DEVANO||•Desya• (BELUM REVISI)

By SelaRma_

26.9K 1.5K 184

KARENA CHAPTER TERACAK, MAKA SAYA SARANKAN UNTUK MELIHAT URUTAN CERITA SEBELUM MEMBACA !! Singkat saja, cerit... More

Prolog
4. Sekolah (1)
5. Sekolah (2)
6. Mati Mendadak
7. Gegara Sepatu
8. Hal Yang Tertunda
9. Berbeda
10. Diculik
11. Terungkap
12. Bu Ghea
13. Gagal Masak
14. Pertunangan Axel
1. Dijodohin?
15. Tragedi Di Minimarket
16. Murid Baru
17. Hamil?!
18. Benar Positif
19. Ngidam
20. Tamu Tak Diundang
21. Terbongkar
DESYA
22. Mie Kambing
23. Dia Sepupu Sella
24. Bukan Rian
info
25. Salah Satunya Gugur
26. Penjara
2. SAH?!
27. Ujian
28. Damai
29. Kelulusan
30. Party
3. MALAM PERTAMA
31. Pergi Untuk Selamanya
32. Sembilan Bulannya Bumil Cantik
33. Rela Dan Lembaran Baru
34. Kehilangan Setengahnya
35. DESYA [DEVAN & ASYA]
36. DESYA [ DEVAN & ASYA ]
37. Kembali Dan Pergi
38. Berkunjung Sebelum Pergi
39. Salah Paham?
40. Fakta Baru
41. Tentang Xaivano
42. Rumit
43. Devin and Family
44. Miss You My Husband
45. HWD
47. Papa Xaivano!
48. Leader Baru
49. Jadi nomor satu ('I'm sorry my wife')
50. kb
51. End
52. Ekstra Part
53. Ekstra Part 2
Inti Daryoz

46. Kembali tapi akan pergi lagi?

234 17 3
By SelaRma_

Allo guyysss!
Jangan lupa baca bismillah dulu supaya tidak ikutan baper😔🙏🏻

Jangan baca kalo cuma ingin memplagiat!

Sekian ttd saya:,
Happy Reading

—•••—

Sore ini tepatnya disebuah ibu kota negara indonesia, tengah diguyur hujan yang lumayan deras, sehingga Asya yang baru saja hendak pulang dari supermarket dekat komplek perumahannya itu terpaksa harus berhenti di halte yang berada di dekatnya.

Hari ini juga tepatnya telah satu tahun suaminya itu berada di kota orang, jujur jika ditanya pasal suaminya Asya mesti selalu merasakan kehampaan, mungkin itu rasa sebuah keinginan untuk ingin sekali bertemu dengannya, alias kangen atau rindu.

Mungkin banyak juga orang yang pernah merasakannya sama persis seperti dirinya, namun Asya ini bukan wanita kuat seperti mereka yang ditinggal lalu santai saja, tidak bisa begitu, bahkan menurutnya lebih baik pergi dengan kepastian dari pada tidak sama sekali, contohnya dirinya, entah kapan lah suaminya itu akan kembali ke tanah air ini.

Bahkan beberapa bulan akhir-akhir ini Devan jarang menghubunginya dikarenakan sering ujian mendadak di kampusnya dan juga semester yang ia jalani kian bertambah terus, bukan lagi maba.

Suaminya sih bilang jika dirinya bisa mempercepat skripsi, selain dia seseorang yang di percaya akan kejeniussannya, Devan juga seorang pengusaha muda yang cukup terkenal di luar negara sana, jadi memudahkannya untuk cepat selesai pendidikan kuliah dan langsung mengambil S2.

Kembali lagi dengan perempuan yang kini hanya duduk berdiam diri di halte tanpa tahu harus apa, jalanan yang lumayan sepi itu membuatnya harus menunggu hingga hujan reda, ingin menghubungi supir nya namun ponselnya tertinggal di rumah.

Tak lama setelah ia memikirkan bagaimana caranya untuk pulang, tiba-tiba sebuah mobil sport melaju kencang dari arah kiri nya sampai-sampai membuat sebagian besar bajunya terciprat air hujan.

Tangan maupun badannya langsung menggigil karena kedinginan, selain terkena air tadi saat ini angin juga berhembus dengan santai, keadaan semakin menggelap tanda hari telah malam, karena ia tak mau membuat Xaivano menunggu lama pun Asya memutuskan untuk berlari saja menerobos derasnya air hujan sore itu.

Kakinya terus melangkah cepat hingga sampai di depan pintu gerbang yang masih terbuka, untung, jika sudah ditutup oleh satpam di rumahnya dengan keadaan dirinya masih di luar akan ia gampar satpam nya itu.

Setelah dirinya sudah berada di teras rumah, Asya segera membuka pintu rumah tanpa memencet bell, bodo amat dengan semua yang kaget melihat dirinya basah kuyup, yang penting Asya ingin cepat-cepat ganti pakaian, dinginnya itu sudah tak bisa ia tahan.

Saat baru saja memasuki lift rumahnya, tiba-tiba kepalanya diserang rasa pusing yang teramat membuatnya harus memegangi kepalanya yang berdenyut itu, ini yang dirinya sesali, jika setelah berada di bawah guyuran air hujan pasti nanti badannya akan terasa tidak enak, untung suaminya tidak sedang berada di rumah, jika ada, sudah dipastikan ia terkana omelannya habis-habisan.

Ia berjalan semboyongan menuju kamarnya, karena saking terburu-burunya ia sampai lupa menaruh kresek belanjaannya di bawah, alhasil ia melempar kresek yang berisi cemilan putranya itu di kasur miliknya.

Brukh

Entah siapa yang saat ini menopang tubuhnya yang penting dirinya ingin sekali menutup mata terlebih dahulu alias pingsan.

—•••—

Perlahan matanya terbuka sedikit demi sedikit, rasa sakit dikepalanya itupun belum reda sama sekali, malah kian bertambah hingga bahunya ikutan sakit, kenapa ini dengannya? rasa-rasanya semua tubuhnya hanya terasa sakit, sakit dan sakit, bahkan perutnya ikut terasa nyeri.

"Permisi nyonya, ini saya mengantarkan bubur dan teh hangat sesuai perintah Tuan muda tadi."

"Hah?" Asya yang bingungpun lantas membuat art itu tersenyum simpul.

"Nyonya sejak kapan punya mag?" jika Asya ingat-ingat beberapa bulan lalu dirinya sempat merasakan sakit diperutnya sebab pernah seharian lupa makan.

"Lupa bi." dirinya nyengir membuat pembantu tersebut menggelengkan kepalanya.

"Mag nyonya tadi kambuh, dan nyonya juga demam, dokter bilang sementara nyonya istirahat dulu sampai badannya enakan." Asya mengangguk mengerti.

"Yasudah, saya kembali ke bawah dulu nya." Asya hanya mengangguk lagi, setelah art itu keluar dari kamarnya, ia malah meraih ponselnya di nakas dan tidur dengan posisi membelakangi pintu yang tak lain menghadap jendela luar, dan juga entah siapa yang membuka pintu balkon malam-malam, mungkin tadi art nya lupa menutupnya.

Ingin berdiri dan menutup, namun tubuhnya terasa sangat lemas, alhasil ia kembali membelakangi balkon dan menghadap pintu. Baru saja membalikkan badannya ia dikejutkan oleh kedatangan seorang pria yang saat ini berada pas di depan wajahnya dengan tampang watadosnya.

Asya mendelik sebelum akhirnya menjerit dan menutup tubuhnya dengan selimut, hingga beberapa detik selimutnya dibuka paksa lalu terasa sentilan halus di keningnya.

"Bandel hmm?"

Deg

Suara itu, suara yang selama ini ia sangat rindukan, rasanya, dunia kesunyiannya selama ini telah terkubur dalam-dalam, siapa lagi jika bukan Devan, suaminya yang saat ini telah mengobati rasa rindunya itu.

Asya masih saja bengong menatap suaminya yang menurutnya banyak berubah, terdapat sedikit bekas cukuran kumis di bawah hidungnnya dan rambut yang acak-acakan tak lupa matanya yang memiliki warna abu di sekitarnya, oh ia tau, tampaknya suaminya itu kurang tidur.

Bukannya terkekeh melihat wajah istrinya yang menggemaskan, ia justru menatap tajam Asya yang saat ini masih syok itu. Yang ditatap pun seakan sadar langsung mengalihkan pandangan.

"Suami tanya itu dijawab." ujarnya mengintimidasi membuat Asya menoleh kearahnya.

"Sejak kapan punya mag? kamu sering lupa makan iya? kamu itu bukan gadis lagi, jadi jangan seenaknya, Xaivano masih butuh perhatian kamu, kalau kamu sakit gini terus gimana sama Xaivano yang maunya sama kamu doang?" ucapan itu, tanpa sadar malah membuat hatinya ikutan sakit, air mata yang sedari tadi ia tahan pun akhirnya menetes keluar.

Devan yang melihat istrinya menangis pun merasa tak tega, ia menghela nafas panjang lalu memeluk tubuh mungil istrinya itu dengan erat dan siapa sangka ia ikutan menangis.

"S-sayang maaf, hisk, maaf yang, hiks,,,k-kamu marah ya sama aku? a-aku nyakitin kamu ya? hisk,,,a-aku jahat? hiks..." suaranya yang terendam itu membuat Asya tak jelas mendengarnya.

"A-aku cuma kesel yang hisk,,,X-xai masa nggak ngenalin P-Papanya tadi? hiks,.." kini, Asya tak lagi sesenggukan, melainkan tertawa pelan mendengar ucapan suaminya itu, jadi Devan memarahinya hanya karena Xaivano tak mau dengannya dan tak mengenalinya?

"Enggak, kamu nggak nyakitin aku kok."

"Jangan sakit..." lirihnya yang lagi membuat Asya tersenyum simpul.

"Aku kangen kamu Mas." Asya semakin mengeratkan pelukannya tanpa peduli Devan yang saat ini malah mematung.

"M-mas?" kedua pipi Asya langsung bersemu merah tatkala Devan menangkup pipinya dan menatapnya intens.

"I-iya, nggak papa kan a-aku panggil kamu Mas?" Devan menampilkan raut cemberutnya.

"Kenapa nggak sayang? my husband? honey? my heart?" Asya tersenyum paksa mendengar ucapan suaminya itu yang ngelantur, dikira tak membuatnya salting apa?

"Yaudah, kalau nggak mau aku panggil kamu bu aja."

"Bubu?" Devan mesem-mesem sendiri.

"Bukan, tapi babu." senyumnya langsung pudar kala mendengar lanjutan istrinya itu.

"Mau aku sentil ginjal kamu hah?" Asya terkikik sendiri.

"Canda sayang." Devan menjauh dari istrinya seraya memegangi dada kirinya yang berdetak lebih keras, tanpa kata ia berlari ke kamar mandi.

"UDAH! AKU MAU MANDI DULU!! JANGAN BUAT AKU SALTING YANG!" Asya tertawa melihat tingkah suaminya itu, bahkan badannya yang tadinya terasa sakit pun hilang entah kemana. Tunggu! apa tadi? mandi?! What the hell?! apa suaminya itu belum mandi?!

—•••—

"Ih! apaan sih kamu Mas! sana jauh-jauh!" Devan tetap bersikeukuh mendusel-duselkan kepalanya di ceruk leher istrinya.

"Cepet sembuh yang, abis itu kita buatin adek buat Xaivano." Asya menggeplak lengan suaminya.

"Kamu pulang cuma mau buat anak lagi?! terus nanti kamu tinggal pergi lagi gitu?! enak banget kamu!" Devan nyengir menatap istrinya yang saat ini menampilkan raut garangnya.

Perlu kalian ketahui, Devan ini belum selesai kuliahnya, ia izin hingga beberapa akhir pekan ini, jika minggu ini ada acara di kampusnya, maka Devan mengambil izin dengan teman Papa nya itu selama dua minggu, katanya kangen istri, itulah alasan yang dipakai Devan, meski simple, namun teman Papa nya itu siapa sangka mengizinkannya.

Jadi, suaminya ini kembali tapi akan pergi lagi?

Sabar readers"..."

"Mas."

"Hmm." Devan menjawab dengan gumaman.

"Kamu pulang nggak bawa koper?" Asya bertanya pasalnya ia tak melihat wujud koper milik suaminya itu.

"Bawa, masih aku taruh di rumah Papa. Tadi aku pulangnya ke sana dulu."

"Kenapa?! kamu kangen sama Maura?!" Devan mengernyit mendengar ucapan ketus istrinya itu.

"Maura temen aku dulu? hm, aku juga kangen." Asya langsung menyingkirkan lengan dan kepala suaminya itu untuk menjauh darinya.

"Sayang aku bercanda." Devan panik sendiri kala melihat istrinya itu menangis, niat ingin istrinya cepat sembuh namun malah ia buat nangis terus.

"Sayang, Maura kan udah nggak tinggal di rumah Papa lagi, kamu nggak tau? udah satu bulan lalu keluarganya pindah rumah soalnya udah selesai renovasinya."

"Aku ke sana karena tadi aku ngantuk banget dan tadi juga aku lewat depan rumah Papa, aku takut kalo tetep nekat cepet-cepet pulang nanti malah terjadi apa-apa lagi di jalan, tadi aja aku pulang ke sini pake mobil Papa. Aku juga ke sana niatnya mau ketemu kembaran aku, Devin."

"Kamu pulang lewat depan supermarket?" Devan mengangguk. Asya menghapus air matanya kasar lalu menatap tajam suaminya.

"Tau nggak sih yang, tadi aku nggak sengaja guyur orang di depan halte, sebenernya aku pengen minta maaf tapi nggak sempet karena pengen cepet-cepet pulang ketemu kamu." Asya menatap Devan horor.

"Kamu tau?"

"Apa?" Devan yang bingung pun hanya cengo.

Asya menghela nafas sebelum akhirnya memelototi Devan.

"Yang kamu guyur itu aku tau nggak?!! gitu kamu sama orang?!! mentang-mentang nggak dikenali karena nggak liat jelas main tinggal gitu aja hah?!!" enak sekali suaminya, istrinya terkena guyuran air yang diciptakan oleh mobil Papa nya yang dibawa suaminya sendiri tapi tak bertanggung jawab, coba kalo semisal tadi orang lain dan orang itu menyumpah serapahi suaminya.

Nauzubillah.

Devan terdiam cukup lama, selepas itu matanya mengerjap menatap istrinya polos.

"Sayang, beneran?"

"Hm." Devan langsung memeluk Asya erat, Asya yang tak siap pun hampir saja terjengkang, tak lama terdengar suara isak tangis membuat Asya mendelik lalu melepas pelukannya secara paksa.

"Kamu ngapain nangis coba?" Asya mengernyitkan dahi heran melihat Devan yang tiba-tiba saja menangis, ia jadi curiga, suaminya ini sudah besar atau belum sih?

"I'm so sorry my wife,,,hiks..," Asya menggelengkan kepalanya pusing, sudahlah ia juga tak mempermasalahkan lagi, toh suaminya juga bertanggung jawab kan? dipanggilkan dokter, digantikan baju pula, bentar, baju?!

"Udah Van, lagian kamu juga udah tanggung jawab." bukannya semakin tenang, pria itu malah semakin sesenggukan membuat Asya memijat pelipisnya pusing, dirinya kan lagi sakit, ini suaminya pake manja pula.

"Devan diem, kepala aku sakit." Devan langsung mendongak menatap istrinya dengan khawatir.

"Mana yang sakit? sini biar aku cium, nanti kan cepet sembuhnya." ujarnya polos. Asya mendorong sedikit tubuh pria di hadapannya ini untuk memudahkan ia bergerak leluasa.

"Kamu itu yang buat aku pusing, nangis mulu." gerutunya.

"Enggak!" laki-laki itu segera menghapus sisa air matanya kemudian menarik nafas guna meredakan sesenggukannya. Selepas itu senyumnya langsung mengembang menatap sang istri yang juga tengah tersenyum tipis.

"Gitu kek dari tadi."

—•••—

Sesampainya mereka di kediaman rumah seorang pengusaha terkenal yang tak lain adalah Williams, Papa dari pria yang saat ini duduk di sampingnya lebih tepatnya di kursi kemudi itu, keduanya segera turun dari mobil milik sang Papa nya.

Ting Tung

Tak lama setelah bell berbunyi, pintu terbuka lebar menyambut keduanya, terlihat juga seorang wanita paruh baya yang juga tengah tersenyum ramah kepada Devan dan Asya.

"Ayo masuk Den, Non." Devan maupun Asya mengangguk.

"Bi, pak supir kemana ya?" ujar Devan karena pasalnya tadi sewaktu ia dan istrinya lewa depan, tidak ada siapapun, bahkan satpam di depan tidak ada.

"Oh pak supir lagi nganterin Nyonya ke kantor Tuan, Den."

"Aden sama Nona mau minum apa?" Asya dan Devan kompak menggeleng.

"Nggak usah bi, saya ke sini cuma mau ambil koper sama mulangin mobil Papa, niatnya mau suruh pak supir anterin ke rumah, tapi pak supirnya nggak ada, yaudah saya bawa aja."

"Kenapa nggak suruh supir Aden ke sini?"

Devan melihat ke arah istrinya yang syukurnya tidak melihat ke arahnya dan art tersebut.

"Suutt...istri saya yang mau ke sini, dia mau mastiin kalau Maura udah pindah beneran atau belum." ucap Devan setengah berbisik membuat art itu mengangguk-angguk.

"Kalian ngomong apa?" Devan langsung kembali berdiri tegak sebelum akhirnya menggeleng seraya tersenyum.

"Yaudah yuk kita ambil koper aku dulu sekalian di kamar." Asya mengangguk lalu Devan menggandeng tangannya sembari berjalan menuju kamarnya dulu tepatnya di lantai tiga, yang tak lain harus menggunakan lift terlebih dahulu.

Keduanya tampak berjalan santai sesekali Asya melontarkan senyuman kepada art yang kebetulan berpapasan dengannya dan Devan. Berbeda dengan tampang suaminya yang sok cool ini, boro-boro senyum, ngelirik saja tidak.

"Aku di sini aja Mas." Devan menoleh karena lagi-lagi panggilan itu disebut oleh Asya, ia tersenyum lebar namun menggeleng.

"Masuk." menghembuskan nafas kasar sebelum akhirnya mengikuti suaminya itu memasuki kamar yang bernuansa abu namun hampir sebagian besar berwarna perak. Jika kamar kedua orang tua Devan bernuansa emas, maka Devan tak berminat dengan warna tersebut karena menurutnya terlalu mencorong.

Bau-bau aroma khas jantan itu pun langsung menyeruak ke rongga hidung Asya.

"Kamar kamu bau nya enak juga ya." Devan terkekeh mendengarnya, ia baru ingat bahwa dirinya mungkin belum pernah mengajak istrinya ini memasuki kamar miliknya sedari awal mereka menikah, jahat sekali dia, tapi ia sudah memiliki rumah sendiri dan itu pun tak kalah besar dan mewahnya seperti rumah Papa nya ini. Jadi ya lebih baik mengajak istrinya tinggal di rumah mereka sendiri dari pada ngontrak di rumah orang tuanya.

"Mau tidur di sini?" Asya menoleh menatap Devan yang saat ini juga menatapnya.

"Tapi Xai?"

"Kan ada bibi di sana."

"Tapi dia susah Mas kalau nggak ditidurin dulu sama aku." Devan mendengus.

"Hari ini aja yang, nanti aku suruh Tania deh buat tidur di rumah kita." sejujurnya ia kasihan melihat Devan yang malah terlihat memohon itu, tapi bagaimana dengan putranya yang memang sangat susah jika bukan dengan dirinya.

"Valid no debat! pokoknya hari ini kita tidur di sini." keukuhnya.

—•••—

"Kok gue?!!" gadis yang saat ini berjalan mendekati Devan, Asya dan Mama Sonya itu protes. Baru saja sampai di rumah karena tadi ada les bahasa inggris, eh udah maen suruh pindah rumah aja.

"Kalo Tania nggak mau ya nggak papa, nanti kita pulang aja Mas."

Gadis yang mendapat lirikan maut dari sang kakaknya pun memutar bola matanya malas.

"Nggak usah kak Asya, Tania mau kok." ujarnya.

"Eh? kalau kamu nggak mau yaudah nggak papa nggak usah dipaksain, jangan dengerin ancemannya suami kakak." Tania menggeleng.

"Tapi nanti harus ada cuan nya dong!" ucap Tania sebelum akhirnya benar-benar menghilang dari balik pintu kamarnya.

"Cepetan siap-siap nya! udah hampir tengah malem ini!"

"Kamu anterin ya?" Devan beralih menatap istrinya.

"Enggak! aku mau sama kamu. Tania biar di anter supir aja, iya kan Ma?"

"Iya." ucap Mama Sonya pasrah karena sudah bingung dengan tingkah putranya ini, padahal sudah bapak-bapak.

"Devin kemana Ma? kok nggak ada?" Asya bertanya membuat Devan menekuk alisnya tak suka.

"Kuliah, belum pulang." jawab Mama Sonya.

"Biasanya emang pulang jam berapa Ma?"

"Jam delapan bahkan sampe tengah malem juga pernah, biasanya si dia sekalian nyelesaiin tugasnya di tempat temennya gitu." Asya mengangguk mengerti.

"Kalian udah makan? soalnya tadi Mama bawa makanan itu di belakang, hampir lupa Mama." Asya tersenyum menanggapinya.

"Yaudah kita makan bareng-bareng." ujar Devan yang disetujui ketiganya.

—•••—

Di tempat lain, tepatnya disebuah jalanan yang lumayan sepi itu, terdapat seorang laki-laki yang baru saja pulang dari kampusnya, namun sial sekali harinya kali ini, tiba-tiba di pertengahan jalan ban motornya bocor dan alhasil terpaksa ia dorong menepi terlebih dahulu. Hampir saja sambungan terhubung dengan telfon rumahnya, namun hal itu sia-sia kala seorang pria bertubuh kekar itu membanting ponselnya dan tanpa kasihan juga memukulinya dengan membabi buta.

Karena dirinya terkejut, jadi ia tak bisa melawan sama sekali, malainkan hanya pasrah saat dipukuli, ia hanya berharap semoga umurnya bisa lebih panjang lagi.



—•••—

Gimana guyyss sama chapter kali ini???
Jangan lupa untuk selalu vote ygy:)

Tinggalkan jejak dan semangat saya untuk up part selanjutnya!

Oke gais
See you!

Continue Reading

You'll Also Like

62.8K 1K 40
... "Jadi tujuan saya mengumpulkan kalian semua disini, untuk menjodohkan Felly dan Arsares" ucap Rega tegas. "HAH!!!!?" Kaget Ares dan Felly bersama...
1.6M 70K 42
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
120K 4.1K 84
Ini tentang Arderas Keyvan Razhantara. Sang pewaris perusahaan sekaligus badboy di SMA Sastra Garuda. Ketua Carventous, memiliki paras bak pangeran s...
9.2K 513 32
Cerita ini pindahan dari aku pertama aku yaitu, @HiNrul_ karena ada masalah, aku pindahin ke sini deh. 🔥🔥🔥 Guys, menurut kalian apa itu badboy? C...