Bima Sakti

Por bundalidiii

16.8K 1.7K 188

[ FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA ] Galang adalah korban dari pembantaian satu keluarga 8 tahun silam. Dirinya... Más

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Cast
Bab 8
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
BIMA SAKTI IS BACK
BIMA SAKTI IS BACK
PENGUMUMAN

Bab 9

432 81 16
Por bundalidiii

❗WARNING ❗
CERITA INI MURNI DARI PEMIKIRAN AUTHOR SENDIRI.
JIKA ADA KESAMAAN NAMA, TEMPAT, PERISTIWA ITU HANYALAH KEBETULAN.
HUKUM DALAM CERITA INI FIKSI SELURUH NAMA PEMERINTAH DAN PRESIDEN JUGA FIKSI.
DIMOHON MENJADI PEMBACA YANG BIJAK, JANGAN LUPA VOTE & KOMEN UNTUK MENDUKUNG BUNDALIDIII TERUS BERKEMBANG.

TERIMAKASIH SUDAH MAMPIR

®®®

Bima menyetir mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia terkejut saat tangannya di tarik oleh Kevin Sanjaya di rumah sakit. Dengan penampilan yang berlumuran darah, Kevin keluar dari rumah sakit menolak untuk ditangani jika bukan di rumah sakit Sanjaya. Dengan terpaksa Bima harus mengantarkan Kevin ke rumah sakit Sanjaya menggunakan mobilnya sendiri.

"Apa anda belum melihat berita kecelakaan saya?" Tanya Kevin.

"Saya tidak perduli dengan berita." Jawab Bima.

"Apa anda tahu wanita yang anda selamatkan itu salah satu dari anak pembantaian 8 tahun lalu?" Tanya Kevin.

"Saya tidak perduli dengan masa lalunya." Bima terlihat menaikkan kecepatan mobilnya.

"Apa ini? Apakah dia pacar anda?"

Bima tak menjawab, ia memilih fokus berkendara agar cepat sampai tujuan. Dia menyelip setiap mobil di depannya bahkan memilih jalan pintas.

"Tidak usah terlalu cepat, jika tabrakan lagi saya benar-benar mati." Ucap Kevin sambil bersandar.

"Lantas bagaimana dengan orang-orang yang anda bunuh?" Kevin menatap Bima bingung.

"Anda terlihat takut dengan kematian tapi anda membunuh mereka, apa anda tidak berfikir kematian yang mereka hadapi seperti apa? Menurut saya mati tertabrak sangat menyenangkan daripada mati dengan cara di tembak atau di tusuk." Lanjut Bima.

"Hidup terlalu menyenangkan untuk orang-orang seperti mereka, daripada menikmati hidup yang tidak abadi lebih baik mati dan menikmati hidup abadi di atas sana." Jawab Kevin.

Bima melihat Kevin lewat kaca, ia hanya bisa tersenyum tanpa mengeluarkan suara.

®®®

Audrey duduk di ranjang Lian yang sedang terlelap. Ia mengelus rambut sang adik lalu membenarkan selimutnya. Audrey mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Saya sedang kerja."

"Bima mengenai penembakan itu say-"

Tutt.. Tutt...

Panggilan di putus sepihak, Audrey melihat layar ponselnya lalu memanggil Bima lagi tapi tidak di angkat. Ia berdiri dari tempatnya lalu keluar ruangan. Di luar, terdapat 2 anggota polisi yang ditugaskan untuk menjaga kamar rawat Lian serta Hisam yang sedang duduk fokus ke laptopnya. Audrey menghampiri Hisam lalu duduk di sampingnya.

"Halo bolehkah saya memeriksa pasien bernama Lian sekarang?" Tanya dokter wanita pada Audrey.

Audrey terkejut saat melihat dokter tersebut, "Loh anda dokter di rumah sakit Sanjaya kan? Kenapa bisa ada di rumah sakit ini?" Tanya Audrey.

"Ah, mungkin yang anda lihat itu kembaran saya. Jadi saya punya kembaran dan kami satu profesi, apa saya perlu menunjukkan ktp saya?" Tanya dokter itu.

"Tidak perlu, silahkan periksa adik saya." Dokter itu mengangguk begitu Audrey menyetujuinya untuk masuk. Ia langsung masuk ke ruangan Lian.

"Ini aneh, kenapa gak ada satupun rekaman cctv atau dashboard yang nunjukkin rupa penembak?" Kesal Hisam.

"Tentang apa?" Audrey melihat layar laptop Hisam, di sana terputar rekaman cctv penembakan Rani.

"Lo mulai nyelidikin kasus ini?" Tanya Audrey.

"Maaf, walaupun lo larang sekalipun gue akan tetep kawal kasus ini sampe selesai." Jawab Hisam lalu menutup laptopnya.

Audrey hanya tersenyum, ia juga akan menyelidiki kasus penembakan Rani setelah menangkap pelaku dari kasus Lian. Jujur berat baginya untuk menutup kasus Rani apalagi Bima sendiri yang memintanya untuk menangani kasus tersebut.

"Heh, Revalina bakal di tangkep pagi ini. Kenapa mereka mendadak ngeluarin surat penangkapan?" Seru Hisam sambil melihat ponselnya.

"Apa? Kenapa di tangkap? Sama siapa?" Tanya Audrey.

"Di sini kayaknya dia harus... Kita yang bakal tangkep dia hehe." Jawab Hisam.

"Kenapa atasan memperkerjakan gue selagi gue masih ngurusin kasus Lian?" Tanya Audrey kesal.

"Kita ikuti aja, siapa tau berhubungan." Jawab Hisam.

®®®

Vino dan Jorji saat ini tengah berdiri di depan gedung Rumah sakit Sanjaya. Sesaat setelah Bima menghubungi Jorji dalam perjalanan ke rumah sakit bersama Kevin, keduanya langsung berkendara ke rumah sakit untuk menunggu Kevin.

Ting

Satu notifikasi masuk ke ponsel Vino, ia mengambil ponselnya lalu menghela nafas. Vino kembali memasukkan ponselnya ke saku jas lalu memfokuskan pandangnya ke depan.

"Sepertinya agak sulit bagi anda untuk mencari pasangan." Ucap Jorji membuka topik.

"Anda lebih tua kenapa gaya bicaranya sopan sekali." Jawab Vino.

"Jabatan anda lebih tinggi, apa salahnya berbicara sopan selagi tidak menyakitkan bukan?" Jawab Jorji disertai senyuman.

"Anda benar, mencari wanita sangat sulit. Lagipula saya harus menghidupi nenek saya daripada memikirkan wanita."

"Wajah anda terlalu sopan untuk menjadi seorang pembunuh. Hidup memang tidak adil untuk sebagian orang, tapi menjadi pembunuh tidak akan membuat hidup anda menjadi lebih baik." Ucap Jorji.

"Pembunuh yang menceramahi pembunuh lainnya, apakah anda sedang bercanda sekarang?" Tanya Vino dengan menatap Jorji.

Jorji tertawa, ia merasa lucu dengan ekspresi Vino tadi. Lalu tibalah mobil Bima di hadapan mereka. Bima keluar mobil lebih dahulu lalu membuka pintu jok kedua dan merangkul Kevin. Jorji segera memanggil perawat untuk membawakan kursi roda. Setelah perawat datang bersama kursi roda, Kevin duduk di sana dan masuk diikuti oleh Jorji. Sementara itu Bima langsung kembali ke mobilnya dan pergi tanpa mengucapakan sepatah katapun. Vino yang melihat Bima menunjukkan ekspresi yang aneh.

®®®

Sementara itu di gedung sekretaris presiden lebih tepatnya kantor sekretaris presiden. Terdapat dua laki-laki berjas, satu duduk dan satunya lagi berdiri. Laki-laki yang duduk tengah memilah beberapa foto di mejanya lalu mengambil satu foto dan tersenyum.

"Apa dia sedang mencoba mencari tahu tentang kejadian 8 tahun lalu?" Tanya laki-laki itu.

"Saya pikir selain mencari tahu, dia juga akan membunuh semua orang yang terlibat pak."

Laki-laki yang duduk tadi tersenyum sambil memandangi foto di tangannya.

"Tapi siapa wanita yang dia temui ini?"

"Ah, dia detektif kepolisian namanya Audrey. Jika anda ingin saya memotret dia akan saya lakukan."

"Tidak perlu, saya hanya butuh foto anak ini." Laki-laki itu meletakkan foto tadi ke meja.

"Saya pikir dia akan sangat menderita jika mencari tahu semuanya."

Laki-laki itu mengingat kembali 8 tahun lalu saat dirinya sedang berada dalam mobil di depan rumah seseorang. Ia nampak melihat Kevin yang tengah menggendong anak berjalan pelan ke arah rumah tersebut. Kevin memandangi anak di gendongannya lalu menangis.

Laki-laki itu melihat dengan jelas saat Kevin meletakkan bayi itu ke sebuah kardus lalu kardus tersebut di letakkan di depan gerbang rumah. Setelah meletakkannya, ia berjalan pergi meninggalkan bayi tersebut. Laki-laki itu awalnya akan mengambil bayi tersebut tapi dia kedahuluan oleh pemilik rumah tersebut.

®®®

Bima memarkirkan mobilnya di depan rumah Adi, ia segera keluar mobil lalu mencoba membuka pintu rumah. Bima melihat sekelilingnya lalu mengambil kunci dari sakunya. Ia berhasil membuka pintu lalu masuk dan menguncinya lagi dari dalam.

Di dalam, Bima di sambut oleh Neva yang sedang memegang sapu dengan pose seperti akan menyerang Bima. Untungnya Bima langsung bersuara dan menunjukkan wajahnya dengan cepat hingga membuat Neva tidak jadi menyerangnya.

"Adi mana?" Tanya Bima.

"Kenapa lama banget sih! Adi masih tidur di kamar." Jawab Neva lalu meletakkan sapu.

Bima mengangguk lalu berjalan ke kamar Adi, tapi baru beberapa langkah ia langsung di tarik Neva. Wanita itu menunjuk bayangan manusia di gorden jendela. Bima juga melihat bayangan itu lalu berjalan mendekat. Ia mengambil ponselnya lalu menghubungi seseorang.

"Ada siapa di depan rumah?" Tanya Bima.

"Cowok yang gue bilang, dia kelihatan ngawasin rumah Adi."

"Verifikasi wajah dia." Bima langsung mematikan panggilan. Ia melihat Neva yang ketakutan di belakangnya.

"Lo gak tidur?" Tanya Bima.

"Gimana gue bisa tidur sementara di luar ada orang aneh." Jawab Neva.

"Tidur atau gue keluarin lo?" Neva menjauh dari Bima, ia mengambil sapu dengan cemberut lalu pergi.

Bima duduk di sofa, ia terus melihat bayangan orang di gorden tersebut sambil melihat ponselnya.

Tok! Tok! Tok!

Jendela ruang tamu diketok oleh orang itu, Bima berdiri lalu mendekat ke arah jendela. Ia menatap bayangan orang tersebut yang terlihat menghadap dia juga.

"Entah kamu di dalam atau tidak, hentikan semua ini. Jalani hidupmu dengan tenang sampai mati." Ucap orang itu dan akhirnya pergi.

Bima langsung membuka pintu dan melihat sekeliling rumah. Ia hanya melihat kotak di depan pintu, Bima mengambil kotak itu lalu masuk dan mengunci pintu. Ia berjalan menuju kamar kemudian mengunci pintu kamar juga. Kotak itu ia letakkan di meja dekat ranjang.

Bima kembali menyalakan ponselnya, ia terlihat seperti sedang mengecek sesuatu di ponselnya dengan serius. Wajahnya berubah saat melihat satu notifikasi dari seseorang.

Bima mengambil sebuah headset dan dipasangkan di kedua telinganya. Ia memutar audio tadi dan mendengarkannya dengan serius. Tanpa Bima sadari, Neva sekarang berada di depan kamarnya. Ia hanya berdiri di depan pintu dengan wajah serius.

®®®

Jessi terlihat sedang menyiapkan sarapannya sendiri di pagi hari ini. Ia membuka tirai kamar hotelnya lalu menyeduh kopi dan di letakkan ke meja. Ia juga memeriksa bubur buatannya lalu meletakkan bubur itu ke mangkok lalu diletakkan juga di sebelah kopi.

Ia mengambil laptop lalu duduk di sofa sambil meminum kopi dan memakan bubur buatannya. Jessi terlihat serius dengan layar laptopnya.

"Jadi Aji beneran bunuh diri." Ucapnya terlihat ragu.

Jessi melihat ponselnya yang bergetar karena ada panggilan masuk di sebelah laptopnya. Ia mengambil ponsel tersebut lalu mengangkatnya.

"Revalina ditangkap pagi ini, apakah anda sudah tahu kabar ini?"

Jessi mengerutkan kening, "Apa mereka bawa surat perintah? Sebentar sebenarnya ada masalah apa sampai harus di tangkap?" Tanyanya.

"Mereka terbukti bersalah, di tas Revalina ada potongan jari korban yang tewas di tkp. Korban ini bersama dengan adik detektif Audrey, dan yang melecehkan adik detektif Audrey adalah putra Revalina. Terlihat tidak masuk akal tapi ada DNA dari Revalina di bawah kuku korban serta rekaman cctv putra Revalina membawa adik detektif Audrey setelah di lecehkan."

Jessi bersandar pada sofa, "Saya akan mengambil kasus ini." Ucap Jessi lalu mematikan panggilan.

Sementara itu Kevin yang sedang duduk santai di ranjangnya di kejutkan oleh kedatangan Vino yang nampak tergesa-gesa. Vino mengeluarkan ponselnya lalu memberikan Kevin. Ia menunjukkan sebuah artikel pada Kevin Sanjaya.

"Jadi mereka dijadikan umpan." Lirih Kevin.

"Sebaiknya anda jangan ikut campur masalah ini." Ucap Vino khawatir.

"Saya harus, Revalina pasti akan bertemu dengan anak itu. Saya yakin ada hal yang anak itu inginkan sampai harus membuat tuduhan palsu seperti ini." Jelas Kevin.

"Tapi bagaimana anda yakin jika ini tuduhan palsu? Semua bukti sudah terkumpul." Tanya Vino.

"Vino, sudah berapa lama kamu bekerja dengan saya? Hal seperti ini harusnya kamu sudah tau." Jawab Kevin lalu menyeruput teh.

"Saya akan pulang siang ini, kita harus segera menangani Revalina." Vino mengangguk.

®®®

Bima berjalan berdampingan dengan Neva menuju kelas. Hal ini memicu banyak sekali pasang mata yang tertuju pada keduanya. Neva yang menyadari hal tersebut lantas mempercepat jalannya agar mendahului Bima.

"Jangan cepet-cepet nanti lo jatoh." Kaki Neva mendadak seperti berhenti bergerak begitu mendengar kalimat yang Bima ucapkan.

"Dek jalannya jangan cepet-cepet nanti jatoh!" Ia berbalik lalu menatap Bima dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Jangan baper, Adi nanti ngambek kalo tau lo luka." Ucap Bima dengan wajah datar lalu pergi meninggalkan Neva.

"Siapa juga yang baper." Lirih Neva.

Tak jauh dari tempat Neva berdiri, Saga yang sedari tadi berjalan agak jauh dari Neva berdiri memperhatikan gadis tersebut. Ia menatap Neva tanpa ekspresi, matanya beralih pada Bima yang sedang berjalan menaiki tangga. Begitu Neva kembali berjalan, Saga melihat ke arah lantai 3 sekolahnya sambil melihat jam dinding di sekitar sana.

Bima yang sekarang berada di lantai 2 berniat untuk pergi ke toilet. Saat sampai toilet, ia mencium bau anyir darah. Karena penasaran, Bima membuka setiap pintu di sana untuk memastikan. Saat di pintu paling pojok, awalnya agak sulit untuk dibuka tapi saat ia mendobrak pintu tersebut akhirnya terbuka juga. Bima membuka pintu secara pelan, hal yang pertama kali ia lihat adalah cairan merah di kloset. Bima melihat mayat wanita yang mengenakan seragam dengan luka tusuk di bagian perut serta goresan di pergelangan tangannya yang membuat darah mengalir.

Bima menghela nafas panjang, ia berjalan mundur lalu melihat dirinya di cermin. Setelah itu Bima berjalan keluar, ia melihat Saga yang tengah berjalan menuju arahnya. Bima menarik Saga, karena di tarik secara tiba-tiba Saga terkejut.

"Ada mayit di toilet, cepet panggil guru." Ucap Bima.

Saga mengerutkan keningnya, ia melihat ke dalam toilet sejenak lalu melihat sekeliling. Ia berlari menuju ruang bk yang terletak di lantai 2 lalu memanggil salah satu guru. Tak berselang lama, 2 guru laki-laki berlari menuju Bima diikuti oleh Saga di belakangnya.

"Kamu lihat di mana?" Tanya salah satu guru.

"Di sana." Bima menunjuk pintu paling pojok di toilet.

"Baik, Saga dan Bima bisa ke kelas untuk masalah ini biar kami yang urus." Saga mengangguk, ia menarik tangan Bima lalu pergi.

Di perjalanan menuju tangga, Saga terus melirik Bima dan memperhatikan ekspresi laki-laki itu. Bima sebenarnya sadar, hanya saja ia malas untuk berbicara. Ia memilih diam saja asalkan Saga tidak macam-macam.

"Gak usah dipikirin, kejadian kaya gini udah ke 4 kalinya di sekolah ini. Cuman emang gak bocor di media aja." Ucap Saga sambil merangkul Bima.

"Bunuh diri?" Tanya Bima.

"Iya gue yakin kali ini bakal di tetapin bunuh diri juga." Jawab Saga.

"Jadi apa yang mau lo tanyain?" Bima menghentikan langkahnya lalu menatap Saga.

"Gue? Gak ada kali, gak ada yang mau gue tanyain tenang." Jawab Saga kikuk.

Bima memalingkan pandangannya, ia kembali melanjutkan langkahnya menaiki tangga.

"Tolong bantu gue ungkapin kasus Kak Aji." Ucap Saga pada akhirnya.

Bima kembali menghentikan langkahnya, ia sedikit terkejut dengan permintaan Saga tapi ia juga bingung.

"Gue tau lo bukan orang baik, saat pemakaman kakak gue lo ada di sana sendirian. Lo senyum di depan makam kakak gue, awalnya gue pikir lo pembunuh kakak gue tapi gue salah. Gue mohon bantu gue kali ini aja ungkapin kematian kakak gue, hasil otopsi menunjukkan kalo dia bunuh diri. Tapi gue gak yakin, kakak gue bukan orang yang kaya gitu." Jelas Saga.

Bima berbalik lalu melihat sekitar dan berjalan mendekati Saga.

"Kenapa harus gue?" Tanya Bima.

"Gue tau semuanya tentang lo, siap lo sebenernya gue tau. Gue tau dari awal, gue juga tau apa yang lo incar Bima." Jawab Saga terlihat percaya diri.

"Apa yang gue incer?" Tanya Bima lagi.

"Yayasan Raflesia." Ekspresi Bima mendadak berubah, ia terkejut.

"Gue tau di mana yayasan itu." Bima menatap Saga begitupun sebaliknya.

BERSAMBUNG

Aku updatenya santai aja ya? Nunggu 100 vote dulu gak sih? Wkwk
Btw gimana part kali ini? Kasih komentar dong...

Alur Bima Sakti udah masuk belum di pemikiran kalian? Gak terlalu berat berat amat soalnya baru part segini hehehe

Udah ya see u next part💃

Seguir leyendo

También te gustarán

188K 10.2K 36
Vania yang malam itu meninggal karna kecerobohannya, ia bukannya menuju alam baka. Tapi ia malah ber transmigrasi ke tubuh Fita. Gadis 16 tahun yang...
343K 42.6K 22
"I will find you with the miracle that I have."
173K 30.2K 54
Arif, Galih, Reno, Fauzi, William, dan Harsya bersekolah di tiga tempat berbeda. Sama-sama membutuhkan pekerjaan tambahan dalam penyelarasan hidup, m...
142K 925 3
Love,Race And Family "No matter how you are, a race is still race" "Don't be afraid about you car, be afraid if you can't control it" "You mess with...