THE DEAL WITH EX

By shaanis

581K 87.9K 17.7K

THE DEAL WITH EX A romantic deal between Tallulah Riley & Hiza Dihyan -- Sebagai putri seorang pemain sepak... More

MEET THE CAST
MESSY MORNING
ADULT'S MISTAKE
HOW THIS STORY BEGIN
TALLULAH & TARISSA RILEY
SINCERITY MASK
APPOINTMENT
LATTE & CAPPUCCINO
HELP ME
GRIEF SCREAMING
SILENT HUG
MATA-MATA IBU
PARENTS
AGREEMENT
THE DEAL WITH EX
WALK ON
FAMILY
SECRETARY
HIZA'S SISTER
THE DIFFERENCE
MOMMY
TY'S DAUGHTER
I PROMISE YOU MY LIFE
OVERTHINKING
DIHYAN-RILEY; WEDDING
HIZA'S WIFE
WELCOME TO THE JUNGLE
INSECURE
PURA-PURA, NYATA
A SUBSTITUTE
HIDE AND SEEK
FALSE SIGN
THE SECRET WE CAN'T KEEP
BONUS PART

DIHYAN & PASQUE

14.6K 2.3K 406
By shaanis

Hampir lupa kudu update, pfftt. . .

hari ke-14 di 2023, kalian sudah bikin resolusi apa? Line 93 terasa mulai gelisah yagesya, akhirnya ganti angka depan, wakakakaka anyway apapun resolusinya, semoga kesehatan fisik & mental tetap terjaga yhaa ... Aamiin

Yeap, sesuai judul bakal ada Red Pasque, sayangku sebelum memilih Hiza 🥰

🌸

DIHYAN & PASQUE


"Ah, Hiza ..."
Suara lirih berbalut desah lembut itu seakan enggan menghilang dari pikiran Hiza, termasuk rasa tubuh telanjang perempuan yang sepanjang malam melekat padanya. Tubuh Tallulah Riley sangat hangat, lembut, memiliki wangi lily of the valley yang khas, sedikit aroma lime yang segar, membuat jenis wangi itu tidak hanya terkesan feminim namun juga energik. Bahkan setelah dua kali memuntahkan isi perut, membuat keringat membanjir di wajah hingga bagian depan rambut Tallulah basah, wangi parfum perempuan itu masih tercium, menyamankan Hiza yang memeluknya hingga terlelap.

Hiza berbohong ketika mengaku salah mengambil bungkus pengaman sebagai plester untuk merawat luka gores di lutut Tallulah. Yang sebenarnya terjadi adalah, pada detik-detik terakhir sebelum melakukan persetubuhan itu, Hiza sadar diri dan begitu saja berhenti, terutama ketika Tallulah mengulurkan tangan dan meminta pelukan. Hiza segera menenangkan diri, bergeser dari atas tubuh perempuan itu, beralih ke samping dan memeluknya dalam posisi seaman mungkin.

"Thank you, Hiza ... thank you for coming, thank you for being here with me." Itu kalimat terakhir yang sempat Hiza dengar, sebelum Tallulah mendongak untuk mencium pipinya dan mereka tertidur tidak lama kemudian.

Ttok... Ttok...
Suara ketukan membuat Hiza bergegas bangun dari tempat tidur. "Ya," sahutnya.

Daun pintu bergerak membuka, Hiza nyaris menjengit ketika sang ibu melongokkan kepala. Pasalnya di wajah Julien Mayrose itu terdapat olesan masker warna hijau tua yang tampak akan mulai mengering, "Udah tidur? Ibu bikin Aa kebangun?"

"Belum ngantuk-ngantuk banget, kenapa?"

Mayrose mendekat, antusias mengulurkan sebuah map tipis, "Ini ada profil anaknya teman Ibu, Aa kenal 'kan? Tante Briana yang rumahnya di Pasteur, anak bungsunya udah balik dari Aussy, bisalah Aa kenalan sama dia."

"Ibu..." sebut Hiza, sejujurnya keberatan.

"Jangan ogahan begitu."

"Bukan ogahan, buat acara Rave aja aku udah banyak ubah jadwal, geser ini itu biar bisa ikuti rangkaian adatnya... bingung mesti menyela acara yang mana buat ngurus beginian."

Mayrose memahami kesibukan anaknya, apalagi sekarang ini Senior Living Group sedang sangat tersorot. "Jangan khawatir, minggu depan anaknya Tante Briana ada wawancara apa gitu di Sampoerna Jakarta, Aa bisalah sempatin makan siang bareng, kenalan sama dia."

"Kenalan sekalian di acara pernikahan Rave—"

"Ih, Aa! Itukan Ibu minta cepat-cepat ketemu sama kenalan, biar Aa punya pendamping buat acaranya Rave, enggak sendirian nanti waktu terima tamu."

"Emerald juga sendirian, enggak masalah."

"Emerald jadinya sama Hiroshi... Aa kudu usaha biar begitu juga, memangnya enggak kepengin bisa kayak Rave?"

Hiza menghela napas, "Iya, kepengin tapi—"

"Aya kahayang bari jeung teu dibarengan ku usaha mah sarua jeung ngabodor," sela Mayrose lagi, sambil meraba area masker kering di bawah dagu. "Ini Ibu udah bantuin usahanya, Aa tinggal ikutin aja, enggak ada susahnya kenalan gitu. Apalagi anaknya Tante Briana juga cantik."

"Memangnya Ibu mau punya menantu sekadar cantik?" tanya Hiza.

"Ya, enggak ... maunya yang sesuai sama Aa, yang orangnya baik, bikin Aa nyaman, bisa jadi pendukung sekaligus tempat untuk Aa bersandar."

"Aku juga butuhnya orang yang bisa ngobrol sama Rave, yang bisa dekat sama keluargaku... Tante Briana aja kayak enggak pernah natap Rave kalau datang ke sini, gimana anaknya?"

Mayrose agak terdiam mendengar ucapan sang putra. Hiza mengembalikan lagi map yang diterimanya. "Ibu enggak perlu khawatir soal pasangan, aku juga enggak keberatan sendiri di acara Rave nanti. Aku ada di sana sebagai kakaknya, aku memang satu-satunya kakak yang dia punya, yang bakal selalu ada buat Rave."

Mayrose menerima kembali map yang diulurkan Hiza, "Ibu cuma mau Aa juga bisa kayak—"

"Kalau aku mau bahagia itu versiku sendiri, Bu... bukan kayak Rave, bukan kayak Ayah-Ibu, tapi versiku sendiri dan sekarang... atau seenggaknya sewaktu Rave menikah nanti, bahagiaku itu bukan karena aku punya pendamping acara yang cantik, bahagiaku tuh lihat Rave sama Red melangkah ke tahap kehidupan selanjutnya dengan limpahan restu dan doa-doa yang baik." Hiza menyela dengan nada setenang mungkin, menunjukkan itu memang hal yang ada dalam benaknya agar sang ibu memahami pilihannya.

Air mata yang jatuh membuat warna masker yang mulai memudar jadi menggelap kembali, Mayrose segera menahan tetesan berikutnya. "Aa bikin Ibu tiba-tiba terharu aja."

Hiza tertawa kecil dan segera beranjak, merangkul ibunya santai, "Semua tuh ada saatnya ... aku mungkin lahir duluan tapi bukan berarti itu bikin aku harus menikah duluan. Jodoh tuh hak prerogatifnya Tuhan, mau usaha kayak apa, kenalan sama ini-itu, kalau belum saatnya ya belum juga."

Mayrose paham itu. "Rave yang enggak pernah kenalan sama ini-itu justru dapat jodoh duluan."

"Nah, itulah dan jangan percaya kalau orang bilang dilangkahin atau didahului adik menikah terus bikin si kakak enggak laku... rejeki, jodoh, sampai maut tuh Tuhan yang menentukan, bukan omongan orang." Hiza menepuk-nepuk bahu sang ibu.

"Iya, ibu juga enggak percaya omongan orang, cuma risih setiap acara ditanya. Aa ini ganteng, atletis, tinggi, udah sukses, masa pacar belum juga punya." Mayrose memberi tatapan menyelidik ke arah anak pertamanya. "Anu... ini Aa masih senengnya sama perempuan, 'kan?"

"Astaga! Iyalah aku sukanya perempuan... Ibu jangan aneh-aneh pikirannya." Hiza serta merta kembali duduk di tempat tidurnya sambil geleng kepala, seandainya bisa memberi tahu sang ibu bahwa semalam ia nyaris meniduri perempuan.

"Terus kenapa enggak pernah ngenalin pacarnya? Atau Aa sengaja backstreet gitu? Mencurigakan lho hubungan kok sembunyi-sembunyi begitu."

"Enggak, memang enggak punya pacar. Belum ada yang cocok diajak pacaran." Hiza meyakinkan ibunya melalui tatapan.

Mayrose menghela napas pendek, bersedekap sambil menggenggam map tipis yang gagal menarik perhatian sang putra. "Ya sudah, kita bikin deal saja."

Hiza menyipitkan mata, waspada. "Bikin deal apa?"

"Kesepakatan, terhitung sejak pernikahannya Rave sampai tiga bulan kemudian kalau Aa masih jomlo aja, belum bisa kenalin perempuan. Ibu bakal aturin perjodohan. Aa enggak boleh menolak, numutkeun kana."

"Ibu..." protes Hiza.

"Buktikan kalau Aa memang sehat jiwa dan raga." Mayrose agak menuntut hal satu ini, sebelum kecemasannya semakin menjadi.

Hiza memijit sisi keningnya, tidak bisa menutupi keheranan dalam nada suaranya. "Sejak kapan punya pacar membuktikan orang sehat jiwa dan raga?"

"Sekarang manusia ada-ada aja ulahnya, banyak main alter atau apalah itu. Ada beritanya di televisi, ngeri loh! Kelihatannya alim, kalem, anteng aja tapi begitu jadi alter justru suka sesama jenis! Hiii..." Mayrose bergidig dan menggeleng, "Ibu bisa mati berdiri tahu kalau Aa sampai begitu."

Seumur hidup, Hiza belum pernah merasa tercengang sehebat ini. "Ibu, astaga! Jangan sembarangan, kalau ngomong."

"Enggak sembarangan, pokoknya begitu kesepakatannya... tiga bulan setelah acaranya Rave, Ibu tungguin siapa perempuan yang bakal Aa kenalin." Mayrose menambahkan satu hal penting. "Perempuan tulen ya, Aa, yang original," pungkas ibu dua anak itu lalu beranjak dari tempatnya, meninggalkan Hiza yang masih mencoba mencerna kesepakatan yang dipaksakan sepihak padanya tersebut.

***

Jakarta, Men's Formal Wear Boutique.

"Hiza! Sebelah sini." Suara itu seketika mengalihkan perhatian Hiza yang baru memasuki butik khusus untuk pembuatan jas bagi pendamping pengantin.

"Sorry, depanku tadi mobilnya ngebul terus bikin kemacetan sebentar." Hiza memberi tahu begitu mendekat.

Red mengangguk, "Saga juga belum datang, tinggal kalian berdua yang harus final fitting."

"Rave mana?" tanya Hiza, saking sibuknya belum melihat adiknya itu seminggu ini.

"Ke seberang, katanya kamu pasti belum makan siang, dia pesan sandwich."

Hiza mengangguk-angguk lalu beralih mengikuti petugas butik yang menyapa dan mengarahkannya ke ruang ganti. Hiza menukar setelan kerjanya dengan setelan jas untuk acara resepsi, Red memilih warna abu-abu untuk setelan pendamping lelaki, dipadu dengan dasi dan sepatu yang senada. Untuk pendamping perempuan gaun dengan aksen tile dan renda warna perak dilengkapi flower hands bunga mawar merah dan lavender yang diikat pita warna violet.

Warna tema yang dipilih untuk acara resepsi itu memang violet fantasy, meski kedua pengantin tetap mengenakan setelan serba putih. Hiza sudah diperlihatkan foto hasil pengepasan gaun resepsi adiknya, Rave terlihat cantik, elegan, seperti seorang putri kerajaan. Jenis fantasy yang dimaksud dalam acara pesta resepsi itu juga merujuk pada desain taman buatan yang dihadirkan dalam gedung, semuanya merupakan bunga asli, sebagian besar import. Rancangan venue pesta yang diperlihatkan ketika rapat persiapan pernikahan benar-benar sukses membuat Hiza dan orang tuanya melongo.

Keluarga Red memang mengambil alih tanggung jawab untuk penyelenggaraan acara resepsi dan menilik selera mereka yang di atas rata-rata, sudah pasti setiap hal menyangkut pesta tersebut akan mendapatkan sentuhan kemewahan atau sisi elegan yang mengagumkan.

Setelah memastikan penampilannya, Hiza keluar dari ruang ganti, mendapati sang adik sudah duduk di sofa tunggu bersama Red.

"Ganteng," sebut Rave dengan senyum lebar.

Hiza masih saja menganggap senyum adiknya itu terlihat agak konyol. "Udah pas," katanya lalu memperhatikan penampilan di dinding kaca samping.

"Jadinya yang keluarga enggak pakai bunga kering, pakai pin buat Papa, Ayah, Rey sama kamu." Red memberi tahu lalu mengeluarkan kotak beludru, pin yang ditunjukkannya berbentuk bunga mawar dengan dua kelopak berwarna merah, dua kelopak lainnya berwarna lavender. Tangkainya berupa rangkaian huruf latin Dihyan&Pasque yang mewakili nama keluarga kedua mempelai.

"Bagus," ucap Hiza sebelum teralihkan kilau warna merah dan lavender yang jelas bukan berasal dari pulasan cat. "Ruby and amethyst stone?"

Red mengangguk, "Spesial, biar mirip sama cincin tunangan Rave."

Hiza menoleh adiknya yang hanya bisa mengangkat bahu, tentu saja , karena Rave tidak akan mengerti tentang hal-hal semacam itu. Sejauh Hiza mengingat, hal yang menarik perhatian adiknya sepanjang persiapan acara pernikahan hanyalah rangkaian buket pengantin yang akan dibuatnya sendiri dan diambil dari koleksi bunga yang ada di Pasque Green House. Selain persoalan itu, Rave lebih banyak menurut atau satu suara dengan Red.

"Sepatunya udah pas juga?" tanya Red.

Hiza mengangguk, "Kata Mama, kaus kakinya nyusul, kalian bikin kaus kaki custom juga?"

Red meringis kecil, "Purp yang tiba-tiba punya ide dan Emporio benar-benar mau menambahkan bordir D&P, spun gold... dia pesan dua lusin, besok pagi datangnya."

"Crazy," sebut Hiza.

Rave menggeleng, tertawa ketika meralat, "Kalau Kak Purp sebutnya; Amazing."

Mendengar satu kata itu otomatis Hiza ikut tertawa bersama Red. Seperti apa yang kemarin diucapkannya pada sang ibu, bahwa kebahagiaan Hiza sekarang memang lebih banyak melibatkan tawa adiknya. Dan tentang kesepakatannya dengan sang ibu, Hiza memilih untuk mengabaikannya saja sementara ini. Lagipula, sudah seminggu berlalu dan Tallulah tidak menghubunginya.

[ to be continued ... ]

translate:
*Aya kahayang bari jeung teu dibarengan ku usaha mah sarua jeung ngabodor  [Ada keinginan kalau enggak dibarengi dengan usaha sama saja seperti berbohong.]
**numutkeun kana [Nurut aja ya]

bikin deal sama Ibu dulu, baru bikin sama Talla ... pfftt

anw, serius ya di bab ini udah ditegaskan sekali lagi belom terjadi hal-hal yang diinginkan antara Talla sama Hiza, sabar ... Aa greenflag meski kudu setengah mati menenangkan diri, tetap tyda akan kebablasan.

terus kok ada spoiler bayi? biar gemoy aja, pfftt ngik ngik ngik

nih another spoiler ya


Continue Reading

You'll Also Like

111K 12.8K 29
Copyright © 2017 by Littlesunshine_ • DILARANG KERAS MENJIPLAK, MENYALIN, MENCETAK CERITA INI TANPA SEIZIN PENULIS • ---------------------- Ardisa...
560K 81K 72
"Malik Syarifudien Pramana, hantu masa lalumu?" tanya orang itu sambil melempar buku baruku ke meja. Suaranya tajam dan dingin. Mataku mengikuti ara...
6.6K 598 49
Regen tidak suka sesuatu hal yang rumit. Akan tetapi, seakarang ini ia dihadapkan dengan persimpangan; masa lalu yang muncul kembali tanpa aba-aba, m...
1.7M 82.6K 54
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...