Radeon

By naputyy

1.2K 92 10

Menikah dengan bos yang ternyata adalah teman saat kecil?? ... Kayyisa Rheva Shalitta sudah cukup hidup sulit... More

R. [00] Dinner.
R. [01] Sesuatu.
R. [02] Makan Siang.
R. [04] Gaun.
R. [05] Proposal.
R. [06] Panggilan Baru.
R. [07] Tunangan.
R. [08] Pagi yang Indah.
R. [09] Bunda.
R. [10] Weekend.
R. [11] Weekend (2).
R. [12] Fakta Isu.

R. [03] Pesta.

91 8 1
By naputyy

"Siapa yang bertanggung jawab atas produk ini?" tanya Deon saat para pemimpin tim berkumpul untuk mengadakan rapat. Deon tahu jika produk perusahaannya itu hampir gagal karena sesuatu. Para jajaran petinggi di kantor berjajar duduk saling berhadapan, sedangkan Deon duduk di paling ujung menghadap pada proyektor yang menunjukkan produk yang hampir gagal.


"Saya, Pak." Ketua tim bagian COO mengangkat tangan dan berucap dengan tegas.

"Memang sudah tanggung jawabmu, kenapa produk ini bisa gagal juga karena kelalaian mu. Jika lain kali ini terulang kembali, maka tidak akan ada ampun bagimu."

"Baik, Pak." Ketua tim COO langsung terdiam, kepalanya ia tundukkan sedalam mungkin karena malu.

"Bagaimana penjualan bulan ini?" Deon berpaling pada gambar kuartal di iPad.

"Penjualan bulan ini terus meningkat dari kuartal bulan lalu, Pak." kini berpindah, ketua tim CMO menjawab dengan bangga.

Deon menganggukkan kepala setuju saat melihat kuartal yang terus naik melalui iPad.

"Baiklah. Rapat kali ini selesai sampai sini." Deon langsung bangkit dan meninggalkan ruang rapat yang tadinya begitu menegangkan.

Deon berjalan ke arah lift karyawan. "Kau boleh pergi, Tiara." kata Deon saat menunggu pintu lift terbuka.

Tiara mengangguk sekali, "Baik, Pak."

Deon langsung masuk ke lift karyawan yang sedang kosong, saat Deon akan menekan lantai dasar, matanya tidak sengaja menangkap tombol lantai tiga. Dimana para karyawannya sedang menyantap makan siang di sana. Ia langsung menekan tombol itu dan pintu lift tertutup.

Benar dugaannya, saat jam makan siang sudah hampir tiba, lantai tiga akan ramai oleh karyawan dari tim manapun. Mereka berkumpul semua di sana. Mungkin ada sebagian yang memilih makan di luar kantor.

Lalu, matanya tidak sengaja menangkap satu sosok yang duduk di paling pojok dekat jendela kantor yang besar. Ia langsung tersenyum dan berjalan menghampiri sosok yang sedang fokus pada objek di luar kantor.

"Bolehkah aku bergabung denganmu?"

Sosok itu langsung menoleh dengan pandangan terkejut. "Pak Deon?"

"Ya, Kay?"

"Bapak makan di sini?"


"Kenapa? Apa tidak boleh?" Deon langsung duduk di kursi seberang Kay yang terhalang oleh meja persegi.

Para karyawan yang melihat pemandangan itu hanya dapat berbisik-bisik tidak suka. Karena karyawan biasa seperti Kayyisa bisa berdekatan langsung dengan Direktur.

"Tentu saja boleh, Pak." Kay menjawab dengan malu. Karena pandangan mata semua sedang mengarah padanya, jadi ia semakin merasa terintimidasi.

"Kau sudah selesai makan?"

"Baru saja selesai."

Deon menganggukkan kepala, "Aku butuh privasi jika ingin berbicara denganmu, maukah kau makan lagi di luar?" Deon menunjuk jendela besar disampingnya, menunjuk salah satu restoran mahal yang berjejer di luar sana.

"Tapi, saya masih kenyang, Pak." kata Kay menolak dengan wajah lugunya. Membuat Deon tertawa kecil.

Dan para karyawati yang melihat hal itu rasanya ingin berteriak, ini adalah pertama kalinya mereka melihat senyuman Deon setelah lama bekerja di perusahaan.

"Baiklah, ayo kita minum teh saja."

∘∘∘

"Kau sudah membicarakan soal pernikahan ini dengan kedua orang tuamu?" Deon bertanya setelah menyesap teh pesanannya.

Kay yang masih memperhatikan interior cafe kembali menatap Deon yang duduk di depannya. "Sudah."

"Apa kata mereka?"

"Mereka menyerahkan semua keputusannya pada saya. Ayah dan Ibu saya hanya bisa mendukung kehidupan yang saya jalani, setelah saya menyetujui pernikahan in―"

"Tunggu!" Deon memotong ucapan Kay begitu saja saat ia mendengar satu kata yang membuat hatinya begitu berdebar.

Kay langsung mengatupkan mulutnya begitu saja saat Deon memotong ucapannya. "Kenapa, Pak?"

"Bisa kau ulangi lagi ucapanmu sebelumnya?"

Kay berpikir lebih dulu ucapan mana yang dimaksud Deon, "Pernikahan?"

"Sebelumnya."

"Yang mereka mendukung keputusan saya?"

"Setelah itu, Kay. Kau mengatakan sesuatu setelah mengatakan hal itu."

Kay kembali berpikir, setelah menemukan jawabannya, ia langsung tersipu malu. "Sepertinya saya salah bicara?" Kay berucap dengan pelan, ia menundukkan kepalanya karena malu.

Deon tersenyum senang, "Sepertinya kita bisa melakukan pernikahan secepatnya."

"Lakukan dengan pelan-pelan saja, Pak."

"Baiklah, aku hanya bercanda."

Keheningan melanda keduanya. Sesekali keduanya akan meminum tehnya masing-masing dan keadaan seketika menjadi canggung.

"Aku sendiri belum memberitahu orang rumah. Maukah kau ikut ke pesta keluargaku?" Deon akhirnya memecahkan keheningan itu.

Kay terdiam saat mendengar permintaan Deon, "Pesta?"

"Iya, pesta itu memang selalu diadakan setiap satu bulan sekali. Dan kebetulan bulan ini jadwalnya berada di rumahku. Aku berniat mengajakmu, karena aku juga ingin sekalian mengenalkan mu pada keluarga besar ku."

Kay yang mendengarkan penjelasan Deon kembali tertekan. Jika yang hadir adalah keluarga besar, yang akan hadir bukan hanya keluarga inti Deon, tapi pasti ada kakeknya, neneknya, saudaranya, paman, tante, para sepupu. Kay menghela pelan dan menatap Deon gusar, "Sepertinya saya tidak bisa, Pak."

"Kenapa tidak? Apakah terlalu awal?" Deon menatap Kay dengan wajah penuh tanya.

"Benar, ini terlalu awal untuk saya."

"Baiklah, bagaimana jika bulan depan?"

"Apa tidak bisa menunggu hingga dua bulan lagi, Pak?"

"Sepertinya tidak bisa, Kay. Sudah ku bilang sebelumnya jika aku hanya diberi waktu tiga bulan untuk mendapatkan calon istri, tidak bisakah kau membantuku? Setidaknya saat pesta nanti kau hanya perlu berdiri di sampingku dan memperkenalkan dirimu jika kau adalah tunangan ku."

"Tapi, saya terlalu takut." Kay menatap dengan raut wajah yang ragu.

"Apa yang kau takutkan? Sedangkan aku berada di sampingmu?" Deon terus meyakinkan Kay untuk ikut bersamanya. Ia tidak ingin di pesta kali ini kembali diolok-olok oleh keluarganya lagi. Ia bahkan sampai bertekad jika Kay bersikeras tidak ingin ikut bersamanya, maka ia pun tidak akan hadir di pesta itu.

"Apa tidak apa-apa, Pak?"

"Tentu saja tidak apa-apa, kau adalah pasanganku."

"Kapan pesta itu diadakan?"

"Minggu depan."

・⁠・⁠・

Ucapan pesta yang disebutkan Deon kemarin masih terus terngiang di telinga Kay, bekerja pun jadi tidak fokus. Banyak berkas revisi yang masih harus ia kerjakan, tapi ia malah memikirkan hal lain.

Kay menghela napas dan melirik ke arah sampingnya dimana ada temannya yang sedang santai, "Ren, bisakah kamu mambantu ku?"

Wanita yang dipanggil Ren itu menoleh dan menegakkan punggungnya yang sebelumnya menyandar pada kursi, "Ya? Bantu apa, Kay?" jawabnya begitu ramah.

"Tolong aku untuk menyelesaikan revisi ini." Kay menunjuk setumpuk berkas di mejanya.

Ren melirik itu dan mengangguk sekali, "Dengan senang hati," Ren tersenyum senang dan mengambil sebagian tumpukan berkas itu.

"Terima kasih, Ren."

Akhirnya, setelah dibantu oleh temannya, pekerjaan itu lebih cepat selesai. Fokus Kay tidak teralihkan dari berkas revisi karena Ren terus mengajaknya untuk mengobrol. Perasaan Kay bisa lebih tenang dari sebelumnya.

Kini Kay berada di rooftop, menghindar dari karyawan lain yang sudah pasti akan meminta bantuan pada Kay. Hari ini ia tidak ingin bertemu dulu dengan Deon. Ia sibuk memikirkan jawaban yang akan ia berikan soal pesta itu.

Sejak kemarin, Kay belum memberikan jawaban pasti untuk menyetujui ajakan Deon.

"Udah gue duga lo pasti di sini."

Kay menoleh pada pintu masuk rooftop saat mendengar suara familiar itu. "Udah waktunya istirahat, kah?"

Vyca menghampiri Kay dan berdiri di sampingnya, "Udah, kenapa emang?"

"Lo nggak makan sama temen-temen lo?"

"Nggak. Bestie gue aja nggak keliatan di kantin, masa iya gue makan sendiri di luar?"

"Tumben?"

"Gue tuh kalau udah waktunya istirahat, pasti mampir dulu ke cafetaria buat liat lo. Lo makan apa nggak, kalau makan gue juga bakal makan, kalau nggak ya gue juga nggak."

Kay terharu saat temannya mengatakan demikian, "Kenapa lo begini, sih?"

"Karena kita sahabat? Oh, atau saudara?" Vyca tertawa ringan dengan ucapannya sendiri.

"Vyca," panggil Kay dengan lembut.

"Kenapa?"

"Pak Deon," kata Kay pelan. Ia rasa sudah saatnya ia memberitahu soal Deon yang mengajak dirinya menikah. Setelah Vyca menganggap dirinya seperti saudara bagi Vyca, ia kini percaya pada temannya itu.

"Kenapa sama Pak Deon?"

"Dia ngajakin gue nikah."

✧Bersambung✧

Radeon di sini>⁠.⁠<

Naputy.

Continue Reading

You'll Also Like

1M 39.5K 92
๐—Ÿ๐—ผ๐˜ƒ๐—ถ๐—ป๐—ด ๐—ต๐—ฒ๐—ฟ ๐˜„๐—ฎ๐˜€ ๐—น๐—ถ๐—ธ๐—ฒ ๐—ฝ๐—น๐—ฎ๐˜†๐—ถ๐—ป๐—ด ๐˜„๐—ถ๐˜๐—ต ๐—ณ๐—ถ๐—ฟ๐—ฒ, ๐—น๐˜‚๐—ฐ๐—ธ๐—ถ๐—น๐˜† ๐—ณ๐—ผ๐—ฟ ๐—ต๐—ฒ๐—ฟ, ๐—”๐—ป๐˜๐—ฎ๐—ฟ๐—ฒ๐˜€ ๐—น๐—ผ๐˜ƒ๐—ฒ ๐—ฝ๐—น๐—ฎ๐˜†๐—ถ๐—ป๐—ด ๐˜„๐—ถ๐˜๐—ต ๏ฟฝ...
632K 23K 97
The story is about the little girl who has 7 older brothers, honestly, 7 overprotective brothers!! It's a series by the way!!! ๐Ÿ˜‚๐Ÿ’œ my first fanfic...
37.2K 3.5K 33
"Gue akan bunuh dia dengan tangan gue sendiri!" Delava Angkara. Bagaimana jadinya jika gadis yang terkenal nerd dilingkungan sekolahnya ternyata gadi...