[2] HATI dan WAKTU

By deftsember

50.5K 9.4K 9K

Raline menawarkan diri menjadi pacar Jerome untuk membantu cowok itu move-on dari mantan pacarnya. Dia tahu k... More

BAB 00: START
BAB 01: MEMULAI
BAB 02: HARI PERTAMA PACARAN
BAB 03: MEMBUKA HATI
BAB 04: KENCAN PERTAMA
BAB 05: RALINE'S WORST DAY
BAB 06: SUPPORT SYSTEM
BAB 07: "Raline pacar gue."
BAB 08: PENGAKUAN
BAB 09: CEMBURU?
BAB 10: CEMBURU? (PT 2)
BAB 11: STAYCATION IN ANYER
BAB 12: KISSING YOU
BAB 13: INTEROGASI
NOTIF
BAB 14: SUPPORT BOYFRIEND
BAB 15: SESUAI HARAPAN
BAB 16: TERHUBUNG TAKDIR?
BAB 17: BERPISAH
BAB 18: ANNOYING!
BAB 19: BREAK UP (?)
BAB 20: DECISIONS
BAB 21: PERJUANGAN JEROME
BAB 22: SI CALON BUCIN PACAR
BAB 23: I LOVE YOU
BAB 24: SELANGKAH LEBIH BERANI
BAB 25: RENCANA LIBURAN KELUARGA
BAB 26: LOVE IN EUROPE
BAB 27: LOVE IN EUROPE (PT 2)
BAB 28: BUKTI KEBUCINAN JEROME
BAB 29: RALINE MUDIK
BAB 30: DI SURABAYA..
BAB 31: REVITALISASI CINTA
BAB 32: 1st ANNIVERSARY
BAB 33: SISI LAIN
BAB 35: PERUSAK
BAB 36: DETIK-DETIK KERETAKAN
BAB 37: KESALAHAN FATAL
BAB 38: END
BAB 39: KEHANCURAN TERBESAR
BAB 40: USAI
BAB 41: THE END(?)
S2 VER 1: BIGGEST LOSS

BAB 34: MULAI MENGGANGGU

862 207 214
By deftsember

~ Happy Reading ~




Apa yang sudah keluar dari mulut Jerome sepertinya akan menjadi kenyataan yang valid. Cowok itu sudah berkali-kali mengatakan niatnya untuk mengajak Raline ke jenjang yang lebih serius.

Dan terbukti benar.

Beberapa hari terakhir ini Jerome sering membahas tentang tunangan atau pernikahan. Dia juga jadi lebih sering memanggilnya 'calon istri' atau 'calon saya' kepada orang-orang yang bertanya tentang Raline kepadanya.

Raline sebagai pacar pun tentu saja merasa hati dan hari nya dipenuhi oleh bunga. Dia tidak menyangka kalau pacarnya benar-benar serius mengajaknya ke jenjang yang lebih resmi.

Sikap Jerome seakan mengatakan kalau cowok itu memang sudah siap dan mantap untuk meminang nya. Beberapa kali juga dia mengatakan tentang anak atau segala hal yang berhubungan dengan rumah tangga.

Memang aneh dan terkesan terburu-buru, tapi Raline bisa melihat dengan jelas keyakinan di mata Jerome. Cowok itu seperti sudah tidak sabar untuk membina rumah tangga dengannya.

Biasanya Jerome selalu berpikir matang-matang saat memutuskan sesuatu. Tapi berbeda untuk hal ini. Dia seperti lebih mengutamakan perasaannya tanpa melibatkan berbagai macam pikiran.

Semoga keputusan yang diambil oleh Jerome mendapat respon positif dari orang-orang disekitar mereka.

Pagi ini Raline rencananya ingin pergi ke salon dan spa untuk memanjakan diri setelah beberapa minggu terakhir tidak memiliki waktu untuk melakukannya.

Tapi rencana itu gagal total karena Jerome tiba-tiba menghubunginya dan memintanya untuk bersiap-siap dengan baik.

Awalnya Raline bingung karena pacarnya itu tidak memberikan kejelasan dari ajakannya. Jerome hanya menyuruhnya berdandan cantik dan rapi.

Sesampainya di sebuah restoran bintang lima barulah dia sadar dengan apa yang sedang di rencanakan oleh Jerome. Tepat di depan matanya sekarang sudah duduk Papa dan Mama nya Jerome yang tengah melempar senyum sumringah ke arahnya. Ah tidak, yang tersenyum sumringah hanya Mama Siska saja. Papa nya Jerome masih dengan wajah datar khas nya.

Raline masih bingung dengan situasi yang tengah terjadi di meja restoran yang sudah tersaji banyak pilihan hidangan mewah. Sepertinya diantara anggota keluarga Wilsen hanya dia saja yang masih belum tahu apa maksud dari pertemuan keluarga ini.

"Raline cantik ya. Apalagi kalau nanti pakai wedding dress buatan Mama." celetuk Mama Siska memulai obrolan.

Raline hanya membalasnya dengan senyum sopan. Dia tidak tahu apa-apa dan Jerome pun sepertinya tidak berniat memberitahunya.

"Jerome udah bicarakan semuanya tentang rencana masa depan kalian. Meskipun sebelumnya banyak pertimbangan tapi dia berhasil meyakinkan kedua orang tua nya dan siap melangkah ke jenjang yang lebih serius." ujar Papa Jerome.

"Betul itu. Tante aja sampai nggak percaya karena Jerome kan anaknya lebih mementingkan pendidikan dan karir dulu. Tapi tante ikut senang karena Jerome mengambil keputusan yang tepat."

"Raline, saya mau tanya sama kamu. Apa kamu siap merajut takdir dan menghabiskan hidup kamu menjadi pendamping Jerome?" tanya Papa.

Hati Raline langsung bergemuruh kencang. Tidak pernah dia bayangkan kalau kata-kata itu akan dia dengar dalam waktu dekat ini. Raline merasa seperti sedang di interogasi dengan kata-kata yang mengintimidasi.

"S-saya siap, om. Saya juga bakal belajar lebih serius lagi biar bisa menjadi partner yang tepat untuk Jerome di masa depan nanti." jawab Raline dengan disertai degupan jantung yang menggila.

"Jadi gimana, Dek? Nikah tahun depan kan?" tanya Mama Siska dengan tidak sabaran.

Jerome menggeleng. "Nikahnya nanti, Ma. Aku belum ngobrolin ini sama Raline dan juga keluarga nya. Mungkin kalau Raline siap, aku juga pasti siap." 

Raline menoleh setelah mendengar ucapan Jerome. 'Kenapa harus nungguin gue siap? Bukan nya dia yang belum siap nikah muda, ya?' ㅡIsi hati Raline.

"Kamu gimana, Raline? Siap nikah muda kalau di ajakin Jerome nikah?"

Raline bungkam beberapa saat untuk memikirkan jawaban apa yang akan dia keluarkan dari mulutnya. "Saya masih belum bisa kasih jawaban nya, om. Masalah ini harus saya bicarakan sama Jerome dan orang tua saya dulu."

"Jangan lama-lama ya. Kalau bisa setelah lulus langsung nikah aja. Nggak usah mikirin biaya rumah tangga dan rumah nya. Kalian bisa tinggal di rumah sama Papa dan Mama."

Raline hanya tersenyum simpul membalas ucapan Mama Siska yang memang sudah kelihatan sekali kalau beliau tidak sabar menyambut pernikahan mereka yang entah kapan terealisasikan.

"Untuk dekat-dekat ini mungkin kita mau tunangan dulu, Pa. Aku udah ngomongin masalah ini sama Raline, tinggal nanti di obrolin lagi sama keluarga nya Raline. Aku sih udah sempet teleponan sama Mas nya Raline, kata dia lebih baik mempertemukan kedua keluarga dulu biar lebih jelas ngobrolnya."

"Kamu udah teleponan sama Mas Chandra?" tanya Raline yang dibalas anggukkan kepala oleh Jerome.

"Sejak kapan?" tanya Raline. 

"Nanti aja kita omongin lagi." balas Jerome.

"Sejujurnya Papa dan Mama sih nggak ada masalah sama rencana tunangan kalian. Papa cuma masih nggak nyangka aja kalau Jerome udah mikirin tentang nikah. Padahal sebelumnya dia kayak nggak ada niat untuk berumah tangga di usia muda."

"Bukannya bagus, Pa. Nikah muda nggak selamanya buruk kok kalau emang udah sama-sama siap. Tapi kayaknya anak kita yang paling ngebet nikahin pacarnya. Nggak tau deh kenapa Jerome tiba-tiba pengen nikah muda. Padahal dulu kalau di tanyain katanya mau ngejar karir dulu baru mikirin nikah." 

"Ya Papa sih nggak masalah kalau mereka mau nikah muda. Asalkan dua-dua nya udah sama-sama siap membina keluarga baru. Yang namanya menikah kan bukan cuma mau ngerasa enaknya aja."

Jerome dan Raline hanya kebagian menjadi pendengar disaat dua orang tua di depan mereka sedang berbicara dengan bijaknya.

"Jadi mau kapan acara tunangan nya di gelar?" tanya Papa.

"Rencana awal sih bulan depan aja, Pa. Tapi aku sama Raline mau acara nya private aja dan cuma ngundang temen-temen deket."

"Untuk acara nya biar Papa dan Mama aja yang urus. Kamu tinggal ngurus sisa nya. Dan Raline jangan lupa kabarin keluarga kamu juga ya. Tante sama om rencana nya mau datang ke Surabaya buat ketemu sama orang tua kamu dulu."

"Baik, tan. Nanti saya kabarin orang tua dulu."

"Masalah baju dan yang lain nya biar di urus Mama aja. Kamu sama Raline ngurus cincin tunangan sama undangan."

"Kalau itu emang udah jadi rencana aku, Ma. Aku kan bakal agak sibuk sama kerjaan kampus dan BEM, jadi urusan venue, baju, dan decor biar Mama dan Papa aja yang urus."

"Oke. Pokoknya kalian tenang aja. Mama pasti bakal bikin acara tunangan kalian sukses besar. Iya kan, Pa?" ucap Mama Siska yang di tanggapi anggukan kepala oleh Papa Jerome.





Setelah berbincang santai mengobrol tentang rencana pertunangan bersama kedua orang tua Jerome, pasangan yang sedang di mabuk cinta itu pamit lebih dulu meninggalkan restoran. Raline tidak tahu Jerome akan mengajaknya kemana, karena dari tadi cowok itu tidak memberi penjelasan tentang tujuan mereka setelah ini.

Baru lah dia tahu saat mobil Jerome berhenti di basement gedung apartemen yang cukup mewah di Jakarta, tepatnya di kawasan SCBD Sudirman. Mendengar nama lokasi nya saja sudah bisa di tebak kalau tempat yang di tuju Jerome merupakan tempat yang tidak mungkin di kunjungi oleh orang-orang berdompet minimalis seperti miliknya.

Raline kembali bertanya apa maksud mereka datang ke apartemen mewah ini, tapi Jerome masih tidak mau menjawabnya dengan jelas. Cowok itu hanya mengatakan kalau tempat ini akan menjadi tempat nyaman untuk berduaan.

Begitu masuk ke salah satu kamar apartemen itu, Raline langsung menganga tak bisa menyembunyikan keterkejutan nya. Interior di dalam apartemen ini sangat luar biasa mewah nya. Entah apartemen milik siapa ini, yang pasti Raline bisa menebak berapa harga yang harus di keluarkan untuk membeli apartemen mewah ini.

"Gimana? Suka nggak?" tanya Jerome dengan senyum puas.

Raline mengangguk dengan wajah konyol. Dia masih mengagumi betapa mewahnya apartemen ini.

"Kamu ngajak aku ke rumah sultan siapa, Jer?"

"Hah? Kok sultan sih, sayang?"

"Lah terus ini rumah siapa?"

"Rumah aku."

"Oh rumah kamuㅡ HAH! RUMAH KAMU?" Raline langsung berteriak saking kagetnya.

"Wow.. pantas kamu jadi penyanyi. Suara kamu nyaring banget, Rell." 

"Jerome, kamu beli apartemen mewah ini? Udah bilang ke Papa sama Mama kamu belum?" oceh Raline.

"Udah kok, tenang aja. Sebelum beli apart ini aku izin dulu ke Papa dan Mama, walaupun tadinya Mama nggak setuju."

"Pasti kamu punya niat nggak bener makanya Mama kamu nggak setuju."

"Bukan sayang. Mama nggak setuju karena dia nggak mau after married nanti kita tinggal nya malah di apart bukan di rumah."

Raline semakin bingung saja mendengar jawaban Jerome yang tidak ada dalam bayangan nya. Kenapa akhir-akhir ini kata-kata Jerome sangat sulit ditebak.

"Maksudnya?" 

"Kita duduk dulu deh." ucap Jerome. Dia menggandeng tangan Raline untuk duduk di sofa yang ada di ruang tengah apartemen mewah ini.

"Jadi alasan aku beli apart ini untuk persiapan tempat tinggal kita kalau udah menikah nanti. Sebenarnya dari awal aku udah ada rencana tinggal pisah sama orang tua kalau udah menikah, tapi Mama punya nggak setuju karena dia nggak mau rumah sebesar itu cuma di isi dua orang doang, pasti bakalan sepi banget. Dan aku udah berkali-kali yakinin Mama kalau apart ini aku beli cuma sebagai jaga-jaga aja."

Raline menatap pacarnya dengan tatapan yang seakan tidak mempercayai dengan yang dilakukan oleh Jerome.

"Jer, kamu bener-bener se-serius itu buat menikah muda? Katanya mau ngejar gelar dokter spesialis dulu baru nikah. Jangan terlalu dengerin ucapan orang-orang deh, aku pasti bakal nungguin kamu kok."

Jerome langsung merubah raut wajahnya begitu mendengar ucapan Raline. Dia menyender-kan punggung di sandaran sofa sambil memalingkan wajah ke arah lain.

"Jerome.. jangan mulai ya. Aku lagi ngomong sama kamu."

Jerome menoleh lalu menatap Raline yang sedang merengut kesal. "Emang nya kamu nggak mau aku nikahin dalam waktu dekat? Nggak mau nikah muda sama aku?"

Raline menghela nafas. Dia balas menatap Jerome. "Bukan itu maksud aku. Aku cuma balikin kata-kata kamu waktu itu. Kan kamu sendiri yang bilang kalau nggak mau nikah sebelum dapat gelar dokter spesialis."

Cewek itu menggeser tubuhnya mendekati Jerome. "Jer, aku nggak maksa kita harus nikah dekat-dekat ini kok. Lagian kita juga masih belum lulus kuliah. Aku masih pengen berkarir dan kamu juga. Tunangan juga udah cukup buat mengikat hubungan kita."

Jerome nampak nya tidak begitu sehati dengan pendapat Raline. Dia merengut dengan bibir yang sudah maju beberapa senti.

"Kamu tau nggak berapa lama waktu yang harus aku tempuh biar bisa dapat gelar dokter spesialis?"

"Dua tahun kan? Atau tiga tahun?" 

"Bukan. Empat sampai enam tahun, itu pun tergantung seberapa kesulitan bidang yang diambil. Setelah lulus kuliah nanti aku langsung ikut PPDS di Rumah sakit yang aku bilang waktu itu."

Raline terkejut dengan ucapan Jerome barusan. "Selama itu? Aku kira cuma butuh waktu dua sampai tiga tahun doang."

"Nggak dong, sayang. Kalau aku punya orang dalem baru bisa potong masa PPDS nya. Sayangnya Papa nggak ngizinin aku curang."

"Lama juga ya ternyata."

"Ya memang. Kalau cepat dan lancar aku bisa selesai di tahun ke-empat, tapi kalau nggak ya paling harus nunggu sampai enam tahun. Kamu mau nungguin aku sampai enam tahun? Nanti keburu jadi perawan tua loh."

Raline merengut kesal. Dia mencubit paha Jerome sebal. 

"Nggak perawan tua juga lah." sahutnya dengan nada sebal.

"Terus apa? Kamu nggak ada niat buat cheating di belakang aku kan?"

Sekali lagi Raline mencubit paha Jerome untuk meluapkan rasa kesal nya. "Enak aja. Aku bukan cewek kayak gitu. Sia-sia dong waktu dan hati aku buat ngejar-ngejar kamu kalau ujung-ujungnya nggak jadi sama kamu juga. Aku ini setia orangnya."

"Iya kamu setia sama aku dan aku percaya. Tapi diluar sana pasti banyak cowok yang lagi ngincer kamu. Itu yang bikin aku nggak percaya."

"Cemburu ya?" tanya Raline sambil memasang senyum untuk menggoda Jerome.

"Emang ada cowok yang nggak cemburu kalau pacarnya di deketin cowok lain? Mati rasa kali tuh hatinya."

"Tumben nggak ngelak. Biasanya kalau ditanya cemburu apa nggak pasti jawaban nya ngeles mulu."

"Mending jujur daripada kamu beneran nyari cowok baru yang lebih perhatian."

Raline tertawa mendengar jawaban Jerome. Apalagi saat melihat raut wajah cowok itu yang semakin masam saja.

"Tapi aku beneran pengen berkarir dulu setelah kelulusan nanti, Jer. Aku mau gapai cita-cita ku dulu."

Jerome mengangguk. "Siapa juga yang mau melarang kamu berkarir? Kalau emang kamu mau nya gitu ya gapapa, silahkan berkarir."

"Terus kenapa kamu ngajak nikah cepet-cepet?"

"2.5 tahun tuh nggak cepet loh, sayang. Cukup lah waktu segitu buat persiapan jadi suami-istri."

"Tadi kan aku udah bilang mau berkarir dulu. Kalau udah nikah nanti waktu aku buat berkarir nggak banyak dong. Apalagi kalau harus ngurus anak. Aku kan udah janji sama diri sendiri bakal ngurus anak sendiri tanpa bantuan baby sitter."

"Sini deh ngobrol nya deketan biar lebih jelas. Kayaknya kita harus ngomong dari hati ke hati." ucap Jerome. Cowok itu menarik pinggang ramping Raline mendekat sampai membuat cewek itu kini duduk di pangkuan nya.

"Ngobrol doang nggak harus pakai pangku-pangkuan segala kali. Ini mah modus kamu doang."

"Biar lebih kena feel nya. Jangan sampai ada kesalah-pahaman di antara kita berdua. Itu bahaya loh, sayang."

Raline mencibir sengit mendengar alasan yang diberikan oleh Jerome. Dia sudah tahu dengan tabiat baru yang dimiliki oleh pacarnya ini. Akhir-akhir ini Jerome suka sekali melakukan skinship dengan nya.

"Kalau kita menikah nanti aku nggak akan paksa kamu jadi ibu rumah tangga yang harus stay di rumah. Kalau kamu mau berkarir ya silahkan, aku tetap izinin asalkan kamu nggak lupa sama tugas istri. Dan untuk masalah anak bisa kita obrolin nanti lagi. Kalau kamu belum siap punya anak kita bisa nunda beberapa bulan atau dua sampai tiga tahun kok."

Raline mendengarkan ucapan Jerome dengan seksama. 

"Jerome, alasan terbesar kamu pengen nikah cepet-cepet kenapa?"

Jerome terdiam sejenak mendengar lontaran pertanyaan dari Raline. Dia semakin menarik pinggang Raline mendekat dengannya.

"Nggak tau kenapa tapi firasat aku bilang kalau aku harus cepat-cepat halalin kamu."

"Maksudnya firasat apa?"

"Aku sempat dikasih mimpi tiga kali tiga malam berturut-turut. Di mimpi itu kamu pergi sambil senyum bahagia. Tapi aku nggak bahagia lihat senyum kamu di mimpi itu, Rell. Kayak ada rasa kehilangan yang parah banget sampai bikin dada aku sesak. Terus habis itu ada bapak-bapak yang muka nya familiar bilang ke aku kalau aku nggak boleh menyia-nyiakan waktu sedetik pun. Dia bilang aku harus memanfaatkan waktu untuk bikin kamu bahagia. Aku sebenarnya nggak begitu percaya sama mimpi dan firasat, tapi aku ngerasa yang kali ini agak sedikit berbeda." ujar Jerome menjelaskan.

Raline mengusap wajah Jerome yang muram. "Itu mungkin cuma bunga tidur aja karena kamu kelelahan. Nggak perlu di pikirin banget ya, Jer. Aku selalu bahagia di dekat kamu kok."

Jerome menggenggam tangan Raline yang ada di wajahnya. "Tapi niat dan keputusan aku udah bulat, Rell. Aku ingin menikahi kamu dan menjadikan kamu istriku. Ini semua bukan karena aku ke trigger sama mimpi itu, bukan juga karena aku ngebet pengen melakukan hal yang lebih sama kamu. Tapi hati aku bener-bener udah fix memilih kamu sebagai pendamping hidup aku."

Raline terkesima dengan sikap dan kata-kata tulus yang keluar dari mulut Jerome. Tidak bisa di pungkiri kalau dia pun merasa tertarik dengan ketulusan Jerome.

Jerome menegakkan tubuhnya membuat jarak wajah mereka hanya terpaut beberapa senti. Tatapan nya sangat menusuk ke dalam bola mata Raline. Dia menggenggam kedua tangan Raline dan mengecup punggung tangan itu.

"Raline Jovanka, my girlfriend who I love the most. Will you marry me?"

Kedua mata Raline langsung berkaca-kaca. Rasa haru dan bahagia bercampur menjadi satu. Tanpa mengulur-ulur waktu lagi, Raline langsung mengangguk dan memberi jawaban dari lamaran Jerome.

"Yes, I want to marry you too."

Mendengar jawaban Raline yang sesuai ekspetasi membuat senyuman bahagia terpancar di wajahnya yang tampan. Jerome langsung menarik Raline ke dalam pelukan nya. Dia ciumi pundak mulus Raline dengan mengungkapkan betapa senang dan cinta nya dia kepada perempuan itu.

"Aku janji, sayang. Tahun depan nanti aku usahain lulus dan langsung ikut PPDS biar pernikahan kita nggak perlu di undur-undur lagi. Kamu mau menerima aku walaupun nanti aku belum resmi jadi dokter spesialis kan?"

Raline mengangguk. Dia menangkup wajah tampan Jerome dan mengecup bibir cowok itu singkat. "Aku menerima kamu apa adanya, Jer. Kalau aku nggak begitu buat apa aku rela buang-buang waktu buat ngejar kamu."

Senyum hangat langsung terpatri di wajah Jerome. Dia benar-benar merasa sangat beruntung bisa mendapatkan Raline di sisi nya. Dan dia akan selalu bersyukur Tuhan mau membuka mata hati nya untuk menerima Raline jadi wanita nya, jadi kekasih hidupnya.

Benar kata William dulu. Raline adalah sosok langka yang tidak akan dia temui di belahan manapun dan di kehidupan manapun. Kalaupun dia harus dilahirkan kembali, dia mau Raline yang jadi pendamping hidupnya. Di dunia ini Raline sudah menjadi salah satu prioritas dalam hidupnya selain Tuhan dan kedua orang tua nya.

"Kamu tau, kalau aku di kasih kesempatan untuk hidup di dunia yang lain aku pasti akan cari kamu dan jadikan kamu pendamping hidupku. I want to be your lover in another life too."

Air mata menetes dari pelupuk mata Raline bersamaan dengan senyum haru yang terpatri di wajah cantiknya. Cewek itu langsung menghambur ke dalam pelukan sang pacar lalu menangis bahagia didalam pelukan hangat itu.

"I want to be your lover in another life too, Jerome. I love you."

"I love you too, sayangku."

Bibir mereka kembali bertaut mesra. Jerome dan Raline saling menggerakan kepala ke kanan dan kiri untuk mencari posisi yang nyaman untuk menautkan bibir mereka.

CUP..

Ciuman terlepas dan ada benang saliva yang membentang di antara bibir mereka yang basah dan agak merah karena efek ciuman. Jerome mengusap bibir Raline yang basah dengan ibu jari nya.

"Minggu depan ke toko perhiasan yuk. Kita cari-cari cincin buat tunangan."

"Kan katanya mau pertengahan tahun tunangan nya. Itu masih ada empat tiga bulan lagi loh, Jer. Nanti aja kalau udah sebulan sebelum hari-H."

"Tapi aku udah nggak sabar, Raline. Kita lihat-lihat dulu deh. Cari yang paling bagus dan paling mahaㅡ"

"Ah kamu mah nyari nya yang mahal-mahal. Yang biasa aja kan banyak yang bagus." rutuk Raline agak sebal.

"Kata Mama barang mahal kualitas nya pasti bagus. Mending beli yang mahal sekalian kalau gitu."

Raline menghela nafasnya. Percuma juga berdebat dengan Jerome tentang masalah uang, dia pasti tidak bisa menang karena Jerome memiliki pandangan nya sendiri tentang uang.

Resiko yang harus di hadapi Raline memacari anak tunggal kaya raya adalah harus menerima segala bentuk ideologi Jerome tentang uang. Terlebih pacarnya itu tipikal orang yang tidak harus berpikir dua kali untuk mengeluarkan uang.

Tabungan yang masuk ke rekening Jerome bukan hanya pemberian dari orang tua nya saja. Tapi Jerome memang sudah di biasakan dari dulu untuk mencari uang sendiri. Biasanya dia mendapatkan uang tambahan dengan bekerja sampingan sebagai dokter bantu di rumah sakit Papa nya atau rumah sakit lain yang membutuhkan jasa nya.

Sudah kaya raya, tampan, bertubuh atletis dan semapai, pintar, multitalenta pula. 

Tidak heran kalau Raline sering merasa seperti remahan rengginang setiap berdampingan di sisi Jerome. Untungnya Jerome selalu melarang Raline untuk insecure.

"Ke kamar yuk." ajak Jerome. 

Saat ini posisi nya Raline masih duduk di pangkuan Jerome.

"Ih, mau ngapain ngajakin ke kamar?" tanya Raline dengan tatapan penuh kewaspadaan.

"Jangan mikir macem-macem. Aku cuma mau lihatin kamar kita nanti." ucap Jerome sambil menyentil kening Raline sampai membuat cewek itu mengaduh kesakitan.

"Kita beneran mau tinggal disini kalau udah nikah nanti?" tanya Raline sambil beranjak dari pangkuan Jerome.

"Aku sih pengen nya begitu. Pengen pisah rumah sama orang tua kalau udah nikah nanti biar bisa bebas berduaan sama kamu tanpa harus di gangguin Mama terus."

"Emang Mama kamu nggak ngizinin kita tinggal di rumah sendiri kalau udah nikah nanti?"

Jerome mengangguk. "Iya. Katanya Mama nggak mau jauh-jauh dari anak sama mantu. Katanya juga rumah sebesar itu kalau cuma di isi dua orang doang bakal sepi banget. Tapi nanti aku omongin lagi deh biar dapet izin tinggal di rumah sendiri."

Cowok itu membuka pintu kamar dan menyuruh Raline untuk masuk duluan. Raline jelas tidak bisa menutupi rasa kagum dan kaget setelah melihat betapa mewah dan elegan ruang kamar yang akan di jadikan kamar tidur mereka setelah resmi menikah nanti.

"Suka sama kamarnya, sayang?" tanya Jerome sambil memeluk Raline dari belakang.

Raline langsung mengangguk. "Aku suka banget. Sumpah deh kenapa kamu bisa nebak kamar impian ku sih."

"Syukurlah aku berhasil nebak kesukaan nya pacarku. Berarti approve ya, Yang. Design nya nggak perlu di ganti kan?"

"Nggak usah. Ini udah lebih dari cukup kok."

"Yes. Berarti nanti kita kalau mau pacaran tapi nggak nemu tempat yang cocok, kita pacaran di sini aja ya. Bebas dan di jamin nggak ada yang bakal gangguin."

Raline mencubit lengan kekar Jerome yang sedang memeluknya dari belakang. "Emang udah kamu niatin itu mah."

Di tengah-tengah keromantisan itu tiba-tiba saja ponsel Jerome berdering menandakan kalau ada telepon masuk. Jerome mengambil ponsel nya dan menggerutu kesal setelah melihat caller id di layar ponsel nya.

"Kok nggak di angkat, sayang? Telepon dari siapa?" tanya Raline.

"Orang nggak penting yang spam terus dari tiga hari yang lalu. Udah aku block masih aja ganggu."

"Kali aja itu penting."

"Nggak penting sama sekali. Dia cuma mau ganggu aku doang makanya nggak aku respon."

"Delete aja kontak nya kalau dia ganggu terus."

"Iya nanti aku urus. Sekarang kita pacaran aja yuk sambil nyobain kasur empuk."

"Jerome, jangan macem-macem mikirnya."

"Bentar doang yuk." 

Raline baru saja akan protes tapi dia kalah cepat karena Jerome langsung menggendong tubuhnya dan membawa nya ke ranjang.


"JEROME RADITYA WILSEN, JANGAN HISAP LEHER AKU TERUS!!"





Abigail memasuki area kantin di gedung fakultas nya. Dia sedang tidak mood karena hari ini untuk yang kesekian kali nya dia mendapat teguran dari dosen nya tentang beberapa tugas yang tidak dia kumpulkan dan absensi kehadiran nya banyak yang kosong.

Biasanya orang-orang tidak pernah menjauhinya. Dimanapun Abigail berada dia pasti di kelilingi oleh orang-orang banyak karena dia suka menjadi pusat perhatian.

"Lagi pada ngomongin apa sih? Kok gosip nggak ajak-ajak gue." ucapnya saat bergabung dengan teman-teman nya.

"Kita lagi ngomongin Raline pacarnya Jerome si mantan lo itu."

"Ngapain ngomongin tuh cewek? Dia udah putus sama Jerome ya? Gue sih udah bisa nebak kalau tuh cewek nggak akan betah sama cowok pasif kayak Jerome. Makanya dulu gue putus sama Jerome. Lagian cewek mana yang bakal betah pacaran sama cowok cupu kayak Jerome." ujar Abigail dengan rasa percaya diri yang tinggi.

Dua teman Abaigail langsung menatap bingung ke arah dirinya.

"Bi, kita nggak lagi gosipin yang jelek-jelek tentang Jerome sama Raline kok."

"Maksud lo?"

"Kita baru denger kabar dari Lili kalau Jerome sama Raline mau tunangan pertengahan tahun ini. Kita juga denger-denger Jerome habis beli apartemen mewah di daerah SCBD buat kado pertunangan mereka nanti."

Abigail tidak mampu menyembunyikan rasa kaget nya. Dia merasa tidak percaya dengan yang dia dengar barusan.

"Jangan bercanda deh lo. Mana mungkin mereka sampai tunangan, paling bentar lagi juga putus kok."

"Aduh Bi lo kemana aja sih selama ini? Lo nggak lihat kalau Jerome sama Raline tuh udah kayak perangko yang kemana-mana selalu nempel terus. Gue aja sampai heran lihat Jerome yang biasanya cuek tiba-tiba jadi bucin banget sama pacarnya. Kayaknya apa yang Raline mau langsung dia beliin."

"Bener tuh. Gue juga sempat denger kalau mereka waktu itu liburan keliling Eropa sama keluarga nya Jerome. Mereka juga habis staycation di Bali dan ngerayain anniversary disana. Gue lihat postingan nya Raline mereka nginep di hotel mewah gitu dan Jerome kasih banyak surprise buat dia."

"Kayaknya barang-barang yang Raline pakai juga pasti pemberian dari Jerome tuh. Mahal-mahal banget. Beda banget pas masih pacaran sama lo ya, Bi. Gue kayak lihat Jerome yang asli kalau sama Raline."

Abigail merasa risih dengan pembicaraan mereka tentang betapa bahagia nya hubungan Jerome dan Raline sekarang. Sungguh berbanding terbalik dengan hubungan nya dan Jerome dulu.

"Jangan terlalu terlena dulu deh. Kalian kan masih nggak tau mereka bakal lanjut atau malah putus. Raline nggak tau aja kalau pacarnya cupu dan nggak bisa apa-apa selain belajar."

"Bi, lo beneran denial atau buta sih? Semua orang di kampus ini juga udah nyadar kali kalau Jerome sama Raline tuh saling cinta. Mereka saling bucin, makanya anak-anak kampus menobatkan mereka sebagai the most couple terbucin di kampus. Ketinggalan info nih lo, makanya jangan bolos terus dong."

"Iya nih, dari tadi lo juga kekeuh banget bilang Jerome cupu dan nggak bisa apa-apa. Belum tau ya kalau Jerome pernah kepergok ciuman sama Raline. Gue sih emang nggak pernah lihat langsung, tapi ada beberapa orang yang lihat mereka mesra banget. Jerome cowok cupu yang lo bilang tuh kayak cuma hoax aja tau nggak. Padahal aslinya Jerome so sweet banget jadi pacar. Pantesan Raline betah banget sama dia."

Abigail merasa hati nya panas.  Dia beranjak dari duduknya sambil melontarkan cacian sinis ke teman-teman nya. 

"Kampungan lo berdua. Gitu aja langsung terlena, belum tau aja kalo mereka bakal putus nanti nya."

"Dih! Kok lo jadi sewot gitu sih?"

Abigail pergi dari hadapan teman-teman nya. Dia tidak mau mendengar omong kosong yang keluar dari mulut orang-orang tidak jelas seperti itu. Dia harus memastikan sendiri ke orang nya langsung.





Jerome sedang sibuk mencari referensi untuk bahan skripsi nya di perpustakaan. Hari ini Raline bilang kalau dia tidak bisa menemani karena ada tugas kelompok yang harus segera di kerjakan. 

Tadinya dia senang karena situasi tampak tenang sehingga dia bisa fokus dengan kegiatan nya. Tapi ternyata ketenangan itu tidak berlangsung lama setelah dia menyadari kehadiran sosok paling tidak ingin dia lihat seumur hidup nya lagi.

"Sibuk amat, mantan." kata Abgail yang muncul dengan senyum menjengkelkan.

Jerome tidak mau ambil pusing. Dia sedang sibuk dan dia tidak mau fokus nya teralihkan hanya untuk meladeni orang yang tidak dia butuhkan.

"Gue denger katanya lo mau tunangan ya sama Raline? Yakin tuh bisa sampai tunangan? Bukan nya bentar lagi Raline minta putus ya ke lo."

Dan Jerome masih tidak mau menanggapi nya. Abigail mendengus kesal. Apa nya yang berubah dari Jerome, cowok itu masih cuek dan bahkan lebih cuek lagi di bandingkan dulu.

"Kenapa telepon gue nggak pernah lo angkat? Chat gue juga nggak pernah lo balas. Padahal gue kangen masa-masa sleep call sama lo."

Ke sekian kali nya Jerome masih tidak merespon nya juga. Abigail jadi kesal dan dia muak dengan situasi yang seolah mengejeknya. 

"Jeromeㅡ"

PLAK

Jerome langsung bereaksi saat Abigail hampir menyentuh lengan nya. Dia menghentak tangan Abigail sebagai bentuk reflek nya.

"Lo pergi dari sini dari pada gue suruh security buat ngusir lo." ucapnya dengan nada tajam.

"Gue masih sayang sama lo. Seharusnya lo kasih penjelasan ke gue atau lo berusaha balikan lagi sama gue. Bukan nya malah melampiaskan rasa patah hati lo dan move-on ke cewek lain."

"Lo gila ya, Abigail? Buat apa gue balikan lagi sama lo kalau ada cewek perfect yang mencintai gue dengan tulus kayak Raline. Sama aja gue lebih milih barang second dari pada berlian murni."

"Tapi gue mau balikan lagi sama lo. Cuma gue loh yang bisa kasih apapun yang lo mau."

"Tanpa harus balikan sama lo gue juga udah dapet semua yang gue butuhin dari Raline."

Abigail menyeringai. "Masa sih? Gue denger-denger katanya Raline nolak ya pas lo ajakin seks."

Emosi Jerome mulai menanjak naik. Dia terganggu dengan segala ocehan Abigail.

"Padahal kalau lo balikan lagi sama gue, lo bisa dapet apa yang nggak bisa Raline kasih buat lo. Gue udah berpengalaman loh, Jer."

Bukannya tertarik, Jerome malah memandang jijik ke arah Abigail yang secara tidak langsung seperti sedang membeberkan aib nya sendiri.

"Kan tadi gue udah bilang kalau gue nggak suka barang bekas."

"Ck! Lo tuh kenapa sih? Pas sama gue nggak pernah tuh lo jadi bucin dan beliin semua apa yang gue mau. Kenapa pas sama Raline beda? Padahal tuh cewek juga nggak jago apa-apa."

"Tolong lo sadar diri dan jangan bandingin lo sama cewek gue."

"Kenapa lo bisa bucin sama Raline? Emangnya dia ngasih apa ke lo sampai lo bisa segini nya ke dia."

"Cewek gue pantas gue bucinin sih."

"Tapi dia nggak bisa kasih apa yang lo pengen, Jer."

"Lo salah besar, Abigail. Raline selalu ngasih apa yang gue mau dan gue butuhkan. Dia mengerti gue dan gue juga harus mengerti dia. Kebutuhan yang gue mau bukan cuma tentang seks doang. Gue nggak kayak cowok yang sering nemenin kasur lo tiap malam."

Cowok itu beranjak dari duduknya sambil merapikan buku-buku nya. Perpustakaan sudah tidak bisa menjadi tempat nyaman untuk belajar.

"Jangan datang ke acara tunangan gue sama Raline ya. Gue nggak ngundang lo."

Jerome pergi meninggalkan Abigail yang sedang menahan amarah nya. Sepertinya menarik perhatian Jerome akan lebih susah di bandingkan dulu. Dia butuh banyak usaha dan cara agar bisa merebut perhatian cowok itu.

"Raline cewek bego gitu apa nya yang spesial sih."

"Lihat aja nanti. Yang jadi pendamping Jerome harus gue, bukan Raline atau siapapun."





To be Continued..

Tanpa aku kasih tau seharusnya kalian udah bisa nebak lah ya kedepan nya bakal kayak gimana hehehehehe

Kuat-kuatin hati nya guys. Tapi aku kalau di suruh sih mending bikin happy ending. Ya gak? 

Makasih buat spam komen nya. Semoga update-an ini dan selanjutnya kalian selalu semangat spam komen dan like.

Continue Reading

You'll Also Like

54.7K 4.8K 37
Bagi Arshaka, hanya ada dua perempuan yang menjadi prioritas di hidupnya. Pertama adalah ibunya, dan kedua adalah Zeanatha Aileen. Bagi sebagian or...
27.7K 5.4K 24
[Hotsy-Totsy 2.0] Soraya ngebet pengen rasain dunia orang pacaran, lantas mendekati sang barista kafe langganannya. Menurutnya, Andra lumayan cocok j...
51.6K 5.2K 26
Time is precious they said. I think spend my precious 10.000 hours with you is not a bad idea.
72.7K 11.2K 22
"What's your history? Do you have a tendency to lead some people on? Cause I heard you do." ◾️ acciotrashure, 2017. { Written in Bahasa : Baku } COM...