Want to See My Cat?

By berbilovie

43.4K 4.9K 838

Kim Lilith merasa masuk ke dalam lubang neraka ketika manajernya mengungkapkan bahwa dengan terpaksa ia harus... More

Prologue
1. Perfect Destiny
2. Lilith's Home
3. Apartement-Mate
4. First Morning With You
5. Limited Mix
6. Cheating on Me
7. First Snow
8. Bastard
9. New Question Mark

10. About Kavinsky

2.5K 269 82
By berbilovie

hai-hai! selamat malam, lovre. ❤️

aku kembali setelah sekian purnama. 😆
bagaimana kabar kalian setelah menonton mv seven? jantung aman? teringat arche lilith, tidak? 🫢

jujur aku ngereog parah waktu tau mereka satu project. definisi fiksi jadi nyata. apalagi lirik versi explicitnya persis NCWP dan WTSMC. 😭❤️

buat kalian yang suka dengan karyaku, boleh bantu vote dan komen ya. kalau perlu share ke teman kalian juga, terlebih teman yang baru join kapal jungkook sohee. 🥰

instagram: beeverse_

happy reading, love! ❤️

.

Pertokoan di distrik elite ibu kota. Didominasi brand-brand ternama asal Eropa, mulai dari Hermès yang menempati super premium luxury hingga Coach yang menempati tingkatan everyday luxury. Harganya sangat beragam, tetapi tentu tidak murah. Sebab sesungguhnya brand-brand tersebut bukan hanya menjual kualitas dari produknya, tetapi juga strata sosial.

Siapa pun yang memakai produk luxury brand akan dipandang sebagai orang kalangan atas. Orang dengan tingkat ekonomi di bawahnya bisa langsung berpikir jika dia (orang yang memakai luxury brand) memiliki setidaknya tiga digit Won di dalam tabungannya, serta aset dan properti yang berserakan di mana-mana. Pemikiran itu timbul karena adanya sebuah standar kesuksesan, bahwa kesuksesan seseorang diukur dari brand-brand yang ia kenakan.

Padahal tidak benar-benar demikian. Tidak jarang ada beberapa orang yang menggunakan barang-barang tersebut dari hasil yang berbeda. Seperti mengemis kepada seseorang yang menjadi tempat bagi hidupnya bergantung, berhutang, dan meminjam. Semua itu dilakukan demi terlihat elite di hadapan banyak orang.

Namun Kim Lilith jelas bukan salah satunya. Ia tidak sudi melakukan hal semacam itu hanya demi terlihat elite di mata orang lain. Menurutnya, hal itu sama saja dengan memaksakan keadaan. Lilith memang sangat menyukai uang dan barang-barang mewah, tetapi ia ingin mendapatkan itu semua dengan hasil jerih payahnya sendiri.

Namun berbeda cerita jika Miles sudah berkata, "Cuaca hari ini sangat bagus untuk menghabiskan uang, Sayang." Miles selalu ingin membelikan Lilith barang-barang mewah. Ia tidak merasa keberatan jika mengeluarkan banyak uang untuk kekasihnya. Justru pria itu sangat senang, ia menjadi merasa berguna dan dibutuhkan.

Namun Kim Lilith, wanita mandiri yang terbiasa menafkahi dirinya sendiri, tentu merasa sedikit keberatan. Ia tidak ingin bergantung pada Miles. Ia memiliki prinsip—selagi ia masih bisa membelinya sendiri, kenapa harus dibelikan orang lain?

Lalu kembali lagi ke awal, bahwa hal ini akan memiliki cerita yang berbeda. Karena sesungguhnya Lilith tidak benar-benar selalu menolak pemberian Miles. Ada kalanya ia menerima dengan senang hati jika memang situasinya pas. Seperti saat ini, Miles ingin membelanjakan kekasihnya itu sebagai bentuk ucapan selamat dan apresiasi karena Lilith sudah debut dan menjadi penyanyi terkenal. Tentu saja Lilith tidak akan menolak dalam situasi ini. Bagaimanapun juga niat baik seseorang harus dibalas baik pula.

Maka sekarang, dengan keadaan langit yang telah sepenuhnya menggelap, Lilith keluar dari toko Louis Vuitton dengan beberapa paperbag besar di tangannya. Di sebelahnya terdapat sang kekasih yang membawa beberapa paperbag pula, tetapi tentu saja semua itu bukanlah miliknya, melainkan milik sang kekasih, Lilith.

"Oh astaga, punggungku sakit sekali. Aku ingin segera pulang." Lilith menoleh pada Miles, menghela napas berat sambil tetap berusaha berdiri tegak. Menghabiskan waktu selama berjam-jam di tempat perbelanjaan sambil membawa banyak paperbag besar ternyata berhasil menguras tenaganya.

Miles terkekeh sejenak, melihat sang kekasih yang berpenampilan berbeda daripada biasanya. Mengenakan oversize hoodie berwarna putih, sementara kaki mulusnya dibiarkan terlihat jelas, lalu ditambah topi dan masker untuk menutupi identitasnya—sungguh berbeda dari yang biasanya Miles lihat. Pria itu lebih sering menemukan Lilith mengenakan dress atau pakaian formal seperti blazer. Namun barangkali ke depannya akan berbeda, sebab Lilith sudah tidak bisa lagi pergi ke luar dengannya menggunakan pakaian yang mencolok, apalagi tanpa masker.

Menyadari wanitanya yang berjalan ke arah pintu keluar, lantas Miles segera menahan tangan Lilith dan berujar, "Eits, tunggu dulu. Ini belum berakhir. Kita masih harus mencari dress untukmu."

Sudah Lilith duga. Memang tidak akan mudah untuk mengajak Miles pulang lebih cepat ketiga sedang berbelanja. Pria itu justru lebih bersemangat daripada Lilith yang akan mengenakan barang-barang mewah itu. Maka sang wanita menghela napas cepat sembari mengendurkan bahunya. "Kau serius? Ini sudah terlalu banyak. Lemariku bisa jadi tidak cukup untuk menampung seluruhnya."

Sejujurnya Lilith berharap Miles akan berubah pikiran setelah mendengar perkataannya, tetapi ternyata tidak demikian. Justru pria itu tersenyum lebar hingga matanya menyipit, terlihat lebih bersemangat daripada sebelumnya. "Kalau begitu kita sekalian pergi ke toko perabotan untuk membeli lemari."

Mendengar hal itu, spontan manik Lilith terbelalak. Ia benar-benar kehabisan kata-kata. Sekeras apapun ia mencoba untuk membujuk agar segera pulang, itu semua akan sia-sia. Sejenak ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, menyadari jika sejak tadi mereka berada di antara orang-orang yang berlalu-lalang. Situasinya lumayan ramai, mereka bisa menyita perhatian orang-orang sekitar jika terlalu lama berdiri di sini. Maka dari itu, Lilith mengangguk, memilih menuruti perkataan Miles.

Sang pria pun mengulas senyum kemenangan "Ayo!" serunya, lantas menarik pelan tangan kekasihnya menuju deretan toko di sisi kiri. "Kau harus memilih setidaknya lima dress. Aku suka sekali ketika melihatmu mengenakan dress mini," ungkapnya seraya merangkul pinggang Lilith.

"Iya, Tuan Severin, iya." Lilith menghela napas.

Keduanya berjalan bersama memasuki salah satu toko brand mewah, memilih-milih dress yang tersedia di sana dan langsung menyambarnya untuk dicoba Lilith di ruang ganti. Wanita itu berusaha menyingkirkan sifat picky-nya kali ini, ia ingin segera menyelesaikan ini semua dan segera pulang.

Di depan ruang ganti, dengan beberapa dress di tangannya, Lilith memberikan tasnya kepada Miles. "Miles, tolong pegang tasku," ujarnya. Kemudian hendak berjalan masuk ke dalam sana, tetapi suara Miles lebih dulu terdengar.

"Mau aku temani ke dalam juga?"

Lilith menoleh, mengernyit sesaat sebelum tersenyum tipis. "Aku tahu apa yang kau pikirkan." Lilith adalah wanita dewasa, ia jelas tahu maksud tersembunyi dari penggalan kalimat Miles. Sudah pasti pria itu bukan hanya menemaninya, tetapi juga membuatnya mandi keringat di dalam sana.

Menyadari sinyalnya telah ditangkap sempurna, sang pria pun tersenyum asimetris, maju satu langkah untuk mendekatkan bibirnya pada telinga Lilith. Di saat yang sama feromon pria itu merebak kuat, membuat tubuh sang wanita merinding. "Mungkin kita bisa mencoba di tempat yang baru," bisik Miles. Kemudian ia menyentuh sehelai surai Lilith dan menyelipkannya ke belakang telinga. "Bukankah sex in public terdengar sangat menantang?"

Pada detik yang sama, bulu kalbu Lilith spontan berdiri, tubuhnya dibuat merinding. Perawakan Miles yang mengenakan kemeja berwarna abu-abu dengan dua kancing teratas yang dibuka, serta merta feromonnya yang begitu memabukkan, benar-benar sulit untuk dilewati. Namun di sana Lilith berusaha menjernihkan pikirannya, mengangkat logikanya agar berada di atas hawa napsu dan perasaannya. Maka ia meneguk salivanya dengan cepat, lalu menatap Miles santai seolah tidak merasakan apapun.

"Dasar konglomerat gila," ejeknya, lantas terkekeh kecil. Ia dapat melihat Miles mendengus kesal sebelum akhirnya melangkah ke dalam ruang ganti dan meninggalkan pria itu.

Di dalam sana Lilith melepaskan pakaiannya, menggantinya dengan dress hitam sepaha dengan model sederhana, tetapi tampak begitu elegan. Wanita itu memperhatikan tubuhnya dari segala sisi yang bisa dijangkau oleh kedua pupil matanya, lalu tersenyum kecil karena menyadari jika ia tampak sangat memesona.

Lilith mengakui kecantikannya. Mengakui kecerdasan dan bakatnya sehingga ia bisa menggunakannya dengan maksimal. Ia menghargai dirinya lebih daripada apapun.

Namun setelah memandang wajahnya sendiri selama hampir semenit melalui cermin, Lilith kembali mengingat Miles. Ada perasaan mengganjal di dalam benaknya. Seperti hal buruk akan terjadi, tetapi entah apa. Segera ia menggelengkan kepalanya guna menyingkirkan perasaan itu.

Namun ketika keluar dari ruang ganti, bahkan ketika ia telah berada di dalam apartemennya, perasaan itu tak kunjung lenyap. Lilith melirik ke arah jam dindingnya yang telah menunjuk angka sepuluh malam, lalu menyadari jika Jeon telah pergi. Seperti biasanya, pria itu selalu pergi pukul sembilan malam dan kembali pukul tiga pagi. Persetan dengan apa yang dilakukan pria itu di luar sana, yang jelas sekarang adalah saat yang tepat untuk membawa seseorang datang kemari.

Maka Lilith pun menyambar ponselnya, menghubungi sahabatnya dan memintanya untuk datang sekarang juga. Berselang tiga puluh menit, sahabatnya itu sampai di sini, masuk ke dalam kamarnya dan duduk di balkon sambil menikmati teh rosella.

Di bawah langit yang menghitam pekat dihiasi kilauan bintang-bintang, Lilith meneguk teh rosellanya secara perlahan, menikmati setiap tetes cairan berwarna merah yang lolos melalui tenggorokannya. Selanjutnya menatap Hera dengan tatapan serius, siap meluncurkan pertanyaan inti dari pertemuan mereka malam ini. "Bagaimana? Apa kau mendapatkan informasi?"

Sang lawan bicara yang tengah menyeruput tehnya itu melirik sekilas, lantas meletakkan gelasnya di atas meja sebelum menganggukkan kepala. "Tentu." Ia mengaitkan jemarinya satu sama lain. "Tapi ku sedikit heran karena tidak menemukan hal yang mencurigakan dari Miles. Dia hanya melakukan pertemuan dengan beberapa rekan kerjanya untuk membahas proyek Severin Art Space."

Lilith terdiam, ia sengaja tak langsung menjawab, memilih untuk membuka kembali laci memorinya tempo hari ketika ia mendapati seorang pria dan wanita tengah berhubungan di ruangan kekasihnya. Jika tidak ada yang mencurigakan dari Miles, maka perkataan pria itu bisa jadi benar adanya—bukan Miles yang melakukan hal kotor itu di dalam ruangannya, melainkan sekretaris pribadinya. Namun entah mengapa hati Lilith masih belum yakin, ia merasa seperti didorong untuk melakukan investigasi sendiri. "Apa kau tahu siapa orang-orang yang ditemuinya itu?"

Hera mengangguk ragu. "Hanya seorang seniman dan beberapa pegawai kantornya." Sejujurnya ia tidak mencari nama-nama orang yang bertemu dengan Miles, Hera merasa hal itu tidak perlu dilakukan. Toh hanya seorang seniman dan pegawai kantor saja.

Lilith menggenggam gelasnya erat-erat, dahinya mengernyit bingung. Semilir angin yang mengacak lembut rambutnya tak membawa jawaban akan pertanyaan besar di kepalanya. "Bagaimana bisa ...?" Ia bergumam, maniknya menatap redup.

Hera mengendikkan bahunya, lantas meneguk tehnya kembali. "Jika Miles memang tidak berselingkuh, maka kau bisa melanjutkan hubungan kalian ke jenjang yang lebih serius." Hera menjeda kalimatnya. Sengaja demikian sebab ia ingin memperhatikan sirat Lilith lebih dulu, apakah wanita itu masih menyimpan sejumput harapan pada Miles atau tidak. Dan ya, jawabannya sudah pasti masih menyimpan harapan, terlihat dari bagaimana kerutan di dahi Lilith perlahan memudar dan matanya yang kian berbinar—nyaris menyerupai gemerlap bintang di langit. "Namun jangan dulu mengambil kesimpulan, semuanya masih abu-abu," tambah Hera, ia ingin memeringati sahabatnya agar tidak terus-menerus mengandalkan perasaan.

Mendengar hal itu, spontan Lilith membuang pandangannya ke arah lain. Menatap langit tengah malam yang menjadi salah satu momen yang ia sukai dalam hidupnya. "Aku tahu." lirihnya. Detik berikutnya ia tersenyum sekilas karena, lalu mencoba mengalihkan topik pembicaraan dengan bertanya, "Lalu bagaimana dengan Varden dan Jeon Arche?"

"Ini yang berhasil menyita perhatianku." Hera menggesekkan telunjuknya pada dagu. "Apa kau tahu marga mereka?" tanyanya

"Eum ... Jeon? Tapi Varden ..., aku tidak tahu. Aku rasa semua orang yang bekerja di agensinya juga tidak ada yang tahu," jawab Lilith. Setahunya, semua orang di agensinya hanya menyebut CEO JinHit Entertaiment sebagai 'tuan Varden'. Belum pernah ada yang menyebut dengan marga. Lagipula lebih dari sembilan puluh persen karyawan agensi itu pun tak tahu marga sang pemilik agensi.

"Jadi bagaimana menurutmu?" Hera bertanya, sengaja memancing Lilith untuk bisa bekerja sama untuk membongkar semua rahasia itu sendiri.

Lilith memiringkan kepalanya. "Dia menyembunyikannya."

Hera melenggut. "Nah benar sekali! Varden memang sengaja menyembunyikan marga keluarganya. Dan apa kau mau tahu hal yang paling mengejutkan?" Hera memicikkan matanya, menunggu respon Lilith yang terlihat bertanya-tanya. "Jeon bukanlah marga utama dari Jeon Arche," pungkasnya.

Lilith yang tengah meneguk tehnya nyaris tersedak mendengar fakta yang satu itu. Ia terbatuk beberapa kali, sebelum akhirnya menatap Hera sambil mengernyit. "What? Bukankah Jeon adalah marga Korea?" tanyanya kebingungan.

"Marga mereka yang sebenarnya adalah Kavinsky. Jeon Arche Kavinsky dan Choi Varden Kavinsky," ungkap Hera, sukses membuat Lilith semakin bingung.

Di sana Lilith tak langsung menjawab, ia melirik ke sisi kiri untuk mengingat sesuatu. Rasanya tidak asing dengan marga itu, ia seperti sudah mendengarnya beberapa kali dari mulut ke mulut. Beberapa detik kemudian, Lilith menemukan jawaban, lantas menatap Hera seraya bertanya, "Kavinsky? Bukankah itu nama salah satu keluarga konglomerat?"

Dua anggukan terlayang dari Hera. "Iya, kau benar. Dan Jeon Arche adalah pewaris utama kekayaan Kavinsky Corporation, perusahaan yang menjadi kompetitor terberat perusahaan kekasihmu—Severin Group."

Bersamaan dengan kalimat yang keluar dari bukaan mulut Hera, Kim Lilith dapat merasakan hawa dingin mulai mencekam kulitnya, menerobos masuk melalui sela-sela sweater rajutnya kendati memiliki bahan yang cukup tebal. Fakta itu seakan mencekik Lilith dalam waktu sepersekon detik, membuatnya terdiam dalam keterkejutan yang nyata. Tak pernah menduga jika orang yang selama ini tinggal bersamanya, berbagi kehangatan dengannya, dan membuatnya merasakan kenyamanan serta kelembutan setiap harinya, adalah kompetitor dari kekasihnya sendiri.

"Nama depan yang kau kira adalah marga utamanya itu diambil dari marga mendiang ibunya." Hera menambahkan, membuat jantung Lilith kian memburu. Ada perasaan takut yang tertinggal di dalam batinnya. Bagaimana jika Miles tahu ia tinggal bersama Jeon? Haruskah ia meninggalkan Jeon dan kembali ke dalam pelukan Miles?

Namun tidak semudah itu. Entah mengapa Lilith merasa sangat berat jika harus pergi. Ia menemukan kenyamanan di tempat lain selain kekasihnya. Ia merasa lebih dihargai dan disayangi ketika bersama Jeon. Pria itu memberikannya hak untuk memilih, tak pernah berusaha mendominasi ataupun mengontrolnya. Perlakuan lembutnya terasa begitu tulus. Dan rasanya ... Lilith tak pernah mendapatkan itu semua dari Miles.

Miles yang dulu adalah rumahnya, perlahan-lahan berubah menjadi borgol yang mengikat tangannya.

Oh tunggu, kenapa Lilith yang terlihat seperti berselingkuh di sini? Bagaimana jika Miles ternyata tidak tulus dan tidak pernah berselingkuh darinya? Bagaimana jika sebenarnya ia-lah yang menjadi penjahatnya di sini?

Lilith masih terdiam di atas kursi itu, menunduk sejenak dengan napas yang mulai tak beraturan. Tubuhnya menegang, terlebih ketika Hera mulai melanjutkan perkataannya kembali.

"Sementara Varden adalah kakak sepupu dari Jeon. Dia memiliki seorang adik bernama Choi Vante Kavinsky—yang dianggap sebagai satu-satunya anggota keluarga paling tidak bisa diandalkan," jelas Hera. Ia menjilat bibir bawahnya sekilas karena mulai terasa membeku akibat suhu yang kian menurun. "Yeah, walau sejujurnya mereka bertiga pun sama-sama memiliki kenakalannya sendiri, sih." Hera mengendikkan bahunya, lantas kembali menatap Lilith dan menyadari ada yang aneh dari sirat wajah wanita itu. Seperti tengah menggendong beban yang sangat berat di punggungnya. "Tunggu, kenapa wajahmu seperti itu?"

Lilith menghela napas dan menggeleng cepat. "Lanjutkan, Ra. Aku ingin mendengar semuanya."

"Baiklah. Jadi, yang kumaksud mereka memiliki kenakalannya sendiri-sendiri itu karena mereka semua sebenarnya tidak benar-benar ingin melanjutkan bisnis keluarga Kavinsky." Hera menjeda kalimatnya sesaat dengan meneguk teh rosella miliknya yang kian mendingin. "Mulai dari Varden, dia memilih untuk membangun agensi dan perusahaannya sendiri alih-alih melanjutkan jabatan ibunya—Aeris Kavinsky sebagai manajer perusahaan. Kemudian Si Gila Seni—Vante, saat ini dia juga menolak jabatan tinggi Kavinsky Corporation dan memilih untuk menganggur. Dari perkataan salah satu temanku yang bekerja di sana, Vante saat ini sedang merancang desain galeri seni yang hendak ia dirikan. Dia lebih tertarik pada seni ketimbang urusan bisnis keluarga."

Baik, Lilith mulai mengerti dan bisa menarik kesimpulan sederhana tentang Jeon. Barangkali pria itu sama seperti kedua sepupunya, maka dari itu ia kabur dari rumahnya dan memilih untuk tinggal sendiri. "Lalu bagaimana dengan Jeon? Dia juga menolak jabatan perusahaan?" tanya Lilith guna memastikan dugaannya.

Hera menatap datar, diam-diam sedikit heran mengapa Lilith terlihat begitu penasaran dengan urusan keluarga Kavinsky. "Untuk dia berbeda. Kudengar Jeon tidak benar-benar menolaknya. Dia mengajukan syarat kepada kakeknya," jawabnya.

"Syarat apa?"

"Jeon bersedia melanjutkan bisnis keluarganya jika ia diperbolehkan mendirikan bisnisnya sendiri dan menjalankan keduanya secara bersamaan. Sayangnya itu ditentang mentah-mentah oleh kakeknya, Jeon dipaksa melanjutkan bisnis keluarga tanpa boleh mendirikan bisnisnya sendiri. Maka dari itu, dia kabur dari rumahnya dan tinggal di tempat lain," jelas Hera panjang lebar. Pengucapannya sangat lancar seolah ia telah menghafal silsilah dan masalah pribadi keluarga Kavinsky dari jauh-jauh hari.

Sesungguhnya memang mudah bagi Hera untuk mendapat informasi seputar keluarga pembisnis atau kehidupan artis dan idol di negeri ini. Ia merupakan seorang jurnalis yang sangat kompeten di bidangnya, informasi semacam itu sudah menjadi makanannya sehari-hari.

Kemudian di depan Hera, Lilith benar-benar dibuat terpaku dalam sekejap. Mungkin ini alasan kenapa selama ini Jeon terlihat berusaha menutupi identitasnya. Pria itu tidak ingin Lilith mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya.

Seketika sekelebat ingatannya beberapa hari yang lalu kala Jeon dan Miles bertemu untuk pertama kalinya, terlintas di kepala Lilith. Ia masih ingat ekspresi kaku Jeon saat itu. Mungkin Lilith terlalu percaya diri karena pernah berpikir jika Jeon merasa cemburu dengan Miles, tetapi kini ia merutuki dirinya sendiri seratus persen. Jeon begitu bukan karena menyukainya dan merasa cemburu, melainkan terkejut karena ternyata kekasih Lilith adalah pemilik Severin Group.

Lilith menggeleng pelan seolah tak percaya dengan kenyataan yang ada. "Jadi selama ini ...."

"Apa?" Hera menatap penasaran. Sejak tadi ia memang masih terheran-heran kenapa Lilith terlihat sangat terkejut dengan apa yang ia katakan. "Hey! Kenapa wajahmu seperti itu sih, Li? Kau mengenal Jeon?" Hera menepuk tangan sekali di depan wajah Lilith hingga wanita itu menatapnya kembali.

Lilith menjilat bibirnya, memasukkan tangannya yang terasa dingin ke dalam saku sweaternya. Selanjutnya meneguk liurnya sebelum mengungkapkan sebuah fakta. "Dia tinggal bersamaku di apartemen ini, Hera."

"APA?!" Sang jurnalis sontak terbelalak kaget sambil memukul meja bundar di hadapannya. "GILA! BAGAIMANA BISA? KAU MEMBALAS PERSELINGKUHAN MILES DENGAN BERSELINGKUH JUGA?" serangnya dengan suaranya yang melambung tinggi sambil memajukan wajahnya ke arah Lilith.

Mendengar suara Hera yang mulai memekik tajam, Lilith lantas memejamkan mata sambil mengembuskan napas panjang. Ia sangat hafal dengan sifat Hera yang satu ini. "Kecilkan suaramu!" serunya dengan percikan emosi.

"Ceritakan padaku sekarang!" Hera memajukan kursinya, bersiap menerima penjelasan dari Lilith.

"Entahlah, ceritanya sangat panjang. Yang jelas aku tidak bermaksud membalas Miles. Kami tinggal bersama sebelum masalah perselingkuhan itu." Lilith menundukkan kepalanya, mengingat awal mula dirinya dan Jeon tinggal bersama sampai akhirnya menjadi dekat seperti sekarang.

Selama kurang lebih lima detik, Hera merangkum air muka sahabatnya dan langsung mengerti dengan apa yang Lilith rasakan. Iya, Lilith telah melakukan kesalahan dengan tinggal bersama seorang pria. Dan yang lebih fatalnya lagi, Hera menyadari jika ada perasaan lain di dalam benak Lilith. Kasih sayang dan cinta yang ditujukan bukan untuk Miles. Melainkan Jeon Arche Kavinsky.

"Wah, kau benar-benar akan celaka jika publik mengetahui ini." Hera menggelengkan kepalanya, lantas mengembuskan napas melalui mulutnya, membuat asap putih keluar dari mulutnya sebelum akhirnya lenyap. Kurang lebih Hera tahu apa yang menjadi beban di punggung Lilith. Namun ia sendiri tak bisa berbuat banyak, ia hanya bisa terus mendukung langkah Lilith dan sesekali memperingatinya. "Kau harus berhati-hati, Li. Selama ini kau tinggal bersama kompetitor kekasihmu sendiri," ujarnya seraya menatap serius

Wanita bermarga Kim itu melenggut paham. Ia tahu apa yang akan ia hadapi ke depannya jika sampai rahasianya tentang tinggal bersama Jeon terkuak. Dan mungkin suatu saat nanti ia diharuskan untuk memilih antara kedua pria itu. Sebab sesungguhnya entah sejak kapan Jeon Arche Kavinsky telah berhasil membuat perasaannya goyah.

Dalam artian Lilith mulai menyukai Jeon.

[]

Arche - Lilith

__

guys, kalian apa kabar setelah nonton mv seven? aku masih ga nyangka kalau visual tokoh fiksiku satu project di real life. 😭❤️

bantu share cerita ini ke teman-teman kalian yang join kapal jungkook sohee ya. 🥹❤️

Continue Reading

You'll Also Like

16.9M 748K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
630K 62.3K 47
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
2.2M 33.4K 47
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
6.3M 327K 59
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...