Jihyo Oneshot

By prjh97

13.1K 1K 151

cerpen yang updatenya kalo aku lagi selo More

Koor-Sub Koor (Nahyo)
Social Butterfly (Mihyo)
Festival Akhir Tahun (Jitzu)
Random chat with bestie (Jeonghyo)
Liar (Sahyo)
Thirdwheel (Mihyo)
Keinginan Tzuyu (Jitzu)
Cewek barbie (Sahyo)
Gibbon Camp (Jitzu)
Gibbon Camp 2 (Jitzu)
Gibbon Camp 3 (Jitzu)
Gibbon Camp 4 (Jitzu)
They're in Love (Jitzu)
As time goes by (Sahyo)
Soulmate (Jitzu)
Sleepy girl (Sahyo and a lil bit of Jeonghyo)
News Castle (Sana Jihyo Tzuyu ft Jeongyeon Dahyun)

Cewek Barbie 2 (Sahyo)

410 39 3
By prjh97

Makan malam hari ini terasa sangat hampa untukku. Apalagi nasi goreng yang tersaji di meja juga tidak kalah hampa -tanpa lauk, hanya ada satu butir telur yang sudah diorak-arik hingga hancur lebur dan menyatu dengan nasi- yang dibuat dengan nasi sisa kemarin oleh Kak Nayeon berbekal skill memasak yang marjinal. Ohya, berdasarkan update terbaru memang finansial orang rumah ini sedang dalam fase kritis. Kami terlahir dari keluarga dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah, jadi tidak bisa mengandalkan kiriman orang tua yang mungkin hanya cukup untuk makan dua minggu.

Sebenarnya, hal semacam itu tidak jadi masalah karena kami berempat, penghuni kontrakan ini-alias aku, Kak Nayeon, Jeongyeon, dan juga Tzuyu- sudah bisa mencari uang sendiri. Aku sering mengajar les anak SD-SMA ataupun menjadi mentor teman-teman sebaya maupun adik tingkat. Dan sudah pernah kujelaskan juga bahwa mereka bertiga bekerja di kafe milik teman SMA-ku -Mina yang memang lahir dari keluarga konglomerat dengan otak jenius sehingga mudah untuknya merintis usaha dengan berbagai peluang yang ada. Ya, seharusnya pekerjaan itu sudah cukup untuk kami apalagi gaya hidup kami juga tidak neko-neko. Masalahnya adalah kepindahan Mina yang mendadak untuk melanjutkan bisnis keluarganya di Semarang membuat ia terpaksa menutup kafe yang ia rintis di kota pelajar ini. Tentu saja ketiga temanku otomatis diberhentikan dengan penuh rasa sesal.

Mau bagaimana lagi, keluarga memang nomor satu.

"Kalian dapet pesangon nggak?" Kutanya dengan penasaran setelah mendengar cerita yang amat menyedihkan mengenai pemberhentian kerja ketiga temanku ini.

"Ya dapet, soalnya kalo dikontrak awal kita kerjanya setahun, ini kan baru sembilan bulan, tapi nggak banyak, harus buru-buru nyari kerja baru" Kak Nayeon menjelaskan. Aku mengangguk paham.

"Syukurlah seenggaknya ada pegangan" kataku lega. Tapi mungkin sebenarnya ini adalah keadaan yang sulit bagi temanku yang lain alias Mina. Gadis itu mungkin sama saja sedang membayar penalti untuk kontrak-kontrak pegawai yang ia buat dan terpaksa ia langgar sendiri. Yah, semangat ya Mina. Aku hanya bisa mendoakan.

"Kalo lo sendiri gimana Ji? Lancar enggak ngajarnya?" Tanya Jeongyeon seraya menatapku serius. Aku menghela napas. Sudah dua hari semenjak aku ribut dengan Sana dan ia menutup seluruh akses untukku setelah mengirim bukti transfer bayaran mentor yang sama sekali tidak ia potong. Aku belum mau menggunakan uang itu karena secara teknis itu adalah uang haram. Kucari-cari Sana di kampus pun belum pernah ketemu. Sulit memang menemui artis. Akhirnya kuceritakan kejadian itu kepada ketiga temanku dengan perasaan menyesal. Hitung-hitung mengurangi beban.

"Yaudah Kak nggak papa kalau Kak Jihyo belum mau make uangnya, simpen dulu aja" Respon Tzuyu dengan bijaksana "Nanti kalau udah ketemu Kak Sana baru deh coba balikin" Aku mengangguk patuh.

"Ngomong-ngomong dia sampe ngamuk gara-gara nggak lo jawab pertanyaannya, emang lo bener-bener nggak kangen?" tanya Kak Nayeon menyelidik. Aku hanya mengedikkan bahu acuh. Bukan sesuatu yang perlu dibahas di forum seperti ini kurasa.

"Kangen lah. Lo tuh nggak bisa bohong Jihyo. Liat itu di jidat lo ada tulisan I miss U Sana gede banget!" canda Jeongyeon yang membuat aku merengut. Kak Nayeon dan Tzuyu malah tertawa bahagia. Setelah situasi jenaka mereda, Tzuyu mulai menatapku serius.

"Kejar kak, jangan ngikutin ego!" Ucap gadis termuda itu "Gue aja nggak bisa memaafkan diri sendiri yang belum sempet ngomong ke Chaeyoung" lanjutnya dengan air muka penuh sesal.

"Ikhlasin Tzu, nggak boleh marah ke diri sendiri berlarut-larut gitu, biarin dia tenang di sana" Jeongyeon menasehati. Aku dan Nayeon hanya menggenggam tangan Tzuyu untuk menguatkan. Gadis itu jadi menarik kembali air mata yang hampir jatuh.

"Iya" Gumam Tzuyu. "Paling enggak jangan ada yang kaya gue deh"

"Tuh Ji dengerin!" Dumal Jeongyeon.

"Nggak ngaca, kalian berdua juga tuh, friendzone sampe jelek" Aku membalas Jeongyeon. Dua orang yang kusindir langsung menjitakku secara bersamaan. Kompak sekali Nayeon dan Jeongyeon ini kalau menyakitiku. Huft.

Yah begitu lah. Selain finansial yang kritis, kisah cinta anak kontrakan ini juga tragis.

****

"Cari siapa mbak?" Tanya satpam rumah keluarga Sana. Satpam baru maksudku. Satpam lama pasti langsung membukakan gerbang untukku karena sudah hapal dengan vario butut yang sudah kustandarkan ini.

"Cari Sana Pak, saya Jihyo sekampus sama Sana"

"Sebelumnya sudah buat janji mbak?" Tanya Pak satpam baru itu. Aku menggeleng. Bapak itu mengisyaratkan untuk duduk terlebih dahulu di bangku kayu panjang dengan bahan dasar kayu mahoni. Setelah selesai dengan interkom yang menghubungkan pos satpam dengan rumah dalam, Pak Satpam tadi kembali menghampiriku.

"Boleh masuk mbak, silakan"

"Terima kasih, Pak"

Aku langsung masuk membawa vario bututku dan memarkirkannya di depan rumah Sana yang begitu besar. Ya semoga motorku yang kuparkirkan di sini tidak mengganggu siapapun.

Pintu rumah setinggi empat meter ini terbuka, aku melongok sebentar ke dalam sembari mengucapkan salam. Asisten rumah tangga keluarga Sana yang memang hapal denganku menyambut setelah mendengar salamku.

"Mbak Jihyo kemana aja nggak pernah ke sini. Bude Ratih kangen sekali" Aku terkekeh. Bude Ratih tetap orang yang sama. Heboh dan menyenangkan.

"Ayo masuk mbak. Mau nunggu di sini atau langsung ke kamar Mbak Sana? Bude mau ambilkan minum buat Mbak Jihyo dulu"

"Bude nggak usah repot-repot, saya nggak haus kok. Saya juga cuma sebentar. Sananya mana ya, Bude?"

"Yang bener mbak Jihyo nggak mau apa-apa?"

"Iya Bude, bener. Sananya mana ya?"

"Mbak Sana tadi baru selesai yoga, mungkin lagi mandi. Mbak Jihyo nggak mau langsung ke kamarnya aja?"

"Oh oke kalau gitu saya tunggu di sini aja Bude"

"Ngapain kamu di sini?" Belum sempat Bude Ratih menyahut, batang hidung Sana sudah terlihat di tangga menuju ruang tamu. Gadis itu terlihat manis dan segar khas orang baru mandi. Tidak seperti aku yang bau knalpot. Matanya menatapku dengan malas. Wajahnya tidak ada bahagia-bahagianya sama sekali.

"Nah mumpung Mbak Sana udah turun kalian tunggu sini dulu ya cah ayu, Bude ke belakang dulu. Mbak Jihyo pokoknya harus coba teh yang bude bawa dari kampung, nggak boleh nolak!"

"Ya ampun Bude maaf ya ngerepotin" Aku berseru sedikit yang entah di dengar atau tidak oleh Bude Ratih. Aku terdiktrasi Bude Ratih hingga melupakan Sana yang ternyata sudah duduk di sofa seberangku. Meja jati berukuran 3x2 meter memisahkan kami. Kalau sedang begini, rasa tahu diriku semakin meningkat dan kepercayaan diriku semakin menurun. Sana seperti jauh tak tergapai. Oh bahkan ukuran meja Sana sama dengan ukuran kamar tidurku.

"Hai Sana, maaf ganggu waktunya" Aku berucap seraya mengeluarkan amplop coklat dari tas selempang eiger yang telah lusuh.  Ada cokelat silverqueen juga di sana. Aku sudah menyiapkannya untuk Sana yang mungkin habis ini akan kuberikan. "Saya ke sini mau balikin uang mentor yang kamu transfer, saya cuma ambil untuk tiga pertemuan kemarin. Makasih banyak ya atas bantuan kamu dan kepercayaan kamu memilih saya sebagai mentor" Sana hanya diam dan melirik amplop tersebut dengan malas. Dan itu membuat kepercayaan diriku semakin menurun. Mungkin baginya uang segitu tidak penting. Dia tidak akan pernah tau bahwa uang sejumlah itu sama dengan uang makan kontrakanku selama sebulan yang kami dapatkan dengan cara iuran. Aku semakin merasa berbeda dengan Sana. Sebaiknya silverqueen ini kusimpan baik-baik bersamaku. Dia mungkin bisa saja mendapatkan lindt ataupun godiva untuk dirinya sendiri. Momo atau siapapun yang setara dengannya akan dengan mudah memberikan yang lebih baik daripada aku.

Bude Ratih muncul dari dapur dan membawakan dua cangkir teh hangat yang penampilannya memang berbeda dari teh biasa.

"Ini teh Suroloyo mbak, bagus untuk kesehatan, monggo diminum"

"Makasih Bude" Ucapku dengan senyuman. Bude Ratih langsung kembali ke dapur tanpa basa-basi. Mungkin sudah tau kalau situasi antara aku dan Sana sedang tidak tepat diajak bercanda atau bermain-main.

Keheningan terjadi. Aku memutuskan untuk menyeruput teh suroloyo yang rupanya masih panas. Habis ini mungkin lidahku mati rasa. Tidak masalah. Menahan panas begini lebih mudah dibandingkan harus berusaha menyetarakan diri dengan Sana.

Setelah puas membakar mulutku, aku meletakkan cangkir teh ke tempat semula. Sana masih duduk di sana. Tatapannya hampa ke arah pintu keluar. Apakah itu sebuah kode bahwa sebaiknya aku pulang saja?

'Kejar kak, jangan ngikutin ego!'

Wajah si bungsu di kontrakan tiba-tiba muncul di kepalaku. Meruntuhkan tekad yang sudah kubangun untuk segera berpamitan pada Sana dan pulang. Mungkin jika aku ingin menyerah setidaknya aku harus menyerah dengan benar.

"Sana saya mau minta maaf atas perilaku saya dulu yang memutuskan hubungan secara sepihak. Saya menyesal dan merasa bersalah atas itu. Saya juga mau berterima kasih karena dari sekian banyak orang, kamu sempat mengizinkan saya untuk masuk ke kehidupan kamu. Kamu orang yang berarti buat saya, terima kasih untuk kenangan manis yang kamu buat. Sekali lagi saya minta maaf, Sana. Saya harap kamu mau berbesar hati untuk memaafkan. Saya juga berharap perpisahan kita tidak menghentikan kamu untuk tetap bahagia"

Aku langsung mengembuskan napas dengan lebih santai. Oh yang barusan itu benar-benar aku? Aku telah berhasil mengucapkan selamat tinggal dan maaf secara benar? Aku bahkan tidak percaya atas pencapaian ini. Beban berat seperti baru saja diangkat dari tubuhku. Ini lebih baik. Atau mungkin yang terbaik. Aku tidak bisa membaca ekspresi Sana tapi kurasa jika aku pulang dalam keadaan begini aku sudah bisa cukup tenang. Resahku hilang.

Kukeluarkan silverqueen dari tas selempangku. Ya memang mungkin saja Sana ataupun orang lain bisa mendapatkan coklat yang lebih mahal untuknya, tapi itu tidak bisa menghentikanku untuk memberikan Sana sesuatu yang baik atau mungkin terbaik melalui versiku.

"Coklat ini mungkin bisa memperbaiki mood kamu yang sempat tidak sengaja saya rusak kemarin-kemarin" Ujarku seraya tersenyum. Dia balas tersenyum meski tipis. Aku lega melihatnya.

"Saya pamit ya Sana, makasih atas waktunya, makasih atas jamuannya. Sekalian minta tolong titip salam ke Bude Ratih" Kali ini aku benar-benar berdiri dan tersenyum lebar sebelum akhirnya melangkah ke arah pintu. Dapat kurasakan langkah Sana yang mengikutiku.

"Mungkin baiknya uang ini nggak usah kamu kembalikan karena aku kesusahan untuk menghadapi UTS minggu depan. Mungkin sebaiknya kamu mengajar lagi dan menghabiskan sisa uang itu" Sana menyerahkan amplop yang tadi kuletakkan di meja ke tanganku.

"Keberatan nggak?" Tanya Sana menyadarkan lamunan singkatku. Aku langsung menggeleng. Aku nggak keberatan. Sama sekali nggak keberatan.

"Di kelas selanjutnya aku janji bakalan belajar serius dan berusaha memahami semuanya" Ujar Sana "Dengan catatan kamu juga harus belajar memahami kenapa setelah ini semua aku masih nggak mau cari mentor lain"

Aku langsung tersenyum. Bolehkah aku tinggi hati? Bolehkah rasa percaya diriku meningkat lagi?

"Hati-hati di jalan, Jihyo!" Ujar Sana. Aku mengangguk, memakai helmku, dan mulai melajukan vario kesayangan ini keluar dari pelataran rumah Sana. Hari yang indah, bukan?

_________
13-02-2023

Continue Reading

You'll Also Like

AZURA By Semesta

Fanfiction

218K 10.5K 23
Menceritakan sebuah dua keluarga besar yang berkuasa dan bersatu yang dimana leluhur keluarga tersebut selalu mendapatkan anak laki-laki tanpa mendap...
1M 75.9K 57
[Brothership] [Not bl] Tentang Rafa, hidup bersama kedua orang tuanya yang memiliki hidup pas-pasan. Rafa tidak mengeluh akan hidupnya. Bahkan ia de...
174K 19.3K 47
#taekook #boyslove #mpreg
726K 58.4K 63
Kisah ia sang jiwa asing di tubuh kosong tanpa jiwa. Ernest Lancer namanya. Seorang pemuda kuliah yang tertabrak oleh sebuah truk pengangkut batu ba...