EVIDEN (END)

By ThisMe_Vardhan

57.1K 4K 217

Wajib Follow sebelum membaca! TRIPTHA SERIES 1 : EVIDEN Memandang Semesta Dari Mata Yang Terluka Semesta itu... More

PROLOG
1. Calla Lily
2. Gladiol
3. Foxglove
4. Carnation
5. Daffodil
6. Iris
7. Snowdrop
8. Astrantia
9. Marigold
10. Daisy
11. Periwinkle
12. Hyacinth
13. Jasmine
14. Red Rose
15. Bougenville
16. Gerbera
17. White Rose
18. Orchid
19. Anemone
20. Sun Flower
21. Heather
22. Azalea
23. Melati
24. Lavender
25. Black Water Lily
26. Cyclamen
27. Dandelion
28. Alamanda
29. Magnolia
30. Edelweise
31. Russelia
32. Amarilis
33. Fuchsia
34. Forget Me Not
35. Kana
36. Lotus
37. Lobelia
38. Lantana Camara
39. Pansy
40. Petunia
41. Ruellia
43. Viola
44. Monarda
45. Vinca
46. Orpine
47. Torenia
48. Strawflower
49. Nemesia
50. Mimosa
51. Morning Glory
52. Angelonia
53. Mirabilis
54. Gardenia
55. Lavatara
56. Rose
57. Celosia
58. Orchid
59. Pearl Blossom
60. Violet
61. Wisteria (end)

42. Salvia

436 58 2
By ThisMe_Vardhan

Senja sudah tiba, tapi rasa penasaranku masih belum hilang. Apa yang membuat Vicky memutuskan untuk bolos? Jika Bu Andrea tau, dia pasti akan dipukul lagi.

Aku meraih anting berbentuk bulan dan memakainya di kedua telinga. Penampilanku terlihat cukup untuk jalan malam bersama cowok.

Ya, aku akan keluar bersama dengan Farel untuk melakukan rencana kami menyatukan Vicky dan Oki.

Aku harap begitu Vicky berdua bersama Oki, Vicky bisa mencurahkan alasannya memutuskan untuk bolos. Itu adalah rencana paling mulia yang pernah kubuat.

Pintu dibuka dari luar. Bunda menatapku dengan ekspresi curiga.

"Teman kamu sudah nunggu di bawah," kata Bunda membuatku mengangguk.

Aku meraih tas berisi buku tulis dan buku fisika.

"Rara nggak akan malam-malam, kok," kataku membuat Bunda semakin curiga.

"Kamu mau belajar atau nge-date?" tanya Bunda membuatku menatap terkejut ke arahnya.

"Kan tadi Rara udah bilang mau belajar sama Farel."

"Kenapa baju kamu kayak gitu?" Bunda memperhatikan sekujur tubuhku yang terbalut dress berwarna ungu muda.

"Emangnya salah pakai baju gini?" sahutku sambil meninggalkan Bunda yang seharusnya masih ingin menanyaiku banyak hal.

Farel sudah menunggu di ruang tamu. Dia terlihat menawan dengan jaket levisnya.

"Gue harus kasih alasan mau ngerjain tugas biar bisa keluar," bisikku ketika kami keluar rumah.

Farel menrtawakanku. "Kalau mama lo tau lo bohong gimana?"

"Enggak mungkin."

Kami masuk ke dalam mobil. Farel segera melajukannya dengan santai di tengah jalan.

"Oki udah di halte kan?" tanyaku memastikan.

"Udah," sahut Farel.

"Lo cantik, Ra," kata Farel membuatku yang sibuk membuka notif di ponsel langsung mengalihkan perhatian ke arahnya.

"Makasih," sahutku bangga. Tak biasanya ada yang memujiku cantik.

Aku menelfon nomor Vicky berkali-kali, tapi tak ada jawaban.

"Coba sekali lagi," kata Farel membuatku tak bosan mencoba.

Di panggilan yang kesekian kalinya, akhirnya Vicky mengangkatnya.

"Vicky, tolong!" kataku dengan nada sendu. Aku melirik ke arah Farel yang sedang menertawakan aktingku.

"Lo bisa jemput gue di halte nggak?"

"Ngapain lo di halte?" tanyanya dengan nada datar.

"Gue ... maksudnya, Farel ninggalin gue."

"Farel?"

"Gue sama Farel mau jalan, tapi dia bilang ada urusan. Jadi, gue ditinggal di halte sendirian. Vicky, please!" aku membuat suara seolah terisak.

"Nggak usah nangis, gue ke sana sekarang," sahut Vicky.

Aku menahan diri untuk tidak tertawa puas karena berhasil membujuknya. "Oke," sahutku. Mengubah ekspresi menjadi sedih seperti channel tv yang diganti dengan remot. "Jangan lama-lama, gue dingin soalnya."

Panggilan dimatikan sepihak. Aku menatap ke arah Farel. Kami sama-sama tertawa, lalu ber-high five karena berhasil melakukan langkah pertama.

"Vicky pasti heran karena bukan gue yang di halte, tapi Oki," gerutuku dengan nada antusias.

"Lo yakin Oki bisa bujuk Vicky untuk datang ke konser?" tanya Farel dengan nada ragu.

"Tenang aja, gue yakin mereka sekarang udah saling percaya. Vicky orangnya nggak tegaan, dia pasti mau diajak sama Oki."

Ponsel Farel berdering, kini bukan dari Oki lagi, melainkan dari Vicky.

"Kayaknya gue bakal kena masalah," gerutu Farel. Aku menepuk bahunya.

"Tenang aja, masalahnya nggak akan sebesar itu kok."

Kami tiba di lokasi konser. Banyak polisi mengawasi parkiran. Aku merasa tak biasa menghadiri tempat seramai dan berdesakan seperti ini.

Aku kaget melihat Oki dan Vicky sudah lebih dulu tiba. Mereka sedang dicek oleh dua orang polisi, entah ada masalah apa.

Setelah diperbolehkan pergi, Oki mengajak Vicky menemuiku. Aku mengalihkan pandangan dari Vicky. Takut dia menatapku dengan ekspresi emosi karena dia tau aku baru saja membohonginya.

"Hay, Vicky!" sapaku dengan ekspresi tak berdosa.

Vicky hanya menghembuskan napas kesal dan mengalihkan pandangan dariku. Aku menatap lengan Oki yang bartaut di lengan Vicky. Aku sama sekali tidak menyangka Oki akan seberani itu.

Farel yang berasal dari keluarga kaya raya yang membelikan kami tiket untuk mendapatkan kursi VIP di konser salah satu boyband asal Korea kali ini. Aku dan Farel memberikan kesempatan kepada Oki dan Vicky untuk berdua sementara kami kabur ke tempat lain.

Acara malam itu berjalan lancar. Rencananku dengan Farel membuat Oki dan Vicky terlihat akrab. Aku melihat Vicky mulai menatap Oki seperti dia menatapku dan menatap orang-orang terdekatnya.

Farel mengantarku pulang. Dia akhir-akhir menyita perhatianku karena tidak pernah mengalihkan pandangan dari wajahku seolah dia ingin mengatakan sesuatu, tapi dia tidak mampu mengatakannya.

"Makasih, Farel. Kalau nggak ada lo, gue nggak akan berhasil menyatukan mereka berdua," kataku ketika kami tiba di depan gerbang rumahku. Bunda mengawasi dari jendela kamarnya.

"Sama-sama, Ra. Makasih juga udah kasih waktu buat gue untuk jalan sama lo."

Aku menatap terheran melihat senyum berbunga-bunga di wajahnya.

"Lo mau ngomong sesuatu?" tanyaku memastikan.

Farel menggeleng. "Enggak, kok. Cuma makasih aja. Sampai jumpa besok!" kata Farel lalu menjalankan mobilnya dengan ekspresi ragu.

Aku mengedikkan bahu dan masuk ke dalam rumah.

Aku mengintip ke kamar Abel sebelum masuk ke kamarku. Abel sedang mengajari Niko mengerjakan tugas.

"Belum tidur?" tanyaku dengan ekspresi heran.

"Belum, Kak. Niko baru ingat ada pr," sahut Niko sambil menguap.

Abel memperhatikan penampilanku. Dia menautkan alis. "Tante bilang, lo keluar. Kemana?"

"Nonton konser," sahutku enteng.

"Gue nggak diajak?" protes Abel.

"Gue taunya lo akan datang sama Aidan," sahutku polos.

"Ya udah nggak papa."

"Mau gantian gue yang ngajarin Niko?" tawarku agar Abel punya waktu untuk istirahat.

"Nggak usah, ini juga bentar lagi selesai."

🍁

Aku berangkat sekolah keesokan harinya dan melihat Oki dan Vicky semakin akrab. Vicky tak banyak bicara, tapi dia mendengarkan dan memperhatikan semua perkataan Oki.

Aku berniat pergi ke perpustakaan, tapi langkahku dihentikan oleh Bu Sonia dari ruang TU.

"Ya, Bu? Ada apa?" tanyaku dengan ekspresi penasaran. Pasti ada hubungannya dengan beasiswa.

Ekspresi Bu Sonia terlihat serius. "Kamu sudah bersiap, kan? Ujiannya tinggal seminggu lagi."

"Seminggu?" sahutku syok. "Bukannya masih bulan depan?"

"Ibu juga nggak tau kenapa jadwalnya diubah. Kamu harus bersiap-siap. Setelah ujian praktek berakhir, ujian beasiswa akan dilaksanakan."

Sial. Aku bahkan belum menguasai materi fluida statis dengan baik. Aku belum siap.

"Saya mengerti kamu pasti sangat syok. Kalau kamu belum siap, kamu bisa cari pengganti. Masih bisa, kok."

Aku menggeleng tegas. "Nggak, Bu. Saya nggak perlu diganti. Saya akan kuasai semua materi yang sudah ibu berikan. Saya janji."

Aku melangkah buru-buru ke perpustakaan. Setelah jam istirahat berakhir, aku harus berada di kelas untuk menyelesaikan ujian praktek ekonomi, dan selama istirahat berlangsung aku harus sudah menyelesaikan minimal 15 soal.

Farel duduk di bangku yang biasa  kududuki.

"Maaf, Ra. Nggak ada kursi kosong lain," kata Farel seolah kursi itu milikku.

Aku menoleh ke arah kursi kosong di depan meja penjaga perpus.

"Kursi itu ada yang punya," kata Farel ketika tau apa maksudku. "Orangnya lagi cari buku di ruang arsip."

Aku duduk di kursiku. Membuka laptop dan mencari-cari soal yang ingin kukerjakan.

Materi listrik di pelajaran fisika benar-bnar membuatku pusing. Aku sempat ingin menyerah, tapi sekali lagi, Angelo University sudah di depan mata.

Farel terus mencuri-curi perhatianku. Setelah menyelesaikan soal kelima, aku menatap ke arahnya.

"Lo mau ngomong sesuatu?" tanyaku memastikan.

Farel tersenyum seolah momen yang ia harapkan akhirnya tiba. "Gue cuma mau tanya kalau lo lagi nggak ada hubungan sama siapa-siapa?"

Aku menautkan alis.

"Maaf gue lancang, gue cuma mau tau aja."

Aku menoleh ke arah jendela yang memperlihatkan koridor. Aidan sedang mendorong kursi roda Abel. Mereka tertawa bersama, tak pernah tau ada yang memperhatikan mereka dengan perasaan cemburu.

"Atau lo ada hubungan sama Aidan?" tanya Farel begitu menyadari siapa yang sedang kuperhatikan.

Aku menggeleng. "Gue? Aidan? Enggak ... nggak mungkin."

Farel mendengus tersenyum. "Lo mirip seperti yang Vicky deskripsikan, selalu menyanggah perasaan lo sendiri."

Aku menatap tak percaya. Memangnya Vicky cerita tentang aku ke Farel?

"Oke, tapi jangan kasih tau Aidan atau Abel, kalau gue suka sama Aidan."

Ekspresi Farel berubah. "Jadi ... lo ... b-beneran suka sama Aidan?"

Aku mengangguk. "Kami saling kirim surat waktu dia masih di Texas."

Farel menatap tak percaya. "Vicky nggak bilang kalau lo suka sama Aidan."

"Kenapa Vicky harus bilang ke elo kalau gue suka sama Aidan? Emangnya Vicky ceritain semuanya tentang gue ke elo?"

Farel bangkit dari duduknya. Ekspresinya aneh. "Ya," sahutnya dengan nada datar. Lalu berjalan keluar perpustakaan.

Aku menatap tak menyangka kepergiannya. Sebenarnya, apa yang terjadi?


'Sejauh apa kamu melangkah sampai kamu begitu yakin masa depanmu akan persis seperti yang kamu harapkan?'


Menurut kamu Samara mending sama siapa nih???

Continue Reading

You'll Also Like

3.4K 1.2K 29
{ BUDAYA KAN FOLLOW SEBELUM BACA⚠️ NO PLAGIAT⚠️⚠️ _______________________________________________________ [ ׁׅ᥎ׁׅɑ...
3.1K 884 56
Hati-hati banyak typo bertebaran. Cerita ini menceritakan seseorang gadis cantik yang di cintai hebat oleh lelakinya. Hy...kenalin aku alicia, Alic...
1.1K 133 17
Barra." "Hm." "Tolong sabar sedikit lagi ya." "Buat?" "Aku tahu kamu nggak nyaman denganku, aku tahu aku cuma pengganggu buat kamu, aku tahu kamu ris...
2.4M 127K 61
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...