๐๐ž๐œ๐ญ๐š๐ซ ๐จ๐Ÿ ๐Œ๐ž๐ฆ๐จ๐ซ๏ฟฝ...

By Shenshen_88

3.1K 322 158

๐๐จ๐จ๐ค ๐ข๐ง๐ข ๐›๐ž๐ซ๐ข๐ฌ๐ข ๐ค๐ฎ๐ฆ๐ฉ๐ฎ๐ฅ๐š๐ง ๐œ๐ž๐ซ๐ข๐ญ๐š ๐จ๐ง๐ž ๐ฌ๐ก๐จ๐จ๐ญ/๐ญ๐ก๐ซ๐ž๐ž ๐ฌ๐ก๐จ๐จ๐ญ ๐๐ž๐ง๐ ๐š... More

Woman in White Dress (1)
Woman in White Dress (2)
Knock Knock Loving You (1)
Knock Knock Loving You (2)
Knock Knock Loving You (3)
Knock Knock Loving You (4)
Knock Knock Loving You (5)

Woman in White Dress (3)

443 49 22
By Shenshen_88

Woman in White Dress
Part 03

Suara teriakan itu menggema ke segala arah, terdengar seperti derak jendela retak. Mereka yang berada di lantai bawah seketika terlonjak kaget, terutama sosok yang dipanggil namanya. Zhang Qiling.

Tubuh pemuda itu menegang, lantas dalam hitungan detik berbalik arah kembali menapaki tangga kayu yang berderak dan morat marit di bawah hentakan kuat telapak kakinya. Dengan cepat dia tiba di depan pintu kamar dan menerobos masuk.

"Wu Xie!"

Pemuda berwajah pucat itu duduk tegang di tepi tempat tidur. Sekilas Zhang Qiling melihat sekelebat bayangan putih melompat dari tempat tidur menuju dinding kamar. Sosok itu diselimuti kabut tipis keabuan, menempel di tepi langit-langit kamar.

"S-se-setan!" erang Wu Xie, suaranya gemetar. Darahnya serasa mendengung, berdenyut, bergelora oleh lonjakan panik dan ketakutan.

Zhang Qiling menatap mahluk mengerikan itu penuh kebencian. Sesaat dia pun bingung apa yang harus dilakukan. Melihat sosok yang dipanggil telah datang, Wu Xie kehilangan rasa malunya, menghambur ke arah Zhang Qiling dan berdiri di balik lindungan punggungnya yang lebar.

"Dari mana datangnya mahluk itu?" desis Zhang Qiling.

"Aku juga tidak tahu. Sepertinya dia nyaris saja mencabuliku."

Zhang Qiling mendengus. Menyadari bahwa Wu Xie tidak pernah kehilangan sarkasmenya. Namun ia memang merasa marah pada siapa pun atau apa pun yang berani mengganggu kekasihnya.

Wanita bergaun putih itu mengeluarkan suara geraman, kemudian sosoknya berpindah tempat dalam sekejap mata, menyisakan kepulan asap tipis keabuan.

"Heh?!" Wu Xie terperangah. Matanya mengerjap-ngerjap cepat.
"Apa dia bermaksud mengajak kita bermain petak umpet?"

Saat itu tangan Zhang Qiling bergerak cepat mengambil sebilah belati dari balik jaketnya, melemparkannya ke sosok mahluk itu. Bilah bajanya berkilau dalam keremangan, menderu ke arah sasaran.

Ada bunyi benturan waktu pisau itu menghantam dinding, menancap kuat nyaris separuhnya. Namun mahluk bergaun putih telah kembali berpindah tempat. Kali ini berdiri di kepala tempat tidur, menyeringai pada Wu Xie.

Sialan, dia mengejekku, batin Wu Xie dongkol.

"Dia mahluk gaib, Xiao ge. Belatimu sama sekali tidak berguna," bisik Wu Xie.

Tidak sempat menanggapi ucapan Wu Xie, Zhang Qiling melompat ke arah si mahluk sambil mengibaskan pedangnya.

"Astaga, dia tidak mau mendengarku," desah Wu Xie.

Gerakan dua sosok hitam dan putih itu sangat cepat seperti kilatan cahaya hingga Wu Xie merasa pusing dan hanya berdiri menempelkan punggungnya yang basah ke pintu. Raut wajahnya tegang sementara benaknya menduga-duga dari mana mahluk sialan ini muncul dan mengganggu acara bulan madu romantis mereka.

Kekacauan pun tak terhindarkan. Mahluk itu melesat berpindah-pindah tempat sementara Zhang Qiling setia mengejarnya seperti bayangan. Beberapa benda beterbangan dan jatuh ke lantai. Wu Xie mendelik saat melihat kamera kesayangannya di atas meja, memberanikan diri untuk berlari dan mengambilnya sebelum tendangan Zhang Qiling tanpa sengaja menghancurkan benda itu.

"Fuhh, hampir saja ... " desahnya panik, kembali menempelkan punggung lengketnya ke pintu. Beberapa saat dia sibuk mengotak-atik kameranya, sambil memikirkan cara bagaimana membantu Zhang Qiling.

Apakah cahaya bisa membuat mahluk berpakaian putih itu ketakutan?

Itu adalah awal dari kekonyolannya yang tak kenal waktu namun terkadang berguna tanpa dia duga.
Dia menembakan blitz kamera ke sembarang arah tapi ada reaksi yang cukup mengejutkan dari mahluk itu. Geramannya terdengar berat dan tiba-tiba ia berhenti seakan-akan terkejut karena ada kilatan cahaya yang menyambar.

"Xiao ge!" pekik Wu Xie. Sekali lagi dia menembakkan cahaya.

"Setan itu takut cahaya!"

Zhang Qiling melompat dan berdiri di sampingnya dengan raut wajah kesal. Merasa konyol karena telah dipermainkan mahluk bergaun putih itu.

"Nah, di mana dia sekarang?" suara Wu Xie terdengar bersemangat, seperti anak kecil menemukan permainan baru yang menyenangkan.

"Itu dia!"

Klik! Klik! Klik!

Berkali-kali dia mengarahkan kamera pada mahluk itu, seperti seorang fotografer profesional. Bahkan ia memiringkan tubuh dan kepalanya.

Astaga, Zhang Qiling mengernyit ganas, tapi tak berdaya akan perubahan situasi ini.

"Wu Xie, mahluk itu akan menyerangmu lagi," ia memperingatkan.

"Dia tidak akan berani menghampiriku."

Mahluk itu kini menggeram, asap keabuan mengepul di sekitarnya. Penampakan itu sungguh menakutkan, tapi Wu Xie bersikeras mengambil fotonya.

"Wu Xie .... "

"Tidak apa-apa Xiao ge, jangan khawatir." Dia baru saja menyelesaikan kalimatnya saat mahluk itu melesat padanya, membuat Wu Xie seketika tertegun kaku.

"Uaaah... !!" Ia memekik ngeri.

Marah atas kekurangajaran mahluk sialan itu, Zhang Qiling terpikirkan satu cara terakhir. Dia merangkul Wu Xie dalam gerakan yang tak kalah cepat, menggoreskan belati ke telapak tangannya, darahnya muncrat mengenai wajah mahluk menakutkan itu.

Suara desisan keras naik ke udara disertai kepulan asap. Mahluk itu meraung, serak dan parau. Meronta-meronta dan menggeliat kesakitan sebelum akhirnya terhempas ke lantai. Aroma tengik keluar darinya.

"Ugh, Xiao ge... " Wu Xie tersengal-sengal, tubuhnya menggelosor ke lantai seperti mie basah, lemas dan ketakutan.

"Aku memikirkan trik ini di saat genting," bisik Zhang Qiling, menghela napas dan menghembuskannya dengan kasar. Dia berjongkok di dekat Wu Xie, memegangi bahu kurus pemuda itu.

"Mahluk itu belum musnah. Dia hanya sekarat," desis Wu Xie. "Beri dia minum dengan beberapa tetes darahmu yang hebat itu."

"Kita tetap harus mengirimnya ke tempat dia berasal."

"Tapi ke mana? Ke hatimu?"

Zhang Qiling menatapnya gusar.

Seketika tatapan Wu Xie tertumbuk pada guci yang dia beli dari toko barang antik.

"Itu dia! Ya, tidak salah lagi Xiao ge! Setan sialan itu berasal dari sana!"
ujarnya sambil menjentikkan jari.

"Kau membuka segelnya?" selidik Zhang Qiling.

"Aku ... entahlah. Sepertinya itu mungkin saja." Untuk mengalihkan tatapan dingin dari Zhang Qiling, Wu Xie menunjuk mahluk wanita bergaun putih itu, memasang reaksi ngeri yang berlebihan.

"Tolonglah, masukkan dia kembali ke dalam guci," bujuknya.

"Aku tidak tahu bagaimana caranya. Akan lebih mudah jika kita melenyapkannya saja."

"Ya. Lakukan apa pun, mandikan dia dengan darahmu. Aku benar-benar jijik melihatnya."

Wanita bergaun putih itu bergerak lagi, disertai erangan yang membuat siapa pun merinding. Tanpa menunggu lagi, Zhang Qiling melompat dan melemparkan darahnya lagi pada mahluk itu. Raungan keras menggema saat mahluk itu menjelma menjadi asap, menebarkan aroma busuk yang kuat sebelum asap hitam keabuan itu melayang-layang di udara.

Mungkin aku harus melepas kain bertulisan mantera kuno itu, siapa tahu kekuatan guci antik akan menghisap asap jelmaan mahluk itu, batin Wu Xie. Dalam kepanikan, otaknya masih bekerja keras.

Dia melompat untuk meraih guci itu dan membuka kain mantera yang menutupinya. Seperti dugaannya, asap itu terhisap masuk. Menahan napasnya sekuat tenaga, Wu Xie segera menyegel kembali mulut guci.

"Lihat, Xiao ge! Pada akhirnya, akulah yang berhasil menangkap mahluk mengerikan ini." Dia menyeringai pada Zhang Qiling.

Di saat bersamaan, pintu kamar tiba-tiba terbuka lebar. Sonam Zeren berdiri di ambang pintu, terpaku menatap suasana kamar yang remang-remang dan berantakan dengan aroma aneh memenuhi ruangan.

"A-apa yang terjadi? Ada apa ini?" ia tergagap-gagap, melangkah masuk nyaris terhuyung-huyung.

"Begini, kami... kami baru saja menangkap setan," Wu Xie berusaha menjelaskan walaupun terdengar gila. Di tempatnya, Zhang Qiling hanya berdiri membisu.

"Kalian membuatku bangkrut," gerutu wanita itu.

"Ah, tidak begitu. Aku, baiklah. Kami akan mengganti kerugiannya."

"Benarkah?"

Wu Xie melirik pada Zhang Qiling.

"Benar, kan? Xiao ge?" tanyanya waswas.

Yang ditanya hanya menggeleng pelan.

*****

Wu Xie telah sering mendengar cerita sedih tentang pasangan berlibur yang terjebak masalah dan berakhir mengenaskan. Namun dia tidak pernah berpikir harus mengalaminya bersama Zhang Qiling. Kedua pemuda itu berjalan di halaman yang berkerikil sambil membawa tas ransel masing-masing.

Ya, Sonam Zeren memungut biaya yang besar atas kehancuran kamarnya, juga tidak senang dengan cerita hantu yang digaungkan Wu Xie dengan penuh semangat. Beberapa waktu sebelum insiden pengusiran terjadi, dia masih berusaha membujuk wanita tua itu.

"Tolonglah, Nyonya ...," kata Wu Xie, memasang tampang seperti orang sakit gigi. "Bayangkan, kami akan terjebak di cuaca dingin selama jam malam yang panjang."

"Tidak perlu membuang waktu, anak muda. Aku harus membereskan kekacauan yang kalian buat."

"Ada banyak binatang buas di sini," Wu Xie tidak yakin tapi mengatakannya tanpa ragu yang ditanggapi Sonam Zeren dengan mata menyipit tak percaya.

"Tidak ada hal semacam itu. Hanya ada ayam hutan dan burung gagak."

"Tapi ada hantu. Aku melihatnya sendiri."

"Pergilah. Bawa guci hantunya. Benda itu akan membawa kesialan pada bisnisku."

Zhang Qiling menarik tangan Wu Xie, tidak lagi mengharapkan simpati.
"Ayo kita pergi."

Wu Xie nyaris akan membual lagi pada Sonam Zeren namun akhirnya membatalkan niatnya. Keduanya berjalan lambat-lambat keluar penginapan, menuju mobil mereka yang terparkir di sudut gelap. Nyanyian burung hantu bergema di kejauhan, menegakkan telinga Wu Xie. Diserahkannya guci antik itu pada Zhang Qiling, memberikan isyarat agar dia yang memeluk benda itu.

"Burung hantu, guci hantu. Malam ini aku dikelilingi hantu," desahnya frustasi.

Angin yang membekukan bertiup dari lereng gunung, menghantarkan nyanyian serangga malam dan pekikan anjing hutan di kegelapan, membuat Wu Xie semakin merasa kesal.

"Bagaimana denganku?" gumam Zhang Qiling, cemberut. Menarik pintu mobil dengan keras, dia masuk dan membanting pintu lebih keras lagi.

Oppss! Wu Xie menutup mulut dengan jemarinya.

Seseorang telah tersinggung.

"Aisshh, Xiao ge," desahnya sambil menyelinap ke kursi kemudi, kemudian melemparkan ransel ke jok belakang.

"Aku tidak menyebut dirimu hantu. Dan ya, jika semua hantu setampan dirimu, aku rela dihantui selamanya."

Dia menatap Zhang Qiling dengan sepasang matanya yang berkilauan. Pandangan mereka beradu sejenak, dan seketika kekesalan pemuda berwajah datar itu mereda.

*****

Pagi yang cerah datang menyapa dengan langit biru di atas puncak gunung, hutan dan sungai. Rerumputan dan rimbunan semak berbunga liar dan cerah nampak berkilau oleh embun. Kegelapan yang intens dari malam tanpa cahaya telah berlalu. Hal pertama yang dilihat Wu Xie saat pertama kali membuka mata adalah matahari yang berpijar di ufuk timur. Ada lereng-lereng yang tergores dan pepohonan kusut, puncak-puncak yang tajam berlapis salju keperakan di angkasa, dan di bawahnya roda ban mobil mereka adalah hamparan padang rumput liar tidak jauh dari gerbang desa Pengbuxi. Wu Xie mengerjapkan mata, mengamati suasana sekitarnya yang sunyi. Aliran sungai dalam jarak sekian dan sekian, serta nyanyian alam dari desahan pepohonan dan pekik elang di angkasa. Dari lereng bukit yang curam muncul segumpal asap, sejuk seperti pualam.

Uhh, leher dan bahunya terasa sangat pegal. Wu Xie menyadari bahwa ia terlelap dalam mobil, kepala jatuh ke bahu Zhang Qiling, menjadikan kekasihnya tidak berani bergerak dan duduk kaku seperti arca semalaman. Namun dilihatnya mata Zhang Qiling terpejam dengan kedua lengan terlipat di dada.

Ah, Xiao ge yang malang. Seluruh tubuhnya pasti akan terasa kram dan kebas, terlebih pinggang tuanya.

Wu Xie meringis, perlahan duduk tegak, memutar leher ke dua arah hingga menimbulkan suara berderak.
Dia menengok ke jok belakang, melihat guci kuno terkutuk itu diletakkan di sana dengan hati-hati. Sesaat ia merasa kesal, terutama pada mahluk wanita bergaun putih, dan juga Lan Ting yang dia anggap ikut andil menghancurkan suasana liburannya yang romantis.

Aku akan meratakan tokonya, gerutu Wu Xie dalam hati.
Bisa-bisanya ia menjual guci setan.

Wu Xie kembali menghadap ke depan, menatap pemandangan menyejukkan di depannya melalui kaca depan mobil yang dilapisi embun. Semalam dia mengemudi secara acak untuk mengeyahkan kekesalan yang mencengkram hatinya. Kemudian berhenti di tempat sepi ini dan jatuh tertidur karena kelelahan.

Dia butuh menghirup udara pagi yang masih murni untuk menjernihkan kembali otaknya yang keruh dan berpasir. Dengan sangat perlahan dan hati-hati, Wu Xie mendorong pintu lantas melangkah ke luar ke udara pagi yang dingin.

"Fuhh, segar sekali ... " ia menghirup udara bersih sebanyak-banyaknya, mulai merasakan efeknya yang segar dan menenangkan. Gemericik aliran arus sungai menggumam konstan, menguatkan nuansa damai di tempat itu. Wu Xie berjalan menuju tepian, menendang kerikil dan air yang mengalir.

Alangkah segarnya jika ia mandi di sungai berair jernih ini, ia membatin dalam hening. Disusul satu pikiran nakal yang timbul akibat suasana sunyi yang romantis.

Apalagi jika mandi bersama Xiao ge, hmm.. ide bagus. Dia pasti akan menyukainya.

Hati pemuda itu, yang sejak semalam bosan dan dongkol, menemukan kesenangan baru. Dia menemukan sebuah sambutan dan lingkungan yang menyenangkan sepenuhnya sesuai dengan mimpinya sepanjang khayalan dan perjalanannya, dan bayangan akan kehidupan yang segar dan penuh petualangan.

"Xiao ge!" Dia membalikkan tubuh dengan cepat, berniat membangunkan kekasihnya hanya untuk mendapati pemuda tinggi itu telah berjalan menuju padanya.

"Kau sudah bangun? Aku baru saja akan mengajakmu mandi di sungai."

Dia menyambut Zhang Qiling dengan pegangan tangannya yang bersemangat.

"Bagaimana menurutmu?"

Zhang Qiling tersenyum. "Sesuai keinginanmu."

Kesediaan yang penuh kasih untuk mengikuti keinginannya sangat menyenangkan hati Wu Xie. Dia dengan hangat menerima pelukan kekasihnya, dan seketika mereka menjelma jadi pasangan kekasih yang romantis.

Mereka membuka pakaian dan hanya menyisakan celana pendek masing-masing. Wu Xie sempat ragu pada awalnya.

"Aku khawatir ada berpasang-pasang mata nenek-nenek yang mengintip kita," ujarnya sambil celingukan.

"Tidak ada siapa pun di sini kecuali kita dan ayam hutan," sahut Zhang Qiling geli.

Alhasil, mereka berenang di sungai, kemudian duduk bersandar pada batu besar licin yang dialiri arus sungai dari tempat yang lebih tinggi. Bahu mereka yang putih telanjang berkilauan oleh aliran air yang diterpa sinar matahari pagi.

"Airnya lumayan dingin," komentar Wu Xie, disusul gemeletuk giginya yang beradu.

"Kita berada di sekitar pegunungan salju. Tidak heran jika airnya sangat sejuk. Tak lama lagi kita mungkin bisa membeku," Zhang Qiling menanggapi, seraya menyapukan telapak tangan di rambutnya yang basah.

"Hmmm, ada dirimu di sini. Setidaknya kau bisa memelukku agar rasa dingin ini berkurang."

Wu Xie bersandar di bahu Zhang Qiling dengan senyum nakal terkulum di bibirnya.

"Permintaanmu sama sekali tidak perlu. Aku akan memelukmu tanpa diminta." Zhang Qiling melingkarkan lengannya ke bahu Wu Xie.

Wu Xie tersenyum lebar dan tetap diam selama beberapa menit, selama itu dia menatap alam sekitarnya dan menjelajahi seluruh lingkaran cakrawala dengan matanya.

"Akhirnya perjalanan liburan kita terdampar di sini," desahnya.

"Kau kecewa?"

"Hmm, tidak. Hanya kesal pada seseorang."

"Siapa maksudmu? Pemilik penginapan?"

Wu Xie menggeleng. "Wanita pemilik toko antik. Lan Ting itu. Aku ingin sekali mengobrak-abrik tokonya yang penuh kutukan dan hantu."

"Kupikir dia tidak bersalah. Kau yang nakal dan ceroboh karena meloloskan roh wanita bergaun putih itu."

"Ugh, itu tidak benar. Kapan aku ...?" Wu Xie menghentikan ocehannya dengan malu.

"Berdoa saja semoga kameraku tidak rusak," gerutunya.

Zhang Qiling tertawa pelan, dengan lembut memutar dagu Wu Xie agar menghadap wajahnya.

"Lupakan saja. Karena teror mahluk itu, akhirnya kita bisa melewati momen romantis di sini."

"Benar sekali," senyum Wu Xie kembali merekah, mencerahkan hati pemuda di hadapannya.

"Di mana pun akan terasa menyenangkan, asal bersamamu," lanjut Wu Xie dengan gayanya yang naif.

"Aku mencintaimu, Xiao ge."

Perlahan-lahan, bibir mereka bersentuhan lembut dan hangat. Di tengah aliran sungai dingin, dan matahari di atas sana yang memberikan kehangatan dalam cahaya emasnya yang indah.

Ciuman itu dalam dan singkat. Zhang Qiling menarik wajahnya, menatap sepasang mata milik Wu Xie yang berkilau kecoklatan.

"Aku juga .... "

Suaranya lembut, dalam dan tenang, namun penuh keteguhan. Sekuat dan seanggun Himalaya yang agung.

***Woman in White Dress***
By Shenshen_88

[ E N D ]

Continue Reading

You'll Also Like

380K 4.1K 83
โ€ขBerisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre โ€ขwoozi Harem โ€ขmostly soonhoon โ€ขopen request High Rank ๐Ÿ…: โ€ข1#hoshiseventeen_8/7/2...
5.6K 887 22
Kapten Bai Yutong menghadapi tiga kasus kematian bunuh diri berantai yang misterius di antara keindahan biru jingga musim gugur di Haikou. Ketika ia...
433 81 6
Apa yang orang-orang sebut dengan "Liburan", bagi Xia Zhiguang merupakan 1 dari sekian hal yang sangat ingin dihindarinya. Pergi ke tempat asing, ber...
6.9K 531 5
just my reaction of Pingxie couple that make this Ultimate Note looks uwu.