CYANIDE

By baekkeum

7.3K 892 482

"I will take back what's mine." "You are monster!" TW: Sexual content, violent, kidnaped, bxb, mpreg, blood... More

The Inside
The Beast
The Prey
The Plan
The Dark
The Escape
The Hunter
The Voice
The Truth
The Mansion
The Library
The Whispers
The Intruder
The Conversation
The Stranger
The Poison
The Desire
The Fool
The Sacrifice
The Distraction
The Call
The Return
The Emptiness
The Promise
The Rage
The Tears
The Sparks
The Fever
The Blamed
The Imperfect
The Bond
The Heartbreak
The Rumors
The Fault
The Guilt
The Downfall
The Unexpected
The Angel
The Graveyard

The Muse

130 21 9
By baekkeum




"Kenapa kau begitu cemas? Apakah sesuatu terjadi pada anak itu?"

Elisa menemukan Minwoo yang hanya berjalan tak tentu arah di pintu masuk mansion seorang diri.
Ia menggigiti kukunya sesekali mengecek ponsel tampak jelas bahwa ia mengkhawatirkan sesuatu.

"Harusnya Tuan Dawit dan Tuan Keum sudah kembali dari tiga jam yang lalu bersama Pedro dan Liam. Namun Liam berkata bahwa Ia harus menjemput mereka sekarang di pinggiran danau."

"Apakah sesuatu hal yang buruk terjadi?"

"Entahlah Elisa, Pedro tak kunjung membalas pesanku." Desah Minwoo cemas. Ini kali pertamanya Donghyun keluar dari Mansion ini, dan perasaannya sudah gelisah sedari tadi.

Donghyun pergi dengan Tuan Dawit, seharusnya semua akan baik-baik saja. Toh hidup mati orang itu tak akan berdampak apapun pada hidupnya.

Namun hatinya berkata lain.

Donghyun merupakan teman yang baik selain Baekseung. Ia tidak pernah merendahkannya karena pekerjaannya sebagai pelayan. Ia selalu mendengar seluruh ocehan dan keluh kesahnya setiap waktu, bahkan mengajari dirinya beberapa kosakata jepang sederhana.

Kehilangan Donghyun sama seperti kehilangan sahabat baik, dan itu pasti akan membuatnya sangat sedih.

"Minwoo, lihat mereka datang!" Elisa berseru dengan jemari mengarah ke mobil hitam yang berhenti beberapa meter darinya.

Minwoo menahan dirinya untuk tidak berlari menghampiri, saat melihat Donghyun yang dipapah oleh Tuannya dengan wajah pucat dan terlihat kacau di sana sini. Rambutnya sudah basah tak beraturan, matanya merah dan bengkak seperti habis menangis cukup lama, serta terlihat wajahnya seperti sedikit teguncang. Jas hitam milik Dawit melingkar dibahunya.

'Apakah ia sakit?'


'Apakah terjadi kecelakaan?'


'Ataukah mereka habis bertengkar hebat? Tuan Keum terlihat seperti terguncang'




Minwoo masih berdiri saat Donghyun berjalan pelan melewatinya, namun ia yakin untuk sekelebat Tuan muda itu mengangguk pelan padanya dengan mata berkaca-kaca.

'Jika seperti ini apa yang harus aku lakukan?' Galaunya teramat besar.




Ping!!!!

Ping!!!!

Ping!!!!


💠💠💠💠💠

Dawit menuntun Donghyun agar duduk ditepi ranjang, lantas ia menempatkan diri disebelahnya.

"Kau suka?" Tanya pria itu meminta pendapatnya.

Donghyun memindai sekelilingnya dengan perlahan, hitam elegan yang semula menjadi aura yang melekat pada kamar ini berubah total menjadi putih dan hangat, ditambah sofa yang menghadap jendela.


"Kau merubah tampilan kamarmu?"

Dawit tersenyum, saat Donghyun membuka suara setelah sekian lama bungkam.

"Hm, kau suka?" Tanyanya antusias.

"Mengapa kau melakukannya?


"Agar kau merasa nyaman. Aku ingin kau merasa nyaman saat bersamaku. Kau takut gelap, dan Minwoo memberitahuku, kalau kau kerap bermimpi buruk saat tertidur disini. Jadi aku merubahnya. Aku merubahnya untukmu." Jawab pria itu jujur, namun membuat Donghyun tidak bisa mengeluarkan kata-kata karena rentetan jawaban darinya cukup membuatnya terkejut.


"Minwoo akan membawakanmu baju tidur yang lebih nyaman, kau tunggu sebentar disini, aku tak akan lama."


Donghyun mengangguk saat Dawit mengusap lembut surai cokelatnya dan menyuruhnya untuk menunggu sebentar.

Dan benar saja, tak berapa lama, lelaki bersurai cerah itu masuk dengan tergesa dengan membawa piyama putih beserta sweater dan selimut bulu tebal.

"Kau tak apa-apa? Apa yang terjadi? Kau sakit? Mengapa tanganmu gemetar? Kau tak apa-apa kan?" Minwoo menyentuh dahi Donghyun dengan telapak tangannya kemudian menggenggam tangannya kuat-kuat sebelum mencoba membuka jas biru muda yang masih ia kenakan.

"Ku bantu kau untuk berganti pakaian ya? Kau sudah makan? Asam lambungmu kambuh? Kau ingin kubawakan obat?"

Donghyun sedikit tersenyum melihat Minwoo mengkhawatirkannya. Ia membiarkan lelaki muda itu mengoceh pelan sambil menaruh piyama tepat disampingnya.

"Tuan Dawit bilang kau belum makan, apa benar? Ingin ku buatkan teh hangat? Atau susu cokelat?"

Tangan Minwoo dengan terampil membantu Donghyun berganti atasan, ia bersikeras membuka celana Tuan Muda itu namun Donghyun dengan tegas menolaknya, berkilah bahwa ia bisa melakukannya sendiri.

"Kurasa makanan yang disiapkan Elisa sudah siap, aku akan segera kembali. Kau ingin kupapah ke kamar mandi?" Tawar Minwoo sebelum pergi namun hanya dijawab oleh gelengan kepala.






Donghyun berjalan menuju kamar mandi, untuk membersihkan diri dan berganti piyama. Ia sedikit terpana melihat perubahan besar yang juga Dawit lakukan di kamar mandi. Marmer hitam, berganti menjadi marmer putih dengan guratan keunguan yang indah. Beberapa ornamen keemasan terletak di beberapa tempat menambah kesan mewah dan anggun yang memanjakan mata.

Setelah membersihkan diri, pemuda itu berdiri tepat didepan jendela besar, memandang lurus dimana salju turun dengan lebat, seluruh perkebunan tampak putih tanpa menyisakan titik hijau sedikitpun.

Ia memejamkan mata saat kedua tangan kekar melingkari pinggang rampingnya, dadanya mulai bergemuruh tak nyaman.

Tepat setelah itu, terdengar bunyi pintu yang terbuka dan Donghyun bisa melihat dari refleksi kaca jendela, bahwa Minwoo melangkah masuk membawa nampan dengan cangkir yang mengepulkan uap panas cokelat hangat dan semangkuk buah potong dengan siraman yogurt tawar.

Donghyun sedikit berjengit, hendak melepaskan diri dari rengkuhan tangan pria yang masih berkemeja putih, namun Dawit malah semakin mengeratkan pelukannya.

Pemuda mungil itu menunduk, merasa tak nyaman dengan tubuh Dawit yang mengukung dirinya sementara Minwoo menata makanan di meja kecil tepat disebelahnya.

"Kau ingin makan sesuatu sebelum tidur?" Dawit berkata pelan ditelinganya setelah segera Minwoo pergi.

Donghyun menggeleng pelan, perutnya masih bergejolak, tak ingin mengisinya dengan apapun.

Perlahan Dawit membalikkan tubuhnya, kedua tangannya memegang bahu sempit Donghyun, seraya menundukkan kepalanya sedikit.

"Dengar, aku tahu ini mungkin sulit untukmu. Menerimaku, dengan rasa takut dan cemasmu, trauma dan kegelisahanmu, padahal aku yang berperan besar menyebabkan semuanya."


"Aku tak akan menyerah. Mungkin kau merasa ini terlalu berat untuk mu, tapi aku akan terus berusaha."

Dawit diam sejenak, menatap manik cokelat jernih milik Donghyun kemudian mengecupnya pelan.

Yang lebih muda memejamkan mata, menahan gemuruh besar didada yang membuatnya serasa tak berpijak.

"Dan aku tak ingin kau berpikir bahwa aku menuntutmu untuk selalu melakukan hal itu denganku. Tidak. Aku tak akan memaksamu melakukannya, sampai kau benar-benar siap."

"Aku akan membuat batasan , dan aku berusaha tak melanggarnya jika bisa. Aku tak akan melakukan lebih jauh dari ini."

Donghyun merasa pipinya memanas, saat ranum Dawit menyentuh miliknya dan menautkannya untuk beberapa saat. Ini bukan ciuman intim mereka yang pertama namun entah rasa-rasanya malam ini terasa berbeda, seakan ada percikan hangat yang membuat ratusan kupu-kupu berterbangan ribut di perutnya.

"Beristirahatlah kau terlihat sangat lelah."

Dan pria dewasa itu menepati seluruh ucapannya, ia hanya memeluk Donghyun tanpa melakukan apa-apa semalaman hingga sang fajar menampakan diri.




💠💠💠💠💠



"Jadi, aku mengatur beberapa skenario. Kecelakaan, perampokan bersenjata, bunuh diri."

"Malpraktik.. kebetulan salah satu dari mereka ada yang menjalani operasi dan beruntung kita menempatkan beberapa orang sebagai perawat dirumah sakit tersebut."

"Dan yang terakhir keracunan gas. Yang ini sangat sulit karena aku harus menghabisi seluruh keluarganya agar terlihat sebagai kelalaian."

"Bahaya jika mereka meninggal dalam waktu yang bersamaan, akan ada yang menyelidikinya. Dan Tuan Keum pastilah menjadi benang merah diantara mereka berlima. Dan jika ada yang menyelidiki Tuan Keum, kemungkinan besar boss kita pun akan terseret namanya."

"Aku menyuap beberapa orang polisi dari distrik yang berbeda untuk menutup segera kasus mereka. Tak boleh ada penyidikan."

Minwoo hanya mengangguk, saat Baekseung kembali setelah dua minggu menghilang karena tugas khusus yang diberikan oleh Tuannya.

"Apakah ada kabar terbaru disini? Elisa bilang dua minggu ini Tuan Dawit tidak pergi ke kantor. Apakah benar?"

Minwoo kembali mengangguk.

"Tuan Dawit bekerja dari rumah, melakukan konferensi secara online dan mengatur semua bisnisnya dari sini." Surai pirang itu mengeratkan jaketnya, merasa sore ini suhu udara lebih rendah dari biasanya.

"Itu saja? Kau yakin?"

"Well kurasa selain Tuan Dawit merenovasi kamarnya menjadi serba putih seperti apa yang Tuan Keum suka, tak ada yang berubah sama sekali." Gumam Minwoo pelan. Netranya mencari-cari sosok Donghyun yang menghilang kedalam putihnya salju di tengah-tengah kebun anggur.

"Terus, untuk apa kau berdiri disini? Kau tidak ada tugas untuk dikerjakan? Bukankah seharusnya kau menemani Tuan Muda-mu berjalan-jalan?" Baekseung menoleh, mencuri pandang beberapa kali pada pemuda dengan senyum indah dan mata besar disampingnya.

"Oh, itu.. Aku lupa memberitahumu. Sejak minggu lalu, Tuan Dawit yang menemani Tuan Keum berjalan-jalan disore hari. Disiang hari juga Ia menyempatkan diri menemani Tuan Keum membaca di ruang perapian. Jadi aku banyak waktu luang sekarang. Lihat!!" Sahut Minwoo riang, tangannya menunjuk ke satu titik dimana Dawit sedang berlutut mengikatkan tali sepatu pada kaki kiri Donghyun. Sementara Donghyun hanya terdiam canggung namun kedua pipinya berubah menjadi semerah delima.

"Aku tak pernah melihat Tuan Dawit bersikap seperhatian ini pada orang lain." Desahnya sambil melayangkan senyum seolah tampak ikut bahagia melihat kedua orang itu berjalan beriringan.

"Dia sangat manipulatif bukan? Terlihat lemah agar semua orang iba. Pertama kau, lalu Tuan Dawit, entah siapa lagi yang akan terperdaya." Decih si jangkung dan langsung mendapatkan lirikan sinis Minwoo.

"Kau hanya iri kan? Kau membenci Tuan Keum karena Tuan Dawit menyukainya. Dengar, aku mengerti kau setia pada Tuan Dawit, Baekseung. Kau membenci semua yang menjadi musuhnya. Namun Tuan Keum tidak melakukan apa-apa!! Ia tidak menyakiti siapapun!!"


"Ayahnya membunuh Tuan Aaron!!"


"Seorang anak tidak bisa memilih siapa orang tuanya!! Kau pikir kau bisa memilih menjadi anak pembunuh atau tidak?? Dan jangan berujar seolah kau tak pernah membunuh siapapun!!"

Merasa kesal, Minwoo meninggalkan Baekseung begitu saja. Ia tak peduli jika Baekseung marah dan tersinggung oleh ucapannya, menurutnya sikap paranoid Baekseung sudah keterlaluan dan ia perlu memberinya sedikit pelajaran.

💠💠💠💠💠


💠💠💠💠💠


Edmund Kwak

Aaron Kwak's Brother

Dawit's uncle





























Continue Reading

You'll Also Like

637K 61.7K 31
Lily, itu nama akrabnya. Lily Orelia Kenzie adalah seorang fashion designer muda yang sukses di negaranya. Hasil karyanya bahkan sudah menjadi langga...
406K 29K 34
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
287K 32.1K 21
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
6.8M 338K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...