Sekte - Para Pencari Tumbal [...

By Ramdan_Nahdi

289K 30K 2.6K

Gilang dan Alby harus menghadapi kemarahan dari Anggota Sekte, setelah kematian Pak Ryan. Baca - Ellea dan... More

Gilang Febians
Mimpi
Ki Kendil
Tumbal Spesial
Uang Pancingan
Kandang Jin
Mr X
Ritual Janin
Rumah Kakek
Kampus
Mata Batin Terbuka (POV - Gilang)
Kenanga (POV - Griselle)
Amarah Cakra
Keris Taming Sari
Kera Putih (POV - Alby)
Kematian Cakra
Rantai
Bantuan Datang
Ratu Kuntilanak
Tamu Istimewa (POV - Griselle)
Kembali ke Rumah Alby
Anak Genderuwo (POV - Alby)
Raja Genderuwo
Leon (PoV - Griselle)
Melepas Sukma (PoV - Gilang)
Dunia Jin
Latihan Bersama Alby
Jaran Geni
Satu Lawan Satu (POV - Alby)
Banshee dan Wraith
Gasha
Menjemput Alby (PoV - Gilang)
Menyelamatkan Griselle
Pasukan Anjing Hitam
Siluman Serigala
Aula Tengah
Pertarungan Sengit
Makhluk Besar
Nidhogg
Sosok di Balik Jubah
Wujud Mr X
Wujud Asli
Kakek Danu
Inti Sukma
Kembali Kuliah
VERSI NOVEL

Mbak Rini

6.2K 685 20
By Ramdan_Nahdi

Semenjak ritual itu, kegiatan sekte berjalan secara autopilot, karena Mr X tiba-tiba memutuskan untuk menyusul Haji Rofi ke luar negeri. Begitu pula Mas Cakra yang masih bersemedi di gunung. Sementara aku hanya berdiam diri di kamar menghabiskan waktu dengan menonton film. Bosan sekali.

Aku bangkit lalu pergi ke dapur. Saat menuruni tangga terlihat Mbak Rini — pembantuku sedang berjalan menuju pintu depan. Di belakangnya, ada sesosok makhluk berjubah hitam mengikuti.  "Mau ke mana, Mbak?" tegurku, membuat makhluk itu tiba-tiba menghilang.

Sontak ia menghentikan langkahnya dan menoleh, "Belanja, Non. Bapak bilang malem ini mau ada tamu," balasnya.

"Aku boleh ikut?"

"Saya belanja sendiri aja, Non."

"Gak apa-apa. Aku pengen ikut. Tunggu, ya!" Aku bergegas kembali ke kamar, lalu mengganti pakaian dan mengambil tas. Kemudian, menghampiri Mbak Rini yang sudah menunggu di depan. "Pake mobil aku aja," ucapku, seraya berjalan ke garasi.

Aku memintanya duduk di depan. Kemudian berangkat menuju mall terdekat. "Ayah bilang gak tamunya siapa, Mbak?" tanyaku.

"Enggak, Non," balasnya.

"Kira-kira disuruh masak untuk berapa orang?"

"Kayanya sekitar lima orang, Non."

"Oh, oke."

Kurang dari setengah jam, kami sudah tiba di Mall. Setelah belanja, aku mengajak Mbak Rini untuk makan siang. Meski awalnya ia menolak. "Mbak, kangen sama kampung, gak?" tanyaku, karena sudah hampir lima tahun ia tidak pulang ke rumahnya.

"Kangen, Non," balasnya.

"Kalau aku izinin Mbak untuk pulang, mau gak?"

"Nanti Non sama bapak gimana?"

"Gak usah dipikirin, Mbak. Sekarang kalau lapar tinggal pesen makanan online."

"Nanti yang beresin rumah siapa?"

"Gak usah dipikirin juga. Yang penting Mbak mau atau gak? Terserah mau pulang berapa lama, satu atau dua bulan juga gak apa-apa. Nanti tetep aku gaji."

"Sebenernya ada apa, Non? Apa saya ngelakuin kesalahan?"

"Mbak gak ngelakuin kesalahan apa-apa. Cuman kondisi rumah sekarang lagi kurang baik."

"Saya juga ngerasa begitu, Non. Belakangan ini sering mimpi didatengin orang pake jubah item bawa pisau."

"Nahkan, makanya Mbak pulang dulu aja. Nanti kalau rumah udah aman, baru balik lagi. Aku minta tolong banget Mbak jangan nolak."

"Yaudah, Non. Besok saya pulang kampung."

"Gak usah nunggu besok. Hari ini aja."

"Terus nanti yang masak buat tamu bapak siapa?"

"Gampang itu sih."

Mbak Rini tampak masih bingung dengan permintaanku yang begitu tiba-tiba. Bagaimanapun ini demi keamanannya. "Baik, Non," balasnya.

Aku tersenyum, "Yuk pulang!"

Sesampainya di rumah, aku menemani Mbak Rini untuk mengemas barangnya. Kemudian menyerahkan sejumlah uang untuk ongkos dan biaya hidupnya di kampung. "Ini kebanyakan, Non," ucapnya.

"Gak apa-apa, pegang aja," balasku. "Aku tunggu di depan ya, Mbak."

"Gak usah dianterin, Non. Saya bisa pake ojek online."

"Aku anter aja, gak boleh nolak," ucapku lalu berjalan ke luar. Nyi Ambar sudah menunggu di dekat mobil. Ya, aku memang sengaja memanggil. "Tolong pastiin Mbak Rini aman sampe rumah ya, Nyi," ucapku seraya masuk mobil.

"Iya." Nyi Ambar duduk di kursi belakang. Tak lama kemudian, Mbak Rini ke luar sembari membawa tas besar. Kami pun berangkat menuju terminal. Setelah memastikan ia menaiki bus, aku bergegas pulang.

Sekitar pukul delapan malam, ayah sudah pulang ke rumah. Bergegas aku turun untuk menyambutnya. "Rin. Rini!" Ia berjalan ke ruang tengah sembari memanggil Mbak Rini.

Aku menuruni tangga, "Mbak Rini bilang ayah mau ada tamu?"

"Gak jadi."

"Hmm, padahal aku udah masak banyak."

"Kok kamu yang masak? Rini ke mana?"

"Ayah jangan pura-pura gak tau."

"Apa dia udah meninggal?"

"Belum."

"Loh, terus ke mana?"

"Aku suruh dia pulang kampung."

"Kok kamu gak bilang ayah dulu?"

"Sengaja. Aku gak mau nasib dia sama kaya pembantu yang lain."

"Ayah terpaksa ngelakuin itu, El."

"Terpaksa? Di luar banyak calon tumbal lain! Kenapa harus Mbak Rini?"

"Gilang udah bangun dari koma. Suatu saat dia pasti bakal berhadapan lagi sama sekte. Jadi kita harus siap-siap."

"Aku gak peduli sama dia, Yah. Ayah bebas mau numbalin siapa aja, asalkan bukan Mbak Rini. Dia udah kerja lama di sini. Aku juga cocok sama dia."

"Ayah gak sempet nyari tumbal lain, El."

"Pasien di sana kan banyak!"

"Sepi, El."

"Minta Ki Kendil aja yang nyari. Tuh kakek-kakek males amat!"

"Jaga omongan kamu, El!" Ayah marah. "Pokoknya apapun yang terjadi Rini harus tetep mati!"

"Berarti ayah harus berhadapan sama aku."

Ayah duduk di sofa. "Ayah gak mungkin ngelukain kamu, El," ucapnya.

"Kalau begitu, jangan ngelukain Mbak Rini juga," sahutku.

"Oke, tapi ayah mau nanya satu hal sama kamu, El."

"Apa?"

"Apa kamu berencana ninggalin sekte?"

"Sejauh ini belum."

"Jangan lakuin itu, El. Ayah takut kamu bakal diincer sama Mr X dan Haji Rofi."

"Aku juga udah tau itu, Yah."

"Sekarang sebagai gantinya, ayah mau kamu nyerahin satu tumbal, malam ini juga."

"Aku gak mau, Yah."

"Kamu harus mau. Kalau gak, ayah bakal kurung kamu."

"Ayah gak bakal bisa."

"Kata siapa?"

Aku membalikan badan, ternyata sudah ada Ki Kendil di hadapan.  "Turuti perkataan ayahmu, El," ucapnya.

"Saya gak mau!" tolakku.

"Kurung dia, Ki!" perintah Ayah.

Ki Kendil mendekat, "Jangan macem-macem!" gertakku. Ia mengayunkan tongkatnya hendak memukulku.

Duk!

Nyi Ambar tiba-tiba datang dan menahan tongkat itu. "Jangan kamu sentuh anak ini, Kendil," ucapnya dengan nada tinggi.

"Seharusnya kamu ajari anak ini untuk tidak melawan orang tuanya!" balas Ki Kendil.

"Setiap anak memiliki pilihan hidup sendiri. Jadi tidak sepantasnya orang tua memaksa anaknya untuk mengikuti pilihannya."

"Ambar, kamu tau apa yang akan anak ini hadapi nanti."

"Saya sangat tau dan saya akan tetap melindungi dia."

"Kamu tidak akan sanggup Ambar!"

"Saya tau itu."

"Sudah-sudah!" ucap Ayah. "Sekarang apa yang sebenernya mau kamu lakuin, El. Kamu gak bakal selamanya nolak nyari tumbal."

"Aku gak punya rencana apa-apa, Yah. Tapi untuk sekarang, aku gak berencana buat numbalin siapa-siapa. Jadi harusnya ayah bisa ngerti."

"Oke, ayah hargai itu. Sekarang kamu balik ke kamar."

"Awas!" Aku meminta Ki Kendil minggir. Kemudian melangkah ke kamar, ditemani Nyi Ambar. "Apa Mbak Rini aman?" tanyaku.

"Aman," balasnya. 

"Sip!" Malam ini aku bisa tidur dengan tenang.

BERSAMBUNG

Continue Reading

You'll Also Like

8.6K 2.1K 22
SEGERA TERBIT DI TEORI KATA PUBLISHING ⛔ DILARANG KERAS PLAGIAT ‼️ ••• Badut itu lucu, jika tidak bermain dengan nyawa. Terdapat fakta mengejutkan m...
7K 170 8
(FIKSI) setelah kematian suaminya,Cornelia alias Oniel mengalami kejadian "Ketindihan" yg sampai membuatnya bangun dalam keadaan Telanjang.Ada hal yg...
2.7M 10.5K 24
Sebuah legenda dari desa kecil di jawa timur yang disembunyikan. Seorang tabib dan keenam anaknya yang cacat menjadi terror bagi warga. Semua petaka...
25.3K 2.2K 56
🍀(Seri pertama : kota zombie)✅ Bertahan hidup ditengah hancurnya kota, dengan dua anak balita bersamaku. Membuat perasaanku menjadi campur aduk, apa...