[2] HATI dan WAKTU

By deftsember

50.4K 9.4K 9K

Raline menawarkan diri menjadi pacar Jerome untuk membantu cowok itu move-on dari mantan pacarnya. Dia tahu k... More

BAB 00: START
BAB 01: MEMULAI
BAB 02: HARI PERTAMA PACARAN
BAB 03: MEMBUKA HATI
BAB 04: KENCAN PERTAMA
BAB 05: RALINE'S WORST DAY
BAB 06: SUPPORT SYSTEM
BAB 07: "Raline pacar gue."
BAB 08: PENGAKUAN
BAB 09: CEMBURU?
BAB 10: CEMBURU? (PT 2)
BAB 11: STAYCATION IN ANYER
BAB 12: KISSING YOU
BAB 13: INTEROGASI
NOTIF
BAB 14: SUPPORT BOYFRIEND
BAB 15: SESUAI HARAPAN
BAB 16: TERHUBUNG TAKDIR?
BAB 17: BERPISAH
BAB 18: ANNOYING!
BAB 19: BREAK UP (?)
BAB 20: DECISIONS
BAB 21: PERJUANGAN JEROME
BAB 22: SI CALON BUCIN PACAR
BAB 23: I LOVE YOU
BAB 24: SELANGKAH LEBIH BERANI
BAB 25: RENCANA LIBURAN KELUARGA
BAB 26: LOVE IN EUROPE
BAB 27: LOVE IN EUROPE (PT 2)
BAB 28: BUKTI KEBUCINAN JEROME
BAB 29: RALINE MUDIK
BAB 30: DI SURABAYA..
BAB 31: REVITALISASI CINTA
BAB 32: 1st ANNIVERSARY
BAB 33: SISI LAIN
BAB 34: MULAI MENGGANGGU
BAB 35: PERUSAK
BAB 36: DETIK-DETIK KERETAKAN
BAB 37: KESALAHAN FATAL
BAB 39: KEHANCURAN TERBESAR
BAB 40: USAI
BAB 41: THE END(?)
S2 VER 1: BIGGEST LOSS

BAB 38: END

843 200 672
By deftsember

~ Happy Reading ~


Dua minggu setelah kekacauan yang melibatkan Jerome karena pengaruh buruk dari Abigail, kini lelaki itu sudah lebih baik menjalani hari-hari nya. Walaupun di beberapa kesempatan dia masih suka merenungi kesalahan nya dan khawatir kalau suatu saat nanti Abigail kembali berulah sampai membuat hubungan nya dengan Raline hancur berkeping-keping.

Jerome tidak ingin lagi merasa kalut dengan ketakutan nya. Dia percaya dan sangat yakin malam itu tidak terjadi apa-apa. Walaupun saat itu dia tidak sadar karena pengaruh sesuatu yang membuat kesadaran nya menghilang, Jerome ingat dan bisa merasakannya kalau tidak ada yang berbeda dengan tubuhnya.

Saat itu karena rasa penasaran nya yang tinggi, Jerome menghubungi senior nya dan bertanya sesuatu yang cukup riskan.

Lelaki itu menanyakan tentang perubahan fisik dari seorang lelaki yang sudah tidak perjaka lagi. Lantas saja senior nya yang mendengar pertanyaan nya itu langsung terkaget-kaget.

Seorang Jerome tiba-tiba menanyakan sesuatu yang dia pikir hanya pertanyaan random dari seorang mahasiswa kedokteran. Tentu saja senior nya menjawab seadanya diselingi nada candaan. Karena dia pikir Jerome hanya bertanya tanpa ada maksud tertentu.

"Lo aneh banget tiba-tiba nanya random begitu. Kenapa? Penasaran gimana perubahan fisik cowok yang udah pernah main ya? Nggak sebanyak perempuan kok perubahan nya. Paling lo cuma ngerasa ketagihan dan pengen lagi aja."

Mendengar jawaban senior nya malah membuat Jerome merinding jijik. Tentu saja dia tidak akan sudi melakukan hal seperti itu dengan perempuan macam Abigail. Membayangkan nya saja sudah membuatnya mual.

Meskipun rasa penasaran nya masih belum terpecahkan, Jerome masih cukup yakin kalau dia tidak meniduri Abigail. Bekas sperma yang di bilang Abigail pun tidak bisa di percayai.

Satu-satunya kunci untuk barang bukti paling akurat yang bisa melepaskannya dari jerat masalah ini adalah cctv dan video rekaman yang ada di ponsel Abigail.

Tapi bukti cctv saja sudah lebih dari cukup. Dan Jerome sedang berusaha mendapatkan bukti itu. Tidak ada yang mengetahuinya, dia benar-benar menyimpan masalah ini untuk dirinya sendiri.

Satu hal yang sangat dia sesali sampai sekarang adalah rasa iba dan luluh mendengar cerita Abigail tentang keretakan keluarga nya. Seharusnya dia tidak merelakan waktunya untuk meladeni perempuan itu.

Sungguh, Jerome sudah tidak ada lagi perasaan sedikitpun kepada Abigail. Yang tersisa saat ini hanyalah rasa benci yang membuatnya ingin melempar perempuan itu ke jurang berisi buaya ganas.

Dia takut kalau tidak ada yang percaya dengan ucapannya. Dia takut sendirian. Tapi apa boleh dikata kalau ini memang kesalahannya. Dia tahu Abigail licik, tapi dia masih saja luluh hanya karena sisi kemanusiaan nya.

Jerome hanya berharap Abigail tidak berulah di saat hari pertunangan nya tinggal menghitung hari.
Setiap malam Jerome berdoa kepada Tuhan agar semua rencana nya di lancarkan.

Dia hanya ingin merajut cinta yang damai dan tenang bersama pujaan hatinyaㅡRaline Jovanka.



🍑🌹


Tinggal 6 hari lagi dia akan resmi menjadi tunangan Jerome Raditya Wilsen. Tidak ada yang mampu mendeskripsikan betapa berdebar nya jantung Raline sekarang.

Hari-hari seperti itu tidak pernah sekalipun terbesit di pikiran nya. Menjadi tunangan dari cowok yang sejak lama dia impikan. Bukankah takdir bahagia sedang menghampiri nya.

Meskipun rasa bahagia mendominasi perasaannya, tetap saja Raline merasa ada yang aneh dengan Jerome akhir-akhir ini.
Kekasihnya itu jadi lebih pendiam dua kali lipat dari sebelumnya.

Raline tahu kalau Jerome memang pendiam dan tidak banyak bicara, tapi akhir-akhir ini sikap pacarnya itu jadi agak aneh.

Cowok itu jadi lebih sensitif dan seperti menjaga jarak dengannya. Jerome yang biasanya tidak pernah mau menjauh saat berada di sisinya, kini malah berusaha untuk menjaga sikapnya.

Mereka jarang melakukan skinship karena Jerome selalu menghindar saat Raline ingin menciumnya. Mereka juga jadi jarang bertemu karena kesibukan Jerome yang luar biasa.

Entahlah mungkin ini hanya perasaannya saja. Jerome mungkin memang sedang banyak pikiran karena hari pertunangan mereka sudah semakin dekat dan persiapan skripsi nya masih banyak mengalami kendala.

Raline tidak ingin menambah beban pikiran dengan hal-hal yang belum tentu kejadian. Dia sudah berjanji untuk percaya dengan pacarnya. Dan dia pun yakin Jerome tidak akan mengkhianati cinta mereka.

Jerome amat sangat mencintainya dan Raline tidak mau menaruh curiga hanya karena sedikit perubahan dari pacarnya.

Hah! Gara-gara sibuk melamun, Raline jadi tidak sadar kalau sejak tadi dia tidak selesai-selesai mencuci tangan dan membiarkan air mengucur dan terbuang sia-sia.

"Wah, kebetulan macam apa ini? Di toilet ketemu sama calon mantan tunangan nya my future husband."

Raline tidak harus menoleh karena dia bisa melihat siapa gerangan yang tiba-tiba mengajaknya berbicara.

Abigail menyender di dinding dekat westafel sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Raut wajah cewek itu seperti merendahkan Raline.

"Oh ya sebentar lagi lo tunangan sama Jerome ya? Karena gue nggak di undang jadi gue ucapin selamat sekarang ya. Semoga kalian berdua bisa bahagia walaupun kayaknya mustahil sih."

Abigail terus mengoceh tanpa lelah dan berusaha menimbulkan provokasi agar emosi Raline terpancing. Tapi tentu saja Raline tidak akan terpengaruh dengan apapun yang keluar dari mulut mantan pacar calon tunangan nya.

"Heh! Masih punya kuping kan? Dengerin dong kalau ada orang ngomong."

Raline melirik sekilas ke arah Abigail yang sedang memasang ekspresi kesal. "Oh? Lo manusia? Gue pikir penunggu toilet. Soalnya kata nenek gue lumayan peka sama makhluk halus."

Abigail mengumpat kesal mendengar jawaban tidak terduga dari Raline. Dia kesal karena Raline bisa seberani itu kepadanya.

"Kata-kata lo nggak sopan banget. Tadinya gue pengen nampar mulut lo, tapi berhubung gue lagi dalam keadaan yang nggak bisa marah-marah, jadi gue maklumi. Kasihan sama cewek yang bentar lagi ngerasain patah hati."

Raline memutar tubuhnya menghadap tepat di depan Abigail. "Gue penasaran, katanya lo terkenal dan nggak mau berteman sama orang-orang yang nggak se-level sama lo. Tapi kenapa lo hobi gangguin gue terus? Lo masih belum move-on dari calon suami gue ya? Wah.. parah banget dong kalau gitu."

Abigail mengepalkan tangannya berusaha menahan hasutan untuk tidak menampar wajah Raline.

"Seperti yang lo bilang tadi. Gue dan Jerome mau tunangan dan kita nggak ada niat ngundang lo. Jadi daripada malu-maluin di acara orang, lebih baik lo sadar diri dan jauh-jauh dari hubungan gue dan Jerome. Dan tolong lupain Jerome, ya. Nggak etis kan kalau lo masih belum bisa move-on dari calon suami orang. Kan dulu lo yang bikin calon suami gue hampir frustasi karena gagal move-on."

Nafas Abigail mulai memburu karena emosi yang mulai menggebu-gebu. Dengan kasar dia mendorong tubuh Raline dan menekan nya sampai Raline meringis kesakitan.

"Kenapa lo bisa percaya diri begitu, Raline. Yakin kalau semua mimpi lo itu bakal terwujud atau hanya akan jadi angan-angan aja? Jangan sombong karena gue masih punya cara buat ngehancurin hubungan lo dan Jerome."

Raline menelan saliva nya gugup. Ekspresi wajah Abigail saat ini nampak menyeramkan dengan senyuman lebar yang seolah sedang mengejeknya.

"Sejujurnya lo terlalu polos, jadi gue merasa nggak tertantang kalau main-main sama lo. Lawan yang sepadan buat gue adalah Jerome. Dan gue seneng banget karena Jerome bisa bikin gue makin semangat buat ngehancurin kalian satu-persatu, karena kalau gue mau ngehancurin Jerome doang terlalu nanggung. Gue nggak bahagia, jadi kalian juga nggak boleh bahagia. Enak banget mau bahagia di atas penderitaan gue."

Raline mendorong tubuh Abigail yang menekan nya. "Gue nggak tau kenapa lo bisa se-obsesi itu sama Jerome. Padahal dulu lo sendiri yang mutusin dia dan bilang nggak puas sama dia. Terus kenapa sekarang lo ngejar-ngejar dia lagi? Jerome udah bahagia sama gue. Open your eyes and heart!"

Mendengar kata-kata Raline malah membuat Abigail tertawa terbahak-bahak. Bahkan suara tawa nya sampai mendengung di sepenjuru toilet. 

"Inilah kenapa gue nggak mau main-main sama orang bego kayak lo, Raline. Alasan gue bisa kayak gini karena gue nggak terima cowok yang gue sakitin bisa bahagia sama pasangan baru nya, sedangkan gue malah di khianati. Apa lo pikir gue bakal diam aja lihat kalian bahagia? Tentu jawaban nya nggak. Gue iri! Gue iri lihat orang yang gue sakitin bisa move-on dari gue. Padahal gue kira Jerome nggak akan bisa lepas dari bayang-bayang gue. Kenapa lo harus hadir buat nyembuhin luka yang udah gue torehkan buat Jerome?"

Raline menggeleng tidak habis pikir mendengar ucapan Abigail barusan. Dia berpikir mungkin saja Abigail terlalu frustasi sampai membuatnya jadi gila.

"Gue pikir lo butuh ke psikiater. Jangan terlalu lama memendam dendam, mental lo udah nggak baik-baik aja."

Setelah mengatakan itu, Raline berniat pergi dari toilet. Tapi pergelangan tangan nya di cegah dan tubuhnya kembalo terdorong. 

"What the hell are you doing!"

Abigail membuka tas dan merogoh sesuatu di dalam nya. Dia melempar sebuah benda sampai mengenai wajah Raline.

"Itu buat lo. Tadi nya gue berencana ngasih itu buat engagement gift buat lo dan Jerome. Tapi hari ini lo bikin gue emosi dan gue nggak sabar pengen lihat detik-detik kehancuran lo dan Jerome." ucap Abigail.

Cewek itu menyeringai sambil mengusap perut nya yang rata. "Gue bener-bener nggak sabar lihat kalian nangis-nangis darah. Dan di saat semua itu terjadi, gue akan jadi orang paling bahagia di dunia. Just wait for the game, Raline Jovanka."

"Urusan gue sama lo udah selesai sampai disini. Sekarang gue tinggal ngurus mantan calon tunangan lo dulu ya." ucap Abigail.

Cewek berparas cantik namun memiliki hati busuk itu pergi meninggalkan Raline yang langsung merenung menyerna kata-kata Abigail tadi. Mata nya tidak sengaja melihat benda yang tadi di lempar oleh Abigail.

Raut wajah nya langsung berubah setelah dia tahu benda apa yang ada di tangan nya saat ini.

"G-garis nya ada dua?" gumam nya dengan nada bergetar.

Raline bukan nya tidak mengerti apa yang sedang dia hadapi saat ini. Pikiran nya mulai melalang buana kemana-mana dan perasaan tak enak mulai merasuki nya. 

Cewek itu menggelengkan kepala seolah menepis semua prasangka buruk nya. Dia membuang testpack itu ke tong sampah dan tidak peduli kalau petugas kebersihan akan curiga.

"Jangan pikirin apa-apa, Rell. Lo harus percaya sama apa yang harus di percaya. Tuhan selalu ada buat hamba nya yang membutuhkan." gumam nya sambil mengepalkan tangan dan berdoa.

Karena tidak ingin berlarut-larut dengan pikiran buruk, Raline pun memilih keluar dari toilet dan menyusul teman-teman nya yang sedang berkumpul di basecamp milik geng Jerome dkk.



🍑🌹


 Jerome melempar ponsel nya sambil mengumpat kasar. Pesan baru dari nomor tidak dikenal sukses meluapkan emosi nya. Tanpa harus menebak pun Jerome tahu siapa yang berani mengirmi nya chat seperti itu.

+62 888776669999

'Sayang, aku butuh kamu. Datang ke rooftop apartemen aku ya, nanti aku shareloc.'

'Kalau kamu sampai nggak datang, jangan salahin aku kalau video kita malam itu sampai ke Raline.'

'Ada baik nya kamu nurut dan ikuti permainan aku, Jerome. Aku pegang kunci yang bisa aja bikin kamu dan Raline hancur.'

Kamu lebih pilih hancur sendirian atau mau di temenin juga sama Raline? Atau kamu lebih suka lihat Raline yang hancur? Aku bisa bikin semua itu jadi kenyataan. Jadi jangan macem-macem sama aku.'

'Cepat datang ya, sayang. Aku punya kejutan spesial buat kamu.'

"SIAL! ABIGAIL BANGSAT!"

Jerome meremas rambut nya sambil mengumpat berkali-kali. Abigail masih saja menganggu nya, padahal dia sudah mengancam cewek itu. Abigail seperti memiliki seribu cara untuk mengacaukan rencana hidup nya.

Dia pikir Abigail tidak akan berulah lagi setelah dia mengancam akan berbuat nekat terhadap kehidupan cewek itu. Tapi nyata nya Abigail malah makin tertantang untuk mengganggu nya.

CKLEKㅡ Pintu kamar Jerome terbuka dan Mama Siska masuk ke dalam. 

"Kamu kenapa? Tadi mama dengar kamu teriak sampai kedengaran ke bawah." 

"Nggak ada apa-apa." jawab Jerome singkat.

Tapi sepertinya Mama Siska tidak percaya dengan jawaban anaknya. Hanya di lihat saja pun beliau tahu kalau anaknya tengah di liputi masalah besar.

"Kamu lagi ada masalah?" tanya Mama Siska dengan hati-hati. Beliau berharap mendapatkan jawaban yang tepat dari Jerome, tapi ternyata Jerome hanya menjawabnya dengan gelengan kepala.

"Nggak ada apa-apa, Ma."

"Syukurlah kalau emang nggak ada apa-apa. Beberapa hari yang lalu Raline sempat telepon Mama, dia ngeluh soalnya kamu tiba-tiba ngilang dan susah di hubungi. Mama nggak tau kenapa kamu jadi begini, tapi jangan bikin pasangan kamu khawatir. Raline sampai nangis-nangis nyariin kamu."

Jerome langsung termenung setelah mendengar ucapan Mama Siska barusan. Karena terlalu sibuk memikirkan tentang masalahnya dengan Abigail, Jerome jadi melupakan pujaan hati nya. Raline pasti merasa kebingungan sekali saat itu.

"Kamu udah mau tunangan dan nggak lama lagi mau menikah. Itu artinya kamu harus berubah jadi lebih dewasa karena kedepan nya nanti kamu yang akan jadi pemimpin dari keluarga yang kamu bangun bersama Raline. Kamu nahkoda dari kapal keluarga kamu, Dek."

"Kalau lagi ada masalah jangan di simpan sendirian. Kamu punya teman, punya orang tua, dan punya pacar. Mereka pasti bisa jadi orang kepercayaan buat kamu."

Mama Siska mengusap puncak kepala Jerome dengan penuh kasih sayang. "Yang nama nya pernikahan pasti memang ada cobaan nya. Kalau kamu lagi ada masalah sekarang jangan jadi pecundang dan kabur gitu aja. Selesaikan dulu masalah itu sebelum kamu menikah."

Jerome mengepalkan tangan nya untuk menahan lonjakan emosi yang hampir menutupi akal sehat nya. 

"Ini kesempatan terakhir yang Raline kasih buat aku, Ma. Aku takut Raline nggak mau menerima aku dan malah ninggalin aku. Kalau begitu bukan nya lebih baik diam daripada kehilangan dia."

Mama Siska mengerutkan dahi nya. Beliau mulai merasakan ada yang tidak beres dengan masalah yang tengah di hadapi oleh anaknya.

"Emang apa yang udah kamu perbuat sampai Raline nggak mau maafin kamu? Masalah kamu sekarang bukan nya cuma tentang urusan kuliah aja, Dek?"

Mendadak tubuh Jerome menegang. Tanpa sadar dia sudah menarik rasa penaran Mama Siska tentang masalah yang sedang dia hadapi sekarang.

"Bukan masalah apa-apa, Ma. Aku cuma tegang karena bentar lagi tunangan." ucapnya. Dia beranjak dari duduk nya dan berlagak sibuk agar menghilangkan rasa penasaran Mama Siska.

"Aku pergi sekarang ya, Ma. Raline ngajakin nonton bioskop." 

"Jer, Mama kan belum selesai ngomong."

"Maaf Ma, nanti kita lanjutin ngobrol nya. Raline udah nunggu lama, nanti dia ngambek kalau aku nggak jemput sekarang."

Setelah itu Jerome melesat keluar dari kamar nya meninggalkan Mama nya yang masih bingung dengan sikap putra nya yang tidak seperti biasanya.

"Beneran cuma masalah kuliah aja kan?" dan tiba-tiba Mama Siska ikut merasa overthinking.



Mereka benar-benar nonton bioskop, tapi Raline merasa kalau yang exicted dengan film di layar besar itu hanyalah dirinya saja. Beberapa kali dia menoleh ke samping, Jerome lebih banyak diam bukan karena fokus menonton film. 

Tatapan cowok itu kosong mengarah ke depan. Raga nya memang ada di samping nya, tapi Raline yakin kalau jiwa dan pikiran Jerome sedang berada di tempat lain. 

Rasa nya aneh, karena se-pendiam apapun Jerome tidak pernah kelihatan kacau begini. Awalnya Raline mengira kalau pacarnya sedang banyak pikiran karena hari pertunangan mereka tinggal menghitung hari saja. Tapi sepertinya ada yang jauh lebih penting dari itu.

"Hei, you okay? Mau keluar studio sekarang aja?" tanya nya sambil berbisik agar penonton lain tidak terganggu.

Jerome yang memang sedang melamun itu seketika tersadar. Dia menoleh ke samping dan melihat Raline sedang menatapnya dengan khawatir.

"Kamu kayaknya capek banget deh. Kalau gitu kenapa tadi ngajakin aku nonton? Kan waktu nya bisa kamu pakai buat istirahat. Lagian persiapan pertunangan juga udah beres kok."

Jerome berdehem pelan untuk meringankan kegugupan nya. 

"Nggak kok. Tadi aku cuma lagi mikirin materi buat bahan skripsi, tiba-tiba aja kepikiran. Kita lanjut nonton nya lagi yuk."

Jerome kembali menoleh dan menatap layar lebar yang sedang memutar film. Cowok itu berusaha menghilangkan kecurigaan Raline terhadap nya. Dia tidak mau Raline jadi berpikir yang macam-macam tentang nya.

"Habis nonton kita ke apart aja. Aku mau masak buat makan malam kita sekalian ngobrol-ngobrol."

"Loh, kenapa? Tadi kata nya kamu mau ke Marugame."

"Nggak jadi. Aku habis lihat-lihat resep di Youtube terus tiba-tiba mau re-create salah satu menu nya."

Jerome tersenyum. Dia menggenggam tangan Raline dan membawa nya untuk dia ciumi punggu tangan sang pacar. "Bisa di cepetin aja nggak sih film nya? Sekarang aku lebih exicted pulang ke apart terus makan masakan baru kamu. Terus habis itu..."

"Habis itu apa?"

Jerome mendekatkan wajah nya ke telinga Raline lalu membisikan sesuatu. "Cuddle. Udah lama nggak anget-angetan sama kamu."

Wajah Raline langsung merona mendengarnya. Dengan kesal dia mendorong dada bidang Jerome agar sedikit menjaga jarak dari nya. 

"Cium aja, nggak usah minta tambah."

"Cium sambilㅡ"

Raline langsung menutup mulut Jerome dengan telapak tangan nya sebelum cowok itu melanjutkan kata-kata yang bisa di pastikan bisa membuatnya terbayang-bayang suatu adegan.

"Lihat ke depan dan tonton film nya, Jerome Raditya Wilsen."



Ternyata apa yang di katakan Jerome ada benarnya. Sehabis menonton di bioskop mereka langsung pulang ke apartemen. Raline memang tidak jadi memasak menu baru yang di lihat nya dari Youtube karena Jerome merayu kalau dia ingin menghabiskan banyak waktu untuk berduaan. Jadi tadi sebelum ke apartemen mereka mampir membeli makanan dan makan di apart.

Lima belas menit setelah makan malam dadakan, Jerome mengajak Raline ke kamar dan sampai sekarang mereka ada di kamar. Apa yang mereka lakukan di kamar? Tentu saja apalagi kalau bukan saling memberi ciuman dan pelukan.

Raline menyambut ciuman Jerome dengan gerakan bibir yang intens. Rasa rindu nya terlalu besar karena akhir-akhir ini mereka jadi jarang bertemu karena kesibukan yang merajalela.

Jerome yang memulai ciuman tersebut pun berusaha penuh memberikan kenyamanan untuk . Raline. Ciuman nya memang menggebu-gebu, tapi dia masih berusaha untuk mengontrol nya agar tidak terlalu berlebihan.

Berduaan bersama Raline memang pilihan yang tepat di kala suntuk dan lelah menghadang. Rasanya Jerome ingin melakukan nya bersama Raline. 

CUP!

Ciuman mereka terlepas dengan intens nya sampai terdengar suara kecupan yang cukup nyaring. Ibu jari Jerome terangkat untuk mengusap bibir Raline yang berubah menjadi merah merona dan terlihat agak bengkak. Ada benang saliva yang menghubung di antara dua belah bibir mereka.

Dua sejoli itu saling bertatapan lalu beberapa detik kemudian tertawa karena merasa sedikit canggung.

"Apa sih ngelihat aku nya kayak gitu banget?" 

"Kamu makin cantik kalau di lihat lebih dekat lagi. Aku tiap hari mau lihat kamu sedekat ini biar mata aku di berkahi." balas nya sambil mendekatkan wajah ke wajah Raline.

Raline tertawa pelan sambil mendorong dada bidang Jerome agar memberi sedikit jarak di antara tubuh mereka.

"Omongan laki-laki ternyata sama aja. Gombal banget."

"Biar kamu nggak bosan sama aku yang kaku kayak kanebo. Sesekali aku gombalin biar kamu makin cinta dan nggak sanggup pergi ninggalin aku." ucap Jerome. Dia menatap kedua bola mata Raline dengan tatapan yang dalam.

"Di setiap hubungan memang pasti ada fase jenuh nya. Aku juga nggak munafik sama hal itu. Tapi aku punya prinsip, kalau pasangan ku mau bertahan sama aku, jadi aku pun harus berusaha bertahan untuk dia. Karena yang sudah di persatukan oleh Tuhan tidak boleh di ceraikan oleh manusia. Cuma kematian yang boleh memisahkan kita."

Jerome merasa jantung nya seperti di tusuk oleh belati paling tajam di dunia. Darah nya berdesir dan perasaan buruk mulai bangkit menghantui nya. 

Kata-kata yang di ucapkan oleh Raline tadi entah kenapa tidak terdengar menyenangkan. Malah sebaliknya. Jerome merasa napas nya mulai sesak dan kepala nya pusing. Ingatan tentang kesalahan yang sudah dia lakukan di belakang Raline membuatnya tak kuasa.

"Raline, I want to ask you something." ucapnya yang berusaha menetralkan suara nya yang bergetar.

Raline tersenyum lalu mengangkat kedua tangan nya untuk mengalung di leher Jerome.

"Nanya apa, calon suamiku?"

Bibir Jerome mulai bergetar dan lidah nya seperti kelu. Ada banyak pertanyaan yang ingin keluar dari mulutnya, tapi rasanya tidak mampu. Jerome butuh waktu beberapa saat sebelum mengatakan nya.

"Kesempatan yang kamu kasih ke aku sekarangㅡ apa bisa aku dapatin lagi suatu saat nanti?" tanya Jerome dengan nada suara nya yang merendah.

Raline menatap Jerome yang juga sedang menatapnya. Dia merasakan ada yang aneh dari tatapan Jerome yang kelihatan sendu.

"Nggak ada. Aku udah cukup sabar nunggu kamu selama ini. Udah banyak waktu dan perasaan yang aku kasih cuma buat bikin kamu cinta sama aku. Kalau kamu masih mau minta aku untuk kasih kesempatan lagi dan buat aku harus nanggung sengsara lagiㅡ kayaknya aku nggak akan sanggup. Aku nggak se-mampu itu buat rasain patah hati kedua kali."

Jerome langsung lemas begitu mendengarnya. Tapi dia masih berusaha untuk tegar dan terlihat baik-baik saja di saat hati nya berdegup dengan tidak tenang.

"Tapi itu kan menurut aku. Nggak tau gimana Tuhan kasih takdir buat kita. Manusia memang banyak merencanakan, tapi tetap Tuhan yang mengeksekusi takdir kita nanti. Makanya aku nggak pernah berhenti berdoa sama Tuhan tiap malam biar Tuhan mau menjodohkan aku sama kamu, baik di dunia maupun di kehidupan selanjutnya. Aku banyak minta ke Tuhan, tapi aku yakin Tuhan tau mana yang terbaik buat aku."

Tanpa sadar air mata mengalir dari pelupuk mata Jerome membasahi wajah tampan nya. Raline yang melihat itu pun langsung panik. Karena sangat jarang sekali dia melihat Jerome menangis seperti ini.

"Kamu kenapa, sayang? Kamu kenapa nangis kayak gini? Aku nggak ada salah ngomong kan?" ucap Raline dengan panik.

Jerome semakin tidak bisa menahan air mata untuk berhenti mengalir membasahi wajahnya. Hati nya sakit, rasa nya seperti tertusuk ribuan belati tajam. Pengkhianatan yang sama sekali tidak ada dalam rencana nya tanpa sadar sudah menyakiti Raline untuk kedua kali nya. Dan Jerome paham kalau sampai mengetahuinya, saat itu juga dia akan kehilangan Raline untuk selama-lamanya.

"Jerome! Kamu jangan bikin aku panik gini dong, sayang." Raline berusaha menenangkan Jerome yang semakin terisak. Cewek itu memeluk sambil mengusap punggung tegap Jerome agar pacar nya itu merasa tenang.

"Cup.. cup.. tenang ya sayang. Jangan nangis lagi. Everything will be fine."

Jerome balas memeluk Raline dengan sangat erat. Seolah-olah kalau dia lepas pelukannya Raline akan langsung pergi meninggalkan nya. Dia sangat ketakutan sekali sekarang.


Butuh beberapa menit sampai Jerome tenang dari tangis nya. Raline masih setia memeluk dan mengusap-usap kepala dan punggung pacarnya. Masih belum di ketahui alasan mengapa Jerome yang terlihat kaku dan dingin tiba-tiba menangis tersedu-sedu di pelukan pacarnya.

"Rell, aku sayang banget sama kamu. Aku udah bisa pastikan kayaknya aku nggak bisa hidup tenang kalau nggak sama kamu."

Raline mengecup kening Jerome saat mendengar pacarnya berkata seperti itu. "Iya sayang, iya. Kan tadi aku udah bilang, apa yang udah di persatukan Tuhan nggak boleh di ceraikan manusia. Kalau takdir kita baik, Tuhan pasti bakal tetap menyatukan kita apapun kenyataan nya. Kamu harus lebih percaya Tuhan."

Jerome mengangkat kepala nya membuat tatapan mata nya bertemu dengan mata Raline yang teduh. "I hope so. Aku nggak mau sama yang lain, aku mau nya sama kamu aja."

"I am yours, Jerome."

Raline menarik leher Jerome membuat ciuman kembali tercipta. Dia ingin memberi kenyamanan dan ketenangan untuk pacarnya yang sepertinya sedang memiliki masalah yang tidak bisa di ceritakan sekarang.

Dia memaklumi itu. Karena mungkin Jerome tetap butuh waktu nya sendiri untuk menyelesaikan masalah nya itu. Tidak apa-apa, sekarang giliran dia yang membantu pacarnya untuk melupakan masalah nya.

"R-rell, what are you doing?" ucap Jerome terbata karena Raline tiba-tiba mendorong tubuhnya dan naik ke atas tubuhnya yang terbari pasrah di atas ranjang.

"A-aku mau kasih sesuatu biar kamu nggak kepikiran sama masalah kamu. Cuddle. Kan katanya kamu mau cuddle sama aku." Raline mengatakan nya dengan wajah tersipu malu.

"Aku nggak tau harus nolak apa nggak. Do what you want to do. I will enjoy it."

Ini adalah yang pertama kali untuk Raline melakukan skinship lebih intim seperti ini dengan Jerome. Awalnya dia memang ragu dan malu, tapi dia harus meyakinkan diri kalau Jerome pasti akan menyukai nya.

Dengan canggung Raline menundukan tubuh nya sampai membuat tubuh mereka menempel tak berjarak. Dia memiringkan wajah nya lalu mengecup bibir Jerome dengan gerakan kaku. Awalnya memang sangat canggung dan memalukan, tapi karena Jerome menerima nya dengan senang hati, Raline jadi tertantang untuk melanjutkan nya.

Jerome pun melakukan hal yang sama. Dia tidak berharap mereka melakukan hal yang lebih jauh dari ini. Raline mau memulainya duluan saja sudah membuatnya terkesima, jadi dia akan sabar menunggu sampai Raline mengizinkan nya.

Tapi sial sekali. Tiba-tiba ingatan malam bersama Abigail masuk memenuhi pikiran nya. Jerome kembali merasa jijik dengan diri nya sendiri dan dia merasa tidak pantas untuk Raline. 

Dia reflek mendorong tubuh Raline membuat cumbuan mereka terlepas. Napas nya tersengal-sengal dan wajah nya berubah panik. 

"Jer, kenapa? Bibir kamu kegigit aku ya?" tanya Raline ikutan panik.

Jerome menggelengkan kepala. Dia menggeser tubuh Raline agar menjauh dari tubuhnya. Saat ini dia merasa jijik dengan tubuhnya yang sudah di sentuh oleh tangan kotor Abigail. Dan tidak seharusnya Raline menyentuh tubuh yang sudah ternodai ini.

"Jer, are you okay, sayang?" tanya Raline sambil menyentuh pundak Jerome tapi langsung di tepis begitu saja oleh cowok itu.

"Jerome.." Raline terlalu kaget dengan perubahan sikap Jerome yang terlalu tiba-tiba.

"Maaf, kita jangan terlalu berlebihan dari ini. Aku takut kebablasan." ucap Jerome sambil beranjak dari ranjang.

Raline sampai tidak mampu berkata-kata karena mendadak Jerome berubah menjadi dingin dan cuek. Apa yang terjadi? Kenapa semuanya tiba-tiba.

"Jer, aku gapapa kok. Aku udah kasih kepercayaan penuh buat kamu."

"Aku bilang nggak bisa ya nggak bisa, Raline!" tanpa sadar Jerome membentak Raline. Setelah menyadari sikapnya yang buruk, dia buru-buru mengambil jaket dan kunci mobil.

"Aku mau cari kopi dulu. Kamu tidur duluan aja, nanti aku nyusul."

Raline diam membatu bahkan setelah Jerome keluar dari kamar. Ada banyak pertanyaan yang memenuhi pikiran nya tentang perubahan sikap Jerome barusan. 

"Gue salah ya? Tapi gue kan nggak ngelakuin apa-apa yang bikin dia se-marah itu." gumam nya.

Tidak tahu. Raline benar-benar tidak tahu dengan sikap pacarnya itu. Jerome berubah sangat drastis sampai membuatnya bertanya-tanya.



Di sepanjang perjalanan Jerome terus mengumpati dirinya sendiri sambil memukul-mukul stir mobil. Rasa kesal dan jijik pada diri nya sendiri membuatnya hampir kehilangan kontrol emosi di depan Raline. 

Tidak seharusnya dia menolak Raline dan membuat pacarnya itu jadi memiliki prasangka buruk kepadanya. Tapi dia tidak bisa melepaskan bayang-bayang saat Abigail menyentuh tubuhnya. Dia merasa jijik mempersembahkan tubuh ini untuk di sentuh oleh Raline.

Raline tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti ini. Gadis itu terlalu baik dan dia malah memilih untuk menyakiti gadis baik itu untuk yang kesekian kali. Jerome takut untuk menapaki hidup tanpa Raline di sisinya. Rasa nya terlalu berat.

Dia memakirkan mobil nya di sebuah rumah yang akan membawa nya pada neraka. Dengan langkah lebar Jerome masuk ke dalam rumah itu tanpa menucapkan salah terlebih dahulu. Dia tahu si pemilik rumah sudah menunggu nya dari tadi.

BRAK!

Pintu terbuka dengan suara keras. Abigail yang sedang meminum segelas wine hampir tersedak mendengar nya.

"Sayang, kok kamu nggak ketuk pintu dulㅡ" 

"BERHENTI GANGGU GUE, ABIGAIL!" Jerome langsung berteriak keras. Emosi nya tersalurkan dengan baik dan dia tidak bisa lagi mengontrol nya.

Abigail menanggapi nya dengan santai. Cewek itu menaruh gelas wine nya dan beranjak dari duduk untuk menghampiri Jerome yang tengah tersulut emosi.

"Nggak baik marah-marah di depan calon istri dan anak kamu loh, sayang." ucapnya sambil mengusap bahu Jerome. Tentu saja Jerome langsung menyentak tangan kotor Abigail dari tubuhnya.

"Kayak nya lo beneran kebal sama ancaman gue, padahal gue nggak pernah main-main sama orang yang berani ganggu kehidupan gue."

"Kalau aku ganggu kehidupan Raline kan kurang menantang. Jadi aku gangguin kamu juga deh akhirnya." ucapnya di iringi seringai menyebalkan.

Jerome menatap tajam saat Abigail menyebut nama Raline. "Apa yang udah lo lakuin ke pacar gue?"

"Cuma main-main sedikit. Tuh cewek terlalu naif dan baik jadi orang. Sama sekali nggak ada tantangan nya main-main sama dia. Tapi aku tetap menunggu saat-saat dimana dia nangis darah karena cowok yang amat sangat dia cintai ternyata udah nidurin mantan pacar nya."

PLAK!

Kesabaran Jerome sudah habis. Dia tidak akan bersabar lagi dengan orang seperti Abigail. Darah nya mendidih ingin menyakiti tubuh yang sudah berani menyentuh nya itu. Dia akan membuat Abigail mati rasa karena saking sakit nya.

"Jerome! Kamu berani nampar aku?" 

"Kenapa gue nggak berani? Apa yang harus di takutin dari manusia iblis kayak lo, Abigail."

"Kamu nggak bisa macem-macem sama aku, atau aku bakalㅡ" ucapan Abigail terhenti saat rahang nya di cengkram kuat oleh Jerome.

"Bakal apa, hah? Lo mau ngancem apa lagi ke gue? Rencana busuk apa lagi yang mau lo lakuin?"

"Aku bisa tuntut kamu kalau kamu berani kasar sama aku."

Jerome tertawa keras. Dia sudah merasa tidak bisa menahan amarah nya lagi. "Lo mau tuntut gue pakai apa? Seharusnya gue yang tuntut lo karena lo udah ngejebak dan merugikan gue, Abigail. Yang seharusnya di hukum itu lo!"

"Lepasin aku dulu, Jerome!"

"Nggak. Gue mau buat lo menyesal karena udah main-main sama gue."

Abigail mengerang keras dan berusaha lepas dari cengkraman Jerome. 

Setelah berhasil dia langsung berlari menjauh dari Jerome yang sepertinya sudah kehilangan kendali. Cewek itu mengambil sesuatu dari atas meja dan melemparkan nya ke Jerome.

"Kamu nggak akan berani macem-macem sama aku karena aku punya itu."

"Apa maksud lo?"

"Kamu buka aja biar tau apa isinya."

Jerome mengambil benda itu dan membuka nya. Di dalam nya ada surat dan sesuatu berbentuk panjang seperti termometer.

Kedua mata nya melotot setelah membaca apa isi surat nya. Dia melirik benda berbentuk panjang itu dengan tatapan horor. Bohong rasa nya kalau dia tidak tahu apa benda itu. Profesi nya sebagai calon dokter membuatnya banyak mempelajari ilmu kedokteran dan istilah-istilah lain nya.

"Selamat sayang. Kamu bakal jadi ayah sebentar lagi." Abigail bertepuk tangan sambil tersenyum lebar.

GILA!

Ini tidak mungkin. Sama sekali tidak mungkin. Abigail sialan ini pasti sedang merencanakan sesuatu yang membuatnya tidak bisa berkutik lagi.

"Jangan gila lo. Gue nggak pernah merasa nyentuh lo. Dan gue tau ini pasti cuma akal-akalan lo aja."

"Aduh Jerome sayangku. Masa iya kamu lupa sama malam itu sih. Perlu aku kasih lihat rekaman nya sekarang? Padahal kamu liar banget loh main nya sampai aku kelelahan."

Jerome melempar benda itu dan berjalan mendekati Abigail. Dia mencengkram rahang Abigail lagi sampai membuat cewek itu mengerang kesakitan.

"Gue nggak sudi nyentuh tubuh lo yang udah sering di sentuh banyak cowok. Dan gue bisa pastikan kalau bayi yang ada di perut lo itu bukan bayi gue."

"Perlu gimana lagi sih biar kamu percaya kalau malam itu kita beneran udah ngelakuin seks. Kamu perlu bukti? Mau aku kasih lihat rekaman nya?"

"Sampai kapan pun gue nggak akan pernah percaya sama mulut setan kayak lo, Abigail."

"Aku serius, Jerome. Nggak mungkin aku main-main sama kehamilan. Cowok terakhir yang tidur sama aku cuma kamu doang. Udah bisa di pastikan kalau anak ini anak kamu juga. Aku beneran nggak bohong. Kamu juga udah lihat hasil pemeriksaan dari dokter kan?"

"BANGSATT!" Jerome berteriak keras sambil menyentak rahang Abigail.

Rasanya sangat frustasi sampai ingin gila. Jerome tidak tahu harus melakukan apa untuk menyelesaikan masalah ini.

"Aku nggak mau tau. Kamu harus nikahin aku secepatnya."

"WHAT! Gila ya lo? Gue mau tunangan sama Raline. Nggak akan sudi gue nikahin lo."

"Oh jadi kamu lebih milih tunangan sama Raline daripada tanggung jawab sama kehamilan aku? Padahal ini anak kamu juga dan dia butuh seorang ayah di hidupnya, Jerome. Kamu jangan jadi orang jahat yang mau menelantarkan anak kamu sendiri."

"ITU BUKAN ANAK GUE, ANJING! STOP NGOMONGIN ANAK."

Abigail pura-pura tersakiti setelah mendengar ucapan Jerome barusan.

"Kalau kamu nggak mau percaya ya udah gapapa. Aku bisa minta pertanggung jawaban ke orang tua kamu. Karena membesarkan anak seorang diri nggak mudah. Aku nggak mau anak kita nanti sengsara."

"Jangan main-main, Abigail. Gue bisa bunuh lo saat ini juga kalau lo masih berulah."

"Kamu mau bunuh aku? Silahkan, itu pun kalau kamu berani. Di rumah ini udah aku pasang cctv di setiap sudut nya. Jadi apa yang kamu lakuin bakal langsung terekam otomatis."

Jerome mengerang frustasi. Rasa nya dia ingin gila meladeni tingkah Abigail yang sudah menyamai seperti iblis jahanam.

"Apa mau lo?"

Abigail tersenyum lebar. Dia berjalan mendekati Jerome dan menepuk pundah cowok itu. 

"Nikahin aku dan tanggung jawab sama anak yang ada di dalam kandungan aku. Tapi sebelum itu tentu nya kamu harus ninggalin Raline. Buah jauh-jauh cewek sialan itu biar hidup kita tentram abadi. Aku nggak mau ada yang ganggu di masa-masa kehamilan ini."

Jerome melotot tajam. "Ada gila nya lo berani ngomong begitu ke gue? Sampai kapanpun gue nggak akan pernah ninggalin Raline."

"Kamu nggak mau ninggalin dia, tapi gimana kalau dia yang ninggalin kamu? Nggak mungkin dong dia masih mau bertahan sama cowok yang udah ngehamilin mantan nya sendiri."

Jerome mendorong tubuh Abigail menjauh. "Gila. Lo gila, Abigail. Iblis!"

Abigail tertawa puas melihat kemurkaan Jerome. "Pilihan ada di tangan kamu sayang. Jangan menyakiti si bego Raline lebih lama. Aku takut dia jadi gila gara-gara tau kalau kamu udah ngehamilin aku."

"Ah satu lagi. Tadi siang aku udah kasih testpack aku ke dia. Nggak tau deh dia bakal mikir apa, soalnya aku nggak bilang kalau itu hasil testpack aku setelah di tidurin sama kamu. Kalau dia tau gimana ya respon nya. Aku jadi penasaran deh."

"Jangan bawa-bawa Raline ke masalah ini. Dia nggak ada sangkut paut nya."

"Kalau begitu cepet tinggalin dia. Terus kita menikah dan hidup bahagia deh. Itu kan mimpi kamu dulu pas masih pacaran sama aku."

"Lo harus bayar mahal sama masalah yang lo buat ini, Abigail. Gue bersumpah bakal bikin hidup lo menderita sampai lo nggak jadi gila karena nggak sanggup ngerasain nya."

"Nggak boleh ngancem kayak gitu sama calon istri sendiri, sayang."

"Stop! Gue nggak mau denger apapun keluar dari mulut iblis lo."

Jerome langsung pergi dari hadapan Abigail. Semakin lama dia disini, maka semakin kuat keinginan nya untuk mencekik leher cewek itu.



🍑🌹



Keanehan kembali terjadi karena sudah tiga hari ini Jerome tiba-tiba menghilang dan tidak dapat di hubungi. Raline hampir stres karena memikirkan nya. Bukan hanya khawatir tentang keadaan Jerome, tapi dia juga takut kalau ini pertanda buruk untuk hubungan mereka. Pasal nya hari pertunangan mereka hanya kurang dari 42 jam, tapi sampai saat ini Jerome masih belum terlihat tanda-tanda kehidupan.

Raline sudah bertanya kemana-mana, tapi tetap saja tidak mendapatkan hasil. Semua orang di muka bumi ini tidak ada yang mengetahui dimana keberadaan Jerome sekarang.

Tapi semua ke-khawatiran seakan lenyap saat nomor Jerome mengirimi nya pesan yang menyuruhnya untuk ke rooftop gedung B. Sepertinya ada yang ingin di bicarakan oleh pacarnya itu.

Dengan langkah yang terburu-buru Raline menaiki tangga menuju rooftop. Rasa nya sudah tidak sabar bertemu kekasih tercinta yang sudah lama tidak dia temui.

"Jerome." panggil nya saat melihat Jerome tengah berdiri membelakangi nya.

Raline berlari kecil menghampiri Jerome. Dia memeluk cowok itu dari belakang dan menumpahkan rasa khawatirnya.

"Kamu kemana aja sih, sayang? Kok akhir-akhir ini jadi hobi ngilang. Ada masalah apa sih? Kenapa kamu nggak cerita sama aku." 

Jerome melepaskan pelukan Raline dari tubuhnya. Dia membalikan badan menghadap pujaan hati nya.

"Aku nggak akan minta maaf."

Raline nampak bingung dengan maksud ucapan Jerome barusan. "Hah? Kamu ngomong apa sih, Jer?"

"Aku nggak akan minta maaf." Jerome kembali mengulangi ucapan nya lagi.

"Iya, tapi aku nggak paham samaㅡ"

"Let's break up, Raline. Aku nggak akan minta maaf karena minta kita putus."

Jantung Raline seakan berhenti begitu mendengar ucapan Jerome barusan. "Ah! Kamu tuh suka bercanda gitu deh. Mau bikin surprise menyambut hari pertunangan kita ya?"

"Aku nggak lagi bercanda. Ayo kita berhenti sampai disini. Aku udah nggak mau sama kamu lagi."

Bibir Raline bergetar dan tubuhnya membeku. Dia tidak mengerti situasi macam apa yang tengah dia rasakan saat ini.

"Terima atau nggak, aku nggak punya pilihan lain lagi. Let's break up."

"Aku bakal marah kalau kamu bercanda kayak gini, Jer."

"Udah aku bilang aku nggak bercanda. Nggak ada yang harus di lanjutin dari hubungan kita. Kita harus berhenti sampai disini."

"Kamu gila ya? Kamu mau main-main sama aku? Aku nggak mau nanggepin ucapan kamu yang melantur itu."

"Aku nggak peduli sama ucapan kamu. Kita putus, Raline."

Setelah mengucapkan itu, Jerome langsung berjalan melewati Raline yang masih mencerna situasi sekarang.

"Jerome.." panggil nya namun tidak mendapat jawaban apapun dari Jerome.

Raline membalikan tubuh nya dan melihat Jerome tidak berhenti sama sekali dan tetap jalan menuju pintu rooftop.

"JEROME! Kamu tau kalau aku benci sama situasi kayak gini. Kasih aku penjelasan kenapa tiba-tiba kamu ngomong kayak gitu."

Nihil. Jerome tetap melanjutkan langkah nya dan menganggap ucapan Raline hanya angin lalu.

"JEROME! JEROME KAMU DENGAR AKU NGGAK! JEROME RADITYA WILSEN!"

Berulang kali Raline memanggil pun Jerome tetap tidak menghentikan langkah nya dan meninggalkan Raline di tengah huru-hara perasaan buruk yang mulai berkecamuk.





To be Continued..


Aku update yeayyy!!

Butuh perjuangan ngetik ini makanya agak telat update nya. Soalnya panjang banget part nya huhuhu..

Ayo pada spam komen sampai jebol biar aku langsung update lagi setelah ini hehehehe

Sanggup spam komen guys?

Sama sekalian ungkapin uneg-uneg kalian tentang chapter ini ya.

Ku tunggu spam kalian..


Continue Reading

You'll Also Like

3.4K 327 4
Kaveh adalah seorang arsitek terkenal di Kota Sumeru. Orang mengenalnya dengan baik mengingat reputasinya, dia juga dikenal sebagai Omega impian bagi...
54.6K 4.8K 37
Bagi Arshaka, hanya ada dua perempuan yang menjadi prioritas di hidupnya. Pertama adalah ibunya, dan kedua adalah Zeanatha Aileen. Bagi sebagian or...
105K 7K 19
haechan yang sedang membutuhkan pekerjaan, dan di terima menjadi asisten di rumah keluarga Jung yang juga sedang membutuhkan asisten rumah tangga dan...
38K 5.3K 15
Min Yoongi dan Son Seungwan sepakat untuk bercerai tepat saat usia pernikahan mereka memasuki enam bulan. Keduanya sepakat bahwa pernikahan harus dia...