Her

By regardemee

4.4K 492 96

Ditinggalkan suami dan anaknya disaat yang bersamaan. Bisa kalian bayangkan betapa hancurnya perasaan Karina... More

00. Prologue
01. Is it true?
02. Mother
03. Janeetha's Birthday
04. For the first time, in a long time
05. Bitter Truth
06. Don't give up
07. The truth
08. A warm hug
09. Mother & Daughter
10. In the morning
11. Home
12. Sweet Night (21+)
13. Weekend
14. Drawing
15. Model?
16. Their Happiness
Special Chapter : Me + You
17. Cravings
19. Make It Right
Epilogue : The Bundle of Joy

18. Let's Try

140 19 1
By regardemee

Di ruang keluarga, Nathan dan sang istri serta anaknya tengah berkumpul. Menghabiskan malam bersama, menemani putri kecilnya bermain yang beberapa bulan lagi akan menjadi kakak.

"Ini tehnya, Non." Yati datang membawa nampan berisi teh hangat untuk keluarga kecil itu dan menaruhnya dimeja dihadapan Karina. Wanita paruh baya itu tidak langsung beranjak karena ada suatu hal yang akan ia sampaikan kepada majikannya.

"Maaf, Nona dan Tuan. Boleh saya minta waktunya sebentar?" Tanya Yati.

Nathan dan Karina dengan segera mengangguk menanggapi ucapan Yati.

"Kenapa, Bi?"

Karina menunggu Yati membuka pembicaraan.  Raut wajahnya terlihat serius. Tidak seperti Nathan yang kini tengah meminum teh hangat miliknya.

"Begini, Nona dan Tuan. Saya ingin mengundurkan diri sebagai asisten rumah tangga disini." Ucap Yati dalam sekali tarikan nafas. Keputusan ini ia ambil setelah menundanya selama beberapa tahun kebelakang.

Bukan tanpa alasan. Tubuhnya sudah tidak sekuat dulu mengingat umurnya yang sudah hampir menginjak kepala enam. Yati bekerja dengan keluarga Karina sejak ia masih muda sampai sekarang. Mengerjakan beberapa pekerjaan rumah sudah terlalu melelahkan baginya. Sudah waktunya untuk Yati mengundurkan diri.

Sementara Nathan dan Karina masih memproses perkataan dari Yati. Mengundurkan diri? Bukankah itu berarti, tidak akan ada yang memasak dan membantunya lagi dirumah ini? Karina tentu terkejut. Ia tidak bisa memasak. Bagaimana dengan sarapan suami dan sang anak untuk kedepannya.

Belum sempat Karina berucap, Nathan buru-buru menimpali. "Bibi nggak betah disini? Kan Bibi udah lama kerja dan hampir tau segala tentang apa yang terjadi. Kenapa kok tiba-tiba mengundurkan diri?"

Mendengar ucapan Nathan, Yati terkekeh kecil. "Saya sudah tidak muda lagi, Tuan. Mungkin sudah waktunya saya berhenti."

Perkataan Yati ada benarnya juga. Karina menyetujui. Tidak mudah bekerja diusia yang terbilang sudah tidak bisa dikatakan muda lagi.

Akan tetapi, mengingat kondisi Karina yang kini tengah mengandung, kepergian Yati pasti akan membawa dampak besar nantinya. Ingin sekali rasanya Karina menahan Yati agar tidak pergi. Namun Karina juga tidak bisa egois dan memikirkan dirinya sendiri.

"Yasudah, mungkin memang udah waktunya bibi buat beristirahat." Ucap Karina dengan berat hati. "Tapi sebelum itu, bibi ajarin aku masak dulu ya? Aku mau jadi ibu rumah tangga yang baik."

"Tentu boleh, Non. Nanti saya bantu sebelum saya benar-benar pergi."

Mengajari memasak tentu bukanlah hal
yang sulit untuk Yati.

"Kamu yakin sayang? Kenapa kita nggak cari ART lagi?" Nathan masih tidak percaya dengan perkataan sang istri.

Segera Karina menggeleng dan menatap tepat pada netra Nathan. "No! Aku mau coba deh urusin kalian tanpa bantuan orang lain. Tolong support aku." Ucapnya dengan tatapan sendu yang tentu membuat Nathan tidak bisa untuk menolak permintaannya.

"Tapi jangan terlalu dipaksa, okay? Aku nggak masalah kok kalau kamu mau sewa ART lagi. Jangan maksain diri ya sayang. Ingat kamu lagi hamil."

"Iya, Nath. Pasti." Karina berkata dengan penuh keyakinan. Ia percaya bahwa dirinya bisa dan mampu menjalankan pekerjaan rumah tangga sepenuhnya.

Hah.. Semuanya tidak semudah yang Karina bayangkan. Memasak itu sulit bagi Karina. Perasaan dirinya sudah mencontoh dengan baik apa yang Yati ajarkan. Tapi kenapa masakannya tidak seenak buatan Yati biasanya.

"Kok kayak nggak enak ya?" Ucap Karina begitu selesai mencicipi kuah soto dari panci yang tengah berada diatas kompor yang menyala.

Tiba-tiba, perut besar Karina dipeluk dari belakang. Karina sudah tahu pasti siapa orangnya.

"Masak apa, hm?" Suara Nathan, sedikit berbisik tepat ditelinga Karina. Membuat sang empu sedikit meremang begitu mendengarnya.

"Kamu cobain deh, Nath." Karina berbalik badan sembari menyuapkan sedikit kuah soto yang ia masak. Nathan menerima dengan baik suapan tersebut. "Ada yang kurang nggak sih?"

Nathan mengecap rasa dari kuah soto itu. Sedikit hambar. Namun semuanya sudah pas kok.

"Kamu tambahin garam sama penyedap rasa sedikit lagi sayang biar makin pas. Sotonya udah enak kok."

"Beneran cuma kurang itu?"

Dengan pasti Nathan mengangguk. Ia kembali memeluk sang istri dari depan. Kedua netra mereka saling bertatapan. Secepat kilat Nathan mengecup singkat bibir milik istrinya lalu tersenyum kecil. "Terimakasih ya, udah usaha buat masakin kita."

Selalu. Nathan tidak akan pernah lupa untuk memuji setiap tindakan dan perlakuan Karina. Memberinya banyak kalimat yang menenangkan dan membuat empunya merasa dihargai.

"Iya. Tapi maaf ya kalau nggak enak." Nadanya terdengar sangat tidak percaya diri. Karina memang sedang dalam perasaan tidak percaya diri sekarang. Ia takut gagal.

"Ini enak banget, sayang. Beneran."

"Beneran?"

"Iya, sayang. Kalau nggak percaya coba Netha suruh ngerasain, pasti dia setuju."

Nathan hendak memanggil Janeetha, namun putri kecilnya itu lebih dulu mendatangi mereka dengan piyama yang kusut dan rambut berantakan. Khas orang bangun tidur.

"Eh, Netha udah bangun." Ucap Nathan yang kemudian mengangkat sang anak agar berada dalam gendongannya. "Tidur Netha nyenyak?"

Gadis kecil itu mengangguk. "Pagi ayah." Janeetha mencium pipi ayahnya sekilas. Kemudian ia meminta agar didekatkan kearah ibunya dan mencium pipi berisi milik sang ibu. "Pagi juga ibu."

"Pagi sayang." Nathan dan Karina juga tidak mau kalah. Ia juga mencium pipi sang anak.

Janeetha melirik kearah panci yang terlihat sedang merebus sesuatu. "Ibu masak apa? Baunya enak banget!"

Karina yang sedari tadi terlihat tidak percaya diri dengan masakannya kini pun mengembangkan senyumannya mendengar pujian dari sang anak.

"Ibu masak soto, sayang. Netha mau coba nggak?"

Anggukan semangat Janeetha berikan sebagai jawaban. "Mau!"

Dengan hati-hati Karina mengambil kuah soto sedikit dan meniupnya pelan. Setelahnya ia menyuapkan kuah tersebut untuk dicicipi sang anak.

"Gimana, sayang?"

Karina menunggu respon Janeetha dengan cemas. Begitu pula Nathan. Ia takut, jawaban dari anaknya nanti akan membuat Karina berkecil hati. Kalian tahu sendiri, mood orang hamil itu sangat susah ditebak. Nathan hanya takut Karina akan marah dan kecewa nantinya.

Tidak ada perubahan raut wajah yang signifikan. Hingga didetik berikutnya, Janeetha membulatkan matanya dan menyunggingkan senyum khasnya. "Ini enak ibu! Aku jadi laper banget deh!

Karina mendesah pelan. Lega tentu saja. Masakannya sudah dikonfirmasi enak oleh anaknya. Bukankah itu berarti masakannnya memang enak? Anak kecil kan tidak pernah berbohong hehe.

"Kalau gitu, Netha mandi dulu ya sambil nunggu sotonya matang."

"Siap ibu! Netha selesai mandi harus udah siap ya!"

Kekehan kecil terdengar dari mulut Karina. Anaknya mengapa sangat lucu?

"Okay sayang."

Nathan membawa anaknya masuk kedalam kamarnya sendiri untuk dimandikan.

"Huh, lega banget deh. Meskipun nggak seenak buatan bibi Yati. Seenggaknya Netha suka." Monolog Karina.

Janeetha memakan masakan ibunya dengan sangat lahap. Siapa pun yang melihatnya pasti akan ikutan ngiler. Begitu pula Nathan. Ayah satu anak itu juga terlihat menikmati masakan istrinya. Tidak lupa memberikan pujian kepada sang istri yang telah bersusah payah memasak untuk dirinya dan sang anak. Ini pertama kalinya Karina memasak, gagal tentu bisa saja terjadi. Namun Karina melakukannya dengan sempurna.

"Aku seneng deh kalian makannya lahap banget." Ucap Karina yang sedari tadi tidak berhenti menyunggingkan senyumannya.

"Kamu jago masaknya, sayang. Ini enak banget."

"Iya! Ini enak banget ibu! Besok masak lagi ya." Timpal Janeetha menanggapi ucapan ayahnya.

Pipi Karina merona karena tidak henti-hentinya dipuji oleh dua kesayangannya. Dirinya jadi semakin bersemangat untuk mencoba berbagai menu makanan untuk keluarga kecilnya.

Karina menyesal, kenapa ia tidak mencoba belajar masak dari dulu saja kalau rasanya diapresiasi itu begitu membahagiakan seperti ini.

"Boleh. Tapi kalau masakanku ada yang kurang, bilang ya. Biar aku tau apa kekurangan dari masakanku itu nantinya."

"Siap, sayang." Jawab Nathan. Sementara Janeetha hanya menanggapi dengan jari jempol yang terangkat. Mulutnya masih penuh dengan makanan.

Karina terlihat sibuk didepan mesin cuci. Memasukkan pakaian-pakaian kotor untuk dicuci. Biasanya ia hanya akan mencuci pakaian dalam. Tapi sekarang mencuci baju sudah menjadi tugasnya karena Yati telah mengundurkan diri. Meskipun lelah karena membawa buntalan besar diperutnya, namun Karina senang karena ia jadi bisa merasakan apa itu ibu rumah tangga yang sebenarnya. Tidak mudah memang. Tapi Karina menikmatinya.

"Sayang?" Nathan memanggil sang istri dari depan pintu ruang laundry.

"Kenapa, Nath?" Karina tidak berbalik untuk menatap sang suami. Ia masih harus memasukkan pakaian-pakaian kedalam mesin cuci.

"Nanti panggil aku kalau udah selesai ya cuciannya."

Kini Karina menoleh. "Kenapa?" Ia masih bingung dengan perkataan Nathan.

Namun Nathan malah tergelak. "Kok malah kenapa? Ya bantuin kamu sayang. Biar aku yang jemur baju-bajunya."

"Nggak usah, aku aja." Karina sudah berniat untuk melakukan semuanya sendiri tanpa melibatkan sang suami.

"Nggak. Aku aja, sayang. Kan kamu udah nyuci bajunya." Nathan mendekati Karina yang masih berdiri didepan mesin cuci. Begitu jarak mereka terkikis, Nathan langsung merangkul pinggang milik sang istri. "Kita lakuin bareng-bareng ya, sayang. Jangan apa-apa sendiri. Kamu punya aku loh."

Rasanya, ucapan syukur saja belum cukup. Bagaimana Karina bisa menjelaskan perasannya sekarang? Ia benar-benar sangat beruntung memiliki Nathan sebagai suaminya.

"Terimakasih banyak, Nath." Karina memeluk suaminya dengan erat meskipun sedikit terhalang oleh perut besarnya. "Aku beruntung deh punya kamu."

Nathan menggeleng. "Aku yang lebih beruntung punya istri secantik, sebaik, dan se-sempurna kamu. Aku jadi mikir, kamu kok dulu mau nerima orang kayak aku."

Karina mendongak, menatap sang suami dalam posisi masih berpelukan. "Aduh, kalau aku nggak jadi sama kamu, mungkin aku ga bakalan sebahagia ini, Nath."

"Masa gitu sayang?" Nathan terkekeh. Karina mengangguk semangat. "Terimakasih udah pilih aku jadi istri kamu!"

Aduh. Karina terlihat sangat cantik menggemaskan diwaktu yang bersamaan. Nathan tidak bisa untuk tidak menciumi wajah sang istri dengan penuh sayang. Membuat sang empu tergelak.

Dan sejak hari itu. Keduanya saling membantu untuk menyelesaikan pekerjaan rumah. Yang mereka pikir tidak akan terawat dengan baik begitu Yati keluar, nyatanya salah. Rumah mereka cukup terawat. Semua pekerjaan akan dengan cepat selesai jika saling membantu dan tidak memberatkan tugas pada satu orang saja.


to be continue....

Nggak tau dapat feelnya atau nggak. Tapi aku harap kalian paham inti dari ceritanya ya. Have a good day!

Don't forget to vote and comment. Nggak tau kenapa, tapi aku jadinya males update karena gaada yang komen😮‍💨 Kayak gaada motivasi gitu.

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 51.5K 55
Being a single dad is difficult. Being a Formula 1 driver is also tricky. Charles Leclerc is living both situations and it's hard, especially since h...
852K 52.3K 116
Kira Kokoa was a completely normal girl... At least that's what she wants you to believe. A brilliant mind-reader that's been masquerading as quirkle...
105K 3.1K 25
Harry Osborn and Peter Parker. Two guys with different worlds. Harry is a rich, popular and a ladykiller while Peter well, he's just Peter. A guy wh...