Sempiternal [✔️]

By yeolki_

5.7K 1.1K 2K

[TAMAT DI KARYAKARSA] Sempiternal [adj] berarti abadi, kekal dan tidak berubah. ... More

Prakata
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Lima
Dua Puluh Enam
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
Dua Puluh Sembilan
Halo
Tiga Puluh
Tiga Puluh Satu
Tiga Puluh Dua
Tiga Puluh Tiga
Tiga Puluh Empat
Tiga Puluh Lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Tiga Puluh Delapan
Tiga Puluh Sembilan
Empat Puluh
Empat Puluh Satu
Empat Puluh Dua
Empat Puluh Tiga
Empat Puluh Empat
Empat Puluh Lima
Empat Puluh Enam
Empat Puluh Tujuh
Empat Puluh Delapan
Empat Puluh Sembilan
Lima Puluh

Enam

169 35 66
By yeolki_

Sempiternal
Story by yeolki_

Happy Reading
🌿





Bunyi dentingan bel menghentikan pergerakan Laras yang hendak pergi ke dapur. Gadis itu menatap ke arah pintu besar yang tertutup. "Aku yang buka pintunya, Ma!"

Kaki telanjang Laras kini membawanya menghampiri pintu itu. Tangan kurusnya menyentuh ganggang pintu kayu. Membuka pintu dan menemui siapa tamu rumah ini. Dengan kaus putih bergambar kucing dan celana pendek sepaha, Laras temui sosok yang menjadi tamunya.

"Stevy?" Laras terkejut ketika ia menemukan Stevy di depan pintunya. Gadis yang masih mengenakan seragam sekolah. Tas ransel masih dikenakan. Lalu, totebag yang Stevy peluk. Jangan lupakan mata sembab.

"Gue boleh enggak, nginep di rumah lo, Ras?" tanya Stevy memelas.

Laras yang tidak tega pun membuka pintunya lebar-lebar. "Masuk dulu, Vi," ujarnya.

Stevy yang tampak tidak tahu harus ke mana itu memutuskan pergi ke rumah Laras. Ia pikir, hanya Laras yang bisa membantunya kali ini. Itu sebabnya, ia kemari. Duduk di single sofa berwarna abu-abu. Sementara Laras, duduk di sofa panjang dekat Stevy. Wajahnya amat khawatir bukan main.

"Lo kenapa? Kenapa ...," Laras menjeda ucapannya sejenak. Ia telaah semua barang yang dibawa Stevy kali ini. Satu jawaban pun muncul di otaknya. "Lo kabur dari rumah?"

Stevy mengangguk pelan. Ia menunduk dan tangisnya pecah begitu saja. Laras beranjak dari tempatnya. Ia memeluk sahabatnya. Satu tangan Laras mengelus kepala Stevy. "Malam ini, lo bisa nginep di rumah gue. Lo tenang aja, oke?"

Stevy tidak menjawab. Gadis itu hanya menangis sesenggukan. Di kala momen ini, mama Laras malah muncul dari balik lemari besar berisi koleksi keramik. "Lho! Ada cewek cantik rupanya!" hebohnya.

Laras langsung melepaskan pelukannya. Menatap sang mama sambil tertawa kecil. Sementara Stevy, gadis itu buru-buru menghapus air matanya. Dan menatap Airin Diandra, mama Laras dengan senyum terbaiknya. Wanita berkepala 4 itu kini menghampiri Stevy. Kawan temannya.

"Ma, hari ini Stevy mau nginep di sini. Boleh, 'kan?" ijin Laras

Airin mengangguk. Wanita itu malah terlihat senang dengan kehadiran Stevy. Ia mengusap kepala gadis itu sejenak. "Kamu bisa kesini kalau memang mau. Tante malah seneng kamu di sini. Jadi, Laras ada temen main," jelasnya.

Stevy mengangguk kecil. "Terima kasih, Tante," ujarnya.

Sebuah lengkungan senyum terukir di wajah Airin. Wanita itu lalu menatap anak tunggalnya. "Laras, kamu anter Stevy ke kamar kamu ya, Sayang. Suruh mandi sama ganti baju. Habis itu kita makan malam, oke?"

"Siap, Mama!" jawab Laras sambil memberi hormat pada ibu negara rumah ini.

Laras pun mengajak Stevy pergi. Dengan canggung, Stevy memberi senyum pada Airin. Sekedar meminta ijin untuk pergi mengikuti Laras. Dengan sepatu converse hitam yang masih ia kenakan, kaki Stevy berjalan mengikuti. Mengikuti gadis yang mulai menaiki satu demi satu anak tangga.

Kini keduanya sampai di kamar berukuran lima meter persegi dengan cat berwarna merah muda. Banyak ornamen berwarna merah muda di sini. Stevy tahu betul jika Laras teramat menyukai warna itu daripada warna lain. Itu sebabnya, ia tidak terlalu kaget dengan dominasi warna ini.

"Sekarang, lo mandi dulu sama ganti baju. Gue mau ke bawah buat bantuin Mama. Nanti kalau makan malamnya udah siap, gue kesini." Laras menginterupsi dan Stevy mengangguk kecil. Senyumnya terkembang.

"Laras, terima kasih. Lo udah bantuin gue," ujar Stevy.

Laras merespon dengan senyumnya. Lalu, berlalu keluar dari kamar. Gadis itu kini sendiri di kamar kawannya. Stevy menghela napasnya panjang. Sejenak, ia berpikir apa hal yang dilakukannya benar atau tidak. Namun buru-buru ia tepis pikiran itu.

"Stevy, lo udah ngelakuin hal yang benar. Lagi pula, Ayah udah enggak sayang lo lagi. Jadi, buat apa lo di rumah?"

***

Suasana makan malam kali ini berbeda dari malam-malam sebelumnya. Stevy bisa rasakan perbedaan itu. Ketika sebelumnya, akan ada ceramah dari sang ayah dan segelintir peraturan. Hari ini, hal itu tidak ada lagi. Suasana hangat amat terasa. Stevy memang orang luar di keluarga ini. Namun, mama Laras terlihat memperlakukannya seperti anak sendiri. Termasuk Setya Adiguna, papa Laras.

"Om denger dari Laras, kamu jadi wakil ketua OSIS di sekolah, bener?" tanya Setya pada kawan anaknya itu.

Stevy mengangguk malu-malu. Di luar dugaan, Setya malah menepuk tangannya. Seolah bangga pada Stevy. "Hebat, dong. Tugas wakil ketua OSIS itu juga sama beratnya dengan ketua. Jadi, Stevy termasuk siswa yang hebat."

Stevy kini tampak malu-malu di tempatnya. Laras yang melihat itu lantas berceletuk, "Lihat, Pa! Stevy jadi malu gara-gara Papa!"
Laras tertawa kecil. Diikuti Setya, ayahnya. Sementara itu, Stevy hanya bisa menendang kaki Laras sambil menatapnya tajam. Kebetulan Laras duduk tepat di hadapan Stevy. Namun, gadis itu enggan berhenti tertawa.

"Udah, udah! Fokus makan! Jangan bercanda terus!" Airin mulai mengomel. Membuat suami dan anaknya berhenti. Meskipun sesekali mereka saling menatap dan tertawa kecil.

Airin beralih menatap Stevy yang duduk di sisinya. "Stevy, kalau kurang nasinya bisa tambah. Makan yang kenyang," ujarnya.

Gadis di sebelahnya itu tersenyum kecil sambil mengangguk. "Terima kasih, Tante."

"Enggak perlu terima kasih. Anggap saja, kamu ini anak tante juga. Jadi, enggak perlu sungkan, ya?" Sekali lagi Stevy hanya bisa mengangguk. Demi apa pun, jika begini ia rindu bundanya. Ia rindu ketika wanita itu menuangkan beberapa masakan ke dalam piring. Padahal lauk itu belum habis. Namun, ketika ia teringat bentakan Ayah. Membuatnya mengurungkan niat untuk menyesali kepergian ini. Stevy memang harus pergi.

***

Stevy menatap langit-langit kamar. Terdapat beberapa lukisan bintang yang menyala di dalam gelap. Kata Laras, itu buatan Setya. Papanya sengaja memberi hiasan itu di langit-langit kamar, agar Laras tidak takut tidur sendirian. Namun kali ini, Laras tidur bersama Stevy.

Keduanya belum terlelap. Beberapa saat yang lalu mereka tengah mengobrol terkait Kirana yang bertemu dengan Chandra di tempat parkir. Mereka tertawa terpingkal-pingkal karena sikap gadis itu. Lalu, berlanjut dengan Dinda yang sekali lagi malah bertengkar dengan sang kekasih. Siapa lagi jika bukan Putra. Lagi pula, sudah lagu lama ketika Dinda dan Putra bertengkar. Bahkan setiap minggu mereka akan mempermasalahkan hal sepele.

"Kali ini, Dinda berantem gara-gara apa, ya?" tanya Stevy penasaran.

Laras berpikir sejenak. Lalu, menatap Stevy dengan menahan tawa. "Jangan bilang, karena telat bales?"

Stevy mengangguk setuju. "Dinda chat jam 17.45, Putra bales jam 17.50."

Tawa tercipta di antara mereka. Setelah kepenatan hari ini, akhirnya Stevy tertawa tanpa henti. Gadis itu seperti sudah menyingkirkan energi negatifnya. "Besok, kalau Dinda minta tolong buat nemenin kita, jangan mau, oke?" pinta Stevy.

Laras mengangguk setuju. Ia pun berkata, "Lagi pula, Putra juga nyebelin. Tingkahnya mirip orang enggak punya pacar. Gue pernah lihat dia godain adik kelas."

"Dinda tahu?" tanya Stevy penasaran.

Sekali lagi, Laras mengangguk. "Gue udah kasih tahu dia. Tapi gimana lagi, bucin. Susah bedain mana yang benar mana yang salah," jelasnya.

Stevy menghela nafas. "Semoga aja nanti Putra dikasih hidayah."

"Amin," ucap Laras dan mengakhiri topik mereka seputar Dinda dan Putra.

Keduanya diam sejenak. Stevy bingung ingin membahas apa lagi. Ia memilih mengeratkan pelukannya pada bungkusan kapas berbalut kain merah muda. Lamunannya membawa gadis itu begitu jauh. Stevy teringat akan keluarganya. Bagaimana perasaan Bunda dan Kak Bian? Bahkan ayahnya. Lalu, apa Stevy melakukan hal yang benar?

"Stevy," panggil Laras dan berhasil memecah lamunan Stevy.

Gadis yang berbaring di sisinya itu kini memalingkan wajah. Menatap ke arah Laras tanpa mengatakan apa pun. Karena wajah Stevy sudah mengisyaratkan kata 'apa'.

"Sebenarnya, lo ada masalah apa, sampai lo pergi dari rumah?" tanya Laras penasaran.

Stevy diam sejenak. Senyumnya mendadak terukir. "Biasa, lah. Ayah mulai cari kesalahan gue," jawabnya.

"Cuman hari ini ...," Gadis itu menjeda ucapannya. Sekali lagi, ia menatap langit-langit. Seolah mencoba mengumpulkan sebongkah kata-kata untuk diucapkan. "Gue berantem sama Ayah dan gue pilih untuk keluar dari rumah," lanjutnya.

Laras terlihat bingung ingin melakukan apa saat ini. Gadis itu memiringkan posisi tidurnya. Menghadap Stevy yang masih terlentang menghadap langit-langit. Tangan Laras mengusap bahu kawannya itu. Di saat yang sama, air mata jatuh menuruni pipi. Stevy menangis.

"Ayah ... ayah udah enggak sayang sama gue lagi, Ras. Dia enggak percaya sama gue." Stevy mengusap air matanya sejenak. Ia beralih menatap Laras dengan sesenggukan.

"Padahal, gue enggak bohong. Tapi, Ayah malah nuduh gue pergi jalan dan punya pacar sekarang," curhatnya.

Masih dengan mengusap bahu Stevy, Laras berujar, "Mungkin, beliau takut lo kenapa-kenapa, Vi."

"Dengan curiga sama gue? Anaknya sendiri?" Stevy bertanya dengan wajah tidak percaya.

Laras memilih diam kali ini. Membiarkan Stevy yang memalingkan wajah. Menatap langit-langit dengan bulir air yang terus mengalir menuruni pipinya. "Ayah udah enggak sayang sama gue, Ras. Ayah udah enggak sayang gue," ujarnya.

"Sekarang, gue tanya ke lo ...." Laras menjeda ucapannya. Ia menunggu Stevy beralih menatapnya. "Mau lo apa? Lo mau ngapain setelah ini?" tanyanya.

Stevy diam. Ia bahkan tidak tahu harus melakukan apa. Sebuah gelengan pun menjadi jawaban. "Gue belum tahu," jawabnya.

"Tapi ...," Stevy kembali berujar. Ia menggantung ucapannya itu sejenak. Sampai ia kembali melanjutkan, "Gue belum bisa balik ke rumah."

***







Tbc
Haii, jadi Stevy di rumah Laras yaa 😭😭
Jangan khawatir semuanya sama Stevy

Sebelum itu, kita kenalan dulu yuk sama mama papanya Laras 🤗🎉




Setya Adiguna
-deket banget sama putri tunggalnya
-tipe suami yang agak jahil ke istri

Airin Diandra
-hobinya masak
-bundahara yang bakal marah kalau Pak Setya jahil






Udah segitu duluu 😭
Menurut kalian, next bakal ada apa lagi ya?
Apa Stevy bakal minta maaf ke Sonya atau Stevy bakal balik ke rumahnya lagi?

Jangan lupa votement nya temen-temen😘👌
See ya🦖
yeolki_

Continue Reading

You'll Also Like

2.8M 271K 50
Setelah hubungan 4 tahunnya bersama Raiden hancur oleh orang ketiga, di waktu yang hampir bersamaan Nirbita juga harus menerima kenyataan bahwa papa...
757K 2.5K 13
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
16.6M 707K 41
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
2.5K 240 26
Haii! Selamat datang di Sha Cover Shop! Tersedia cover berbayar dan gratis loh!! Dengan dua jenis cover (vector dan manipulasi) yang pasti cocok di s...