[2] HATI dan WAKTU

By deftsember

50.4K 9.4K 9K

Raline menawarkan diri menjadi pacar Jerome untuk membantu cowok itu move-on dari mantan pacarnya. Dia tahu k... More

BAB 00: START
BAB 01: MEMULAI
BAB 02: HARI PERTAMA PACARAN
BAB 03: MEMBUKA HATI
BAB 04: KENCAN PERTAMA
BAB 05: RALINE'S WORST DAY
BAB 06: SUPPORT SYSTEM
BAB 07: "Raline pacar gue."
BAB 08: PENGAKUAN
BAB 09: CEMBURU?
BAB 10: CEMBURU? (PT 2)
BAB 11: STAYCATION IN ANYER
BAB 12: KISSING YOU
BAB 13: INTEROGASI
NOTIF
BAB 14: SUPPORT BOYFRIEND
BAB 15: SESUAI HARAPAN
BAB 16: TERHUBUNG TAKDIR?
BAB 17: BERPISAH
BAB 18: ANNOYING!
BAB 19: BREAK UP (?)
BAB 20: DECISIONS
BAB 21: PERJUANGAN JEROME
BAB 22: SI CALON BUCIN PACAR
BAB 23: I LOVE YOU
BAB 24: SELANGKAH LEBIH BERANI
BAB 25: RENCANA LIBURAN KELUARGA
BAB 26: LOVE IN EUROPE
BAB 27: LOVE IN EUROPE (PT 2)
BAB 28: BUKTI KEBUCINAN JEROME
BAB 30: DI SURABAYA..
BAB 31: REVITALISASI CINTA
BAB 32: 1st ANNIVERSARY
BAB 33: SISI LAIN
BAB 34: MULAI MENGGANGGU
BAB 35: PERUSAK
BAB 36: DETIK-DETIK KERETAKAN
BAB 37: KESALAHAN FATAL
BAB 38: END
BAB 39: KEHANCURAN TERBESAR
BAB 40: USAI
BAB 41: THE END(?)
S2 VER 1: BIGGEST LOSS

BAB 29: RALINE MUDIK

972 226 201
By deftsember

Harus spam komen karena aku update cepet pake banget :)



~ Happy Reading ~




Tiga bulan sudah terlewati setelah insiden hampir putus Jerome-Raline. Kini dua sejoli itu terlihat semakin lengket setiap hari nya. Walaupun mereka di hantui oleh kesibukan masing-masing, mereka tetap menyisihkan waktu hanya sekedar mengobrol atau semacamnya.

Kalau biasanya Raline yang selalu menemani Jerome disaat cowok itu sedang bergelut dengan kesibukannya, kini gantian Jerome yang menemani Raline. 

Sudah dua hari ini Raline cukup sibuk dengan tumpukan tugas kuliah nya. Jerome sebagai cowok yang bucin pacar pasti tidak akan membiarkan pacarnya mengalami kesulitan sendiri.

Dia menemani Raline yang sedang tengah sibuk berperang dengan berbagai macam jurnal dan kertas sketsa. Sudah dua jam lebih dia melihat pacarnya menggerutu lalu tertawa lalu menggerutu lagi karena sketsa design nya.

"Makan dulu yuk. Kita ke McD depan kampus." 

Raline menghela nafasnya lalu menggeleng. "Enggak bisa, Yang. Ini aja belum ada yang selesai sama sekali."

"Ini udah jam lima, sayang. Kamu tadi siang juga cuma makan sedikit kan? Nanti lambung nya sakit loh."

"Tugas aku numpuk banget, Yang. Aku takut nggak keburu kalau di undur-undur lagi."

"Makan doang nggak sampai sejam loh, Rell."

"Iya deh. Ayo kita makan dulu." akhirnya Raline pun menyerah juga. 

Perutnya memang sudah keroncongan sejak tadi, tapi ambisi nya untuk menyelesaikan tugas kuliah yang sudah menumpuk pun juga sangat besar. Kalau saja Jerome tidak menyuruhnya untuk makan, mungkin dia juga tidak akan ingat waktu makan.

Mobil Jerome berhenti di sebuah restoran masakan sunda. Mereka tidak jadi makan di McD karena ternyata tempatnya sangat ramai. Jerome tidak mau kalau harus menunggu sampai tempatnya agak sepi.

Mereka memilih tempat lesehan agar lebih leluasa saat duduk.

"Kamu mau pesen apa, Yang?" tanya Raline sambil melihat-lihat buku menu.

"Samain aja kayak kamu."

"Aku cuma mau makan pisang goreng aja deh sama jus alpukat."

Jerome memicing menatap pacarnya. "Pesen yang lain. Pisang goreng doang mana kenyang."

"Aku lagi nggak nafsu makan."

Jerome menghela nafasnya. Dia menoleh ke arah waiter dan menyebutkan pesanan nya. "Nasi dua porsi, ayam bakar satu porsi, gurame asam manis satu porsi, sop iga dua porsi. Minum nya teh anget manis dua gelas."

Waiter tadi langsung pergi dari hadapan Jerome dan Raline setelah mencatat pesanan mereka.

"Pesen banyak banget. Buat orang rumah juga ya?" tanya Raline.

"Buat kamu sama aku."

"Kan aku udah bilang lagi nggak nafsu makan, Yang. Kamu pesen sebanyak itu siapa yang mau makan?"

"Kita berdua."

Raline menghela nafasnya lelah. Mood nya sedang tidak bagus sejak kemarin malam. Itulah kenapa nafsu makan nya juga jadi berkurang.

Cewek itu merebahkan kepala nya di atas meja. Dia sedang malas menanggapi apapun termasuk pacarnya. Pikiran nya sedang berkecamuk kemana-mana, dan dia butuh waktu untuk menenangkan diri.

Jerome yang menyadari perubahan mood Raline pun tidak ingin banyak bicara. Mungkin pacarnya ini memang sedang kelelahan karena tugas kuliah yang menumpuk. 

"Tidur aja sini. Kepala nya rebahin di paha aku." ucap Jerome sambil mengusap puncak kepala Raline.

"Ngaco deh kamu. Yang ada nanti kita malah jadi bahan omongan orang-orang disini."

"Makanya lihat sekitar dulu. Tempatnya lumayan sepi kok. Aku sengaja milih tempat pojok gini biar kamu bisa istirahat dulu sebelum makanan nya dateng."

Karena tidak punya banyak tenaga untuk berdebat, akhirnya Raline pun patuh dan menggeser tubuhnya ke samping Jerome. Dia merebahkan kepala nya di pangkuan pacarnya itu. Jerome melepas jaketnya untuk menutupi bagian pinggang dan paha Raline.

"Kalau kamu begini bisa-bisa aku ketiduran beneran loh, Yang." ucap Raline saat merasakan kepala nya di usap-usap oleh Jerome.

"Ya udah biarin aja. Apa masalahnya?"

"Aku kalau ketiduran karena capek bakal susah dibangunin."

"Iya."

Sudahlah. Raline benar-benar malas berdebat dengan Jerome. Cewek itu memilih menyamankan diri dan memejamkan matanya. Sepertinya dia butuh istirahat sejenak untuk mengumpulkan tenaga yang sudah terkuras seharian ini.

Jerome masih terus mengusap-usap kepala Raline, bahkan setelah dia menyadari kalau pacarnya itu sudah mulai terlelap dalam tidurnya. 

Waiter datang dengan membawa nampan berisi dua gelas teh hangat manis dan nasi putih dua piring.

"Mas, makanan yang lain di anter nya nanti aja. Pacar saya lagi tidur dulu sebentar." ucap Jerome kepada waiter tadi.

"Oke mas." kata si waiter lalu pergi meninggalkan meja Jerome.

Jerome menunduk memperhatikan wajah cantik Raline yang kelihatan sekali gurat lelah nya. Dia tahu bagaimana struggle nya Raline menyelesaikan satu-persatu tugas kuliah yang menggunung.

Sebenarnya Jerome juga lumayan sibuk dengan tugas-tugas kuliah dan BEM nya. Tapi khusus untuk hari ini dia ingin egois sedikit dan lebih mengutamakan pacarnya. 

Raline yang biasanya selalu menyempatkan waktu untuk menemani nya menyelesaikan tugas-tugas itu. Kini giliran dia yang menemani pacarnya menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya.





Jerome mengendarai mobil nya membelah jalanan kota Jakarta saat jam sudah menunjukkan pukul 19.20 malam. Tadi mereka memang agak lama menghabiskan waktu di restoran karena Raline tertidur cukup pulas dan dia baru saja makan saat jam sudah menunjukkan pukul 18.45 malam.

"Nanti malem jangan bergadang. Tadi kamu ngeluh pusing kan kepala nya." kata Jerome melarutkan keheningan di dalam mobil.

"Tugas aku numpuk, Yang. Kalau nggak di kejar nggak akan selesai-selesai nanti."

"Besok aku temenin kamu nugas lagi. Kalau ada yang bisa aku bantuin kamu bilang aja ya ke aku." ucap Jerome. 

"Atau kamu mau minta tolong ke Mama buat bantuin tugas-tugas kamu? Kamu nginep aja ya di rumah aku malam ini sampai besok."

Raline menoleh ke arah pacarnya dengan raut wajah sewot. "Nggak ah. Aku nggak mau ngerepotin Mama kamu. Dia juga pasti capek seharian ngurus butik."

"Kan se-enggaknya kamu dibantuin sama yang ahli nya. Aku sih cuma bisa bantu semampu nya doang."

"Nggak usah. Kerjaan aku cuma ngerepotin kamu sama keluarga kamu doang."

Jerome memilih bungkam. Mendengar dari nada bicara Raline sekarang sepertinya pacarnya itu memang sudah banyak pikiran dan kelelahan. Tapi dia yakin kalau yang membuat Raline seperti ini pasti bukan hanya tentang tugas kuliah saja.

Cowok itu membelokan mobil nya mengubah arah. Raline sadar kalau kini mobil Jerome tidak berjalan menuju ke rumah kontrakan nya.

"Kita mau kemana?"

"Aku tau kamu lagi banyak pikiran. Sekarang yang kamu butuhin adalah tempat untuk menjernihkan pikiran kamu biar nggak terlalu ruwet."

Tadinya Raline mau menolak, tapi lagi-lagi dia terlalu malas mengeluarkan tenaga hanya untuk berdebat sepele dengan Jerome.


Lima belas menit kemudian mobil Jerome berhenti di sebuah tempat yang tidak terlalu ramai tapi tidak terlalu gelap. Jerome sengaja membawa Raline ke taman kota yang cukup cocok untuk dijadikan pelepas penat.

"Pindah ke jok belakang yuk. Aku tau kamu butuh sandaran." ucap Jerome. Raline menurut. Cewek itu menyusul pacarnya pindah ke jok belakang. 

"Kamu kenapa? Seharian ini mood kamu up and down banget." ucap Jerome. Cowok itu menarik Raline ke dalam pelukannya.

Raline balas memeluk Jerome. Dia menyandarkan kepalanya di dada bidang sang pacar. Dia menghela nafas saat merasa kenyamanan dan ketenangan mulai merasuki jiwa nya.

"Aku bikin kamu susah ya? Maafin aku, Jer."

"Aku nggak nanya itu. Aku tanya kamu kenapa sampai seharian ini nggak fokus gitu."

"Kemaren sore aku dapet kabar dari Mas ku yang di Surabaya. Dia bilang Ayah masuk rumah sakit udah tiga hari. Mas bilang aku suruh pulang ke Surabaya soalnya Ayah kangen pengen ketemu sama aku." 

"Ayah kamu masuk rumah sakit karena apa? Kok kamu baru di kabarin pas dia udah tiga hari di rumah sakit."

"Ayah emang punya penyakit paru-paru lumayan kronis. Tapi udah setahun belakangan ini penyakitnya nggak pernah kambuh lagi. Aku juga kaget pas denger kabar tiba-tiba ayah udah tiga hari di rawat di rumah sakit."

Jerome mengusap punggung Raline saat merasakan kalau tubuh pacarnya itu mulai bergetar karena menahan tangis. Kini dia tahu alasan terbesar kenapa mood Raline berantakan seharian ini. Cewek itu pasti banyak pikiran karena mengkhawatirkan ayah nya.

"Sekarang gimana keadaan ayah kamu?"

Raline mengusap air mata yang jatuh dari pelupuk mata nya. "Mas bilang ayah udah keluar dari ICU kemaren siang karena kondisi nya udah lumayan stabil. Tapi semalem kondisi nya drop lagi dan harus di bawa ke ICU lagi."

Jerome semakin menarik tubuh Raline ke dalam pelukannya. Dia kecup berkali-kali kening Raline untuk memberi ketenangan untuk pacarnya itu.

"Aku takut ayah kenapa-napa, Yang. Kabar terakhir yang aku tau ayah sehat-sehat aja dan nggak pernah ngeluh apa-apa. Makanya aku jarang pulang ke Surabaya lagi."

"Ssstt.. Kamu jangan mikir yang macem-macem. Yakini dalam hati kamu kalau ayah kamu bakal baik-baik aja. Lagian sekarang ayah kamu kan udah di tangani sama Dokter ahli. Kamu jangan terlalu di bawa beban."

Cowok itu menangkup wajah Raline dan mengusap air mata yang membasahi wajah cantik pacarnya itu. "Kamu mau pulang ke Surabaya?"

Raline mengangguk. "Iya. Aku mau lihat keadaan ayah."

"Kapan?"

"Hari Rabu sore."

"Hah? Kok dadakan sih, Yang?"

"Kan aku dapet kabar dari Surabaya juga dadakan, Jer."

"Terus kamu izin kuliah dong?" tanya Jerome yang dibalas anggukkan oleh Raline.

"Sama Bang Dimas kan ke Surabaya nya?"

"Enggak. Mas Dimas nggak bisa ninggalin urusan kampus nya. Dia lagi hectic banget seminggu ini."

"Kamu mau pulang ke Surabaya sendirian?"

"Iya."

"Naik apa?"

"Aku mau pesen tiket kereta besok."

"Naik kereta? Kamu kan sendirian doang. Apa nggak sebaiknya naik pesawat aja biar cepet? Aku pesenin tiket pesawat aja ya, Yang." ucap Jerome dengan nada khawatir.

Raline menggeleng untuk menolaknya. "Nggak usah, Jer. Kamu kan tau aku nggak berani naik pesawat, apalagi kalau sendirian dan nggak ada temen nya."

"Tapi better naik pesawat, Rell. Kalau naik kereta tuh lama sampai nya pasti. Belum lagi kalau harus transit dulu kereta nya. Aku yang nggak tenang."

Raline tersenyum simpul melihat gurat ke-khawatiran di wajah tampan Jerome. "Aku udah terbiasa naik kereta Jakarta-Surabaya, sayang."

"Duh apa nggak bisa di undur jadi minggu depan aja ke Surabaya nya, Yang? Biar aku bisa ikut nemenin kamu ke Surabaya nya. Kalau minggu ini aku nggak bisa soalnya tugas aku juga lumayan banyak."

"Aku sendirian juga nggak kenapa-napa kok, Jer. Kalau emang kamu nggak bisa ya ngga usah. Nanti aku minta Mas Dimas yang nganterin aku ke stasiun."

Walaupun Raline sudah berusaha meyakinkannya, tapi Jerome merasa masih tidak tenang membiarkan sang pacar pergi ke Surabaya sendirian naik kereta.

"Kamu jangan khawatir gitu. Aku udah biasa pulang ke Surabaya naik kereta. Nanti aku usahain berkabar terus deh sama kamu." ucap Raline sambil mengelus pipi Jerome.

"Minta temenin temen kamu bisa nggak? Biar kamu nggak sendirian ke Surabaya nya? Nanti aku yang kasih ongkos ke temen kamu itu deh biar dia mau nemenin kamu."

Raline menangkup wajah Jerome yang sangat terlihat jelas gurat khawatir nya. Dia merasa sangat tersentuh dengan usaha yang sedang dilakukan pacarnya itu.

"Nggak usah berlebihan kayak gitu. Aku janji nggak akan kenapa-napa dan aku usahain ngabarin kamu terus biar kamu nggak terlalu khawatir."

Jerome menghela nafasnya. Dia tidak pernah merasa se-panik ini saat di tinggal pacarnya ke luar kota. Rasanya seperti ada yang menyuruhnya untuk menahan kepergian Raline.

"Aku izin kuliah juga deh daripada harus lihat kamu ke Surabaya sendirian gitu."

"Jerome. Aku nggak mau kamu lalai sama kewajiban kamu cuma karena mau nemenin aku. Aku nggak suka sama orang yang nggak bertanggung jawab sama tugasnya." ucap Raline dengan tegas.

"Tapi kanㅡ"

"Aku nggak lama kok di Surabaya nya. Minggu siang aku pulang ke Jakarta."

"Hati-hati. Maaf aku nggak bisa nemenin kamu."

Senyum terbit di wajah Raline. "Aku bahkan belum beli tiket kereta nya tapi kamu udah bilang hati-hati aja."

Jerome mendengus sebal. "Kebawa perasaan gara-gara khawatir." ucapnya cuek.

Raline mengalungkan tangan nya di leher Jerome. Dia mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Jerome beberapa kali. "Makasih ya udah khawatir sama aku sampai mau usahain ikut nemenin aku ke Surabaya."

"Kamu deserve dapet semua perhatian aku, Rell." ucap Jerome. Kedua tangan cowok itu menarik pinggang Raline sampai membuat tubuh atas ceweknya menempel dengan tubuhnya.

"Udah tenang kan? Udah nggak se-ruet tadi kan mood nya?" tanya Jerome.

Raline mengangguk. "Kan berkat pacar aku makanya sekarang aku udah lumayan tenang. Makasih sayang. Love you."

Jerome mengecup kening Raline dengan luapan kasih sayang. "You deserve it, Raline. Love you too." 

Kedua sejoli itu menghabiskan waktu beberapa menit untuk saling memberi ketenangan dan kenyamanan sebelum memutuskan untuk pulang.



🍑🌹



Kamis siang Raline sudah siap dengan barang bawaannya. Sepuluh menit lagi dia akan berangkat ke terminal di antar oleh Dimas.

"Raono seng ketinggalan kan?" tanya Dimas.

Raline mengecek barang bawaannya lagi. Dia hanya membawa tas jinjing dan sling bag. Tidak banyak barang yang dia bawa karena sebagian barang-barangnya ada di rumahnya di Surabaya.

"Wes tak bawa kabeh."

Dimas mengambil kunci mobilnya. Dia membawa tas jinjing Raline dan mereka keluar dari rumah kontrakan.

"Jerome nggak kesini? Dia tau kalau lo mau ke Surabaya?"

"Iya dia udah tau kok. Tadi pagi sih bilangnya dia bakalan sibuk banget sampai susah di hubungin. Mungkin sekarang juga masih sibuk. Gue pamitan lewat chat aja nanti."

"Ya udah berangkat sekarang aja. Tiket udah lo bawa?"

"Iya, udah Mas."

Dimas dan Raline berjalan mendekati mobil. Mereka baru saja ingin masuk ke mobil, tapi tiba-tiba ada keributan yang diciptakan oleh suara klakson mobil yang baru saja datang.

"Wong gendeng! Nyalain klakson mobil kayak orang kesetanan." gerutu Dimas.

"Raline!" Jerome turun dari mobilnya dengan menggendong tas semi carrier.

Cowok itu berlari dengan nafas terengah-engah mendekati Raline. Bahkan dia tidak peduli saat pintu mobilnya belum tertutup sempurna.

Raline terkejut saat melihat kedatangan pacarnya itu. Apalagi saat menyadari kalau Jerome seperti terburu-buru sampai nafasnya ngos-ngosan begitu.

"Ngapain lo?" tanya Dimas dengan nada ketus.

"Syukurlah aku belum terlambat." kata Jerome setelah mengatur detak jantung nya yang memburu serta nafasnya yang terengah-engah.

"Kamu ngapain kesini? Katanya lagi sibuk ngurus tugas dari pagi."

"Ayo berangkat." ucap Jerome yang sama sekali tidak nyambung dengan ucapan Raline barusan.

"Berangkat kemana? Kamu tuh kenapa sih dateng-dateng ngos-ngosan begitu."

"Aku temenin kamu ke Surabaya."

"Hah?!" Raline tak bisa menutupi rasa kagetnya begitu mendengar ucapan pacarnya.

"Lo ngelindur ya, Jer?" tanya Dimas.

"Enggak. Gue udah siap ke Surabaya nemenin Raline." ucapnya sambil menunjuk tas yang dia bawa.

"Kan aku udah bilang nggak usah. Aku gapapa ke Surabaya sendirian."

"Aku yang kenapa-napa kalau biarin kamu ke Surabaya sendirian." balas Jerome.

"Wes bucin tambah tolol. Bulol jenenge." celetuk Dimas menanggapi drama picisan yang tersaji di depan matanya.

"Jer, tapi aku bentar lagi mau berangkat ke terminal. Aku udah beli tiketnya kemaren."

"Cancel aja tiket yang itu. Aku udah beli tiket buat kita berdua."

"Hah? Kok gitu sih?! Kan aku udah beli tiketnya, masa mau di buang gitu aja. Mubazir lah."

Jerome menatap Raline dengan iba. "Rell, please berangkat nya sama aku ya. Aku udah beli tiket kereta buat kita berdua."

Raline menghela nafasnya lelah meladeni kelakuan pacarnya ini. "Ya udah, kita berangkat ke Surabaya berdua pakai tiket kereta yang udah kamu beli."

Senyum langsung terbit di wajah tampan Jerome. "Yuk kita berangkat sekarang, Yang. Nanti kereta nya keburu pergi."

"Woy bulol! Itu mobil lo singkirin dulu. Gue nggak bisa keluar kalau mobil lo ngehalangin gitu." seru Dimas.

Jerome kembali ke mobilnya. Dia meminggirkan mobilnya agar mobil Dimas bisa keluar. Lalu dia gantian memasukkan mobilnya ke garasi rumah kontrakan Raline.

"Terus mobil lo mau di taroh disini?" tanya Dimas.

Jerome mengangguk. Dia memberikan kunci mobilnya ke Dimas. "Titip mobil. Habis di service bulanan dan bensin nya full tank. Kalau mau minjem pakai aja, asal isi bensin nya lagi sampai full."

Dimas menggerutu sinis. "Mobil di rumah lo berjejer banyak. Kehilangan satu mobil nggak bikin lo bangkrut."

"Gue orangnya menghemat harta benda." balas Jerome.

Mereka bertiga bergegas menuju ke stasiun kereta yang menjadi tujuan mereka.



🍑🌹



Mereka sampai di terminal. Dimas memberikan banyak wejangan untuk Jerome dan Raline dan tentu nya salam dan permintaan maaf karena tidak bisa ikut menemani Raline pulang ke Surabaya.

"Pokok'e harus inget. Ojo lali kabari aku ndhek ono opo-opo." kata Dimas.

"Yo. Mengko tak kabari ndhek wes tekan omah." balas Raline.

"Yowes. Titip salam karo wong kampung. Mugo-mugo pakde cepet waras badane."

"Awakmu ati-ati karo wong lanang siji iki. Ojo gelem ndhek dikek'i yang macem-macem." ucap Dimas sambil melirik ke arah Jerome yang memasang tampang datar.

Raline mendengus sebal. "Yok opo seh, Mas. Lambemu pengen tak jotos."

Jerome yang sama sekali tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh dua kakak-beradik ini. Walaupun dia sering mendengar Raline dan Dimas berbicara dengan bahasa jawa, tapi dia masih tidak paham artinya.

"Heh bulol! Jangan macem-macem ke adek gue. Walaupun sekarang lo udah jadi bulol nya Raline, gue masih nggak bisa percaya 100% ke lo." ucap Dimas sambil menunjuk Jerome.

"Santai. Gue nggak akan macem-macem kok ke Raline." balas Jerome. 

'Paling dikit doang macem-macem nya.' ㅡlanjutnya dalam hati. Dan tentu saja tidak akan ada yang mengetahuinya.

"Ya udah gue sama Jerome berangkat ya, Mas."

"Hati-hati dijalan dan hati-hati sama cowok lo, Rell. Ojo gelem ndhek di gowo neng hotel.

Raline menatap kesal ke arah Dimas. Dia menarik tangan Jerome masuk ke area stasiun yang lumayan lengang sore ini. Mungkin karena bukan musim liburan jadi penumpang juga tidak banyak.

"Aku nggak ngerti sama apa yang kamu obrolin bareng Bang Dimas tadi." ucap Jerome.

"Yo ndak akan ngerti. Koen dudu wong Suroboyo."

"Rell, ngomong apaan sih kamu? Jangan pakai bahasa jawa dong kalau sama aku."

Raline tertawa melihatnya. "Iya iya aku tau kamu nggak ngerti. Aku nggak akan pakai bahasa jawa kalau lagi sama kamu."

Pengumuman tentang keberangkatan kereta yang akan di naiki Jerome dan Raline sudah terdengar. Mereka berdua langsung bergegas naik ke kereta agar tidak ketinggalan. 

Raline memilih duduk di ujung dekat jendela karena ini adalah spot ternyaman saat berpergian jauh menggunakan transportasi umum. Jerome menaruh barang-barang mereka di rak bagasi di atas kursi duduk mereka.

"Nanti gimana ya kalau aku nggak bisa jawab pas di ajak ngobrol sama orang tua kamu?" tanya Jerome saat dia sudah menyamankan duduknya di samping Raline.

"Ayah, ibu, sama Mas ku bisa ngobrol pakai bahasa indonesia kok. Kamu nggak usah pusing mikirin itu."

"Syukurlah kalau begitu. Dari semalem aku udah coba belajar dikit-dikit menyapa pakai bahasa jawa. Tapi pas dengernya langsung geli sendiri karena aneh banget." ujar Jerome.

"Kamu sampai belajar bahasa jawa? Jangan-jangan kamu mau ikut aku ke Surabaya tuh bukan rencana dadakan ya?"

Jerome mengangguk. Dia menggenggam tangan Raline dan menariknya untuk di letakan di atas paha nya. "Iya, emang bukan rencana dadakan. Aku udah mikirin gimana caranya biar bisa nemenin kamu ke Surabaya. And then aku memutuskan buat ngerjain semua tugas aku yang udah mepet deadline biar hari ini bisa ikut ke Surabaya."

Raline merasa tersentuh dengan pengorbanan yang Jerome lakukan demi bisa ikut ke Surabaya bersama nya. "Padahal kamu nggak harus sampai segini nya loh, Jer. Tapi apapun itu aku berterimakasih banget karena perhatian kamu ke aku."

"Aku ngelakuin ini karena aku mau. Kamu inget nggak waktu itu pernah ngajakin aku ke Surabaya bareng, dan aku nggak bisa kasih jawaban buat kamu karena saat itu aku masih belum yakin sama perasaan aku ke kamu. Jadi sekarang aku mau diajak ke Surabaya bareng kamu."

"Kamu tuh kenapa sih?" tanya nya dengan wajah gregetan campur terharu.

"Loh kok malah nanya kenapa? Ya karena aku cinta kamu lah. Kan kamu pacar aku." jawaban Jerome itu malah membuat Raline semakin jatuh cinta dengan pacarnya.

"Iya, apa yang kamu lakuin ini bikin aku makin nggak bisa jauh dari kamu. Rasanya tiap hari kamu bikin aku makin jatuh cinta ke kamu. Aku nggak mau tanggung jawab kalau kamu bosen sama aku, pokoknya aku nggak akan ngebiarin kamu lepas lagi dari aku."

Jerome terkekeh mendengar ucapan itu keluar dari mulut Raline. Apalagi cewek itu mengatakannya dengan wajah yang merona.

"Siapa yang bosen sama kamu sih, sayang? Kalau aku bosen sama hubungan kita, aku nggak akan nyari pelampiasan lain. Jadi aku nggak akan lepas dari kamu karena aku juga nggak mau jauh-jauh dari kamu."

Raline memalingkan wajahnya untuk menutupi rona merah di wajahnya yang semakin ketara. "Terus kalau misalnya kamu jenuh sama hubungan ini gimana?"

"Aku bakal inget-inget terus gimana perjuangan kamu buat dapetin aku. Dengan begitu aku bisa sadar kalau kehilangan kamu lebih merugikan. Karena menurut aku nggak ada cewek yang bisa bertahan kayak kamu, Rell. Kalau bukan sama kamu terus aku mau dapet cewek setia dan tulus kayak gitu dari mana? Kamu tuh langka, makanya aku nggak akan lepasin kamu."

"Udah deh, mendingan kamu stop ngomong." ujar Raline dengan pura-pura memasang wajah kesal. "Kalau diterusin lama-lama makin bahaya. Nggak baik buat kesehatan jantung." gumam nya.

"Aku ngantuk banget. Boleh aku tidur?" ucap Jerome sambil menguap.

Raline menoleh dan memperhatikan wajah pacarnya yang memang terlihat gurat kantuk nya. "Kamu bergadang yang semaleman?" tanya nya sambil mengusap wajah Jerome.

Cowok itu mengangguk. Dia menyamankan posisi nya dengan menyandarkan kepala nya di bahu Raline. 

"Dua hari ini aku cuma tidur lima jam doang. Sisa waktu nya aku pakai buat ngejar tugas-tugas yang deadline nya minggu ini."

"Jangan bilang kamu sengaja kayak gitu biar bisa ikut aku ke Surabaya ya?"

"Emang. Kan itu udah jadi rencana dan niat aku."

Raline menghela nafas. Dia mengusap kepala Jerome agar memberi kenyamanan untuk pacarnya itu. "Ya udah kamu tidur aja sepanjang perjalanan nanti. Kita nggak akan ada transit kok."

"Aku butuh dua jam aja buat tidur. Tolong bangunin aku kalau kamu butuh apa-apa ya, Rell."

"Udah kamu diem aja. Mending tidur biar kepala kamu nggak pusing."

"Boleh usap-usap lagi kepala aku biar aku tidurnya nyenyak."

Raline menuruti keinginan pacarnya ini. Dia akan melakukan apapun untuk menebus perjuangan Jerome untuknya ini.

"Btw, ini first time aku naik kereta. Rasanya kayak naik bis ya, cuma ini versi cepet dan nggak ada macet."

"Iya aku percaya kok. Kamu pasti ngasal milih kelas pas pesen tiket nya kan?"

"Aku nyari yang ternyaman biar kita nggak kesusahan selama di perjalanan."

"Iya lah. Kamu beli tiket eksekutif yang harga per-orang nya aja gila banget."

"Karena itu doang yang bikin nyaman, nggak panas, dan cepet sampai."

Raline menghela nafasnya lagi. Dia tidak akan menang kalau berdebat dengan Jerome tentang urusan uang.

"Gini amat punya pacar anak tunggal kaya raya yang sangat amat loyal kepada pasangan nya." ucap Raline dengan nada sedikit sinis. Dia bermaksud menyindir Jerome.

"Beruntung kamu, Yang. Aku begini ke kamu doang loh." celetuk Jerome membalas ucapan pacarnya.

"Iya, aku jadi kayak pacar yang membebani pacarnya."

"Nanti punya aku juga bakal jadi punya kamu. Tinggal tunggu waktu nya aja."

"Maksud you apa ya, Sir?"

"When we get married later. Punya aku punya mu juga. Punya mu berarti punya ku juga."

Kedua mata Raline langsung melebar kaget mendengar ucapan Jerome barusan. Jantung nya sampai mencelos saking kaget nya.

"Better kamu diem dan bobo aja, Yang. Lama-lama omongan kamu berbahaya banget. Nggak sehat jantung aku kalau harus dengerin kamu gombal kayak gitu."

"It will be soon, sayang."

"Diem! Bobo aja kamu, jangan kebanyakan ngomong. Katanya ngeluh ngantuk, tapi malah ngoceh terus."

Jerome tertawa pelan. Dia mengecup punggung tangan Raline yang sejak tadi dia genggam. Menjahili Raline yang gampang tersipu memang hiburan baru untuk Jerome.



🍑🌹




Setelah sembilan jam berada di perjalanan, akhirnya Jerome dan Raline pun sudah sampai di Kota Surabaya saat jam sudah menunjukkan pukul sepulum malam. 

Dan selama di perjalanan itu Jerome merasa sudah tidur tiga jam. Meskipun begitu dia masih merasa tidak nyaman karena ini adalah pertama kali nya naik kereta. Dan ini juga pertama kali untuknya menginjakan kaki nya ke Kota pahlawan itu.

"Habis itu kita ke rumah kamu nya naik apa, Yang?"

Raline melihat sekeliling sebelum menjawabnya. "Biasanya sih aku naik bus malem terus turun di depan kampung."

"Malem-malem gini kamu mau naik bus? Yakin?"

"Iya. Kenapa harus nggak yakin?"

"Bahaya. Kita order gocar aja biar lebih aman." ucap Jerome.

"Nggak usah, Yang. Kita naikㅡ"

"Coba bayangin kalau aku nggak jadi ikut dan kamu pulang ke Surabaya sendirian. Masa malem-malem gini mau naik bus. Itu bahaya buat kamu, Raline."

Raline mengambil alih ponsel Jerome saat cowok itu hendak memesan gocar. "Makanya dengerin pacarnya ngomong dulu."

"Kenapa?"

"Kita di jemput sama Mas aku. Dia udah mau sampai." ucap Raline lalu mengembalikan ponsel pacarnya.

Raut wajah Jerome langsung berubah, dia agak sedikit panik. "Kok nggak bilang kalau Mas kamu yang mau jemput kita?"

"Emang kenapa? Biasanya juga Mas aku yang jemput kalau aku sampai nya malem."

"Nanti aku harus gimana?"

"Gimana apa maksudnya?"

"Ituㅡ aku kan baru pertama kali ketemu sama keluarga kamu. Kira-kira apa yang harus aku lakuin pertama kali pas ketemu mereka?" tanya Jerome dengan ragu-ragu. Cowok itu memalingkan wajahnya yang sedikit merona.

Raline menahan senyum nya. "Lakuin apa yang mau kamu lakuin. Kenapa kamu harus nanya?"

"Raline, aku belum pernah ketemu sama keluarga kamu. Gimana kalau aku salah ngomong dan bikin keluarga kamu nggak suka sama aku?"

"Sayang, kamu tuh terlalu jauh mikirnya. Walaupun orang tua aku tinggal di kampung, tapi mereka bukan orang tua kolot yang bakal interogasi pacar anaknya karena ikut aku pulang ke Surabaya."

Tinn.. Tinnn..

Suara klason mobil menengahi pembicaraan Jerome dan Raline. Sebuah mobil Toy0ta Kijang Ivona warna hitam berhenti tepat di hadapan mereka. Seorang lelaki dewasa turun keluar dari mobil dengan penampilan santai.

"Wis ngenteni suwe po, ndhok?" tanya lelaki berbahasa jawa medhok.

"Ndhek wingi aku ngenteni awakmu, mas." balas Raline diselingi dengusan sebal.

"Iki po pacar mu sing diomongke wingi?" tanya Chandraㅡ Mas nya Raline yang usia nya beda lima tahun dari Raline.

"Ya, iki pacarku jenenge Jerome. Apik kan raine?"

Walaupun Jerome tidak begitu paham dengan apa yang Raline dan Mas nya bicarakan, tapi dia tetap membungkukan sedikit tubuhnya untuk memberi salam dengan sopan.

"Malam Mas, saya Jerome pacarnya Raline."

"Owalah, ini Jerome yang sering di omongin si Dimas ya." ucap Chandra membuat Jerome dan Raline langsung menegang karena panik.

"Mas Dimas ngomongin apa aja, Mas?"

"Wes engko wae di bahas nya. Kalian berdua pasti capek, ayo naik ke mobil sekarang. Ayah sama Ibu udah nungguin dari tadi." ucap Chandra yang lebih dulu masuk ke mobil.

"Yang, aku balik ke Jakarta aja ya." ucap Jerome dengan nada pelan.

"Kenapa? Kok tiba-tiba kamu mau pulang ke Jakarta."

"Aku takut di marahin sama Mas kamu. Kayaknya Bang Dimas ngadu sama Mas kamu tentang hubungan kita kemaren itu deh."

"Yakin mau pulang? Kalau kamu pulang berarti kamu nggak siap ketemu sama keluarga aku."

"Bukannya gitu, sayang. Akuㅡ"

"Jer, Mas Dimas bukan orang kayak gitu. Aku yakin sama kakak sepupu ku, dia emang kadang nyebelin tapi dia nggak akan bawa masalah ini sampai ke keluarga aku kok."

"Aku bukannya nggak bertanggung jawab sama sikap ku kemaren. Aku cuma belum siap aja kalau ditanya yang macem-macem."

"Tenang ya, keluarga aku nggak akan begitu kok."

Tinn...

"Buruan! Pacaran nya lanjut di rumah aja. Keburu malem nanti." seru Chandra dari dalam mobil.

"Ck! Opo seh wong iku, ngajak gulet po." cerocos Raline.

Cewek itu menggandeng tangan Jerome masuk ke dalam mobil.







To Be Continued...

Nih yang minta update udah aku update ya. Update karena hari ini ada yang HBD wkwkwk..

Maaf kalo bab ini kurang memuaskan. Semoga banyak yang suka ya.

Udah siap kah kalian Jerome-Raline sebentar lagi pamitan dari wattpad?

Harus siap dong hehehe



Continue Reading

You'll Also Like

2.6K 330 5
Dalam pertemuan yang tak terduga di tempat rekreasi, gadis pemalu Michael Airendra berhasil memikat Yevan dengan sikap tenang dan cara berbicara lemb...
2.3M 35.1K 48
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
3.4K 327 4
Kaveh adalah seorang arsitek terkenal di Kota Sumeru. Orang mengenalnya dengan baik mengingat reputasinya, dia juga dikenal sebagai Omega impian bagi...
716K 45.7K 32
Semua orang mengira Saka Aryaatmaja mencintai Juni Rania Tanaka, namun nyatanya itu kekeliruan besar. Saka tidak pernah mencintai Rania, namun menola...