"Halo?"
"Chan? Lo masih disana? Lo oke, kan?"
Chandra tersentak, lalu dia terkekeh pelan.
"Iya, gue oke."
Sementara itu, Pram yang berada di seberang sana menghela nafas pelan. Lelaki itu menatap nanar langit langit kamarnya dengan telepon yang masih setia bertengger di telinganya.
"Gue tahu ini berat buat Lo, sori kalau Lo harus buka lagi luka lama itu."
Chandra tertawa untuk beberapa saat.
"Lo kaya baru kenal gue kemaren aja. Santai aja kali."
Pram tak membalas apapun lagi, dia juga tak ingin memberikan komentar lebih lanjut. Namun Pram penasaran akan suatu hal.
"Chan?"
"Hmm?"
"Kalau seandainya nyokap Lo ada di depan Lo, nih. Lo mau ngomong apa ke dia?"
"Gue?"
"Ya iyalah, masa bini Lo?"
"Ehmm..."
"Mungkin maaf?"
"Kenapa?"
"Karena dia mungkin kurang bahagia hidup dengan keluarga yang serba kekurangan dan gak sesuai ekspektasi nya. Gue mewakili ayah mau minta maaf soal itu."
"Morning, people."
Naka menoleh pada Chandra setelah meletakkan sepiring nasi di depan Aji. Lelaki itu hanya tersenyum membalas sapaan saudaranya.
"Chan, Lo tahu gak kalau Aji udah punya cewek?"
Chandra yang tengah minum air seketika tersedak dan membuat air minumnya muncrat begitu saja. Dia menatap Jendral tak percaya sebelum bergantian menatap ke arah si bungsu yang sedang merengut.
"Sumpah?! Demi apa?! Ini beneran cewek, kan? Bukan setengah cewek? Bener bener cewek tulen?! Cewek?!!"
"Alay banget sih." Gerutu Aji.
"Alay?! Oho, brodi. Sejak kapan Lo punya cewek? Masih bobo dibalik ketek aja udah sok punya cewek!"
"Gue enggak pernah bobo dibalik ketek!!" bantah Aji tak terima.
Chandra mengabaikan si bungsu yang mendumel itu, kini dia beralih pada separuh dari isi otak Aji. Ya, Lele.
"Le, beneran nih? Gak hoax kan?"
Lele hanya mengangguk singkat dengan gaya elegan. Seolah itu sudah menjadi berita basi baginya.
"Cantik, gak? Cantikan mana sama Syamsul?"
"Ya sebagai wanita pasti Syamsul lah, tapi kalau sebagai manusia, gue akui ceweknya lumayan. Rate dari gue... 8,5/10"
"Wow, kalau rate segitu dari Lele berarti cakep, woi." Celetuk Naka.
"Ada fotonya gak?"
"10 ribu per 1 foto." Balas Aji.
"Dihh, sombong amat."
"Jadi inget soal Naka dulu..." Ucap Juna tiba tiba.
"Ahh, cewek Naka yang namanya Raya kalau enggak salah, itu bukan sih?" Sambung Jendral.
Juna mengangguk.
"Iya, Raya namanya. Dia mutusin Naka karena insecure sama keahlian Naka soal memasak. Ceweknya bilang 'kok gue merasa gagal, ya?' terus ceweknya bilang lagi 'kok lo pinter banget masak, ya?' 'kok masakan gue gak seenak punya Lo?' kaya gitu."
"Parah banget sih itu..."
"Ikut Master Chef lo sana."
Naka memutar bola matanya malas
"Gue enggak punya skill untuk makanan wenstern."
Juna hanya menggelengkan kepalanya. Diam diam Naka mendumel, kenapa jadi bawa bawa Raya? Gadis yang dulu pernah dia pacari dan memutuskannya sepihak bukan karena insecure dengan kemampuan memasak Naka.
"Sorry Na. Aku enggak bisa pura pura lagi sama kamu."
"Kita putus aja, ya?"
Naka menghela nafas pelan. Perempuan itu sejak awal berpacaran dengannya hanya sekedar kasihan.
Diam diam Naka merasa deja vu. Saat awal awal putus dengan Raya, Alan sering mengejeknya. Menceritakan topik ini terus terusan tiap makan. Rasanya jadi aneh karena dia tak sekesal dulu saat membahas Raya lagi.
Setelah itu, Chandra melahap makanannya tanpa mengucapkan sepatah kata apapun lagi, lelaki itu menghabiskan sepiring nasi goreng dengan telur yang Naka buat.
"Gue cabs duluan ya, pagi ini ada kelas."
Juna mengangguk lantas kembali melanjutkan sarapannya.
Chandra melangkah keluar dari lift, berjalan menelusuri lorong dan menaiki sedikit tangga dengan langkah pelan. Lelaki itu mepangkah dan membuka sebuah pintu besi dengan karat dimana mana.
Sejenak, angin berhembus pelan menerpa wajah kusutnya, senyuman tipis lantas terukir di bibir lelaki itu sembari menatap ketiga temannya yang sibuk tertawa menunggu kedatangannya sore itu. Setelah menyelesaikan kelas pagi dan beberapa kelas di siang hari, Jeffry menelepon dan mengajak Chandra kesini.
Dimana lagi? Kalian tahu, kan?
Hendry lantas mengomel menatap lelaki itu.
"Dateng juga Lo. Lama banget, sih?! Gue tadi beli gorengan, udah habis duluan kan jadinya."
Chandra mendelik dan duduk di sebelah Pram. Menatap Hendry yang melontarkan lelucon payah dan dengan bodohnya ditanggapi Jeffry. Memang otak dua bocah ini udah gak bener.
Chandra menatap Hendry dengan tatapan yang sulit diartikan. Meski rambut hitam legam Hendry panjang dengan gaya mullet nya mampu menutup seluruh wajah lelaki itu, tak dapat dipungkiri jika Chandra tahu ada banyak luka memar di wajahnya. Di pelipis, ujung bibir, dan rahang.
"Der, Lo kenapa?"
Sontak tawa Hendry terhenti, lelaki itu hanya menyengir lebar sembari mengusap rahang dengan bercak keunguan disana.
"Habis latihan silat gue tadi."
"Gue serius, bego."
"Gue tadi pulang ke rumah bentar untuk ngambil barang, ehh bokap tiba tiba Dateng sambil mabuk terus mukulin gue. Sinting emang tuh orang. Tapi gak papa, gue kan strong." Hendry lalu tertawa kencang seolah dia baru saja melucu dan membuat ratusan orang tergelak.
"Gak lucu."
Tawa itu lantas perlahan terhenti, Hendry menunjukkan raut canggung secara terang terangan, menunjukkan bahwa dia tidak nyaman dan Chandra mengerti itu.
"Lo kenapa harus balik ke rumah bonyok lo itu lagi sih? Gak capek apa dipukulin terus?"
"Capek sih... Tapi dia kan tetap bokap gue."
"Kuno pemikiran lo!"
Hendry lanats menatap Chandra tak suka.
"Terus Lo sama nyokap Lo gimana?"
"Gausah sok nasehatin gue kalau lo juga sama."
Ucapan dingin Hendry lanats membuat Chandra terperanjat.
"Kita ini cuma sekumpulan manusia payah yang bahkan gak tahu dimana mencari kebahagiaan, gak capek apa Lo pada?"
"Emang lo gak capek ngasihanin diri lo sendiri, Chan? Jeff, lo gak capek kesepian terus? Lo juga Pram, gak capek maki maki diri lo sendiri? Kita sama, makanya kita temenan."
"Gue juga capek. Tapi gak tahu gimana cara ngasih tahu bonyok gue kalau gue capek ada diantara mereka. Apa semua anak harus bunuh diri dulu supaya orangtuanya tahu kalau dia lagi capek? Apa semua anak harus gila dulu supaya orang tuanya ngerti kalau mereka juga punya masalah? Kok orangtua zaman sekarang sebegitu gak pekanya, ya?"
"Enggak selalu begitu, Der."
Semua menoleh pada oknum yang dengan santainya rambahan beralaskan tas ransel miliknya.
Netra seorang Gayaka Pratama tampak begitu kosong sore itu. Lelaki itu tersenyum tipis.
"Enggak ada orang tua yang sempurna di dunia ini. Mau mereka sehebat apapun, sekaya apapun, selembut apapun, sekasar apapun, gimanapun juga mereka baru pertama kali menjadi orang tua. Jadi jangan salahkan mereka kalau mereka enggak bisa ngasih kamu kasih sayang seperti yang kamu butuhkan."
"Semua balik lagi ke ucapan yang sama."
"Kami tahu yang terbaik untuk kamu."
"Jalan satu satunya adalah menerima mereka apa adanya."
"Karena seperti itulah orang tua."
Gayaka dengan santainya kembali duduk bersila bersama merek, lalu mengambi cola dari tangan Jeffry seolah itu punyanya.
"Hidup itu kayak lato lato."
Jeffry yang baru aja mau ngedumel langsung bingung.
"Hah?"
"Iya, kita akan mengalami benturan di setiap sisi kehidupan."
"Gak nyambung, anjing." Balas Jeffry.
"Nyambung, ege. Benturan yang gue maksud itu masalah masalah Lo pada."
"Iya, tapi kenapa harus diibaratkan sama lato lato? Sempat ambigu otak gue."
"Suka suka gue lah!"
Keempatnya tergelak, entah kenapa, namun situasi itu terasa lucu begitu saja bagi mereka. Chandra menyungging kan senyumannya, meski terkadang enggak jelas, tapi ketika bergaul dengan mereka dapat membuka pikiran Chandra untuk menjadi lebih dewasa.
"Tapi jujur aja, gue iri deh jadi Li, Chan. Bisa deket gitu sama saudara saudara Lo. Jeffry GK punya saudara, saudara Pram jauh, kakak gue juga gk pernah balik balik." Gcap Hendry.
Pram mengangguk.
"Iya, ehhh btw bang Juna apa kabar?"
"Lagi ngurusin proyek dia, kemarin sempat misuh misuh sendiri karena atasannya bakal masukin satu anak baru ke timnya. Kata bang Juna itu bakal ngerepotin banget, apalagi mereka lagi ngerjain proyek. Mana anak barunya fresh graduate lagi, jadi harus dijelasin dari awal lagi."
"Kalau tahu bakalan kayak gitu, kenapa bang Juna enggak nolak?" Tanya Jeffry
"Bang Juna enggak enakan orangnya, Gedeg sendiri gue."
"Tapi gitu gitu gue tetap cinta sih..."
Pram sontak memekik kencang.
"ARGHH, KUMAT JIWA HOMONYA!!!""
_________
Hai hai haiiiiiii
Kalian gimana kabarnya?
Yg kelas 12 udah lulus yaaaa, wuiihhh...
Voment selalu ✨
Lop u all 💚💚💚💚💚