Rengkuh Sang Biru

By Lalanaraya

101K 11K 4.1K

Renjana Sabiru harus menerima fakta tentang kepergian kedua orangtuanya yang membuatnya menjadi yatim piatu... More

Awal || intro
Karakter tokoh
Bab.1 || Awal kisah, Di Balik Sebuah Janji
Bab.2 || Kembali Pulang, Bersama Segenggam Hangat
Bab.3 || Pengakuan Dan Harapan
Bab.4 || Harap Yang Patah
Bab.5 || Porak-Poranda Dalam Diam
Bab.6 || Dingin Yang Tidak Terbaca
Bab.7 || Setumpuk Amarah Dan Seberkas Iri.
Bab.8 || Langkah Pertama Menuju Petaka
Bab.9 || Perisai Dingin Yang Membentang
Bab.10 || Ketika kecewa dan patah mulai melebur
Bab.12 || Patah, Hancur Lebur, Tercerai Berai.
Bab.13 || Ketika Asa Tidak Lagi Tersisa.
Bab.14 || Bagaimana Pahit Terasa Manis.
Bab.15 ||Sederhana Yang Patut Disyukuri
Bab.16 ||Sudut-Sudut Ruang Hampa
Bab.17 || Dua Sisi Koin Yang Berbeda
Bab.18 || Tawa Yang Kembali Terenggut
Bab.19 || Yang Telah Putus Tidak Bisa Dibenahi.
Bab.20 || Ketika Hujan Kembali Menyamarkan Tangis.
Bab.21 || Jutaan Rasa Sakit Absolute.
Bab.22 || Sunyi Di Antara Riuh Semesta.
Bab.23 ||Secercah Harap Berselimut Fana
Bab.24 || Sepasang Binar yang Kembali Berpendar.
Bab.25 || Badai yang Belum sepenuhnya Usai
Bab.26 || Rengkuh Hangat Untuk Sang Biru
Cerita baru
Bab 27 || Sisi Lain Laksana Galaksi
Bab 28 || Seutas Tenang Dalam Resah

Bab.11 || Perihal Kecewa Dan Amarah

2.9K 398 241
By Lalanaraya

.


Setiap manusia yang hidup pasti pernah mengalami, yang setiap harinya, ada saja hal yang membuat hidup terasa begitu berat bahkan untuk sekedar menarik napas. Ada saja masalah, yang membuat kita lupa untuk bersyukur.

Biru hanya tidak habis pikir, kenapa hampir semua orang terdekatnya akan mendekat padanya saat membutuhkan sesuatu darinya. Lalu saat Biru tenggelam dalam keputusan asaan, tidak seorang pun yang menengok ke arahnya. Tidak ada satupun yang sudi mengulurkan tangannya untuk Biru.

Apa ... manusia memang seegois itu?

Sejenak Biru terpaku untuk berandai-andai, apakah bisa Biru berkata tidak saat orang lain meminta pertolongannya?

Meninggalkan Laras yang putus asa saja, Biru sudah di serang rasa bersalah begitu besar. Padahal jika di pikir, itu adalah hak Biru untuk marah. Hak Biru untuk menolak. Biru sudah tidak tahu berapa lama ia berjalan di tengah guyuran hujan yang jatuh membasahi bumi, sejak ia meninggalkan Laras dengan tangis pilunya yang meraung pedih.

Kepala Biru yang sejak tadi menunduk perlahan mendongkak, menatap bangunan kokoh yang menjadi tempatnya bernaung, tempatnya untuk pulang.

Biru pandangi pagar besi yang menjulang di hadapannya. Sejenak Biru menggantungkan harapnya, agar Galaksi sudi untuk memberi sedikit rengkuh hangatnya, sebab Biru sedang berada di titik rendah kewarasannya.

Dengan langkah gontai, Biru memasuki pelantaran rumah Galaksi. Bocah itu baru saja hendak membuka pintu rumah tersebut, sebelum pintu jati tersebut lebih dulu dibuka dengan kasar dari dalam.

Detik setelahnya Biru bisa menangkap presensi Galaksi yang tengah menggendong Reksa yang tidak sadarkan diri dengan wajah panik, pun juga Oma yang menyusul dari belakang.

"K-kak Gala ... Reksa kenapa?"

Biru suarakan tanya dengan nada bergetar. Meski hujan kini berubah menjadi rintik gerimis, tubuh basah kuyup Biru tidak mampu menahan sensasi mengigil hingga bibirnya yang membiru bergetar kedinginan.

Namun tepat saat tanya itu memecah kepanikan Oma dan Galaksi, yang Biru dapati setelahnya adalah tamparan terlampau kuat yang menghantarkan panas di pipi kirinya, hingga tubuh Biru tersungkur menghantam lantai saking kuatnya tamparan tersebut.

"Kamu! Dasar anak tidak tau diri! Kehadiran kamu hanya sebagai benalu di hidup cucu saya!" Murka Oma dengan telunjuk yang menunjuk- nunjuk wajah Biru.

"Aku salah apa lagi, Oma?" tanya Biru dengan tatapan sayunya. Satu tangannya memegangi pipinya yang masih terasa panas, bahkan ada rasa anyir yang dapat Biru kecap dari sudut bibirnya.

"Saya sudah bilang sepulang sekolah jangan keluyuran kemana-mana. Temani Reksa yang sedang sakit di rumah. Tapi kamu bahkan baru pulang menjelang tengah malam, membiarkan Reksa sendirian saat sedang sakit. Lihat! karena kebodohan kamu, Reksa kambuh sampai pingsan!" tuding sang Oma dengan emosi meluap-luap.

Biru alihkan tatapan pada sosok Reksa yang tak sadarkan diri dalam gendongan Galaksi. Ah, bahkan Galaksi pun hanya menatap dingin pada nya.

Biru memang ingat saat hendak berangkat sekolah tadi, Oma bertitah agar Biru menjaga Reksa karna anak itu sedang sakit. Biru pun mengiyakan tanpa berani menolak.

Biru juga ingat bagaimana pesan yang Galaksi kirimkan padanya untuk tidak kemana-mana sepulang sekolah. Sungguh, Biru benar-benar tidak bermaksud melupakan pesan tersebut.

Namun, untuk Biru yang berangkat dan pulang sekolah dengan berjalan kaki, pun juga pertemuan nya dengan Laras yang tak terduga. Biru tidak mampu untuk menolak ajakan budenya. Biru bahkan menghabiskan satu setengah jam untuk berjalan kaki saat pulang.

Bukankah Oma sendiri yang melarang Biru untuk menggunakan uang dan fasilitas yang Galaksi berikan?

"Saya tahu kamu gak suka sama Reksa. Tapi seenggaknya pakai sedikit otak kamu untuk berpikir. Di rumah ini kamu hanya menumpang hidup, seenggaknya kamu harus sedikit berguna buat Galaksi!" Lagi, Oma kembali gaungkan kalimat tajam menusuk yang mampu membuat Biru merasa sesak.

"Aku minta maaf, Oma. Di perjalanan pulang, aku ketemu budeku, dan aku pun harus jalan-"

"Jadi kamu pulang sampai larut begini karena ketemu bude kamu?"

Kali ini, lantang suara dingin milik Galaksi yang memecah pertikaian hingga mengalihkan atensi Biru.

Tajam tatap itu baru pertama kali Biru lihat dari bagaimana Galaksi menatapnya. Sungguh, bahkan sejak awal kedatangannya, Galaksi tidak pernah menatapnya setajam itu.

"K-kakak, denger dulu penjelasan aku. Tadi aku-"

"Bukannya kemarin saya sudah bilang, kamu bisa angkat kaki dari rumah ini kalau kamu merasa tidak nyaman. Kamu cukup bicara, jangan diam dan justru kamu habisin waktu kamu sama Bude kamu, sampai bikin Reksa celaka."

Dingin kalimat itu memang keluar tanpa nada tinggi, namun penekanan di setiap penggal kalimatnya sudah cukup mampu menggambarkan bagaimana amarah yang coba Galaksi tahan.

"Kak, aku-"

"Sudah cukup Gala. Cepat bawa Reksa ke rumah sakit. Nyawa Reksa jauh lebih penting daripada meladeni anak haram ini." titah sang Oma menghentikan kalimat yang baru Biru sampaikan.

Oma bergegas membuka pintu mobil dan membantu Galaksi meletakkan tubuh Reksa di kursi belakang.

Kemudian saat Oma dan Reksa sudah berada di dalam mobil, Galaksi ambil langkah mendekati sang adik dengan tatapan tajam dan rahang mengeras.

Biru pikir, mungkin Galaksi masih punya sedikit kepedulian untuknya. Biru pikir, Galaksi mungkin saja akan mengulurkan tangannya untuk membantu Biru dan menyuruhnya untuk bergegas menghangatkan diri dan mengobati lukanya.

"Kamu bisa kemasi barang-barang kamu dan tinggal bersama bude kamu mulai sekarang. Saya gak akan melarang atau mencegah kamu untuk pergi dari rumah saya."

"Mulai sekarang, kamu bukan lagi tanggung jawab saya."

Tepat setelah dingin kalimat itu Galaksi gaungkan dengan wajah datarnya, Galaksi ambil langkah menjauh meninggalkan sang adik tanpa kembali menoleh ke belakang.

Meninggalkan Biru dalam keterdiaman, tanpa peduli pada dingin yang memeluk tubuh basahnya.

•••••



Sudah dua hari berselang sejak perseteruan Biru dan Galaksi malam itu. Setelah mengantar Reksa ke rumah sakit, Galaksi tidak pernah menyinggahi rumahnya sejak malam itu. Hanya Oma yang datang sebentar untuk mengambil keperluan Reksa, lalu kembali meninggalkan rumah tanpa melirik kondisi Biru.

Dua hari itu Biru habiskan dalam kehampaan. Wajahnya kuyu dengan lingkar hitam di kedua matanya, pun bibir pucat kering yang seolah menegaskan bahwa sang pemilik tubuh sedang tidak baik-baik saja.

Hampir tidak ada nutrisi yang masuk ke tubuhnya selain air putih. Biru terlampau tak acuh akan kondisi tubuhnya. Karena baginya sama saja, tubuh dan hatinya seolah mati rasa sebab terlalu banyak rasa sakit yang ia kecap belakangan ini.

Pagi itu, Biru sudah mengemasi beberapa barang yang di bawanya saat datang ke rumah Galaksi. Hanya itu, sebab seluruh pakaian dan barang yang Galaksi berikan tidak Biru bawa bersamanya.

Biru cukup tahu diri, pun saat Oma pulang untuk mengambil pakaian Reksa kemarin, Oma sudah menegaskan pada Biru untuk segera angkat kaki dari rumah Galaksi tanpa membawa apapun yang pernah Galaksi berikan.

Toh, Galaksi sendiri juga sudah mengusirnya.

"Mau bibi bantu gak, Ru?"

Biru menoleh saat suara wanita paruh baya mengusik keterdiamannya. Bibi Nara datang bersama segelas susu dan nasi goreng yang masih mengepulkan asapnya.

"Nggak usah, Bi. Ini Biru udah selesai kemas-kemas kok. Bibi kok bawain makanan ke sini? Biru udah mau pergi kok," ujar Biru dengan menyematkan senyum manisnya.

Bibi Nara terenyuh, saat ia baru tiba setelah pulang dari kampung halamannya, yang ia dapati justru Biru yang berbenah mengemasi barang-barangnya. Bocah itu bilang, bude nya ingin Biru tinggal dengannya, dan Galaksi pun tidak melarang, jadi Biru memutuskan untuk tinggal bersama bude.

Yang pada kenyataannya, Biru bahkan tidak tahu harus pergi kemana setelah meninggalkan kediaman Galaksi nantinya.

"Nggak papa, Bibi gak repot kok. Bibi kaget tahu, baru pulang kampung eh kamunya malah mau pergi. Padahal Bibi udah seneng kamu tinggal di sini," sahut wanita paruh baya yang mulai Biru sayangi itu.

"Nih, makan dulu sebelum pergi. Nanti biar Mang Didin yang anter pulang ke rumah budemu," sambung Bi Nara setelahnya.

Biru tersenyum hangat dengan tangan meraih nampan berisi makanan yang Bibi Nara siapkan, "Ini aku makan karena Bibi udah repot-repot bikin buat aku. Nanti aku pulangnya naik taksi aja, Mang Didin pasti capek dari kemarin bolak-balik ke rumah sakit."

"Mang Didin sendiri lho yang bilang mau antar."

Lagi, senyum lugu itu kembali tersemat hingga menenggelamkan manik cokelatnya yang tidak lagi tampak binarnya.

"Aku udah pesen taksi online kok, Bi. Gak enak kalo di cancel gitu aja. Lagipula sekalian aku mau ke rumah temenku dulu kok," jelas Biru sembari menyantap nasi goreng buatan Bi Nara.

Hanya desah napas pasrah yang Bi Nara berikan sebagai respon. Memang agak sulit merayu bocah yang baru di akui sebagai adik Galaksi itu. Watak keras kepala Galaksi sepertinya menurun pada Biru.

Kendati begitu, Bibi Nara tidak tahu isi kepala Biru yang sebenarnya.

Biru mungkin terlihat menyantap makanannya dengan santai, namun di kepalanya begitu bingung memikirkan akan tinggal di mana dirinya setelah meninggalkan rumah Galaksi.

Rumah peninggalan bapaknya sudah di jual oleh bude nya. Pun bude nya pasti tidak akan sudi menampungnya. Melihat bagaimana kemarin ia menolak untuk menolong putrinya, Laras pasti tidak akan mau memberinya tempat untuk pulang.

Jangan tanya bagaimana tantenya. Mungkin, Biru lebih baik tinggal di jalanan daripada harus satu atap dengan tantenya, yang setiap malam selalu membawa pria berbeda ke rumahnya.

Lantas setelah Galaksi menyuruhnya untuk pergi, kemana Biru harus pulang setelah ini?

••••••




Temaram sudut ruang-ruang di rumah besarnya itu terasa lebih dingin dan membekukan dari biasanya. Kendati hanya dua hari tiga malam Galaksi tak menapaki rumahnya sejak memantau kesehatan Reksa usai kambuh malam itu, Galaksi tidak pernah merasa se-asing ini saat pulang ke rumahnya.

Sebab biasa, saat ia pulang tengah malam tanpa sempat memberi kabar, akan ada entitas Biru yang menunggunya hingga tertidur di sofa, atau Biru yang akan segera membuatkan segelas kopi panas dan memanaskan makan malam untuknya.

Atau, jika Galaksi pulang lebih sore, tawa renyah Biru akan menyambutnya dari ruang televisi. Bocah itu akan menonton kartun sembari tertawa heboh hingga menghidupkan suasana rumah.

Tapi sekarang rumahnya terasa sepi dan asing.

"Eh, Mas Gala udah pulang?"

Suara serta kehadiran Bibi Nara setelahnya membuat Galaksi mengalihkan atensinya pada kepala pelayan kepercayaannya itu.

"Aku mau ambil beberapa pakaian. Pakaian yang Oma bawakan sudah kotor semua," sahut Galaksi dengan wajah yang sama datarnya. Namun ia tahu Bibi Nara sudah terlampau hafal sifatnya.

Wanita yang sudah mengabdi lama di keluarga Galaksi itu mengangguk paham, "Oh, Bibi kira mau periksa kondisi Biru."

Galaksi segera alihkan atensinya saat Bibi Nara menyebutkan nama dari sosok yang menganggu pikirannya sejak terakhir kali ia bertemu.

"Dia ... betul-betul pergi, Bi?" tanya itu Galaksi suarakan dengan ragu, pun raut wajahnya yang tetap datar tak bisa di tebak.

Hela napas lelah kembali Bi Nara perdengarkan. Sang kepala pelayan yang terkenal tegas itu lantas menatap tajam majikannya. "Bibi gak tau ada masalah apa di antara kalian sampai Biru pulang ke rumah bude nya. Bibi cuma mau kasih saran sama Mas Gala buat menuntaskan masalah kalian. Kasihan Biru, dia masih kecil dan belum lama kehilangan orangtuanya, lho. Masa' kakak satu-satunya juga nolak dia."

"Ingat lho, Mas. Mentalnya Biru masih mental anak-anak yang butuh bimbingan."

Setelah berujar demikian, Bibi Nara lekas meninggalkan Galaksi yang masih terpaku dalam diamnya.

Sejenak Galaksi merenung memikirkan kata-kata Bi Nara. Namun setelahnya, ingatan bagaimana Biru yang berkata lebih baik tinggal dengan sang bude membuat kepalan tangannya menguat seiring garis rahangnya yang mengeras

Biru bahkan tidak berpamitan pada Galaksi dan pergi begitu saja.

"Dia ... benar-benar memilih tinggal dengan bude nya daripada kakaknya."







to be continued.

Printilannya Gala bingung cari tempat pulang
.
.





Galaksi tuh, au ah..
.
.

Continue Reading

You'll Also Like

17.6K 1.6K 32
Aksara berarti tulisan. Takdir milik Juhan telah tertulis. "Kalo Juhan pergi, Kakak bakal maafin Juhan kan?" "...." "Kalo nanti Juhan bener-bener per...
129K 14.4K 26
Kyungsoo dan Junmyeon berasal dari panti asuhan yang sama. Hubungan mereka sangatlah dekat sehingga ketika akhirnya Junmyeon yang sempat terpisah dar...
Januari By TATA

Teen Fiction

222K 27.2K 31
Katanya, Januari adalah awal. Dan ternyata benar. Januari adalah bagaimana ia kehilangan dan kemudian dipatahkan. Januari adalah bagaimana semesta me...
1.7K 251 4
Apa jadinya bila ada kehidupan kedua setelah kematian ? Seperti kisah seorang remaja berusia 17 tahun yang ber transmigrasi, ke tubuh seorang anak b...