[2] HATI dan WAKTU

By deftsember

52.2K 9.6K 9.1K

Raline menawarkan diri menjadi pacar Jerome untuk membantu cowok itu move-on dari mantan pacarnya. Dia tahu k... More

BAB 00: START
BAB 01: MEMULAI
BAB 02: HARI PERTAMA PACARAN
BAB 03: MEMBUKA HATI
BAB 04: KENCAN PERTAMA
BAB 05: RALINE'S WORST DAY
BAB 06: SUPPORT SYSTEM
BAB 07: "Raline pacar gue."
BAB 08: PENGAKUAN
BAB 09: CEMBURU?
BAB 10: CEMBURU? (PT 2)
BAB 11: STAYCATION IN ANYER
BAB 12: KISSING YOU
BAB 13: INTEROGASI
NOTIF
BAB 14: SUPPORT BOYFRIEND
BAB 15: SESUAI HARAPAN
BAB 16: TERHUBUNG TAKDIR?
BAB 17: BERPISAH
BAB 18: ANNOYING!
BAB 19: BREAK UP (?)
BAB 20: DECISIONS
BAB 21: PERJUANGAN JEROME
BAB 22: SI CALON BUCIN PACAR
BAB 23: I LOVE YOU
BAB 24: SELANGKAH LEBIH BERANI
BAB 25: RENCANA LIBURAN KELUARGA
BAB 26: LOVE IN EUROPE
BAB 27: LOVE IN EUROPE (PT 2)
BAB 28: BUKTI KEBUCINAN JEROME
BAB 29: RALINE MUDIK
BAB 30: DI SURABAYA..
BAB 32: 1st ANNIVERSARY
BAB 33: SISI LAIN
BAB 34: MULAI MENGGANGGU
BAB 35: PERUSAK
BAB 36: DETIK-DETIK KERETAKAN
BAB 37: KESALAHAN FATAL
BAB 38: END
BAB 39: KEHANCURAN TERBESAR
BAB 40: USAI
BAB 41: THE END(?)
S2 VER 1: BIGGEST LOSS

BAB 31: REVITALISASI CINTA

1K 211 331
By deftsember

~ Happy Reading ~




Mereka sampai di sawah dengan perjuangan yang lumayan sulit dan melelahkan. Raline turun dari sepeda sambil mengeluhkan sakit di pinggang nya. 

Jerome yang melihat pacarnya kesakitan pun merasa bersalah karena ini semua salahnya. "Yang, maaf ya. Pinggang kamu sakit banget ya?" tanya nya.

Raline menggeleng. "Udah gapapa." jawabnya.

"Tadi tuh ada batu gede dan aku nggak lihat jadi kita jatuh berdua dari sepeda deh." Jerome masih memberi pembelaan walaupun dia masih merasa bersalah.

"Padahal kita berdua jatuh dari sepeda karena dia nggak bisa naik sepeda ontel." ucap Raline dengan suara pelan agar Jerome tidak mendengarnya.

"Jer, nanti kita pulang jalan kaki aja ya. Sepeda nya kita tuntun aja." ucap Raline. Sepertinya dia agak trauma di boncengi sepeda oleh Jerome.

"Kenapa? Kamu takut jatuh lagi ya?"

"Bukannya gitu. Kayaknya sepeda nya udah terlalu tua dan nggak bisa di pakai buat dua orang. Lagian kayaknya kamu juga nggak bisa naikㅡ"

"Aku bisa naik sepeda kok. Dulu pas sd aku juara satu naik sepeda."

"Sepeda apa?"

"Sepeda gunung."

Raline menghela nafasnya. "Ya pantes aja tadi kita jatuh. Kamu emang nggak bisa naik sepeda ontel ya?"

Jerome memalingkan wajahnya yang merona malu karena ketahuan berbohong di depan pacarnya. 

"Maaf udah bikin kamu celaka. Aku nggak maksud begitu."

"Padahal kamu bisa bilang jujur kalau nggak bisa naik sepeda ontel. Kalau tau gitu kan kita tadi jalan kaki aja."

"Aku nggak mau kamu pergi sama orang tadi."

Lagi-lagi Rachel menghela nafasnya melihat sikap Jerome yang tidak mau kalah dengan orang lain demi mendapat perhatian dari nya. 

"Sekalipun kamu nggak bisa naik sepeda ini juga aku nggak akan pergi sama Mas Gibran kok. Masa iya aku ngebiarin pacarku jalan kaki sendirian."

"Jangan cemburuan lagi." tambahnya.

Jerome mendengus sebal. "Aku nggak cemburu, sayang. Aku cumaㅡ" ucapan Jerome terpotong karena ucapan Raline.

"Cuma apa? Cuma nggak mau lihat punya mu di deketin cowok lain? Begitu kan?" ucap Raline dengan nada yang menggoda Jerome. 

Cowok itu langsung memalingkan wajahnya agar Raline tidak bisa melihat rona merah di wajahnya. Tapi percuma saja karena Raline masih bisa melihat telinga nya yang merah.

"DEK RELL! KESINI, AYO BANTU CALON BOJO MU." teriakan Gibran sukses merusak momen yang terjadi antara Jerome dan Raline.

"Ck! Ngapain lagi sih tuh orang." celetuk Jerome merasa kesal.

"Jer, aku harus bantuin Mas Gibran di sawah. Kamu duduk di Dangau situ aja ya." ucap Raline sambil menunjuk ke arah gubuk kecil di pinggir sawah.

Raline niatnya ingin menyusul Gibran ke tengah sawah untuk membantu cowok itu mengurus hasil panen, tapi pergelangan tangannya di tahan dari belakang oleh sang pacar. Membuat langkahnya terhenti begitu saja.

"Kenapa?" tanya Raline.

Dengan wajah masam dibalik raut datar nya Jerome bergumam, "aku nggak suka dia deket-deket pacarku."

Raline sampai mengerutkan keningnya karena tidak begitu jelas mendengar ucapan Jerome barusan. "Ada apa, Jer? Aku mau bantuin Mas Gibran di sawah."

"Aku ikut bantuin." ujar cowok itu.

"Hah? Ikut bantuin apa?"

"Bantuin kamu ngurus hasil panen di sawah lah."

Raline menggeleng tidak yakin. "Di tengah-tengah sawah panas banget, Jer. Banyak binatang juga yang bikin kamu gatel-gatel nanti. Mendingan kamu duduk anteng di Dangau itu aja ya."

Jerome tidak suka melihat pacarnya memandang sebelah mata kepadanya. Meskipun dia tidak memiliki pengalaman di sawah, tapi kegigihannya dan rasa ingin tahu nya sangat besar. Dia mungkin bisa melakukannya hanya dengan sekali belajar.

"Ada kamu. Jadi aku cuma perlu belajar dari kamu."

"Kamu yakin, sayang?" Raline bertanya sekali lagi untuk memastikan.

"Ya. Selagi ada kamu aku yakin bisa."

Ya ampun...
Entah sudah keberapa kali Raline merasa tak habis pikir melihat sikap Jerome yang nampak agak posesif kepadanya.

"Ya udah ayo kita ke sawah. Kasian Mas Gibran kalau ngurusin hasil panen sendirian."

Mereka berdua mendekati area sawah dan mulai membantu beberapa orang suruhan ayah nya yang sedang memotong padi yang sudah siap di panen.

Jerome merasa agak kesulitan karena ini pengalaman pertamanya menginjakkan kaki di sawah langsung. Dia serius memperhatikan bagaimana Raline mengurus hasil panen sambil sesekali memantau gerak-gerik Gibran yang mencurigakan.

"Dek Rell, itu si jerami beneran nggak bisa apa-apa ya? Moso megang sabit kayak megang pisau dapur seh." ujar Gibran berkomentar.

"Wajar lah, Mas. Pacarku orang kota, dia main nya di lapangan golf bukan di tengah-tengah sawah begini."

"Yo mending aku. Aku bisa apa aja. Jadi suami mu juga aku bisa dan mampu. Tinggal ngomong ke ayah sama ibu mu terus kita nikah deh." ucap Gibran sambil nyengir lebar.

"Jangan bahas yang dulu-dulu. Aku kan waktu itu masih SD, belum paham sama cinta-cintaan. Kalau sekarang kan beda, lagian aku juga udah lupa sama omongan ku dulu."

"Mbok dipikir-pikir meneh to, Dek. Mas ini udah siap lahir dan batin meminang kamu. Sekarang bilang ke mas kapan kamu siap nya?"

Raline mendengus kesal. Dia menatap Gibran yang sedang melempar senyum sumringah.

"Udah dong, Mas. Aku nggak ada rencana apapun kedepannya bareng Mas Gibran. Aku juga udah punya pacar. Kenapa sih masih bahas yang dulu-dulu terus."

"Pacarmu kelihatannya cemburuan tapi gengsi nya tinggi." lagi-lagi Gibran mengomentari tentang Jerome.

"Dia emang begitu orangnya. Nggak ada yang salah kok. Kenapa Mas Gibran komentar terus dari tadi."

"Mau lihat cowokmu cemburu nggak?" tantang Gibran.

"Mau ngapain lagi sih, Mas. Kenapa jadi ngurusin pacarku segala. Udah itu urusin aja hasil panen sawah nya biar cepet selesai."

"Wis lah lihat aja. Aku gregetan sama pacarmu. Sekali-kali di godain biar muka nya nggak lempeng terus kayak gitu."

"Mas Gibran mau ngapain?" tanya Raline.

Cewek itu mengerutkan keningnya bingung saat melihat Gibran semakin mendekat ke arahnya.

"Aduh panas banget ya, Dek Rell. Tolong elap keringet di jidat Mas dong. Tangan Mas kotor kena tanah sawah."

"Tangan ku juga kotor habis megang gabah." balas Raline.

Gibran mendengus sebal karena Raline sama sekali tidak mengerti dengan maksudnya.

"Ck! Elapin aja keringat ku. Itu ada sapu tangan, pakai aja itu."

"Masㅡ" Raline hendak memprotes, tapi Gibran sudah lebih dulu memegang tangan nya dan mengarahkannya ke jidat nya yang di penuhi keringat.

"Aduh enaknya kalau keringat nya di lap sama calon istri." kata Gibran. Dia sengaja mengeraskan suara nya.

Raline yang tersadar langsung menarik tangan nya dan sedikit menggeser tubuhnya memberi sedikit jarak dari Gibran. Dia mulai risih dengan perlakuan Gibran yang terlalu berlebihan.

"Mas Gibran! Aku kan udah bilang kalauㅡ"

"Aku minta maaf, Dek Rell. Tapi serius aku nggak ada maksud apa-apa. Aku cuma mau lihat muka pacarmu yang serem itu kalau lagi cemburu."

Raline mengerutkan keningnya merasa bingung setelah mendengar ucapan Gibran.

"Mas Gibran mau ngapain sampai segitunya cuma mau lihat cowok ku cemburu."

"Aku cuma mau ngetes dia beneran tulus sama kamu atau cuma mau memanfaatkan ketulusan kamu. Bukannya apa-apa ya, Dek. Mas kok melihat kayaknya kamu yang lebih banyak ngasih cinta ke dia."

Mendengar penuturan Gibran barusan membuat Raline seketika merenung. Semua orang melihatnya menjadi pihak paling dominan mencintai dibandingkan Jerome.

"A-aku memang cinta dan tulus sama Jerome."

"Saran ku kamu jangan terlalu memperlihatkan kalau kamu bucin sama dia. Biarlah cowok mu yang bucin ke kamu. Koyok aku iki contohe."

"Maksudnya?"

Gibran tersenyum penuh arti. Dia mengangkat tangannya dan memamerkan cincin emas yang melingkar di jari tangan nya.

Raline menganga saat menyadari apa maksudnya itu. "Mas.. jangan bilang kalauㅡ"

"Iya Dek. Aku wes tunangan dan bulan depan mau menikah."

Sekali lagi Raline merasa terkejut mendengarnya. Dia memukuli lengan Gibran sambil mengoceh kesal.

"Kok nggak bilang sama aku dari awal kalau Mas mau nikah sih! Aku kan sempet nethink soalnya Mas Gibran godain aku terus dari tadi."

Gibran meringis kesakitan tapi dia masih sempatnya tertawa terbahak-bahak karena senang sudah menipu Raline.

"Aku kan sengaja pengen lihat kamu merasa bersalah karena nggak jadi nikah sama aku dan malah bawa pacar ke kampung."

"Udahlah. Kesel aku sama kamu, Mas." kata Raline sambil bersedekap tangan.

"Rell, aku udah ketemu sama pasangan hidupku. Kamu juga harus ketemu sama pasangan hidupmu ya."

"Aku udah ketemu sama pasangan hidupku kok. Mas kan udah aku kenalin sama dia tadi."

Gibran tersenyum lembut sambil mengusap-usap kepala Raline layaknya seorang Kakak yang bangga dengan adiknya.

"Aku emang nggak tau gimana pacar mu. Tapi semoga aja dia tulus sama kamu. Karena aku sadar banget kalau kamu tulus mencintai cowok mu."

Raline melihat Gibran yang wajahnya nampak lebih bersahabat. "Aku emang tulus mencintai dia."

"Nggak ada yang nggak mencintai kamu, Dek. Aku kalau belum ketemu sama jodohku juga bakal meminang kamu jadi istriku. Sayangnya kamu kalah ambil start dari calon ku."

"Mas Gibran terlalu narsis."

Ditengah asiknya obrolan Raline dan Gibran, diam-diam ada dua pasang mata yang tengah memperhatikan dua orang berbeda jenis kelamin itu dengan tatapan tajam.

Jerome sejak tadi berusaha membantu pekerjaan di sawah walaupun dia sudah risih dan tidak nyaman karena sengatan terik matahari di tengah sawah terlalu. Apalagi dia juga sudah mulai gatal-gatal karena kulitnya bergesekan dengan batang padi yang sudah tidak dipakai lagi.

Melihat Raline malah asik bercengkrama dengan Gibran semakin membuat panas yang dia rasakan bertambah berkali-kali lipat.

"Ngapain sih Raline malah ngobrol sama orang itu." gumamnya kesal.

Dia menjatuhkan sabit lalu berjalan dengan langkah lebar mendekati Raline yang sedang sibuk bercengkrama dengan Gibran.

"Sayang!" panggil nya.

Obrolan Raline dan Gibran terpaksa terhenti karena di interupsi oleh kedatangan Jerome.

"Iya? Kenapa? Kamu butuh sesuatu, Jer?" tanya Raline.

Jerome melirik tajam ke arah Gibran yang sedang melempar senyum tak berdosa. Dia kembali mengarahkan perhatiannya kepada sang pacar.

"Tadi ada ibu-ibu nyuruh kita bantuin ngumpulin padi yang udah siap di giling."

"Siap di giling? Wong di babat aja belum semuanya kok udah mau di giling aja. Emang apa yang mau di giling? Batang padi yang udah dibakar?" sahut Gibran.

Jerome makin tidak suka saja dengan Gibran karena cowok itu seperti sedang menjauhkan dirinya dengan Raline.

Sepertinya Gibran punya maksud untuk memonopoli pacarnya agar Raline kembali memiliki perasaan dengannya.

"Saya lagi ngomong sama Raline."

"Loh? Kan saya bantu jawab. Mas nya kan belum pernah ke sawah, jadi belum tau kan tahap-tahap panen padi?"

Raline yang hanya jadi pihak pendengar pun lama-lama malas juga kalau harus mendengar perdebatan terus-menerus.

"Stop! Jangan lanjutin lagi debatnya." ucapnya menengahi.

Raline menggandeng tangan Jerome, "Mas, aku cuma bisa bantuin sampai sini aja. Selanjutnya biar Mas Gibran aja yang ngurus. Nanti biar aku yang laporan ke Ibu."

Raut wajah Gibran berubah sedih ㅡsedih yang dibuat-buat maksudnya. "Yah.. jangan tinggalin Mas dong, Dek. Nanti kalau Mas kangen gimana?"

Jerome merasa sangat sensitif mendengar ucapan Gibran barusan. Dia menarik tangan Raline dan berjalan menjauhi Gibran.

"Jer, bentar dulu. Aku mau pamitan sama Mas Gibran dulu."

Tapi Jerome tidak mau mendengarnya. Cowok itu masih menarik tangan Raline menjauhi area sawah.

Mood nya untuk membantu panen di sawah pun sirna karena hati nya panas terpancing provokasi yang dilakukan Gibran.

Gibran tidak tahu saja kalau pacarnya Raline ini memiliki tingkat kontrol diri yang lemah apabila berhubungan dengan sang pacar. Jerome memang bukan tipikal orang yang banyak berekspresi di depan orang asing, tapi Raline tahu sekali kalau saat ini pacarnya itu sedang menahan cemburu.

"Kita pulang aja." kata Jerome.

"Kamu nggak perlu nyeret tangan aku juga kali, Yang. Aku bisa jalan sendiri."

Jerome melepaskan tangan Raline dan dia melihat ada bekas merah di pergelangan tangan Raline karena genggaman tangan nya tadi terlalu kencang.

"Aku minta maaf. Tangan kamu jadi merah gara-gara aku." ucapnya.

Raline menarik tangan Jerome ke Dangau yang ada di dekat sawah. Jerome perlu menenangkan diri sebelum mereka kembali ke rumah. Jangan sampai Ibu atau Ayah nya melihat ekspresi kesal di wajah Jerome.

"Kamu capek?" tanya nya.

"Enggak." jawab Jerome singkat, padat, dan jelas.

"Terus kenapa dari tadi cemberut terus muka nya, Sayang?"

"Cemberut apa nya? Emang dasarnya muka ku udah setelan dari pabrik nya begini kok." Jerome masih mencoba mengalihkan perasaan nya yang terlanjur terbakar api cemburu.

"Mas Gibran mauㅡ" ucapan Raline terhenti saat melihat Jerome langsung menatapnya tajam dan dengan ekspresi wajah yang makin menyeramkan.

"Kamu suka sama si Gibran itu? Kamu mau jadi istri dia beneran?" tanya Jerome dengan membabi buta.

Raline sempat terkejut mendengar pacarnya bertanya dengan menggebu-gebu. "Aku kan belum selesai ngomong."

"Aku nggak tertarik dengar cerita kamu tentang orang nggak jelas itu."

"Jer, aku baru mau bilang kalau Mas Gibran mau nikahㅡ" lagi-lagi ucapan Raline terptong oleh kelakuan Jerome.

Cowok itu berdiri dari duduk nya dan menarik tangan Raline agar ikut berdiri sepertinya. "Yang jadi suami kamu nanti harus aku, nggak akan ada yang lain." ucap Jerome dengan nada suara nya yang terdengar berat dan mengintimidasi.

Raline masih bungkam karena ucapan dan sikap Jerome kepadanya barusan. Bahkan dia hanya menurut saat Jerome menarik tangan nya menjauhi area sawah.

Sejujurnya dia tidak bermaksud membuat Jerome kesal dan cemburu. Hanya saja cowok itu jadi lebih sensitif saat Raline sedang membicarakan tentang cowok lain. 

Entahlah. Pacarnya itu jadi berubah sangat cemburuan dan tidak bisa di ajak bercanda sama sekali.



🍑🌹



Setelah dari sawah mood Jerome masih belum baik jugaa. Cowok itu jadi lebih banyak diam dan hanya menyahuti ucapan nya seadanya saja. Raline jadi bingung bagaimana cara menangani nya karena sebelumnya Jerome tidak pernah se-cemburu ini.

"Nduk, pacarmu kenapa? Kok ibu lihat-lihat dia jadi diem terus setelah habis dari sawah." tanya Ibu. Ternyata Ibunya juga menyadari perubahan mood Jerome.

"Dia kayaknya kesel sama Mas Gibran." balas Raline. 

"Kesel kenapa? Pacarmu nggak betah disini ya? Atau dia nggak suka suruh bantu-bantu di sawah?"

Raline menggelengkan kepala nya. "Nggak, bukan begitu. Jerome cemburu sama Mas Gibran."

"Cemburu? Emang Gibran ngapain sampai pacarmu jadi berubah pendiam kayak begitu. Ibu agak serem loh lihat muka nya di tekuk gitu. Jadi kelihatan galaknya."

"Mas Gibran usil ngejahilin aku. Jerome mungkin merasa nggak nyaman lihatnya. Dia jadi marah karena cemburu Mas Gibran deketin aku terus. Padahal dulu Jerome susah banget dibikin cemburu nya."

"Cemburu tanda cinta. Pacarmu wajar sebenarnya kalau ngerasa cemburu gitu. Nggak ada cowok yang suka lihat ceweknya terlalu deket sama cowok lain. Nanti biar Ibu yang ngomong ke Gibran biar nggak gangguin kamu terus." 

"Udahlah nggak usah, Bu. Aku tau Mas Gibran nggak ada maksud lain deketin aku."

"Loh, kamu udah tau kalau Gibran mau menikah bulan depan?" tanya Ibu.

Raline mengangguk. "Iya. Tadi dia udah ngasih tau aku pas di sawah."

"Dan pacarmu belum dikasih tau kalau Gibran mau menikah? Mungkin aja dia nggak cemburu lagi kalau tau Gibran mau nikah."

Raline menghela nafasnya. "Aku udah mau kasih tau dia, tapi dia kayaknya udah terlanjur cemburu."

"Kamu ajakin dia jalan-jalan aja deh. Biar mood nya agak baikan."

"Aku ajakin ngobrol aja dia ogah-ogahan, Bu. Udahlah biarin aja, paling nanti juga mood nya baikan sendiri."

"Jangan gitu, nduk. Cowok itu juga sama kayak cewek loh. Mereka kalau lagi cemburu suka nya di ladenin dan di perhatiin biar pacarnya tau kalau dia lagi cemburu."

"Bu, Jerome itu beda sama cowok lain. Dia dingin nya udah kayak es batu berjalan. Aku bakal kalah debat sama dia."

"Udah dengerin aja omongan Ibu. Mending sekarang kamu siap-siap terus ajakin Jerome ke tempat main kamu dulu. Disana tempat yang cocok buat ngobrol dari hati ke hati."

"Terus yang bantuin Ibu masak buat nanti malem siapa?"

"Biasanya juga ibu masak sendirian."

"Tapi.."

"Nurut kata Ibu, Rell. Jangan lama-lama marahan karena itu nggak baik. Cepet siap-siap sekarang terus nanti berangkatnya bisa naik motor Mas."

"Loh? Motornya nggak di pakai Mas kerja, Bu?"

"Enggak. Tadi siang Mas mu pulang sebentar buat bawa baju ganti. Dia nggak pulang malam ini dan tadi berangkatnya sama temen nya."

"Ya udah deh. Maaf ya aku nggak bisa bantuin Ibu masak."

"Nggak usah di pikirin, nduk. Kalau kalian mau makan malam diluar juga gapapa."

Raline mengangguk. Dia pamit ke Ibu nya dan pergi meninggalkan dapur.

Cewek itu berjalan ke teras rumah nya dan melihat Jerome sedang duduk sambil memainkan ponsel nya. Raline bisa menebak kalau mood Jerome masih belum membaik. Bisa dilihat dari wajahnya yang masih di tekuk masam.

"Sayang.." panggil nya.

Jerome menoleh sekilas lalu kembali fokus memainkan ponselnya. Dia bahkan tidak menyahut saat Raline memanggilnya.

Raline memanyunkan bibirnya sambil mencibir sebal dengan respon cuek sang pacar. "Aku manggil kamu loh, Jer. Kurang keras ya suara ku sampai kamu nggak denger?"

"Apa?" hanya itu kata yang keluar dari mulut Jerome.

"Kamu masih ngambek? Masih cemburu sama Mas Gibran?"

Jerome mendengus kesal. Mendengar pertanyaan itu hanya membuat mood nya semakin berantakan. "Apa bagusnya cemburu sama orang kayak gitu? Nggak ada guna nya."

"Terus kenapa mood kamu aneh banget dari tadi. Kalau nggak cemburu seharusnyaㅡ" ucapan Raline dipotong oleh Jerome.

"Cemburu apa sih? Aku nggak cemburu."

Raline menghela nafasnya untuk menahan amarah yang mulai terpancing. Dia tidak boleh ikut memanas kalau tidak ingin masalahnya semakin besar.

"Oke, kalau emang kamu nggak cemburu terus kenapa badmood dari tadi? Perasaan sebelum Mas Gibran muncul kamu fine fine aja kok."

"Iya sebelumnya aku emang fine, tapi orang itu gangguin mulu. Wajar dong kalau aku badmood gara-gara dia."

"Bukan karena kamu cemburu?"

"Cemburu apa sih? Cemburu itu cuma buat orang yang nggak percaya diri dan aku nggak akan pernah cemburu."

Wah.. Raline tidak habis pikir kalau pacarnya ini memiliki tingkat keras kepala yang cukup tinggi. Di tambah dengan ego nya yang tinggi juga. Kalau bukan dia yang mengalah, entah jadi apa hubungan mereka kedepan nya.

Padahal tinggal mengaku kalau cemburu saja banyak sekali alasan nya.

"Iya deh, pacarku emang paling top markotop yang nggak akan pernah cemburu kalau ceweknya di deketin cowok lain."

Jerome langsung mendelik kesal menatap Raline. "Kenapa ngomongnya begitu? Aku tetap nggak suka kamu deket-deket sama cowok lain tanpa alasan yang jelas ya."

"Padahal tinggal bilang cemburu aja susahnya minta ampun." gumam Raline dengan nada berbisik yang tidak akan mampu di dengar oleh pacarnya.

"Udah deh jangan badmood terus. Aku mau ngajakin kamu main nih. Kamu mau ikut apa nggak?"

"Kemana?"

"Ke tempat main ku dulu. Disana aja danau sama rumah pohon nya. Tapi nggak tau deh sekarang rumah pohon nya masih bisa di pakai apa nggak."

"Kita berdua doang kan?" tanya Jerome dengan nada menyelidik.

Raline menangkup wajah pacarnya itu dengan gemas. "Iya sayang, cuma kita berdua aja kok. Mas Gibran nggak akan ikut."

"Baguslah. Udah seharusnya dia tau diri biar nggak gangguin orang pacaran."

"Ya udah cepet kamu siap-siap dulu. Jangan lupa bawa hp, dompet, sama jaket."

"Aku bukan anak kecil, sayang." 

"Adek nurut sama kakak ya. Udah cepetan sana siap-siap adek."

Jerome menggerutu sebal. Dan Raline sedang berusaha menahan tawa nya agar tidak terpingkal-pingkal.



🍑🌹



Mereka sampai di tempat main yang dimaksud oleh Raline. Tempat nya masih hijau karena di sekeliling nya masih di tumbuhi oleh pohon-pohon rindang, tapi meskipun begitu tidak terlihat seram sama sekali.

"Ternyata tempat nya masih bagus." ujar Raline saat kedua mata nya di manjakan oleh tempat bermain yang sudah lama tidak dia kunjungi.

"Aku nggak tau kalau di kampung kamu ada tempat kayak gini."

"Tempat ini tadi nya lahan kosong yang mau di garap jadi kantor kepala desa. Tapi karena ada masalah sama perizinan nya jadi tempat ini dibiarin kosong. Dan kepala desa setempat mengubah tempat ini jadi lahan main anak-anak kampung." ujar Raline menjelaskan.

"Tapi kok tempat nya sepi banget?"

"Anak-anak jaman sekarang lebih suka main di rumah sambil pegang hp."

Jerome mengangguk paham. "Iya, kamu ada benernya juga."

"Kita ke sana yuk, Jer." ucap Raline sambil menarik tangan Jerome mendekati danau yang tidak jauh dari tempat mereka sekarang.

"Disini ada danau juga?" tanya Jerome.

"Iya ada. Ini danau hasil kerukan tanah. Tapi meskipun begitu air nya lumayan bersih dan nggak terlalu dalam juga. Anak-anak biasanya sering mancing atau sekedar berenang disini."

Jerome menoleh menatap Raline yang wajahnya berseri bahagia. Sepertinya pacarnya itu sedang mengingat kenangan masa kecil nya.

"Kamu dulu sering main kesini ya?"

Raline mengangguk menjawabnya. "Ini tempat favorit aku kalau main sama teman-teman dulu."

Jerome menggenggam tangan Raline. Tatapan nya tidak pernah terputus untuk menatap pacarnya yang sedang mengagumi pemandangan di depan mereka.

"Rell.." panggilnya.

"Hm?" 

"Aku tau tempat ini bakal jadi tempat paling terakhir untuk kamu pulang. Suatu saat nanti kamu juga pasti akan kembali ke tempat ini lagi. Semua keluarga kamu dan teman-teman kamu ada disini. Kamu juga punya beribu-ribu kenangan manis di tempat ini. Tapi aku harap kamu nggak lupa kalau di Jakarta juga banyak orang yang bakal jadi rumah kamu. Ada aku, keluarga aku, dan teman-teman kamu. Aku dan mereka bisa menciptakan kenangan yang lebih indah di Jakarta biar kamu nggak tersiksa karena jauh dari orang tua." ujar Jerome dengan tatapan mata serius yang mengandung makna dalam.

Raline mendengarnya dengan hati yang menghangat. Dia tidak menyangka kalau Jerome akan mengatakan ucapan manis dan romantis itu.

"Kamu menawarkan diri jadi rumahku dan tempat terakhir aku pulang, dan aku pun mau kamu menjadikan aku rumah dan tempat terakhir kamu untuk pulang. Aku mau jadi pondasi kebahagiaan kamu. Aku mau kamu nggak merasakan kesedihan dan kesakitan lagi. Aku bisa jadi tempat pelindung sekaligus dokter kamu, Rell. Jadi jangan takut karena kamu selalu di kelilingi oleh orang-orang yang sayang sama kamu, termasuk aku."

Tanpa terasa air mata mulai turun dari pelupuk mata Raline. Dia mengangguk dan menghamburkan tubuhnya ke dalam pelukan Jerome. 

"Aku mau, Jer. Aku mau sama kamu dan aku mau jadi rumah kamu."

Jerome pun langsung membalas pelukan Raline. Rasa sayang nya ke Raline selalu bertambah setiap detiknya dan dia pikir kalau perasaan ini bisa membuatnya jadi cinta mati ke Raline.

"Diluar sana mungkin banyak banget cowok yang jauh lebih dari aku, tapi aku mau kamu cuma cinta dan sayang sama aku. Kalau kamu bosen kamu bisa istirahat dulu, aku bakal kasih kamu ruang untuk menenangkan diri. Tapi kalau kamu udah baikan, kamu bisa kembali ke rumah kamu. Kamu bisa kembali ke aku lagi, Rell. Aku nggak akan kemana-mana karena sekarang aku udah ada yang memiliki."

Sudah tidak tahu bagaimana lagi untuk menggambarkan perasaan Raline sekarang. Jerome berubah menjadi sosok pacar yang melebihi ekspetasi nya selama ini. Sekarang kehidupannya akan dipenuhi oleh cinta yang diberikan oleh Jerome.

"Kamu nangis ya, sayang?" tanya Jerome saat menyadari kalau tubuh Raline yang ada di pelukan nya mulai bergetar dan baju yang di pakainya basah.

"Kamu diem. Aku lagi nenangin diri."

"Aku udah bilang jangan nangis lagi, sayang."

"Aku nangis karena terharu, Jerome."

"Baju Prada ku jangan kamu pakai buat elap ingus ya." ejek Jerome untuk mencairkan suasana agar pacarnya berhenti menangis.

Raline semakin kencang menangis. Dia mencubit pinggang Jerome karena kesal.

"Cup.. cup.. jangan nangis lagi ya. Kita kesini kan mau senang-senang."

Raline mengelap air mata nya. Dia melepas pelukan Jerome setelah berhasil menenangkan dirinya.

"Kamu udah jadi hak milikku. Jangan macem-macem lagi kamu sama aku." ucap Raline dengan suara terisak.

Jerome tersenyum lembut. Dia menangkup wajah Raline dan menekan pipi nya sampai membuat bibir Raline mengerucut lucu.

"Aku nggak akan macem-macem. Tapi kalau macem-macem yang lain boleh kan?"

"Macem-macem apa maksudnya?"

"Kayak gini maksudnya." ucap Jerome lalu sedetik setelah itu dia memajukan wajahnya untuk mengecup bibir Raline.

"Kamu tuh!" Raline mengerang sebal.

"Udah ah jangan nangis lagi. Ingus kamu meler tuh. Elap dulu sana."

Raline benar-benar kesal. Dia menghentak tangan Jerome yang ada di wajahnya. "Kamu nyebelin!"

"Nyebelin juga kamu tetap bucin kan?"

"Bodo amat!" 

Raline berbalik badan dan berjalan meninggalkan Jerome yang sedang mentertawai-nya.



Sekarang sudah jam 5.30 sore. Mereka baru saja berniat pulang tapi tiba-tiba hujan deras turun sangat cepat. Karena tidak membawa payung atau jas hujan, jadi mereka terpaksa harus berteduh di rumah pohon yang untung nya masih sangat terawat.

"Kok tiba-tiba hujan deras gini ya? Perasaan tadi cuaca nya cerah banget." keluh Raline.

Pasalnya cuaca akhir-akhir ini memang tidak bisa di prediksi. Siang nya hujan tapi sore tiba-tiba hujan deras seperti ini. Untung saja di rumah pohon ini ada lampu petromak yang masih bisa dipakai.

"Prediksi cuaca di Indonesia nggak bisa dijadikan acuan. Di Jakarta aja sering salah prediksi kok. Pagi nya hujan tapi siang nya tiba-tiba panas terik."

"Iya. Sama kayak perasaan kamu dulu. Susah banget di prediksi." celetuk Raline.

Jerome yang tengah mengusap-usap rambut nya yang basah pun menoleh melihat pacarnya yang sedang menyalakan lampu petromak.

"Masih di bahas aja. Lupain dong yang dulu-dulu. Kan sekarang orangnya udah berubah."

"Kata siapa udah berubah? Bukti nya kamu masih bikin aku bingung sama perasaan kamu."

Jerome nampak tidak terima dengan ucapan pacarnya. "Aku harus se-bucin apa lagi biar kamu percaya, Rell? Sisi mana lagi dari aku yang masih bikin kamu bingung kalau aku beneran sesayang itu sama kamu."

Raline membekap mulut Jerome dengan jari telunjuk nya. Dia tidak bisa membiarkan cowok itu mengungkapkan isi hati nya yang bisa memberikan efek samping cukup kuat bagi hatinya yang lemah dengan love language Jerome.

"Iya, kamu emang udah lebih banyak berubah di bandingkan dulu. Sekarang aku percaya kamu bucin banget sama aku dan cinta banget sama aku. Tapi bisa nggak kamu turunin sedikit ego kamu. Aku tau sama perasaan kamu, tapi kamu sendiri yang menyangkal perasaan kamu."

"Perasaan apa? Cinta? Sayang? Tulus? Semua itu udah aku kasih lihat ke kamu dan nggak ada yang kurang. Kamu perlu aku kasih apa lagi biar kamu percaya kalau aku cinta banget sama kamuㅡ"

Raline kembali menempelkan jari telunjuk nya di depan bibir Jerome membuat ucapan cowok itu terhenti.

"Cemburu. Kamu tuh posesif dan cemburuan. Tapi kamu nggak pernah mau ngaku kalau lagi cemburu."

"Loh? Aku emang pernah cemburu? Kan cemburu cuma buat orang lemah yang nggak percaya diri."

Raline menghela nafasnya. Lama-lama dia lelah juga meladeni sikap Jerome yang seperti ini.

"Jer, kamu suka nggak lihat aku deket-deket sama cowokㅡ"

"Enak aja! Ya jelas nggak suka lah. Siapa yang lagi deketin kamu? Kasih tau aku siapa orangnya, cepet."

"Dengerin dulu kalau aku ngomong. Jangan motong ucapan aku."

Jerome mendengus kesal. "Udahlah nggak usah bahas masalah cowok lain kalau lagi sama cowok kamu."

"Tuh. Sekarang kamu lagi cemburu. Tapi kamu pasti nggak mau ngaku. Padahal kalau kamu bilang cemburu juga nggak bikin aku marah asal alasan dibalik kecemburuan kamu itu masih wajar. Dari tadi kamu badmood karena cemburu sama Mas Gibran kan?"

Jerome memalingkan wajahnya yang sedang memasang raut kesal. Dia tidak mengeluarkan sepatah katapun untuk menjawab ucapan Raline.

"Cemburu tuh tanda cinta kamu ke aku emang bener-bener serius loh, Jer. Nggak ada salahnya kalau kamu bilang cemburu karena aku di deketin sama cowok lain. Cemburu nggak bikin ke-kerenan kamu hilang kok."

"Ya. Aku cemburu. Aku nggak suka lihat kamu sama cowok lain. Aku nggak nyaman lihat cowok lain gangguin kamu."

Senyum terbit di wajah Raline. Akhirnya dia mendengar pengakuan cemburu dari mulut pacarnya.

"Sini deh lihat ke aku kalau aku lagi ngomong." ucap Raline sambil menarik dagu Jerome agar wajah cowok itu menghadap ke arah nya.

Raline hampir kelepasan menjerit gemas saat melihat wajah cemberut Jerome dengan bibirnya yang maju beberapa senti. Pacarnya ini sedang merajuk seperti anak kecil. Ya ampun lucu sekali...

"Kenapa kamu cemburu sama Mas Gibran?"

"Ya elah, Yang. Ngapain sih ngomongin dia lagi."

"Aku cuma mau tau alasan kamu cemburu sama Mas Gibran."

"Apa lagi kalau bukan kelakuan dia yang mancing emosi aku. Mana pakai bahas-bahas masa lalu kamu sama dia lagi. Emang nya apa sih yang bikin kamu dulu suka sama dia dan ngebet jadi istri nya?"

"Karena dia satu-satunya anak cowok paling ganteng dengan latar belakang keluarga nya yang menjanjikan di kampung ini. Banyak juga cewek yang ngejar-ngejar dia biar bisa jadi istrinya. Aku pun kalau nggak kuliah dan rantau di Jakarta mungkin udah nikah muda sama dia."

Wajah Jerome makin masam saja mendengar ucapan Raline.

"Tapi itu sih dulu. Namanya juga anak-anak yang masih labil, jadi suka asal ngomong. Sekarang aku sama Mas Gibran nggak ada perasaan apa-apa dan Mas Gibran ke aku pun begitu. Kita berdua sepakat jadi teman doang dan nggak lebih. Dia bulan depan mau nikah sama tunangan nya, jadi kamu nggak perlu cemburu buta lagi. Kamu tuh nggak punya saingan, sayang."

Raut wajah Jerome berubah cerah kembali. Bibirnya sudah tidak maju lima senti. "Serius? Dia beneran mau nikah? Bukan nikahin kamu kan?"

"Ya bukan lah. Kan aku pacar kamu, masa dia berani nikahin pacar orang."

"Yess! Nanti aku yang nikahin kamu." 

Wajah Raline mendadak merona begitu mendengar sahutan cepat yang keluar dari mulut Jerome.

"Tapi nanti ya kita nikah nya. Nunggu aku lulus dan dapet gelar dokter spesialis dulu. Mau sabar nungguin aku kan?"

"A-apaan sih! Kok tiba-tiba jadi bahas nikah gini. Kuliah aja belum sampai tahap skripsi udah ngomongin nikah." ucap Raline dengan nada gugup. Rupanya dia salah tingkah.

"Loh? Tadi yang ngomongin nikah duluan siapa? Kan kamu."

"Aku ngomongin pernikahan nya Mas Gibran."

"Lah ya udah, sekalian aja ngomongin pernikahan kita juga."

"Jeromeee!"

Jerome tertawa dengan suara berat nya. Mood nya berubah dalam sekejap mata. Memang ya kalau cinta kadang suka membuat orang lupa diri. Jerome contoh nyata nya.

Raline yang sudah terlanjur salah tingkah pun memalingkan wajah nya untuk menyembunyikan rona merah di wajahnya. 

"Sayang, akuㅡ" ucapan Jerome terhenti saat kedua mata nya menangkap pemandangan yang langsung membuat jantungnya berdegup lebih kencang.

Wajah dan telinga Jerome langsung merah padam saat mata nya menangkap kemeja putih floral yang di pakai Raline basah dan menyeplak dalaman yang cewek itu pakai. Bahkan Jerome bisa melihat dengan jelas bra merah maroon yang sedang di pakai oleh Raline.

"Kamu kenapa? Kok muka sama telinga nya tiba-tiba merah gitu?" tanya Raline dengan alis terangkat satu.

Jerome langsung memalingkan wajah nya. Dia berdehem untuk mengusir pikiran-pikiran kotor yang sempat hinggap di otaknya.

"Rell, kamu kenapa tadi nggak pakai jaket?" tanya nya, masih dengan memalingkan wajah.

"Tadi kan cuaca nya panas, jadi aku nggak bawa jaket."

"Ekhem.. i-ituㅡ eum.."

"Itu apa? Kamu ngomong nya yang jelas dong." ucap Raline. Cewek itu bahkan mendekatkan dirinya ke arah Jerome membuat Jerome mengumpat dalam hati karena mata nya semakin jelas melihat apa yang ada dibalik kemeja tembus pandang Raline.

"Raline, aku minta maaf. Tapi kemeja kamu nyeplak dan dalaman kamu kelihatan jelas."

Tubuh Raline langsung menegang kaku begitu mendengar ucapan Jerome barusan. Dia menunduk dan benar saja kalau kemeja nya yang basah jadi tembus pandang sampai membuat dalaman nya tercetak jelas.

Cewek itu dengan sigap langsung menjauhkan tubuhnya dan menutup dada nya dengan tangan yang terlipat. 

Suasana seketika langsung hening karena canggung. Yang terdengar hanya suara rintik hujan, gesekan ranting yang terkena angin malam, dan suara jangkrik. Keheningan ini seolah membunuh mereka.

Jerome menoleh ke samping dan melihat Raline masih membelakangi nya dengan kedua tangan melipat menutup dada nya. Padahal kalau boleh jujur Jerome masih bisa melihat dalaman yang dipakai Raline karena punggung cewek itu juga terekspos.

Entah kenapa suasana hening ditambah hembusan angin yang sejuk karena hujan ini memunculkan perasaan baru yang tidak bisa di biarkan begitu saja oleh Jerome. Dia tidak pernah merasakan perasaan menggebu ini, atau lebih tepatnya dia baru merasakan nya saat bersama Raline.

Dan sekarang dia kembali merasakan perasaan itu. Perasaan kuat yang menariknya untuk mempersempit jarak dengan sang pacar. Jerome menelan saliva untuk meringankan kegugupan nya.

"Raline.." panggilnya.

Raline menoleh dengan ragu-ragu. Kedua mata nya membulat sempurna saat mendapati jarak wajah Jerome yang terlampau dekat dengannya. Apalagi saat melihat ekspresi sayu di wajah tampan pacarnya.

"J-jerome, kamu mau ngapaㅡ"

"Maafin aku, sayang. Sumpah maafin aku, tapi aku nggak bisa kontrol ini." ucap Jerome penuh keputus-asaan.

"Maksud kamu apa sih?"

"Aku sayang banget sama kamu, Rell." ucap Jerome lalu sedetik kemudia dia menarik tubuh Raline menempel dengan nya dan ciuman bibir langsung terlibat di antara mereka.

Raline belum sempat mengatakan apapun dan dia juga masih terkejut dengan apa yang di lakukan oleh Jerome. Ciuman Jerome begitu agresif dan cowok itu tanpa canggung menarik tubuh nya agar duduk di atas pangkuan cowok itu.

"Umhhhh.." lenguhan panjang tercipta dan Raline langsung memejamkan mata nya setelah merasakan tangan Jerome mulai merambat ke area yang sensitif di tubuhnya.

Dalam hati dia menjerit kencang. Apa yang seharusnya dia lakukan sekarang. Tapi ini semua begitu memabukkan sampai Raline merasa seperti terhipnotis oleh sentuhan Jerome.


'Laki gue kerasukan apa, Ya Tuhan!' ㅡjeritnya dalam hati.



🍑🌹



Mengenang hari-hari yang dilewatkan selama ada di Surabaya membuat Raline kembali mengingat tentang kejadian saat mereka ada di rumah pohon. Saat itu hujan sangat deras dan mereka tidak bisa langsung pulang.

Suasana langsung canggung setelah insiden kemeja Raline yang tembus pandang sampai Jerome bisa melihat dalaman yang dia pakai dengan jelas. Tentu saja hal itu membuatnya malu setengah mati.

Tapi keheningan itu tidak berlangsung lama karena apa yang terjadi setelah itu malah membuat suasana yang dingin karena hujan berubah menjadi lebih hangat karena kegiatan yang mereka lakukan.

FLASHBACK

Ciuman mereka terlepas dan Raline langsung mengatur nafasnya yang tersengal, Jerome pun melakukan hal yang sama. Nafas mereka tersengal-sengal, tapi Jerome tidak peduli dengan itu.

Kewarasan nya sedang di uji dan dia tidak bisa menahan dirinya untuk mengontrol ini semua. Lonjakan perasaan yang hanya dia rasakan saat bersama Raline pun berhasil membutakan akal sehat nya.

Jerome ingin melakukan sesuatu yang sedang terancang di otak nya.

"Jerome, kita pulang sekarang aja." ucap Raline dengan nada ragu. Dia masih salah tingkah, apalagi saat menyadari posisi mereka sekarang terkesan agak intim.

"Pulang gimana, sayang? Kamu nggak lihat kalau ini masih hujan deras."

"Tapi ini udah gelap. Aku khawatir Ibu bakal nyariin kita."

Jerome menarik dagu Raline agar pacarnya itu tidak memalingkan wajahnya lagi. Tatapan mereka berdua saling beradu dan Raline semakin gugup saat melihat sebuah kilatan aneh di bola mata Jerome.

"Sama aku aja disini ya." ucap Jerome dengan nada lirih.

Raline gugup sekali. Rasanya dia sampai kesulitan menelan ludah nya sendiri.

Kenapa Jerome tiba-tiba berubah jadi sedikit aneh.

"J-jeromeㅡ" ucapan Raline terhenti saat Jerome kembali menarik tengkuk nya dan ciuman yang sempat terhenti itu kini berlanjut kembali.

Raline sudah berusaha melepaskan ciuman yang terkesan menuntut itu. Tapi Jerome seperti sudah hilang kesadaran diri nya. Cowok itu malah semakin mempersempit jarak tubuh mereka.

CUPP..

Ciuman mereka terlepas dan nafas mereka kembali tersengal-sengal. Raline merasa malam ini Jerome sedikit lebih agresif daripada biasanya.

"Raline, sumpah aku minta maaf. Aku minta maaf banget, tapi aku pengen lanjutin ini." ucap Jerome dengan nada lirih. Wajah cowok itu menunduk tapi Raline masih bisa melihat dengan jelas ada semburat merah muda yang mewarnai wajah dan telinga Jerome.

"Kamu mau apa, Jer?" tanya Raline. Dia menangkup wajah merona Jerome dengan kedua tangan nya membuat tatapan mereka kembali bertemu.

Bibir Jerome bergetar. Apa yang ingin dia sampaikan tertahan di ujung tenggorokan nya. Tapi seharusnya Raline menyadari apa yang dia inginkan hanya dengan melihat dari tatapan nya saja.

"Aku tau apa yang lagi kamu pikirin di otak kamu sekarang. Tapi maaf, aku belum bisa kasih apa yang kamu mau itu. Aku nggak akan pernah kasih sebelum aku resmi dijadikan istri, karena apa yang kamu mau sekarang akan jadi hak suamiku di kemudian hari." ujar Raline dengan nada yakin.

Bahu Jerome langsung lemas setelah mendengar penolakan halus dari pacarnya. Dia tidak akan menyalahkan penolakan Raline karena apa yang dilakukan cewek itu sudah tepat. Pikiran nya saja yang kemana-mana.

Untung Raline mengingatkan nya. Coba saja kalau tadi dia lebih mengutamakan pikiran kotornya mungkin malam ini dan di rumah pohon ini pasti tercipta sebuah pengalaman pertama yang entah akan memberi pengaruh apa untuk hubungan mereka kedepan nya.

"Tapi kalau sebatas ini aku masih kasih izin kok." ucap Raline.

Jerome mendongak dan hendak menjawab ucapan Raline. Tapi belum sempat itu semua dia lakukan tiba-tiba ada yang menahan bibirnya. Jerome terkejut saat Raline mencium bibirnya duluan. Bahkan cewek itu memeluk lehernya dengan tubuh bergetar canggung.

Jerome tidak akan memberontak. Dia malah semakin erat memeluk pinggang ramping Raline dan mulai membalas ciuman ceweknya itu.

Dan esok pagi nya Raline melihat ada bercak merah di kulit leher dan dada atas nya. Seketika itu juga dia langsung menjerit tertahan karena yang mereka lakukan semalam ternyata cukup berlebihan.

Dia ingat sekali kalau semalam dia yang tanpa sadar memancing gairah Jerome dan mereka kelepasan berbuat sesuatu yang berlebihan seperti ini. Untung saja tidak ada yang terjadi lebih dari itu.

FLASHBACK END

Dan semenjak malam di rumah pohon itu suasana di antara Jerome dan Raline berubah canggung. Mereka seperti pasangan yang sedang terlibat perang dingin. Setiap bertemu selalu menghindar, bahkan mereka juga tidak saling berkomunikasi seperti biasanya.

Orang-orang yang melihat ke-anehan itu pun mengira kalau Jerome dan Raline kembali bermasalah. Bahkan Dimas sudah sangat yakin kalau hubungan mereka kali ini tidak akan lancar dan PUTUS.

Tapi tenang, semua itu langsung di tepis oleh kedua pihak yang bersangkutan. Dan sekarang hubungan Jerome dan Raline kembali hangat dan romantis seperti biasanya. Atau mungkin mereka jauh lebih romantis daripada sebelumnya.






To be Continued...


Yang spam minta update siapa?? Nih aku kasih update buat kalian hehe

Semoga bisa menghibur kalian semua ya. 

Karena sekarang udah update, berarti malam minggu nanti gak update dulu. 

Continue Reading

You'll Also Like

27.8K 3.6K 23
[Wonjoy Area] It's nice to know you, Let's do it again! How we did in one night stand Boy, I wanna be more than a friend to you . . . . . . . . . Te...
3.2K 533 7
[S2] Setelah mengetahui fakta bahwa Raline mengalami amnesia dan tidak bisa mengingat apapun tentang Jerome membuat lelaki itu hampir menyerah. Namun...
1.5M 6.6K 14
Area panas di larang mendekat 🔞🔞 "Mphhh ahhh..." Walaupun hatinya begitu saling membenci tetapi ketika ber cinta mereka tetap saling menikmati. "...
4.1M 30.7K 34
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!