[2] HATI dan WAKTU

By deftsember

50.5K 9.4K 9K

Raline menawarkan diri menjadi pacar Jerome untuk membantu cowok itu move-on dari mantan pacarnya. Dia tahu k... More

BAB 00: START
BAB 01: MEMULAI
BAB 02: HARI PERTAMA PACARAN
BAB 03: MEMBUKA HATI
BAB 04: KENCAN PERTAMA
BAB 05: RALINE'S WORST DAY
BAB 06: SUPPORT SYSTEM
BAB 07: "Raline pacar gue."
BAB 08: PENGAKUAN
BAB 09: CEMBURU?
BAB 10: CEMBURU? (PT 2)
BAB 11: STAYCATION IN ANYER
BAB 12: KISSING YOU
BAB 13: INTEROGASI
NOTIF
BAB 14: SUPPORT BOYFRIEND
BAB 15: SESUAI HARAPAN
BAB 16: TERHUBUNG TAKDIR?
BAB 17: BERPISAH
BAB 18: ANNOYING!
BAB 19: BREAK UP (?)
BAB 20: DECISIONS
BAB 21: PERJUANGAN JEROME
BAB 22: SI CALON BUCIN PACAR
BAB 23: I LOVE YOU
BAB 24: SELANGKAH LEBIH BERANI
BAB 25: RENCANA LIBURAN KELUARGA
BAB 26: LOVE IN EUROPE
BAB 27: LOVE IN EUROPE (PT 2)
BAB 28: BUKTI KEBUCINAN JEROME
BAB 29: RALINE MUDIK
BAB 30: DI SURABAYA..
BAB 31: REVITALISASI CINTA
BAB 32: 1st ANNIVERSARY
BAB 34: MULAI MENGGANGGU
BAB 35: PERUSAK
BAB 36: DETIK-DETIK KERETAKAN
BAB 37: KESALAHAN FATAL
BAB 38: END
BAB 39: KEHANCURAN TERBESAR
BAB 40: USAI
BAB 41: THE END(?)
S2 VER 1: BIGGEST LOSS

BAB 33: SISI LAIN

943 202 404
By deftsember

~ Happy Reading ~







Jerome keluar dari kamar mandi sambil mengusap-usap rambut nya yang basah. Dia butuh sekiranya 40 menit di kamar mandi untuk menenangkan diri sambil mandi.

Tanpa harus dijelaskan sepertinya semuanya juga sudah tahu alasan kenapa Jerome membutuhkan waktu lebih lama di kamar mandi dari biasanya.

Tentu saja karena insiden tadi pagi. Kalau saja Mama nya tidak masuk ke kamar untuk membangunkan-nya, mungkin Jerome masih berada di dalam angan-angan nya.

Bayangan tentang Raline yang bertelanjang di bawah tubuhnya selalu menemani tidurnya tiap malam beberapa waktu terakhir. Dan karena itu juga Jerome selalu terbangun dengan keadaan celana basah dan kepunyaannya yang menonjol.

Dia merasa sebelumnya tidak pernah begini. Saat bersama Abigail dia tidak pernah memimpikan sesuatu bermakna seksual. Jerome juga tidak paham kenapa akhir-akhir ini gairah nya jadi mudah terpancing.

Bohong rasanya kalau Jerome menjawab tidak tahu. Walau sebenarnya dia sangat tahu alasan dari keanehan nya akhir-akhir ini.

Ini semua berawal semenjak malam anniversary mereka di Bali. Saat itu Jerome dan Raline hampir melakukan persetubuhan untuk merayakan hari jadi hubungan mereka yang kesatu tahun. Malam itu suasananya berubah sangat cepat, Jerome dan Raline hampir saja terlena dan terbuai dengan keadaan.

Kondisi mereka sudah acak-acakan dengan pakaian yang sudah terlepas dari tubuh masing-masing. Jerome sangat ingat, malam itu dia sudah memberanikan diri untuk menyentuh Raline lebih jauh.

Saat dia sudah sangat yakin ingin melepas celana Raline, tiba-tiba ponselnya berdering sangat nyaring sampai membuat dua sejoli yang tengah di mabuk cinta itu langsung tersadar dari nafsu yang hampir sukses membutakan kewarasan.

Dimas menelepon. Cowok itu marah-marah sambil memberi peringatan untuk Jerome agar tidak berbuat macam-macam dengan Raline.

Jerome dan Raline yang merasa seperti di pergoki sedang melakukan hal mesum pun langsung bergegas menjauhkan diri. Dan seketika itu juga suasana jadi sangat canggung.

Mereka tidak jadi melakukan hubungan intim karena malam itu Raline memaksa ingin pindah kamar. Jadi mau tidak mau bayangan panas yang sempat memenuhi otak Jerome harus sirna.

Bukan keromantisan dan kehangatan yang dia dapat malam itu. Melainkan kehampaan karena mereka tidak jadi melakukannya dan malah tidur di kamar terpisah.

Setelah kejadian itu terjadi kecanggungan yang luar biasa. Tapi syukurlah mereka sudah mengatasi masalah itu dan tidak sampai membuat hubungan mereka jadi menjauh lagi.

Ultimatum yang sempat di ucapkan oleh Raline menjadi pondasi kokoh yang membatasi mereka agar tidak melakukan hal yang lebih jauh lagi.

Raline sepertinya serius tidak ingin melakukannya sebelum mereka resmi menikah. Walaupun Jerome sudah membicarakan pernikahan sekalipun, keputusan Raline tidak bisa di debatkan lagi.

Ya sudahlah. Kalau sudah begini memang mau bagaimana lagi. Jerome lebih memilih bertahan dan menunggu sampai waktunya tepat. Toh, itu semua sepertinya tidak akan lama lagi karena mereka sudah sepakat untuk bertunangan di pertengahan tahun ini.


🍑🌹


Berbeda dengan Jerome. Raline malah merasa agak bersalah karena secara tidak langsung dia sudah menolak keinginan pacarnya itu.

Andai saja malam itu Dimas tidak menelepon dan mengoceh tentang menjaga diri dari Jerome, mungkin malam itu mereka benar-benar akan melakukannya dan sekarang Raline bukan lagi seorang gadis.

"Heh! Bengong aja. Punya masalah apa lo sampai muka lo kelihatan kusut gitu?" Jean datang dengan membawa nampan berisi dua porsi bebek bakar lengkap dengan es teh manis.

"Nggak ada masalah apa-apa."

"Terus ngapain nyuruh gue dan Mbak Judith kesini? Kenapa lo nggak ajak Lili juga? Dia pasti ngambek loh kalau tau kita makan-makan tapi nggak ajak dia."

"Gue mau ngomongin sesuatu. Kalau Lili ikut, gue yakin banget dia bakal heboh dan jadi orang gila mendadak."

"Nanti bungkusin satu porsi buat Lili." kata Judith yang selalu perhatian kepada siapapun.

"Jadi lo mau curhat apa?" tanya Jean.

Raline menyeruput teh manis nya sebelum berbicara. "Gue sama Jerome hampir begituan di Bali kemaren."

UHUKK.. UHUKK..

Judith dan Jean yang tersedak bebek bakar dengan bumbu pedas itu langsung meraih gelas berisi es teh manis dan meminum nya seperti orang kesetanan. Raline melihat teman-teman nya dengan tatapan iba.

"Gila! Sambel nya pedes banget. Tenggorokan gue sakit banget jadinya." keluh Jean sambil menyentuh tenggorokan nya yang terasa panas.

"Raline, ini sih bukan obrolan yang cocok di sambi makan bebek bakar sambal cobek." Judith juga ikut mengomel.

"Ya maaf, gue nggak tau kalau reaksi kalian bakal se-heboh ini. Mana sampai keselek segala lagi."

Wajah Jean yang sudah merah karena tersedak tadi semakin merah karena menahan amarah. "Lo pikir kita nggak akan kaget gitu pas lo ngomong kalau lo sama laki lo udah begituan di Bali kemaren."

"Baru hampir, Jean."

"Lain kali pilih-pilih topik obrolan biar cocok kalau di sambi makan, Rell." sahut Judith.

"Jadi gue salah pilih topik obrolan ya?"

"Udah tau pakai tanya segala lagi." ujar Jean. Tapi rasa marah nya ketika sirna ketika dia menyadari sesuatu. "Eh bentar.. tadi lo ngomong kalau lo sama Jerome udah seks pas di Bali kemaren? Lo serius, Rell?" tanya Jean sambil mengutip kata 'seks' dengan raut wajah aneh.

"Lo serius, Rell? Lo bener-bener ngelakuin itu sama Jerome?" reaksi Judith pun tidak kalah heboh nya.

Raline menggeleng sambil melambaikan tangan nya. "Bukan gitu. Gue HAMPIR ngelakuin itu sama Jerome, tapi nggak jadi."

"Anjir.. Kalau laki gue tau bisa-bisa lo berdua di cincang sampai mampus tuh." ucap Jean sambil menggeleng tidak habis pikir.

"Gue sama Jerome nggak jadi ngelakuin itu juga karena Mas Dimas tiba-tiba telepon."

"Kok bisa? Coba ceritain detail nya, Rell. Kita butuh penjelasan lengkap nya biar bisa ngasih respon."

Dengan wajah malu-malu Raline mulai menceritakan semuanya. Jean dan Judith yang mendengarnya pun sampai tak bisa menutupi keterkejutan nya. Bahkan bebek bakar yang tadi sangat menggugah selera pun sudah tidak mereka pedulikan lagi.

"Pas banget Jerome baru mau buka celana gue tiba-tiba hp gue bunyi dan ternyata Mas Dimas telepon. Dia ngoceh-ngoceh nanyain gue kapan pulang dan kasih banyak wejangan biar gue sama Jerome nggak kebablasan. Dia nggak tau aja kalau gue sama Jerome hampir bener-bener kebablasan kalau dia nggak telepon." ujar Raline.

"Terus.. terus.."

"Ya gitu deh. Setelah Mas Dimas selesai telepon keadaan tiba-tiba canggung banget. Gue sama Jerome kayak orang tolol yang mendadak bengong like sapi ompong kelaparan. Posisi nya gue cuma tinggal pakai bra yang bahkan kaitan nya udah dia lepas. Dan dia juga tinggal pakai boxer nya doang. Udah tinggal selangkah lagi gue sama Jerome bener-bener nganu, tapi semuanya buyar gara-gara kakak sepupu gue yang over duper protektif ke adik sepupu nya."

"Gilaaa! Itu mah udah kejauhan banget anjir. Bener kata lo sih, itu mah tinggal selangkah lagi dan kalau aja Dimas nggak telepon mungkin sekarang kita lagi ghibah 'Menghilangnya kepolosan Raline Secara Resmi.'" guyon Jean dengan tawa lebar.

"Lagian lo kenapa agresif juga sih, Rell. Orang tuh di tanya dulu itu lingerie siapa yang ngasih, bukan malah langsung pakai gitu. Malu kan lo akhirnya."

"Gue mana kepikiran sampai sana sih, Mbak. Soalnya waktu itu Jerome bener-bener nyiapin semua surprise nya sendirian. Gue kira lingerie itu juga bagian dari surprise nya Jerome."

"Malu nggak sih lo, Rell? Gue kalau jadi lo sih malu banget. Nggak kebayang gimana awkward nya kalian waktu itu." tukas Jean sambil menahan tawa nya. Raline mendengus sebal melihatnya.

"Nggak usah di bahas lagi deh." Raline tidak mau membahasnya lagi. Dia akan mengingat kembali betapa canggung nya malam itu. Dia memilih memfokuskan diri memakan bebek bakar nya.

"Btw punya Jerome gede nggak, Rell?" tanya Jean tiba-tiba sambil menampakan cengiran lebar.

Raline yang mendengarnya pun langsung terbatuk-batuk karena terdesak. Muka nya merah karena napas nya tercekat di tenggorokan.

"Jean anjir! Lo nanya apaan sih? Tenggorokan gue sampai sakit nelen bebek yang belum sempat gue kunyah."

"Iya nih, lo ngapain pakai tanya-tanya yang sifatnya privasi gitu sih, Jean." Judith membela.

"Gue penasaran doang sih. Kan katanya Raline sama Jerome udah hampir sama-sama telanjang tuh, Jerome juga cuma tinggal pakai boxer doang. Masa iya Raline nggak lihat sesuatu di balik boxer itu sih. Boxer cowok kan rata-rata ketat, pasti anu nya Jerome nyeplak jelas banget lah, apalagi situasi nya lagi nafsuan."

Entah sudah semerah apa wajah Raline sekarang. Perkataan Jean secara langsung membuatnya kembali mengingat tentang kejadian malam itu. Bohong rasanya kalau Raline menjawab dia tidak melihat tubuh Jerome yang hampir telanjang itu. Nyata nya dia sangat yakin kalau kedua mata nya menangkap sesuatu yang menonjol dari selangkangan Jerome malam itu.

"Woy! Malah bengong lagi. Lagi kebayang-bayang punya Jerome ya?" 

Raline langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. Lebih baik dia fokus menikmati bebek bakar nya daripada mendengar celotehan Jean yang tidak akan pernah berhenti.

"Rell, berbagi itu indah loh. Gue nggak akan kasih tau siapa-siapa termasuk Mas lo. Percaya deh sama keamanan mulut gue. Gue bukan biang gosip kayak Lili."

"Udahlah Jean. Nggak sopan kalau lo pengen tau masalah privasi orang lain. Itu ranah nya udah kelewat privasi. Lo bayangin punya cowok lo aja deh."

Jean merengut sebal. "Udah sering, Mbak. Sampai gue hafal bentuknya dari sisi mana pun."

"Gila lo! Nggak waras banget, Jean."

"Lo juga kalau udah terbiasa bakal biasa aja kok kayak gue."

"Aduh.. gue nggak ikut-ikutan deh."

"Karena lo juga udah hafal sama bentuk punya-nya Theo kan, Mbak?" celetuk Jean.

Judith juga lama-lama jadi kesal dengan tingkah Jean yang terlalu bar-bar. "Stop bahas itu. Makanan gue jadi nggak menggugah selera lagi gara-gara omongan lo, Jean."

Raline diam-diam bersyukur karena dengan adanya Judith dia jadi terselamatkan dari segala macam ocehan tidak jelas Jean yang bisa membuatnya pusing tujuh keliling.

Satu jam lebih mereka ada di restoran bebek bakar. Jean dan Judith pulang berdua dengan mobil Jean, sedangkan Raline pulang dengan Jerome. Tadi pacarnya itu telepon kalau dia sedang otw menjemputnya.

"Rell, jadi balik sama Jerome?" tanya Judith.

"Iya nih, Mbak. Dia lagi di jalan otw kesini."

"Hati-hati ya takut di bawa ke hotel lagi. Awokwokwok.." sahut Jean sambil menahan tawa nya.

"Bacot!"

"Ya udah kalau gitu gue sama Jean duluan ya, Rell."

"Oke, hati-hati ya.."

Sepuluh menit kemudian Jerome yang mengendarai motor-nya tiba dan langsung menyuruh Raline naik ke atas motor.

"Udah kenyang makan nya?" tanya Jerome dengan sedikit berteriak agar Raline mendengar suaranya yang beradu dengan angin.

"Udah. Kenyang banget sampai perut aku penuh. Kamu udah makan?"

"Belum."

"Kok belum makan? Udah mau jam tiga nih."

"Nanti aja. Aku lagi buru-buru."

"Terus kalau lagi buru-buru ngapain pakai nyempetin waktu buat jemput aku?"

"Ya karena aku pengen ngajak kamu."

"Emang kita mau kemana sih, Jer?" tanya Raline.

"Ke rumah sakit."

Raline agak kaget mendengarnya. "Loh? Kamu kenapa? Apa yang sakit? Atau jangan-jangan Tante Siska lagi sakit ya?"

"Bukan."

"Terus siapa yang sakit?"

"Nggak ada yang sakit."

"Hah? Terus ngapain kita ke rumah sakit."

"Jangan ngoceh mulu. Pegangan yang kenceng, aku mau ngebut."

Raline mendengus sebal. Dia ingin protes tapi pacarnya itu pasti tidak akan menanggapi nya. Jadi dia memilih memeluk pinggang Jerome untuk berpegangan saat cowok itu menambah kecepatan motornya.

Tak butuh waktu lama dan mereka sampai di rumah sakit dengan selamat. Jerome berjalan tanpa menggandeng tangan Raline. Dan Raline tidak mempermasalahkan hal itu, karena dia pikir ini di rumah sakit dan kurang etis apabila mereka mengumbar kemesraan.

"Sore Mas Jerome."

"Sore Mas Jerome. Mau bantuin bapak lagi ya?"

Di sepanjang jalan tidak sedikit yang menyapa Jerome dengan sopan dan canggung. Bahkan para perawat serta dokter lainnya juga melempar senyum ke arah pacarnya itu.

"Mereka kok kenal sama kamu?" tanya Raline.

"Mereka orang-orang yang kerja di bawah naungan Papa aku."

Raline tampak agak terkejut mendengar fakta baru itu. Dia melihat sekeliling dan langsung berdecak kagum dengan besar dan bagusnya rumah sakit yang katanya milik keluarga besar Wilsen.

"Ayo masuk. Kok malah celingak-celinguk kayak orang linglung." celetuk Jerome membuat Raline langsung tersadar.

"Ini rumah sakit Papa kamu?" tanya Raline setelah mereka masuk ke dalam ruangan bernuansa monokrom tapi ada pajangan dengan aksen khas kedokteran.

"Punya kakek. Papa cuma nerusin doang."

"Iya pokoknya gitu. Terus nanti rumah sakit ini bakal jadi punya kamu dan penerus-penerus kamu dong?"

"Iya. Penerus kamu juga."

Raline tertawa mendengar guyonan pacarnya. "Nikah dulu bro baru mikir anak."

"Mau kamu aku nikahin sekarang?"

Raut wajah Raline mendadak berubah merah. "Aku kan cuma bercanda. Bisa banget nimpalin nya."

"Tapi aku nggak bercanda sih."

"Ih udahlah. Malah jadi bahas nikah. Mendingan kamu jelasin ke aku sekarang tujuan kamu bawa aku kesini."

Jerome duduk di kursi, dia membuka dokumen yang terdapat di atas meja kerja.

"Temenin aku ngurus rumah sakit bentar ya."

Kening Raline mengkerut bingung. "Aku harus ngapain? Kayaknya aku nggak bisa bantu banyak deh."

"Kamu cukup support aku dan lihatin aku pas ngurus pasien dan urusan rumah sakit lainnya. Bakal sedikit ngebosenin sih, tapi aku mau kamu lihat aku pas aku lagi jadi dokter."

Raline termangu mendengar ucapan pacarnya barusan. Ini adalah yang pertama kalinya dia diberi kesempatan melihat langsung saat Jerome sedang melakukan tugasnya sebagai calon dokter.

"Aku mau kamu lihat gimana pekerjaan calon suami kamu nanti. Kayak begini loh yang aku lakuin untuk nyari nafkah."

Rona merah muncul mewarnai wajah cantik Raline. 'Calon suami. Calon suami. Calon suami. Calon suami. Calon suami.' Kata-kata itu langsung berputar-putar di otak Raline.

"Sayang.. Kok malah bengong. Kamu capek ya?"

"Eh? Enggak kok, hahaha.."

"Aku mau bantu Papa periksa dokumen-dokumen ini. Kamu duduk disana aja ya." ucap Jerome sambil menunjuk ke arah sofa yang terletak di ruangan itu.

"Kamu sering begini ya, Jer? Ke rumah sakit buat bantu Papa kamu."

Jerome mengangguk. "Ya. Itung-itung latihan dan persiapan sebelum resmi jadi dokter dan penerus rumah sakit ini." jawabnya tanpa mengalihkan perhatian dari dokumen yang sedang dia periksa.

Raline melihat ketekunan Jerome saat memeriksa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan rumah sakit. Pacarnya itu memang selalu fokus dan teliti kalau sedang memeriksa pekerjaan. Dilihat seperti ini pun Raline rasa Jerome sudah pantas menjadi penerus rumah sakit.

Dia beranjak dari duduknya dan berjalan mendekati sang pacar. "Aku mungkin nggak tau banyak tentang pekerjaan kamu nanti. Tapi aku tau kalau kamu pasti berjuang sangat keras untuk mengemban kewajiban sebagai dokter sekaligus penerus pemilik rumah sakit. Jangan terlalu memforsir diri kamu sendiri ya, kalau ada yang kamu nggak bisa itu wajar karena manusia nggak di ciptakan sempurna. Se-sempurna nya kamu aku yakin kamu masih ngerasa kurang."

"Aku udah nggak se-ambisius dulu kok setelah pacaran sama kamu. Soalnya pacar aku agak galak kalau aku terlalu maksain diri."

Raline mendengus. Tapi dia tidak marah dengan kata-kata Jerome. 

"Aku begitu karena nggak mau lihat kamu sakit dan kesusahan sendiri. Semuanya butuh proses, dan aku paham kalau kamu juga lagi ada di proses itu. Jadi kamu nggak perlu maksain diri, jalanin semuanya step by step aja."

Jerome menoleh melihat pacarnya yang sedang berdiri di sampingnya dengan memasang senyum manis. 

"Baru aku mau omongin ke kamu, tapi kayaknya kamu nggak bakal setuju." ucap Jerome.

"Mau omongin apa?" 

Jerome menarik pinggang Raline dan menyuruh cewek itu duduk di atas pangkuan nya. Raline yang melihat tingkah pacarnya pun langsung memberontak. "Kita di rumah sakit, bukan di rumah. Nggak usah macem-macem deh."

"Pintu udah aku kunci. Nggak usah takut, disini nggak ada CCTV yang nyambung langsung ke ruangan Papa kok. Kita aman mau ngapain aja."

"Tujuan kamu bawa aku kesini bukan begini loh, Jer."

"Iya aku tau. Aku nggak akan macem-macem, janji. Ada yang mau aku omongin sama kamu." 

"Mau ngomong apa sampai harus pangku-pangkuan begini."

Jerome menatap lekat ke mata jernih Raline yang selalu sukses menarik perhatian nya. "Aku mau ngejar skripsi tahun depan."

"Hah? Tahun depan?" nampak reaksi keterkejutan dari Raline.

"Iya. Ada dosen aku yang nawarin aku buat ngejar skripsi tahun depan."

"Cepet amat, sayang. Kamu yakin bisa ngejar skripsi tahun depan? Aku nggak mau ya kalau kamu maksain diri lebih keras dari ini."

"Aku lihat ada peluang yang lumayan menguntungkan kalau aku bisa lulus tahun depan."

"Peluang apa? Kenapa nggak ngikutin standar nya aja sih. Kamu pasti tetap jadi lulusan terbaik kok."

"Bukan gitu, Raline. Aku punya target."

"Target apa? Target nikah?" tanya Raline dengan maksud candaan saja.

"Iya." jawab Jerome.

Raline sampai tidak menyangka kalau candaan nya di balas serius oleh sang pacar. Jantung nya berpacu dengan cepat.

"Jerome, kamuㅡ" Raline sampai tidak sanggup berkata-kata.

"Dengerin penjelasan aku dulu ya. Sebenarnya tujuan aku mau ngejar skripsi tahun depan bukan cuma karena pengen cepet-cepet nikahin kamu. Aku dapat tawaran dari salah satu rekan nya Papa yang nawarin aku KOAS di rumah sakit tempatnya kerja. Rumah sakit nya ada di Tangerang Selatan. Emang bukan rumah sakit besar kayak disini, tapi aku tertarik sama salah satu studi spesialis disana yang katanya cukup bagus se-pulau jawa."

Raline tidak begitu mengerti dengan penjelasan Jerome tentang ilmu kedokteran yang sama sekali bukan minat nya. Tapi dia akan tetap mendengarkan penjelasan pacarnya.

"Apa itu?"

"Kardiovaskular. Aku tertarik jadi dokter spesialis kardiovaskular."

"A-aku nggak paham. Sorry." 

"Gapapa sayang. Aku jelasin dikit tentang kardiovaskular ya." ucap Jerome yang dibalas anggukkan kepala oleh Raline. 

"Penyakit kardiovaskular (CVD) adalah istilah bagi serangkaian gangguan yang menyerang jantung dan pembuluh darah, termasuk penyakit jantung koroner (CHD), penyakit serebrovaskular, hipertensi, dan penyakit vaskular perifer (PVD). Penyakit kardiovaskular atau yang biasa disebut penyakit jantung umumnya mengacu pada kondisi yang melibatkan penyempitan atau pemblokiran pembuluh darah yang bisa menyebabkan serangan jantung, nyeri dada (angina) atau stroke.Kondisi jantung lainnya yang mempengaruhi otot jantung, katup atau ritme, juga dianggap bentuk penyakit jantung. Gimana? Penjelasan singkatnya nggak bikin kamu pusing kan?"

Raline mengangguk. "Kardiovaskular nama keren nya ya? Istilah awam nya penyakit jantung."

Jerome mengangguk. "Iya. Aku tertarik sama Kardiovaskular karena bidang itu bakal berhubungan langsung sama jantung manusia, dimana jantung adalah salah satu titik tumpu kehidupan manusia."

Raline tidak menyangka kalau Jerome memiliki pemikiran mulia dan luar biasa seperti itu. "Jer, aku makin ngerasa jadi remahan rengginang kalau ada di samping kamu. Kamu luar biasa banget."

"Jangan merendah lagi. Aku butuh kamu buat menutupi kekurangan aku. Jadi keberadaan kamu itu penting buat aku."

Raline merasa tersentuh dengan kata-kata Jerome. Dia melebur memeluk pacarnya dan bersandar dengan mesra.

"Jadi k-kita beneran bakal menikah setelah kamu dapat gelar dokter spesialis yang kamu inginkan itu?" tanya Raline dengan wajah merona.

Jerome tersenyum tipis. "Aku sih pengen nya nikah sekarang malah. Kelamaan kalau harus nunggu aku jadi dokter spesialis Kardiovaskular. Nanti kamu keburu bosen dan bisa-bisa di cap perawan tua."

Raline kesal mendengar kata-kata terakhir dari ucapan Jerome. "Hei.. dengar anak muda. Aku ini masih akan tetap cantik walaupun udah punya cucu. Jangan lupa kalau aku pintar rawat diri."

"Iya sayang. Aku percaya kata-kata calon istri."

"Jerome! Apa sih jadi sering manggil calon istri. Kalau banyak yang salah paham gimana?"

"Ya udah sih santai aja. Kan tinggal tunggu waktu aja sampai kamu jadi istri aku."

"Rencana tunangan aja masih belum jelas udah ngomongin istri-istrian."

"Jadi kita mau punya anak berapa nanti?" celetuk Jerome membuat Raline semakin mengoceh karena salah tingkah.

"NIKAH DULU BARU PUNYA ANAK!" Raline berteriak cukup kencang. Untungnya ruangan yang sedang di pakai Jerome kedap suara.

Jerome tertawa puas melihat raut kesal di wajah Raline yang sedang merona merah.

"Tunangan nya di majuin jadi bulan depan aja gimana? Aku usahain ngejar gelar dokter biar kamu nggak perlu nunggu lama-lama. Atau kita nikah pas kamu lulus? Tinggal dua tahun lagi kan kamu lulus nya?"

"Aku mau berkarir dulu, Jer."

"Kita bisa tunda punya anak dulu kalau setelah nikah nanti kamu masih pengen sibuk berkarir."

"Nggak tau deh. Kamu kenapa jadi suka banget bahas nikah dan punya anak sih? Kayak ngebet banget gitu loh. Kita juga baru setahun jalan."

"Udah nggak sabar." jawab Jerome cepat. Wajah dan telinga nya juga mulai merona.

"Nggak sabar ngapain?"

"Tidur sama kamu." jawab Jerome dengan sangat yakin.

Raline langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia tidak bisa menutupi rasa kaget dan gugup nya karena salah tingkah.

"Orang-orang nggak boleh tau sifat asli Jerome Raditya Wilsen, khusus nya para cewek diluar sana. Kamu bisa jadi rebutan seluruh orang di negeri ini kalau mereka tau kamu cowok romantis yang bersembunyi dibalik sifat dingin dan cuek."

Jerome semakin erat memeluk Raline. "Untungnya kamu agresif deketin aku duluan ya, Rell. Coba kalau waktu itu kamu nggak nembak aku duluan, mungkin yang ada di pelukan aku bukan kamu."

"Maksudnya Abigail gitu? Masih aja berharap sama cewek gila kayak dia. Ketutup beneran ya akal sehat kamu kalau masih bucin dia." ucap Raline sewot.

"Iya iya, aku nggak akan bahas mantan lagi deh."

"Sisi lain kamu yang super duper romantis ini cuma aku aja yang boleh lihat."

"Iya sayang, iya."

Setelah Jerome menyelesaikan urusan nya memeriksa beberapa dokumen yang berkaitan dengan urusan rumah sakit, kini cowok itu akan mengunjungi beberapa pasien di unit kardiovaskular.

Raline juga sengaja di ajak karena Jerome ingin pacarnya itu melihat pemandangan yang setiap hari akan menjadi pemandangannya saat sudah menjadi dokter nanti. 

Mereka sudah memakai pakaian yang sudah di sterilkan agar aman. Raline merasa gugup karena ini adalah pertama kali nya mengunjungi pasien. Dia tidak tahu apa saja yang akan dia lakukan nanti.

"Hari ini saya di kasih tau bapak kalau Mas Jerome datang. Anak-anak udah saya kasih tau juga dan mereka bilang nggak sabar ketemu sama Mas Jerome." ucap dokter cowok yang usia nya tiga atau empat tahun di atas mereka.

"Iya maaf. Beberapa bulan ini saya sibuk banget sampai nggak bisa ke rumah sakit."

Dokter cowok tadi mencuri pandang ke Raline yang sejak tadi berjalan di dekat Jerome.

"Teman fakultas atau adik tingkat nya ya, Mas? Dia juga mau ikut lihat-lihat isi rumah sakit buat tugas praktek ya?" tunjuknya ke arah Raline.

"Oh bukan. Dia calon saya, Dok." jawab Jerome. Dia menarik Raline mendekat ke arahnya. "Namanya Raline Jovanka, dia calon tunangan dan calon istri saya." ucap Jerome mengenalkan Raline dengan sangat lengkap dan lugas.

"Wah maaf saya nggak tau, soalnya Mas Jerome nggak pernah kelihatan bawa cewek kesini. Saya Jinan Abraham, dokter baru unit kardiovaskular di rumah sakit ini." ucapnya dengan sopan.

Raline jadi segan sendiri karena canggung. Jadi dia hanya membalasnya dengan senyuman sopan.

"Mbak nya juga dari fakultas kedokteran?" tanya Dokter Jinan.

"Oh bukan, saya dari fakultas fashion design."

"Kayaknya perawat sama dokter sini belum ada yang tau kalau Mas Jerome mau tunangan ya. Mereka bisa langsung heboh kalau gosip ini ke sebar." kata Dokter Jinan sambil melempar guyonan ringan.

"Emang kenapa, Dok?" tanya Raline yang ikut penasaran.

"Soalnya Mas Jerome jadi idola nya cewek-cewek disini, Mbak. Dari perawat, dokter, anak magang, sampai pasien cewek, semuanya naksir Mas Jerome."

Raline terkekeh kecil mendengarnya. Dia sudah bisa menebaknya. "Kalau itu sih saya juga udah nggak kaget lagi, Dok. Di kampus aja dia punya fans banyak."

"Kenapa jadi ngomongin saya. Kita nggak sampai ke ruang rawat kalau ngobrol terus."

Akhirnya obrolan pun di hentikan sejenak dan mereka kembali berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Di sepanjang rumah sakit itu Raline bisa melihat beberapa pasien yang sedang berjalan-jalan di sekitar ruangan nya.

Setelah berjalan cukup jauh dari ruangan Jerome, mereka pun akhirnya sampai di sebuah ruang rawat khusus anak-anak. 

"Dokter ganteng! Ada dokter ganteng!" terdengar teriakan nyaring khas anak-anak begitu mereka masuk ke ruangan itu. Kedatangan mereka di sambut meriah oleh anak-anak yang sedang di rawat.

"Halo semuanya.." Dokter Jinan yang menyapa duluan.

Anak-anak pengidap penyakit yang berkaitan dengan jantung itu langsung tersenyum cerah menyambut kedatangan mereka. Jerome langsung berbaur dengan anak-anak itu. Mereka berkomunikasi dengan sangat akrab, bahkan Raline yakin ini pertama kali nya dia melihat Jerome berbincang seru dengan anak-anak.

"Dokter ganteng, tante itu siapa? Dia perawat baru ya?" tanya salah satu anak.

Raline yang di panggil tante merasa aneh dan sedikit tidak terima. Wajahnya langsung bereaksi merespon nya.

Hei!! Dia masih berusia di bawah dua puluh tiga tahun, bagaimana bisa anak-anak itu memanggilnya tante.

Kira-kira seperti inilah ekspresi wajah Raline sekarang.

"Itu bukan tante-tante dan dia juga bukan perawat disini." ucap Jerome. Dia sedang berusaha menahan tawa nya saat melihat ekspresi wajah Raline.

"Terus siapa dong? Orang yang nggak berkepentingan kan nggak boleh masuk-masuk kesini."

"Kakak itu calon istrinya Dokter Jerome, namanya kakak Raline Jovanka." Dokter Jinan membantu menjelaskan.

"Yang bener!!" seru anak-anak.

Jerome tersenyum tampan lalu mengangguk. "Iya, itu calon istri saya. Cantik ya?"

Mendengar ucapan Jerome membuat raut wajah Raline langsung berubah. Rona merah muda tidak bisa di tutupi lagi dan dia mendadak salah tingkah.

Kira-kira seperti inilah reaksi dan raut wajah Raline yang sedang berbunga-bunga.

'CALON ISTRI. CALON ISTRI. CALON ISTRI. SEKARANG BUKAN CUMA PACAR DOANG, TAPI CALON ISTRI.' ㅡisi hati Raline saat ini.

"Cantik sih. Tapi Dokter ganteng nggak boleh nikah cepet-cepet." kata salah satu anak perempuan disana.

"Kenapa?" tanya Jerome.

"Nanti bakal ada hari patah hati nasional."

"Hal kayak gitu nggak akan pernah ada. Saya bukan anak presiden."

Anak-anak jadi ribut karena deklarasi barusan. Banyak anak-anak yang tidak bisa menerima begitu saja kalau dokter idola mereka sudah memiliki calon istri. 

Padahal tunangan juga baru mau di rencanakan. Tapi Jerome sudah memperkenalkan Raline sebagai calon istrinya.

"Rell, sini deh. Sapa anak-anak dulu."

Raline mendekati anak-anak itu dan memberi salam dengan sopan dan hangat. "Hai anak-anak, kenalin kakak namanya Raline."

"Oh jadi ini saingan kita? Cantik sih, tapi masih cantikan kita."

Raline bingung kenapa reaksi anak-anak disini jadi seperti memusuhinya. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak perempuan.

"Jangan cemburu sama Kak Raline ya. Dia orangnya baik kok. Kalian bisa main-main sama Kak Raline karena dia jago bikin baju." ucap Jerome untuk menengahi keributan yang sempat terjadi.

"Beneran bisa bikin baju? Bisa bikin baju princess nggak?"

Dengan canggung Raline menjawab, "Bisa sih. Tapi aku masih belajar."

Reaksi anak-anak langsung heboh dan ceria saat mereka tahu kalau Raline bisa membuat baju karena studi nya berhubungan dengan design fashion.

Anak-anak disana langsung bisa berbaur dengan Raline dan melupakan fakta kalau Raline adalah saingan mereka dalam memperebutkan perhatian Jerome. Disamping itu Jerome juga mulai kegiatan nya memeriksa anak-anak yang memiliki gangguan pada jantung nya.

Raline melihat dengan senyum hangat saat Jerome memeriksa dan mengajak main anak-anak yang memiliki kondisi kesehatan yang kurang beruntung itu. Dia tidak bisa membayangkan betapa sulitnya anak-anak itu menahan rasa sakit yang teramat sangat disaat usia mereka masih cukup kecil.

"Kak Raline beneran calon istrinya Dokter Jerome?" tanya salah satu anak yang tiba-tiba datang menghampiri nya.

Dengan canggung Raline mengangguk, "Hm.. b-bisa di bilang begitu sih. Kenapa?"

"Tolong sayangi, cintai, dan jaga Dokter Jerome setulus hati karena Dokter Jerome orang baik yang mau berusaha menyembuhkan anak-anak disini."

Raline terenyuh mendengar perkataan anak perempuan berusia sekitar enam tahun. Dia berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi anak itu.

"Itu pasti, kamu tenang aja ya. Dokter Jerome pasti mendapatkan itu semua karena dia orang baik. Kakak pastikan kalau dia bahagia selalu."

Anak tadi tersenyum dibalik wajahnya yang pucat. "Kak Raline cantik dan Dokter Jerome ganteng. Aku bisa ramal kalau anak-anak kalian nanti pasti cantik dan ganteng."

Raline tersenyum senang mendengarnya. "Hopefully so, cantik."

Anak kecil tadi pergi berlalu untuk bergabung bersama teman-temannya yang lain. Raline puas dan merasa beruntung karena Jerome mengajaknya bertemu dengan anak-anak yang memiliki masalah dengan kesehatan nya itu.

"Jangan nangis, aku nggak bawa tisu buat ngelap ingus kamu." celetuk Jerome yang entah sejak kapan sudah berada di samping Raline.

"Apaan sih. Siapa juga yang nangis. Mata aku cuma berkaca-kaca karena kelilipan." ucap Raline menyanggah nya.

"Maaf ya aku malah bawa kamu ke tempat yang kurang baik kayak gini. Aku cuma mau ngelihatin ke kamu pekerjaan aku nanti kayak gimana."

"Kamu orang baik, Jer. Mereka senang karena kamu yang jadi dokter nya."

"Syukurlah kalau begitu. Kamu juga senang kan kalau aku jadi dokter pribadi kamu?" ucap Jerome dengan wajah menggoda.

Raline mencubit pinggang Jerome karena kesal. "Jerome Raditya Wilsen, kamu bisa berhenti godain pacar kamu nggak sih? Ngeselin banget deh lama-lama."

"Kan bukan pacar lagi, Yang. Udah mau tunangan jadi manggilnya calon istri ajaㅡ aw! sakit sayang. Kok aku di cubitin terus sih."

"Diem ah. Bucin nya kamu bahaya juga."

"Gapapa. Aku tau kamu suka aku bucin-in kan?"

Raline mendengus sebal. Dia malas meladeni godaan dari pacarnya. Biarlah Jerome melakukannya sesuka hati. Sepertinya mood cowok itu sedang baik.



🍑🌹



Di sebuah rumah yang terbilang cukup besar sedang terjadi percekcokan antara penghuni rumah tersebut. 

"Kamu itu anak perempuan, Abigail. Contoh kakak kamu dong. Dia sekarang jadi konsultan hukum yang punya banyak prestasi. Kalau kamu apa? Bisa nya cuma minta uang buat foya-foya sana-sini. Hidup kok bisanya nyusahin orang tua aja." ujar seorang perempuan berumur setengah abad.

Abigail menutup telinga nya dan berusaha tidak peduli dengan ocehan Mamah nya. 

"Kamu anak nggak tau di untung ya. Mamah dan Papah udah besarin kamu susah-susah tapi kamu malah hidup se-enaknya dan nggak tau aturan gini. Udah betul kamu pacaran sama anak tunggal kaya raya kayak Jerome, tapi kenapa kamu harus putusin dia. Sekarang yang bisa bantu bisnis Papah siapa kalau bukan keluarga nya Jerome. Yang bantu ekonomi keluarga kita siapa kalau bukan keluarga Jerome."

Abigail mulai jengah dengan cerocosan Mamah nya yang seakan-akan memojokan dan menyalahkan nya.

"Mah, Jerome itu aneh. Dia cowok pasif yang terlalu cuek. Dia sama sekali bukan tipe aku. Lagian masih banyak cara buat dapetin cowok kaya kok. Jerome tuh cuma menang di muka sama latar belakang keluarga nya aja yang kaya raya."

"Apa yang kurang dari Jerome sih? Apa yang membuat kamu lepasin dia gitu aja. Dia itu aset penting ekonomi keluarga kita."

"Jerome? Dia kurang semuanya, Mah. Dia nggak nafsu sama cewek cantik kayak aku. Aku males dan jenuh kalau disuruh pacaran sama dia. Anaknya nggak bisa apa-apa selain belajar dan belajar. Mau jadi apa kalau aku sama dia terus?"

"Kamu bisa manfaatkan latar belakang nya yang kaya, Abigail. Contohlah gue yang sekarang lagi di deketin sama anaknya ajudan orang penting di Indonesia." kakak nya ikut berceletuk untuk menyombongkan diri.

"Lihat tuh kakak kamu aja berhasil dapetin anak orang kaya. Kenapa kamu malah lepasin emas kayak Jerome. Seharusnya kamu manfaatin dia dulu baru kamu buang dia. Dasar anak bego!"

"Mah!" Abigail mulai kesal dan muak dengan tuntutan tidak jelas keluarga nya.

"Asal mamah tau ya, selama aku pacaran sama Jerome dia tuh nggak pernah ngasih barang-barang yang aku mau. Dia itu pelit banget, Mah. Udah pelit, impoten lagi. Siapa yang sudi hidup sama orang kayak dia?"

"Lagian sekarang dia udah punya pacar. Dia bucin banget sama pacarnya. Walaupun sebenernya pacarnya jauh di bawah aku. Aku juga yakin bentar lagi mereka bakal putus."

"Abigail bego, lo kalau dendam sama Jerome yang sekarang udah move-on, seharusnya lo tarik dia lagi pakai pesona lo yang katanya di atas rata-rata itu. Lo jebak dia dan porotin harta nya sampai lo puas. Baru habis itu lo buang dia. Pikir tuh pakai otak, adikku. Sekali-kali jadi manusia itu harus licik."

Abigail terdiam mendengar ucapan kakak nya. Dalam hati dia mengutuk kenapa harus terlahir dari keluarga berantakan seperti ini.

"Mamah nggak mau tau. Kamu cari cara apapun buat nambah-nambah uang keluarga kita. Bisnin papah kamu itu udah mau bangkrut."

"Ck! Keluarga sesat." ucapnya lalu pergi meninggalkan pembicaraan tidak jelas itu.

Ponsel Abigail berbunyi dan dia langsung mengangkat telepon masuk.

"Iya om, ada apa?"

"Kamu kesini dong. Hotel biasa ya."

"Butuh berapa jam, om?"

"Sepuas saya lah. Lima jam sanggup?

"Lima jam, dua puluh lima juta ya? Deal? Aku yes kalau deal."

"Oke, deal."

Setelah menutup panggilan nya, Abigail langsung bergegas pergi menuju tempat tujuan yang bisa membuatnya bersenang-senang dan melupakan kehancuran yang sedang membayang-bayangi masa depan nya.






To be Continued..


Bentar lagi tamat cuy hehehehehehehe. Bentar lagi kita perpisahan sama Jerome-Raline ya wak wkwk.

Ayo yang tukang spam pada kemana ini? Kok sepi terus ya wkwk. Katanya mau update cepet terus biar cepet kelar. Tolong bantu spam nya dong :)

Aku usahain Jerome-Raline wattpad kelar di awal bulan maret ya. Jangan lupa install karyakarsa nya dulu terus follow akun karyakarsa aku @.deftsember (tanpa titik).



Continue Reading

You'll Also Like

1M 149K 49
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
906 122 13
[TWICE Dahyun & ASTRO Eunwoo] (Friendship)(Lokal)(Family)(Romance) (Semi-Baku) "Bukan cerita romantis. Ini hanya cerita kita, masa muda kita." ! SEMU...
54.7K 4.8K 37
Bagi Arshaka, hanya ada dua perempuan yang menjadi prioritas di hidupnya. Pertama adalah ibunya, dan kedua adalah Zeanatha Aileen. Bagi sebagian or...
3.5M 27.2K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...