Sekte - Para Pencari Tumbal [...

By Ramdan_Nahdi

290K 30.1K 2.6K

Gilang dan Alby harus menghadapi kemarahan dari Anggota Sekte, setelah kematian Pak Ryan. Baca - Ellea dan... More

Gilang Febians
Mimpi
Ki Kendil
Tumbal Spesial
Uang Pancingan
Kandang Jin
Mr X
Ritual Janin
Mbak Rini
Rumah Kakek
Kampus
Mata Batin Terbuka (POV - Gilang)
Kenanga (POV - Griselle)
Amarah Cakra
Kera Putih (POV - Alby)
Kematian Cakra
Rantai
Bantuan Datang
Ratu Kuntilanak
Tamu Istimewa (POV - Griselle)
Kembali ke Rumah Alby
Anak Genderuwo (POV - Alby)
Raja Genderuwo
Leon (PoV - Griselle)
Melepas Sukma (PoV - Gilang)
Dunia Jin
Latihan Bersama Alby
Jaran Geni
Satu Lawan Satu (POV - Alby)
Banshee dan Wraith
Gasha
Menjemput Alby (PoV - Gilang)
Menyelamatkan Griselle
Pasukan Anjing Hitam
Siluman Serigala
Aula Tengah
Pertarungan Sengit
Makhluk Besar
Nidhogg
Sosok di Balik Jubah
Wujud Mr X
Wujud Asli
Kakek Danu
Inti Sukma
Kembali Kuliah
VERSI NOVEL

Keris Taming Sari

5.9K 703 138
By Ramdan_Nahdi

"Ini gak bakal sakit, El." Mas Cakra mencoba menginjakku, beruntung aku terlebih dulu menghindar dan melayangkan serangan tenaga dalam padanya. Ia tersenyum, "Sebaiknya kamu jangan ngelawan, El. Nanti bakal lebih sakit."

"Mas lebih percaya Kuntilanak itu?" tanyaku.

"Ya."

Aku merapal mantra untuk mengeluarkan tali secara gaib. Kemudian, melilitkan pada Mas Cakra. "Yang beginian gak mempan, El!" ucapnya, seraya memutus tali itu dengan tangannya yang kekar. Ayah meninju lantai sebanyak tiga kali, hingga membuat ubin marmer retak. Kemudian berlari ke arah Mas Cakra dan melayangkan pukulan. "Segini aja?" Ia berhasil menahan serangan itu, lalu menendang perut ayah dengan kencang.

Dalam situasi seperti ini, ke mana perginya Nyi Ambar dan Ki Kendil. Kami berdua tidak akan mungkin bisa menahan Mas Cakra. Aku memanggil Macan Putih, salah satu penjaga keluarga. "Ayah! Tolong tahan Mas Cakra!" pintaku.

Ayah memanggil Siluman Monyet, lalu menyerang Mas Cakra secara bersamaan. Sementara aku fokus pada Kenanga, ingin sekali menghabisinya. Kuperintahkan Macan Putih mengejarnya.

ARGH!

Mas Cakra berteriak dan mengamuk. Aku bisa melihat ada sosok Genderuwo Berbulu Merah yang merasukinya. Genderuwo itu berhasil memukul mundur ayah dan Siluman Monyet.

Kriet!

Pintu terbuka. Aku menoleh, ada Pak Yanto yang berdiri di sana. "Pak pergi!" teriakku. Namun, Mas Cakra terlebih dulu melayangkan serangan tenaga dalam padanya hingga tubuhnya terpental ke luar.

BRUK!

Pintu tertutup dengan kencang. "Dasar pengganggu," ucap Mas Cakra, lalu memerintahkan Genderuwo Merah mengejar Macan Putih. Dua makhluk berkekuatan besar itu bertarung di udara. Genderuwo Merah yang dibantu Kenangan berhasil mengalahkan Macan Putih dan membantingnya ke lantai.

DUG!

Bunyi benturannya sangat keras. "Gak ada yang lebih kuat?" ucap Mas Cakra. "Mana Nyi Ambar dan Ki Kendil? Bawa ke sini!"

Aku menutup mata, mengambil pusaka berbentuk keris yang berada di tubuh ini. Keris itu melayang-melayang di atas kepalaku.  "Keris Taming Sari, ternyata Ki Mangkujiwo kasih keris itu ke kamu. Menarik," ucap Mas Cakra.

"Sebaiknya Mas nyerah aja," balasku.

Mas Cakra tertawa, "Saya gak takut sama keris itu!"

"Oke." Aku belari ke arahnya dan melayangkan pukulan. Ia memang berhasil menahannya, tapi tidak dengan efek tenaga dalam yang membuatnya terpental hingga menubruk sofa.

"Boleh juga." Mas Cakra bangkit. Saat ia akan melangkah, kakinya tidak bisa digerakan. Ternyata itu ulah ayah yang menahan kakinya.

"Pukul, El!" perintah Ayah.

Aku kembali melayangkan pukulan, tapi kali ini ditahan oleh Genderuwo Merah. Ia tidak tau kalau serangan itu bisa langsung melumpuhkannya.

ARGHHH!

Mas Cakra mengamuk saat melihat penjaganya tumbang. Ia mencoba menyerangku, tapi dengan mudah dapat kutangkis. Selain memiliki efek tenaga dalam yang besar, keris ini membuat tubuhku menjadi sangat kuat.

"Ayah, urus Kenanga!" pintaku. Kenanga tampak panik dan berusaha pergi dari rumah ini.

"Oke!" Ayah melepas sukma dan mengejar Kenanga.

"Sekarang kita satu lawan satu, Mas. Saran saya mending jangan turutin kemauan Kenanga."

"Saya udah gak peduli sama dia. Sekarang cuman pengen ngebales perbuatan kamu!" Mas Cakra menutup mata, sepertinya ia ingin memanggil pasukan. Bergegas aku merapal mantra untuk menutup rumah ini.  "Kamu gak bakal bisa ngehalangin mereka, El."

Kini aku bisa melihat ada puluhan Siluman yang datang. Mereka bisa mengancurkan perisai yang kubuat. Macan Putih tak akan bisa menahan mereka. Aku memintanya pergi, dari pada ia mati.

"Kamu gak bakal sanggup melawan mereka sendirian. Panggil Nyi Ambar ke sini!" Mas Cakra bertolak pinggang sembari merapal mantra yang membuat tubuh ini tak bisa bergerak.

Para Siluman tertawa sembari melayang ke arahku. Kubalas cekikikan mereka dengan senyuman. "Mas yakin mereka bisa nyentuh saya?" ucapku. Salah satu siluman berusaha mencakarku dengan kukunya, tapi ... Keris Taming Sari lebih dulu menusuk tubuhnya hingga roboh.

Mas Cakra mengubah targetnya. Bukan aku, melainkan ayah. Siluman Monyet yang menjaga tubuh ayah tak sanggup menghadapi pasukan Siluman. Bergegas aku meminta Keris Taming Sari melindungi ayah. Tak menyadari ada Siluman Kerbau yang menyerudukku dari belakang.

Tubuh ini terdorong ke depan dan ditangkap oleh Mas Cakra. Ia langsung mencekikku, "Kasian ayah kamu, El. Pas dia balik harus liat anaknya mati."

"Saya bakal siksa kamu dulu, El," imbuhnya, sembari mengangkat tubuh ini, lalu membantingku ke meja. BRUG! ARGH! Rasanya sakit sekali.

Belum sempat untuk bangkit, Mas Cakra berniat menginjak perutku. Beruntung aku bisa menahannya dan memelintir kakinya hingga ia terjatuh. Saat aku berusaha bangkit, ada Siluman Ular yang melilit tubuh ini.

Aku merapal mantra dan menyentuh tubuh Siluman Ular, membuatnya menggeliat kepanasan. "Saya gak bakal semudah itu kalah, Mas," ucapku seraya bangkit.

Mas Cakra duduk bersila dan menutup mata. Tak lama kemudian, aku bisa merasakan ada energi yang besar sedang menuju ke sini. Ada ratusan bahkan ribuan makhluk gaib yang datang, mulai dari Kuntilanak, Pocong serta para penjaga dari orang yang ditumbalkan. Entah kenapa aku agak dejavu dengan situasi seperti ini.

Mas Cakra membuka mata, "Apa kamu sanggup melawan mereka, El?" ucapnya, lalu bangkit dan tertawa kencang.

Melawan puluhan Siluman saja aku sudah kewalahan, apalagi ribuan makhluk gaib. "Ayah! Ayah!" Harapan satu-satunya adalah meminta bantuan ayah.

Sukma ayah kembali ke tubuhnya. Ia langsung menatapku yang berdiri dengan luka berdarah di tangan. "Kamu gak apa-apa, El?" tanyanya.

"Gak apa-apa, Yah. Tapi liat deh," balasku sambil menunjuk ke belakang Mas Cakra.

Ayah mengembalikan Keris Taming Sari padaku. Kemudian ia memanggil Raja Siluman Monyet dengan pasukannya dan mengeluarkan pedang pusaka dari dalam tubuhnya. Pedang pusaka yang terbuat dari emas, yang selama ini melindunginya.

Para makhluk gaib itu pun mulai menyerang. Sementara Mas Cakra malah duduk santai melihat aku dan ayah yang lumayan kewalahan. Puluhan dari mereka sudah mati terkena tusukan keris dan tebasan pedang.

Brug!

Ayah terjatuh karena serangan dadakan dari Mas Cakra. Puluhan makhluk mulai mengerubunginya. Hal itu membuat konsentrasiku pecah, hingga tak sadar ada serangan mendadak dari Mas Cakra.

Brug!

Aku terjengkang ke belakang. Ada satu Siluman berhasil mengigit jempol kaki dan mengisap energiku. "Ayah!" panggilku, tapi ia tidak menyaut. Sementara energiku sudah mulai terkuras.

Sebuah selendang merah menghempaskan para makluk yang mengerubungiku dan ayah. Selendang milik Nyi Ambar, "Maaf saya terlambat," ucapnya.

"Akhirnya kalian datang juga!" ucap Mas Cakra. Aku melirik ayah, di sampingnya sudah ada Ki Kendil. Kali ini sangat yakin bisa mengalahkannya.

Nyi Ambar mengibaskan selendangnya, hingga tercipta angin kencang. Sementara Ki Kendil membentur-benturkan tongkatnya ke lantai, hingga tercipta gelombang suara yang memekakan telinga. Pasukan gaib Mas Cakra pun berhasil dipukul mundur.

"Mari kita mulai," ucap Mas Cakra seraya melepaskan sukmanya. Ki Kendil dan Nyi Ambar langsung berhadapan dengannya. Sementara aku dan ayah berhadapan dengan pasukan gaib miliknya.

Keris Taming Sari berputar-putar kencang di atas kepalaku, menciptakan pusaran angin untuk melindungi tubuhku. Kini tak ada satupun yang berani mendekat, karena ganjarannya adalah kematian.

Nyi Ambar berhasil mengikat Sukma Mas Cakra dengan kainnya. Sementara Ki Kendil menghajar sukma itu berkali-kali. Aku bisa melihat ada darah segar ke luar dari mulut Mas Cakra. Sebentar lagi ia pasti akan tumbang.

Sukma Mas Cakra berhasil meloloskan diri dan kembali tubuhnya. Kemudian ia duduk di lantai sembari memukul tanah berkali-kali.

Dug!
Dug!

Tanah ini seakan-akan bergetar. Aku bisa merasakan ada energi yang sangat besar mendekat. Seekor Kera Putih berukuran besar terlihat berjalan jingkrak sambil tertawa-tawa. Sosok itu mengenakan Zirah berwarna perak dan membawa tongkat berwarna emas.

Nyi Ambar dan Ki Kendil bergerak mundur. "Itu apa, Nyi?" tanyaku.

"Bentuk Leak tingkat tinggi yang berasal dari Gunung Agung. Leak itu hanya bisa dipanggil oleh orang yang memiliki tingkatan cakra tertentu," jelas Nyi Ambar.

Jadi inilah alasannya ia dinamakan Cakra. "Apa dia kuat?"

"Sangat kuat. Saya sendiri tidak yakin bisa menghadapinya."

Tok!
Tok!

Pandanganku teralihkan mengarah ke pintu. Siapa yang datang di saat seperti ini? Semoga saja itu bukan Pak Yanto. Ia bisa mati melihat semua ini.

"Ada orang!?" teriak seseorang dari luar.

Mas Cakra menatap tajam ke arah pintu. "Jangan masuk!" sahutku.

Kriet!

Wajah orang yang tak terduga muncul dari balik pintu. Alby! Mau apa ia ke sini?

BERSAMBUNG

Continue Reading

You'll Also Like

57.4K 4.8K 33
(TAMAT) Katya yang biasanya ceria mengalami banyak hal aneh beberapa waktu belakangan. Kejadian hal aneh ini sering terjadi di rumahnya, hingga akhir...
698K 46K 17
Nakal tapi manja? Siapa lagi kalau bukan Reydar Galaxy Éros. "ish, aku mau pelukkk Liaa" ⚠️BAPER AREA⚠️
349K 19.3K 30
Juwita Liliana, gadis berparas cantik, cerdas, kemampuan aneh yang dia miliki mengharuskan dia homeschooling, namun setelah satu tahun terakhir akhir...
6.6K 539 57
Kecil, putih, terbang melesat? Apa lagi kalau bukan Naci (nasi kecil) seorang hantu yang tinggal di pohon pete bersama keluarganya. Ini kisah tentang...