radisti pelan.

Paundra tersenyum, memeluk Radisti dengan satu tangannya. "Sekali-kali nggak taat deadline nggak papa," ujar Paundra enteng.

Radisti cemberut. "Kamu bisa ngomong gitu, aku dari kemarin diteleponin terus sama PA," perempuan itu menaruh kepalanya di dada suaminya. "Aku pusing,"

Paundra hanya tersenyum seolah apa yang dikeluhkan oleh istrinya bukan masalah besar dan itu membuat Radisti sedikit kesal karena merasa disepelekan.

"Kak," Radisti memukul dada Paundra pelan untuk menarik perhatian suaminya.

"Hmm," gumam Paundra yang malah semakin menarik Radisti ke dalam pelukannya.

"Aku serius, kerjaan aku belum selesai," rajuk Radisti. Kendati begitu, Radisti akhirnya malah merapatkan dirinya ke Paundra.

"Nanti aku bantu, tentang apa sih memangnya? Paling seputar tidak kompaknya Presiden dan Wapres, kan? Atau tentang isu reshufle Menteri?" tanya Paundra sambil membelai rambut Radisti.

"Presiden mengaku sudah mengantongi nama-nama Menteri yang dianggap buruk kinerjanya dan nilai raportnya merah..." kata Radisti.

"Hmm...lalu?" Paundra mengatur bantalnya agar ia dapat bersender dengan nyaman.

Radisti menggeser dirinya, kepalanya ia sandarkan ke dada suaminya, sementara tangannya bermain di perut Paundra. "Kabarnya ada Menteri yang langsung dicopot, tapi ada juga yang bertukar posisi," kata Radisti. Perempuan itu merasa nyaman berdekatan dengan Paundra, menghirup wangi tubuhnya, mendengar detak jantungnya. Ah, ia sungguh tak ingin waktu lekas berlalu. Seandainya ia tak perlu ke Paris, seandainya Paundra tidak harus ke Inggris.

"Menurut analisa kamu, siapa aja Menteri yang akan diganti?" tanya Paundra.

Radisti menatap suaminya. Sejenak ia terpesona dengan tampilan suaminya yang agak berantakan karena bangun tidur. Baru saja ia akan menjawab pertanyaan suaminya, dering handphone terdengar. Radisti cemberut karena ia tahu nada tersebut dari handphone suaminya. Ia merasa tak adil hanya ia yang handphonenya mati.

Paundra tersenyum, menundukkan kepalanya hingga ia dapat mengecup bibir istrinya sekilas, meminta maaf. "Aku harus nerima telepon ini," sesal Paundra. Laki-laki itu menggerakkan tubuhnya perlahan dan bangkit dari tempat tidur membuat Radisti merasa kehilangan. "ya?" sapa Paundra tenang lalu menjauh dari Radisti.

Radisti kendati sebal karena terganggu namun tak bisa berbuat banyak, ia menyadari bahwa Paudra pasti menerima telepon yang sangat penting. Ia lalu melangkah ke luar kamar dan menuju dapur untuk membuat minuman. Tiba-tiba ia merasa haus dan ingin membuat minuman hangat.

Lima menit kemudian, Radisti sudah duduk di sofa dengan dua cangkir milo hangat di atas meja. Ia duduk bersila di karpet tebal berwarna coklat, tatapannya lurus ke arah layar televisi.

Sesekali ia menoleh ke arah kamar, namun Paundra tak juga terlihat. Mungkin pembicaraan itu sangat penting hingga berlangsung cukup lama. Ia mendengus kesal. "Katanya mau berduaan," gumam Radisti.

Radisti meraih cangkir lalu menyesapnya perlahan. Menikmati rasa manis nan hangat meluncur nikmat ke tenggorokannya. Ia suka sekali dengan milo...tatapannya lalu kembali tertuju ke arah televisi. Ia menyimak dialog pagi tentang isu reshufle kabinet sang Presiden. Pas sekali dengan tugas yang ia terima sebagai agen. Dengan serius Radisti melihat berita sambil meluruskan kakinya. Sesekali keningnya berkerut dan dari bibirnya mengomentari dialog yang berlangsung seru.

Suara langkah kaki terdengar membuat Radisti menoleh. Matanya membulat tak percaya melihat Paundra sudah rapi dan aroma wangi tercium dari tempat ia duduk. Rambut Paundra pun terlihat basah karena mandi.

"Mau kemana?" tanya Radisti dengan nada tak suka. Tadi katanya mau berduaan sekarang malah sudah berpakaian rapi. Ia merasa kesal sekali.

"Aku harus pergi," hanya tiga kalimat itu yang keluar dari bibir Paundra. Mata laki-laki itu menatap penuh sesal ke arah Radisti. "Aku..."

"Fine, aku ngerti," Radisti tidak ingin mendengarkan penjelasan lebih lanjut dari Paudra. Ia tahu itu pastilah sangat penting dan mungkin rahasia.

"Dis," nada suara Paundra terdengar lirih. Laki-laki itu sungguh tak ingin pergi meninggalkan istrinya, apalagi perempuan itu akan pergi malam ini.

Bibir Radisti mengerucut, cemberut. Namun toh ia akhirnya tetap menghampiri suaminya. Lihat saja, ia merasa seperti pembantu dengan daster biru mininya dan rambut yang dicepol asal.

"Maaf," kata Paundra. Tatapan laki-laki itu lembut ke arah Radisti. Mata bertemu mata...Paundra melihat ada kekecewaan di mata istrinya.

Radisti mengangguk. Menyambut uluran tangan suaminya yang lalu mengecup kedua punggung tangan istrinya.

"Aku pasti akan ce..."

"Nggak usah janji," Radisti menggelengkan kepalanya pelan. Radisti melepaskan tangan suaminya. Ia tersenyum menenangkan. Ia tak ingin Paundra merasa bersalah. Ia tak ingin lagi ada pertengkaran menjelang keberangkatannya.

"Dis,"

"Tugas yang utama, Kak...aku ngerti," Radisti mengalungkan kedua tangannya ke leher suaminya. Mendekatkan wajahnya ke arah Paundra. Ia dapat merasakan hembusan napas Paundra sangat dekat...Radisti mengecup bibir Paundra pelan, ada rasa mint yang segar. Ia suka sekali dengan wanginya...ah tepatnya ia suka semua yang ada pada Paundra.

Paundra mendesah pelan. Kecupan kecil menjadi lumatan yang membuat ia enggan melepaskan Radistinya. Kedua tangannya memeluk dan mengelus punggung istrinya. Ia sungguh tak ingin berpisah...tapi...tugas penting tak bisa dihindari. Ia harus pergi.

"Kak," Radisti menjauhkan wajahnya. Bibirnya bengkak karena ciuman mereka, napasnya terengah-engah. Wajahnya memerah...ah sangat menggemaskan. "Kamu harus pergi," kata Radisti.

"Dis," Paundra menatap Radisti tak rela. Matanya bertemu dengan mata Radisti...ah seandainya saja ia bisa menolak tugas yang diberikan. "Aku akan antar kamu nanti ke bandara."

Radisti walau tahu sepertinya hal tersebut mustahil namun ia berharap keinginan Paundra menjadi kenyataan. "Iya, mudah-mudahan urusannya lekas selesai, ya." kata Radisti tersenyum. Ia menggandeng tangan Paundra dan mengantarkannya ke depan pintu.

Terdengar suara klakson dua kali saat Paundra akan membuka pintu. Paundra sudah dijemput. Laki-laki itu menghela napas panjang.

"Aku nggak papa,"

"Aku tahu,"

"Ya udah, berangkat sana,"

"Iya, ya..." Paundra mendengus sebal, ia tak rela istrinya dengan mudah merelakan ia pergi. Paundra menatap lagi ke arah Radisti dengan intens, dari ujung rambut ke ujung kaki...seolah berusaha menyinpan kenangannya.

"Kak, udah waktunya," kata Radisti saat mendengar bunyi klakson. Sepertinya penjemput Paundra sudah merasa tak sabar.

"I love you," kata Paundra yang lalu mencium dahi Radisti. Tangannya lalu mengacak-acak rambut Radisti membuat perempuan itu mengerang protes.

"Kak,"

"Nggak usah ke luar, aku nggak mau orang lain sirik karena aku punya istri cantik walau hanya pake daster biru belel gini." goda Paundra sambil memencet hidung Radisti.

Sebelum Radisti protes, laki-laki itu dengan segera membuka pintu lalu menutupnya. "Sebentaaaar, sabar dong!" teriak Paundra.

Radisti mengintip dari balik tirai jendela. Ia melihat Paudra menaiki mobil alphard putih lalu mobil itu berjalan menghilang dari pandangannya. Ia tersenyum sedih. "Aku belum bilang, I love you too," mata Radisti berkaca-kaca. Perlahan ia menyeret langkahnya kembali ke kamar. Ah setidaknya ia sekarang dapat kembali mengerjakan tugasnya. Namun pun begitu ia merasa hatinya sesak dan berat, ia tahu masih akan berbulan-bulan lagi baru ia akan bertemu suaminya...seandainya saja mereka dapat selalu bersama...seandainya saja....

Catatan Mayya
Halooo....apa kabar? Maaf baru upload, agak sibuk-sibuk nih soalnya huhuhu...

Terima kasih ya untuk semua vote dan commentnya...let me know what u think yaaaak...

Maaf kalo ada typo, cuman sedikit dan gaje...ngetiknya di handphone di sela-sela kegiatan.

Thank u sekali lagi

I heart u...

Continue Reading

You'll Also Like

60.6K 10K 27
Jennie mengalami trauma psikologis akibat dari sebuah peristiwa traumatis yang menyebabkannya amnesia. Jennie mengingat semua keluarganya kecuali se...
76.3K 1.1K 19
oneshoot/twoshoot πŸ₯΅ Shoot shoot intinya cik
463K 1.5K 11
Tentang diriku yang terlena oleh duniawi Warning ⚠️
57.4K 7.4K 41
[SEQUEL MY SOULMATE] "Maksudnya apa coba main cium, emang ada temen tapi ciumannya di bibir?" "Yaudah kita pacaran! Mulai detik ini juga." Hidup seor...