Unspoken Love (Ayesha Gabriel...

By orangesunset18

794 287 344

"Aku menyukai seni, tapi membenci lagu. Karena semua orang tahu bahwa aku tidak akan pernah bisa bernyanyi, g... More

PROLOG
BAGIAN 2 (Saudara Kembar)
BAGIAN 3 (Si Gadis Bisu)
BAGIAN 4 (Aku Berbeda)
BAGIAN 5 (Sang Badboy)
BAGIAN 6 (Ibu?)
BAGIAN 7 (Bunda Sakit?)
BAGIAN 8 (Bekas Luka)
BAGIAN 9 (Kerja Kelompok)
BAGIAN 10 (Kelas Margasatwa)
BAGIAN 11 (Orang Gila)

BAGIAN 1 (Perpustakaan)

98 35 43
By orangesunset18

"Kenapa ini tidak berhenti mengalir?"

Gadis dengan pakaian seragam sekolah itu tengah sibuk membersihkan cairan merah yang terus keluar melalui hidungnya. Ia mendongak ke atas menatap atap kamarmya agar menghambat proses keluarnya cairan tersebut.

Tok ... Tok ... Tok ...!

"Ayesha?" ucap seseorang yang mengetuk pintu diluar kamar gadis itu.

Wijaya dapat mendengar suara grasak-grusuk dari dalam sana. Ia yakin sekali putri nya tengah bersiap untuk sekolah sampai menimbulkan bunyi yang cukup keras, mungkin ada barang yang terjatuh.

Tak lama kemudian pintu berwarna coklat dengan ukiran antik itu terbuka. Tampaklah seorang gadis yang sudah siap dengan balutan seragam putih abu dan jas almamater di tubuhnya, lengkap juga dengan tas gendong berwarna biru sudah tersampir di bahunya.

Namanya Ayesha Gabriella. Gadis yang kerap disapa Ayesha, atau Sasa oleh orang terdekatnya. Tubuhnya tidak terlalu pendek, tidak juga terlalu tinggi. Rambutnya hitam pekat dan selalu diikat kuda, membuatnya tambah terkesan cantik. Belum lagi wajahnya putih bersih, dan alami. Tidak terpoles make up sekalipun.

Ayesha tersenyum menatap ayahnya. Lalu menutup pintu kamarnya dengan rapat.

"Udah siap, tuan puteri?" tanya Wijaya dengan ceria pada Ayesha.

Ayesha mengangguk menjawabnya sambil tersenyum lebar.

Kedua tangan Wijaya yang disembunyikan di belakang nya ternyata membawa sebuah kotak makan kecil yang juga berwarna biru langit, warna yang di sukai putri nya.

"Ta-daa," ucap Wijaya lalu kemudian terkekeh kecil melihat raut wajah senang putri semata wayang nya itu.

"Nih, Ayah siapkan bekal. Jangan lupa di habiskan, ya?" Lanjutnya sambil memberikan kotak makan itu pada Ayesha. Dengan sigap Ayesha menerima nya sambil mengangguk lagi.

"Yuk, Ayah antar sampai pangkalan," ucap Wijaya sambil memegang tangan putri nya dan mengiringnya menuju pintu utamanya. Keduanya berjalan sampai pangkalan jalan raya yang tak jauh dari rumah mereka.

Tak lama, mobil angkutan umum pun berhenti didepan mereka setelah Wijaya mengulurkan tangan kanan nya, mengisyaratkan agar memberhentikan angkot tersebut.

"SMA Merdeka ya Pak," ucap Wijaya kepada supir angkot tersebut sambil membayar ongkos.

Lantas sang supir menerima uangnya dan mengangguk. "Siapp!" jawabnya semangat.

"Ayo, Neng." Supir tersebut menyuruh Ayesha masuk dan duduk bersama penumpang yang lainnya.

Wijaya mencium pucuk kepala Ayesha. Lantas Ayesha menyalimi tangan Ayahnya, "Semangat belajarnya, biar pintar dan bisa banggain Ayah," ucap Wijaya sambil memegang lembut pundak Ayesha.

Ayesha masuk kedalam angkot setelah berpamitan pada Ayahnya. Ia duduk tepat di belakang supir.

Bukan tanpa sebab ia duduk disana. Bukan karena Ayesha seorang yang suka mabuk perjalanan, tetapi ia tidak bisa berjauhan dengan sang supir, karena itu akan menyulitkan komunikasi nya.

Ya, Ayesha memang tak seberuntung remaja seusianya. Ayesha Gabriella, seorang gadis tuna wicara sejak lahir. Untuk itu, ia akan berkomunikasi melalui bahasa isyarat yang telah di kuasai nya.

Setelah beberapa menit akhirnya angkot yang ditumpanginya sudah sampai pada tujuan. Ayesha turun dan segera menyatukan kedua tangannya sambil tersenyum pada sang supir.

"Terima kasih," setidaknya itulah yang ditangkap oleh sang supir setelah melihat gerakan tangan Ayesha.

Ayesha berbalik dan menatap sekolah nya yang luas. SMA Merdeka, sekolah yang didalam nya rata-rata orang berada. Sebuah perjuangan besar Ayahnya sampai bisa menyekolahkannya di sekolah se-elite ini.

Ayesha menggenggam kedua tali tasnya yang tersampir dipundak dengan erat. Ini kali pertamanya sekolah di tempat umum, saat SD dan SMP, ia sekolah di tempat khusus Sekolah Luar Biasa. Namun untuk jenjang ini, ia meminta keras kepada ayahnya, bahwa dirinya ingin sekali mencoba sekolah ditempat umum seperti anak-anak lain.

Awalnya Wijaya menolak keras permintaan putri nya itu, namun mau bagaimana lagi, Ayesha memaksa, ia hanya ingin mencoba. Dan jika saja dirinya tak mampu menjalani ini kedepannya, ia akan kembali bersekolah di tempat khusus. Ya ... tapi dirinya berharap besar, semoga sekolah ini tidak membawa masalah besar pada dirinya nanti.

Ayesha menghela nafas panjang, ia bersyukur selama kurang lebih belum genap sebulan dirinya sekolah disini, tidak ada hal yang bermasalah.

Ayesha kemudian berjalan masuk melalui gerbang yang masih terbuka lebar. Sepanjang koridor utama, baru hanya ada beberapa murid saja yang berdatangan. Jam segini masih terbilang pagi, tetapi dirinya sudah biasa berangkat sepagi ini.

Akhirnya ia sampai dikelasnya. Di atas pintu terdapan papan nama, tertera kelas XI IPS 1 di sana. Ya, Ayesha masuk jurusan IPS, dirinya lebih menyukai berbagai cerita-cerita sejarah tentang zaman dulu. Menurutnya itu adalah hal yang patut dipelajari, karena segala pelajaran hidup yang bisa di ambil, itu tercermin dari apa yang sudah dilewati dimasa lalu.

Berbeda dengan orang-orang yang tidak menyukai sejarah dengan berbagai alasan, seperti membosankan, mengantuk, dan lain sebagainya. Ayesha tidak seperti itu, justru ia menyukainya.

Ayesha duduk di bangku satu sebelum terakhir, tepat disebelah kirinya adalah dinding. Ia tidak duduk sendiri, ia ditemani oleh Raya, gadis cupu di kelasnya.

Selain itu, memiliki satu sahabat yang sangat akrab dengannya. Bukannya Ayesha dijauhi lah, atau apa. Tetapi keterbatasannya lah yang menyulitkannya untuk berinteraksi dengan teman-temannya. Sedikit dari mereka yang memahami bahasa isyaratnya, itu juga tidak semua.

Termasuk sahabatnya, nama nya Alia. Sedikit cerewet namun mampu membuat mood Ayesha naik. Alia belum paham sepenuhnya tentang bahasa isyarat. Jadi ketika ia berkomunikasi dengan Ayesha, Alia bertanya lalu menjawab dengan tebakannya sendiri, atau Ayesha menuliskannya di sebuah kertas. Barulah Alia bisa memahami perkataan Ayesha.

"P!" ujar Alia yang baru saja datang dengan raut wajah ceria nya. Langsung berlari ke arah Ayesha dengan tergesa.

"Aaaaa! Kangen banget sama Sasaaa." ucapnya sambil memeluk Ayesha dengan erat sampai sang empunya kesulitan bernapas.

Lantas Ayesha menepuk-nepuk pundak sahabat bar-bar nya itu. Seketika Alia tersadar menyengir. "Hehe."

Alia tersadar dan langsung mengambil bangku di sebelah meja Ayesha, menariknya dan duduk di dekat Ayesha. "Eh, gimana-gimana liburannya? Seru gak?" tanya nya dengan heboh.

Ayesha mengangguk lalu menggerakkan tangannya memberi jawaban.

Seketika otak Alia load. Lalu ia menggaruk tengkuk nya yang tak gatal, "Gue nggak ngerti. Coba tulis deh," ucap Alia.

Ayesha menghela nafas pelan. Lalu dia mengambil note-book nya dan menuliskan sesuatu di sana. Setelah selesai, ia memberikannya pada Alia, dan langsung membaca nya.

"Menyenangkan sekali, liburan kemarin aku belajar berkebun di tempat Ayahku, dan main lumpur di sawah."

Alia mengangguk mantap, "Wah, keren Sa! Kapan-kapan ajak gue ya," jawab Alia dengan semangat setelah membaca jawaban Ayesha.

Ayesha mengangguk lalu menuliskan sesuatu lagi di note-book nya.

"Lalu bagaimana dengan waktu liburanmu? Pastinya tidak kalah seru."

Setelah membacanya, Alia mengangguk paham, "Seru dong, tapi sama aja sih, kaya liburan sekolah tahun sebelumnya. Jalan-jalan, shopping yaa gitu lah," jawabnya membuat Ayesha menganggukkan kepalanya kecil.

Alia ini memang bisa terbilang orang berada. Beruntung saja dirinya bisa berteman dengan Alia. Selain baik, Alia juga sering mambantunya dalam kesusahan. Benar-benar definisi sahabat sebenarnya, bahkan Alia sudah dirinya anggap sebagai saudara sendiri.

"Makanya gue pengen nyoba yang baru gitu, kayak lo. Main lumpur disawah. Gue belum pernah tuh, nanti kapan-kapan ajak gue oke?" Lanjut Alia dengan segera Ayesha tertawa lalu mengacungkan jempolnya, ada-ada saja sahabatnya ini, ingin mencoba yang aneh. Di kasih enak, malah mau nyoba yang susah.

"Oh iya!" Ucap Alia tersadar. Lalu ia membuka tasnya. Dan mengambil sebuah kotak box disana. Lalu memberikannya pada Ayesha.

"Gue beli ini buat lo. Jangan di tolak. Ini sebagai oleh-oleh sekaligus hadiah buat lo. Terima ya," lanjut Alia membuat Ayesha tidak bisa menolak lagi. Alia ini terlampau baik, bukan hanya kali saja. Setiap liburan sahabatnya itu pasti selalu memberinya oleh-oleh, baik itu bingkisan, maupun barang-barang sampai pakaian yang Ayesha sendiri yakini itu adalah mahal.

"Terimakasih, ya. Kamu baik sekali," jawab Ayesha sambil menggerakan tangannya.

Alia mengangguk, "Sama-sama. Di buka nya nanti aja pas di rumah." Sebenarnya Alia hanya bisa memahami sedikit gerakan tangan bahasa isyarat sahabatnya itu. Yaa, palingan intinya bilang makasih, 'kan?

"Woy! Ayok baris ke lapang. Bentar lagi upacara!" Teriak Bima yang tiba-tiba muncul dibalik pintu. Membuat sebagian murid kaget.

"Yuk," ajak Alia pada Ayesha sambil berdiri, ketika teman-teman yang lainnya sudah keluar sambil untuk melaksanakan upacara.

Alia hendak berjalan, namun segera di tahan oleh Ayesha, "Kenapa?" Tanya Alia heran.

Ayesha menggerakan tangannya di atas kepalanya.

Alis Alia mengangkat keheranan, otaknya berpikir keras, "Apa?"

Ayesha kembali meklakukan hal yang sama, lalu menunjuk sesuatu di tangan Alia.

"Apa? Oh, topi?" Tanya Alia setelah melihat ke arah tunjukkan sahabatnya itu.

"Oh iya. Topi punya lo, mana?"

Ayesha menggeleng, dan menepuk pelan kepalanya.

"Lupa?" Tebak Alia dengan tepat, lantas Ayesha mengangguk menjawabnya.

"Kok bisa? Ya udah pake punya gue aja," ucap Alia sambil memberikan topi miliknya ke tangan Ayesha.

Ayesha bingung dan menatap keheranan pada Alia.

"Gak papa, gue hari ini bagian jaga. Lo pake aja," jawab Alia seakan paham raut wajah kebingungan Ayesha.

Ayesha mengangguk paham. Lalu keduanya berjalan ke lapangan utama. Dirinya segera berbaris mengikuti teman sekelasnya, sedangkan Alia berjaga di belakang karena hari ini jadwal dirinya berjaga sebagai PMR.



***





Setelah mengikuti pembelajaran pertama yaitu geografi, Ayesha di kelasnya berdiam seorang diri. Beberapa menit yang lalu bel istirahat sudah berbunyi. Tentu saja para teman sekelasnya langsung menluncur ke kantin.

Alia, dia masih menjaga adik kelas tingkatannya yang tadi pingsan pada saat upacara di UKS. Jadi, Ayesha sendiri sekarang. Biasanya, jam-jam istirahat seperti ini, Ayesha selalu pergi membaca buku di perpustakaan, dari pada menuju kantin. Disana ramai, dirinya tidak suka keramaian. Itu selalu membuatnya pusing.

Untuk itulah perpustakaan yang sunyi sepi menjadi tempat pelariannya selama berada di sekolah.

Ayesha membuka kotak makanan yang diberikan Ayahnya, dan memakan bekal itu hingga habis tak tersisa. Lalu ia membuka botol minum miliknya. Setelah selesai, ia mengambil pulpen dan note-book nya kemudian pergi menuju perpustakaan.

Perpustakaan SMA Merdeka memang luas. Yaa sekolahnya juga luas dan elite, apalagi perpustakaan nya, 'kan?

Setelah mengsisi daftar pengunjung di meja dekat pintu. Langsung saja ia masuk dan berjalan menuju deretan rak novel. Ia akan membaca novel jika sedang gabut, dan akan membaca buku-buku sejaran jika sedang rajin.

Matanya bergulir menyapu pandangan pada setiap buku yang tersusun rapi di rak itu. Saking banyaknya, Ayesha sendiri bingung memilih novel apa. Dia sendiri lebih menyukai hal-hal berbau fantasy, atau horor.

Pandangannya berhenti pada sebuah buku dengan cover hitam dengan tulisan merah juga bercak darah. Sepertinya itu ber-genre horor atau psyhco. Lantas dengan kemampuan berjinjitnya, ia dapat mengambil novel tersebut.

Lalu ia membaca singkat blurb di cover belakang novel tersebut.
'Seeprtinya ini novel yang bagus. Aku akan meminjam ini.' Batinnya dalam hati.

Ayesha berbalik melewati rak-rak buku yang tinggi menjulang keatas, netranya tak sengaja melihat penampakan seseorang yang tengah terbaring tidur di rak paling pojok sebelah kanan di bawah meja besar, yang biasa digunakan untuk membaca.

'Apa tidak ada tempat lain untuk tertidur' batinnya bermonolog keheranan.

Ayesha berusaha untuk tidak menghiraukan ornag itu. Ia kemudian berjalan menuju meja tempat favorit nya yaitu di pojok kiri dekat jendela, dimana menampakkan jelas pemandangan yang mengarah langsung pada lapangan basket. Lalu ia mendudukkan diri disana lantas membuka novel halaman pertama.

Terlalu hanyut dalam suasana novel yang tengah dibacanya, Ayesha sampai lupa bahwa waktu istirahatnya hampir habis.

Satu lagi sifat Ayesha, dia seorang yang mudah lupa. Terkadang sesuatu hilang karena kecerobohannya sendiri.

"Anjir!" Umpat seseorang dengan keras, membuat lamunan fokus Ayesha terpecah.

Ia melihat sekelilingnya, hanya ada beberapa siswi yang berada jauh di meja tempatnya berada. Mereka pun sama terkejutnya mendengar umpatan itu. Lalu berusaha kembali untuk tak menghiraukannya.

Pandangan Ayesha terhenti pada seorang pemuda yang tengah tertidur tadi. Dapat ia lihat lelaki itu tengah mengusap-ngusap kepalanya sambil sesekali meringis.

Tak lama bel masuk berbunyi, Ayesha segela mengemas novel yang tengah dibacanya, dan beberapa note-book serta alat tulis miliknya. Lalu berjalan pergi meninggalkan perpustakaan.



TBC.

Bagaimana kesan membaca part awal?

Biasa aja?

Seru?

Penasaran?

Semoga suka ya...

Sampai ketemu di part selanjutnya⚘

See u

Rabu, 7 Feb 2024
Versi revisi✔
Kalo ada typo di tandain aja ya... ntar aku revisi ulang👌🏻

Continue Reading

You'll Also Like

155 57 5
Rere seorang diplomatik negara. Ketika di pesawat ia bertemu dengan seorang warga negara Thailand yang bekerja sebagai pramugari di maskapai internas...
1.8K 916 10
Bergabung dan bersekolah di jurusan kesehatan membuat Anggana semakin berpikir dan bersyukur setidaknya ia selalu dikelilingi orang yang mencintainya...
3.2K 160 22
Banyak orang menghargai orang lain karena memiliki kekayaan dan kecerdasan yang lebih. Dan terkadang mereka meremehkan bahkan mengabaikan orang oran...
bumi ✓ By tiara

Short Story

29.3K 5.6K 20
ialah sang klausa jatuh hati pada sajak yang ditulis dengan penuh hati hati. ©2020, all rights reserved by saturnlaus.