Jantung Hati

By rika_jingga

63.5K 2.4K 245

Story ini bertemakan BoyxBoy, jika ada yang merasa gak nyaman, lebih baik jangan membacanya :) More

Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5 [End]

Chapter 1

25.4K 571 13
By rika_jingga


10 Juni 2014

Aku suka tempat ini, dimana aku bisa melihat luasnya lautan yang diselimuti birunya langit. Aku tersenyum untuk menanggapi suara ombak yang memecah kesunyianku. Kupegang dadaku. Dapat aku rasakan debaran jantung yang berirama di dalamnya.

Aku tidak pernah sendiri.

10 Juni 2008

"Tirta sayang..." Nenek langsung menyambut kedatanganku dan memeluku serta menciumiku. Ya, sudah tiga tahun aku tidak mengunjungi Nenek di kota tempat kelahiran Mama.

"Nenek sehat kan?" Aku bertanya setelah menyalami tangan Nenek yang kulitnya sudah berkerut.

Nenek tidak langsung menjawabku, beliau menatapku dengan mata yang berkaca-kaca. Aku tahu apa yang ingin dikatakan Nenek tanpa harus mendengarnya langsung darinya.

"Nenek sehat sayang, cucu nenek sudah besar ya, tambah ganteng aja." Aku tersenyum membalas pujian nenek.

-
-

Setelah makan dan istirahat sebentar, aku meminta ijin pada Nenek dan Mama untuk berjalan-jalan melihat laut dengan sepeda kesayanganku yang aku bawa dari rumah tempat kota asalku.

Aku menggoes dengan perlahan menikmati perjalanan menuju pantai yang sudah diberi petunjuk jalannya oleh Nenek. Di dekat rumah Nenek ada pantai yang bagus, yang biasa menjadi tempat orang-orang berwisata. Tadinya Mama ingin menemaniku, tetapi aku berhasil meyakininya untuk membiarkan aku sendiri.

Aku tersenyum melihat laut yang terbentang di hadapanku. Aku sandarkan sepedaku dan duduk di pasir putih. Dari kejauhan aku melihat di sekitar ada beberapa muda-mudi berpasangan. 'Mungkin mereka sedang pacaran' pikirku. Ada juga anak-anak yang sedang bermain pasir dan bercanda di pinggir pantai, serta beberapa orang dewasa. Ya, aku memilih duduk di tepi ini, di sisi yang jauh dari mereka. Aku suka tempat yang sunyi, agar aku bisa menikmati pemandangan laut tanpa ada yang menggangguku, kecuali suara ombak dan kicauan burung yang sesekali menghias langit biru.

-
-

"Boleh aku duduk sini?" Suara lembut seseorang memecah lamunanku.

Aku menoleh untuk melihat orang yang tanpa aku sadari sudah duduk di sampingku. Mata kami betemu, dan untuk sekian detik kami saling menatap hingga aku mengalah dan mengalihkan kembali pandanganku ke depan.

"Sepertinya aku belum pernah melihatmu." Aku masih diam melihat laut di depanku. "Biasanya hanya aku sendiri yang memilih tepi ini." Dia melanjutkan kalimatnya.

Aku menoleh lagi ke samping untuk melihat kembali wajahnya, dari samping wajahnya aku bisa melihat senyumannya. "Apa tempat ini sudah kamu patenkan?"

"Ah? Apa?" Dia sedikit terkejut mendengar pertanyaanku. Aku bisa melihat ekspresinya dengan penuh tanda tanya. Aku terkekeh, sangat lucu.

"Kalau belum, berarti aku juga punya hak kan untuk duduk di tepi ini?" Aku tersenyum. "Jangan melihatku dengan tatapan itu! Kamu sangat lucu! Heheh." aku tertawa kecil.

Dia tersenyum menanggapiku, memperlihatkan gigi kelincinya yang begitu imut menurutku. "Jadi bagaimana kalau kita mulai mematenkannya sekarang. Jadi di tepi ini hanya milik kita berdua." Cara dia bicara sangat lucu, dengan alisnya yang ikut naik turun.

"Baiklah, berdua sudah lebih dari cukup karna aku tidak suka bila tepi ini menjadi ramai nantinya." Dia tertawa kecil mendengar kata-kataku.

"Aku Rizky. Muhammad Rizky." Dia yang bernama Rizky mengulurkan tangan kanannya padaku.

"Tirta. Tirta Aditya." Aku menyambut uluran tangannya.

"Jadi dari mana asalmu? Sepertinya aku belum pernah melihatmu." Dia ingin menuntaskan rasa penasarannya ternyata. Heheh.

"Ya, aku dari Jakarta, dan baru tadi pagi aku sampai di kota ini." Kami melepaskan tangan kami yang masih berpegangan. "Nenekku tinggal di dekat sini, dan aku akan tinggal di sini melanjutkan sekolahku satu tahun lagi sampai aku lulus SMA." Jelasku melanjutkan.

"Ooo begitu. Berarti kamu satu tahun di bawahku, karna sebentar lagi aku sudah resmi menjadi mahasiswa." Dia kembali melihat ke depan, dan aku masih memperhatikannya dari samping wajahnya. Wajahnya sangat cerah, dengan rambut lurusnya yang sedikit acak-acakan akibat angin laut. Dia terlihat berkharisma. Gigi kelinci yang membuat wajahnya kelihatan imut, ditambah hidungnya yang kecil, membuatnya terlihat mempesona.

"Kalau aku tidak menunda satu tahun sekolahku, saat ini aku juga sudah menanggalkan seragam putih abu-abu itu." Ucapku tersenyum kecil.

"Maksudnya? Kamu pernah gak naik kelas? Atau kamu tidak lulus ujian tahun ini?"

Aku tertawa menanggapi pertanyaannya, dan membuang kembali tatapanku ke depan. "Bukan begitu, ada alasan yang mengharuskan aku menunda sekolah selama satu tahun. Dan aku memilih melanjutkan sekolahku disini, karna Jakarta terlalu sesak sehingga untuk bernafas saja aku merasa kesulitan. Heheh."

Dia diam. Dia tak bertanya lagi. Mungkin dia masih segan untuk bertanya lebih lanjut.

Untuk beberapa lama tidak terdengar apapun kecuali suara ombak. Tidak lama suara adzan Ashar terdengar dari kejauhan dan dia pamit untuk melaksanakan sholat Ashar.

"Ta, aku pamit dulu ya, udah Ashar nih." Rizky berdiri dan membersihkan sisa-sisa pasir dari celananya.

"Okay." Balasku singkat mendongakan kepalaku untuk melihatnya dan tersenyum simpul.

"Kamu gak pulang?"

"Bentar lagi deh."

"Gak sholat?"

Aku mengerjap. Sedikit gemas menanggapinya. "Iya kan waktunya juga masih lama, aku masih mau di sini!" Tegasku. 'malas' pikirku.

Rizky kembali duduk di sampingku, dan menatapku dalam-seolah-mencari sesuatu di dalam mataku. Dadaku berdesir melihat tatapannya. "Kamu suka disini karena bisa bebas melihat laut dan langit kan?" Ucap Rizky tersenyum.

Aku hanya bisa mengangguk. Entah mengapa tiba-tiba jantungku yang lemah berdetak lebih cepat. Bahkan aku bisa mendengar suara detakan jantungku yang berdegup-degup.

"Laut dan langit itu Allah yang menciptakan, kalau kita terlalu mengaguminya sampai membuat kita melupakan DIA yang menciptakannya, DIA bisa cemburu dan bisa saja mengambilnya dari penglihatan kita." Suara lembutnya tidak terdengar seperti orang yang sedang ceramah, tetapi lebih seperti sesuatu yang lembut menyentuh hatiku.

Dia tersenyum lagi memperlihatkan gigi kelincinya yang imut itu, dan aku masih terdiam menahan gejolak dalam dadaku. Aku tidak mengelak, kalau saat ini aku sudah jatuh suka kepadanya.

Dia berdiri lagi, mengulurkan tangannya lagi padaku. "Ayo!" dia menarikku untuk ikut berdiri saat aku menyambut tangannya.

"Ini sepedamu?" Dia menunjuk kearah sepedaku.

"Iya." jawabku singkat.

"Baguslah aku gak perlu memboncengmu dengan sepedaku, karena kamu pasti sangat berat. Hahah." Dia tertawa berjalan mengambil sepedanya.

"Beratmu pasti lebih berat dariku karena badanmu lebih gede dan tinggi dariku." Aku balas ledekannya, atau malah aku memujinya?

Terlepas dari wajahnya yang terlihat imut dengan gigi kelincinya, dia memiliki aura yang berkharisma. Wajahnya cerah pasti karena air wudhu yang sering membasuhnya. Aku baru sadari tubuhnya yang aku perkirakan dengan tinggi 178cm dan beratnya-yang-aku tidak tahu berapa, yang jelas tubuhnya lebih berisi dari pada tubuhku yang bisa terbilang kurus dengan tinggi 170cm.

"Kamu berat karena kebanyakan dosa! Hahah." Dia tertawa sambil menggoes sepedanya dengan cepat.

"Apaaa? Awas kamu ya! Tungguin akuuu!!" Aku berteriak mengejarnya dengan goesan sepedaku tidak kalah cepat.

"Hahaha" tawanya kencang terdengar darinya yang masih berada di depanku.

-
-

Sudah dua bulan aku disini, dan berarti sudah dua bulan juga aku mengenal Rizky. Aku sudah masuk sekolah dan jadi anak baru di sekolahku. Tak ada yang spesial, tetapi aku punya satu teman perempuan yang lumayan dekat, karena kami juga duduk sebangku, namanya Rika.

Rizky juga sudah mulai kuliah, tetapi kegiatan kami masing-masing tidak membuat aku dan Rizky menjadi jauh. Malah setiap hari kami semakin dekat, setiap hari kami bertemu, kalau bukan Rizky yang ke rumah nenekku, aku yang akan kerumah Rizky. Kami juga sering janjian ke pantai hanya untuk melihat laut, dan sisi pantai yang sudah kami patenkan menjadi saksi kedekatan kami.

Mama sudah kembali ke jakarta dari hari ketiga aku di sini, karena Mama harus bekerja di salah satu perusahaan di Jakarta, karena Papaku sudah meninggal 5 tahun lalu akibat kecelakaan lalu lintas. Di sini aku hanya tinggal dengan Nenekku. Setelah setahun aku menjalani perawatan karena penyakitku. Aku ingin melanjutkan sekolahku lagi yang sempat tertunda di kota ini. Mamaku mengabulkannya, Mama setuju karena ada Nenek yang bisa menjagaku.

Tentang penyakitku, aku baru akan sembuh, jika hanya ada manusia berhati malaikat yang bersedia mendonorkan jantungnya padaku. Tapi aku tidak begitu mengharapkan akan donor jantung itu. Entahlah, semenjak kematian Papa dan Mama mulai sibuk bekerja sampai tiga tahu lalu dokter mengatakan jantungku bermasalah. Aku tidak lagi datang pada Tuhan. Aku pikir, kalau sudah waktunya mati ya mati saja. Buktinya Papaku yang berangkat bekerja dengan sehat wal'afiat, tetapi Papa pulang dalam keadaan sudah tidak bernyawa. Karena itu aku tidak begitu ingin tahu akan penyakitku, dan hanya menuruti apa yang disuruh Mama dan dokter tanpa semangat yang berarti. Sampai aku bertemu Rizky, yang entah dari mana semangat untuk hidupku perlahan aku dapat darinya.

-
-

Rumah Rizky tidak jauh dari rumah Nenek. Dari yang aku tahu, Rizky 3 tahun masa SMP-nya dihabiskan di lingkungan pesantren. Pantas suara Rizky begitu merdu saat mengalunkan ayat suci al'quran. Saat pertama aku ke rumah Rizky, aura religi begitu kuat aku rasakan. Bunda dan Abinya begitu ramah dan baik padaku. Rara adik perempuan satu-satunya yang masih duduk di bangku TK begitu lucu dan menggemaskan.

Rizky sangat cerewet hanya untuk mengingatkan aku sholat, terkadang dia langsung datang ke rumah nenekku saat Adzan, hanya untuk mengajakku sholat berjama'ah di masjid. Sholat adalah kebiasaan yang sudah lama aku tinggalkan, tetapi semenjak aku mengenal Rizky, aku mulai meninggalkan kebiasaan buruk itu. Ya, walaupun mengerjakannya kadang masih agak malas-malasan.

SMS Rizky

R: Sholat, Ta..!
T: Siip
R: Jangan sip sip aja
T: Iya bawel. Lagi dimana, Ky?
R: Masih di kampus, pulang jam berapa Ta?
T: Jam 2 Ky.
R: Oke nanti aku jemput!
T: Siiip ojek gratis nih. Hihi
R: Huh nggak jadilah!
T: Yah jangan ngambek dong, hehe yaudah aku tunggu.

Dan tak dibalas lagi sama si Rizky, dan aku pun melangkah menuju musolah sekolah

-
-

"Buru-buru banget, Ta." Rika menegurku yang buru-buru membereskan buku-buku pelajaran dan memasukannya ke dalam tas.

"Iya aku udah ditungguin." Jelasku tanpa menghentikan kegiatanku. Lima belas menit yang lalu Rizky sudah sms aku.

Tiba-tiba botol kecil berisikan pil obat jatuh dari kantong tasku.

"Apa ini?" Rika mengambil botol itu yang bergulir tepat di dekat sepatunya.

"Vitamin." Jawabku langsung menyambar botol itu dari tangannya. "Aku duluan ya!" Pamitku melempar senyum pada Rika dan langsung berlalu dari hadapannya.

-
-

Aku melihat Rizky tersenyum padaku, dia melambaikan tangannya ke arahku. 'Kenapa siang-siang begini wajahnya masih segar aja sih?' aku membatin sendiri saat sudah di dekatnya.

Dengan kemeja hitam yang digelung sampai setengah lengannya, Rizky semakin terlihat keren. Ya, aku sudah semakin suka padanya. Atau malah sudah sayang? Entahlah, hanya Tuhan yang tahu.

"Kita makan dulu ya?" Rizky bertanya sesaat setelah aku naik ke atas motor-nya.

"Oke, tapi traktir ya. Hehe" Candaku.

"Siip, pegangan yang kuat Tirtaaaa!" Kata Rizky memperingatkan saat meng-gas motornya.

Kirain mau ngebut, padahal enggak! Heheh, dasar Rizky!

-
-

Setelah berdebat di jalan, karena aku mau makan bakso, sementara Rizky mau makan mie ayam. Akhirnya kami putuskan mencari tempat yang menjual bakso dan mie ayam-padahal banyak pedagang yang jual mie ayam serta bakso, jadi kenapa mesti berdebat coba.

Aku tidak fokus sama bakso di hadapanku. Pandanganku terfokus pada bibir Rizky yang merah karena kepedasan, heheh. Lucu sekali dia. Gigi kelincinya terus sibuk sama mie di dalam mulutnya."Rizky, tahu gak pertama melihat kamu yang aku lihat apa?"

"Apaan?" Rizky masih fokus sama mie ayamnya.

"Gigi kamu! Hahah." Aku tertawa masih memandanginya.

"Uhug! Uhug!" Rizky keselek. Wajahnya makin memerah. Aku masih tertawa dan memberikan minum padanya.

"Kenapa gigi aku?" Dengan wajahnya yang lucu dia bertanya setelah selesai minum. Mulutnya sedikit terbuka memperlihatkan dua gigi kelincinya di depan, aku semakin tertawa.

Aku tertawa."Hahah. Kamu sadar gak sih gigi kelinci kamu yang di depan itu lucu banget. Hahah."

Rizky mengerjap. "Hahah. Sadar sih, udah banyak yang bilang. Kenapa? Terpesona ya?" Rizky menaikan ujung bibirnya lalu mengedipkan sebelah matanya. Pede sekali dia!

Aku mengerjap. "Pede banget sih kamu, Ky?"

"Hahah.." Rizky tertawa.

Aku melihat masih ada saus di ujung bibirnya. Aku mengambil tissue dari tasku dan memberikannya pada Rizky "Nih, tuh ada saus tuh!" Aku menunjuk arah ujung bibirnya.

"Elapin dong!" Rizky memajukan wajahnya. Spontan aku langsung mengelapnya, dan entah kenapa saat tanganku tepat di ujung bibirnya, dadaku kembali berdesir. Detak jantungku semakin tidak karuan dan terasa canggung.

Kami saling bertatapan dengan posisi seperti itu, sampai Rizky tiba-tiba tersenyum dan mengambil alih kegiatanku di ujung bibirnya. Tangan kami bersentuhan, aku menunduk menenangkan gejolak yang tak menentu di dalam dadaku.

-
-

Kami mampir ke pantai sebelum pulang ke rumah. Kami memandang laut dalam diam. Aku sendiri sibuk dengan pikiranku yang terus berkecamuk, dan entah apa yang sedang di pikirkan Rizky sekarang.

"Ta, kamu pernah pacaran?" Aku sedikit terkejut dengan pertanyaan Rizky yang membuyarkan segala yang ada di isi kepalaku.

"Hemmm, apa?" Aku menoleh melihat Rizky yang ada di sampingku. Rizky masih melihat ke depan. Datar.

Rizky menoleh menatapku."Kamu pernah pacaran?" Dia mengulang pertanyaannya, dan menatapku dalam.

'Ayolah berhenti menatapku seperti itu! Aku gak mau kamu melihat aku kesakitan kalau sakit jantungku kumat.'

Aku menarik nafas dalam, dan mengalihkan pandanganku darinya. "Belum.." aku kembali membalas tatapannya dan melanjutkan kata-kataku."Kalau kamu, Ky?"

"Sebelumnya, belum ada seseorang yang mampu membuat hatiku bergetar." Dia tersenyum.

Suara Adzan menghentikan mata kami yang saling bertatapan. Aku sendiri masih diam menundukan kepala untuk menahan gejolak rasa yang tak aku mengerti.

"Sudah Adzan, ayo kita pulang!" Rizky tersenyum mengulurkan tangannya.

Aku mengangguk membalas senyumnya dan meraih tangannya.

Tuhan apa aku sudah jatuh cinta pada Rizky?

Continue Reading

You'll Also Like

4.8M 324K 199
Book 2 dari Manhua Too Close Ch. 64 - END
16.8M 730K 42
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
3M 23.9K 45
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
6.1M 319K 59
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...