Let's Break The Wind

miPaaii tarafından

29.4K 4.2K 387

Windbreaker × OC Dia adalah sepupu dari Jay Jo. Season 1 ✔ ⚠ RATE : 15+ Di bawahnya, mohon meninggalkan lapa... Daha Fazla

[S1] - 01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
14
[End of s1] - 15
16 - SPECIAL CHAPTER
[S2] - 17
18
19
20
21
22

13

923 149 16
miPaaii tarafından

Yuna's POV

Ini buruk.

Aku harus gimana?

Gara-gara aku, kami semua terlibat dalam perkelahian. Maksud 'kami' di sini, tentu bukan aku yang berkelahi. Aku hanya umpan untuk mereka memanggil Dom ke sini supaya bisa memukulinya.

Ini semua karena aku. Kalau saja kemarin saat pulang dari taman, aku memberi anak nakal itu nomorku, mungkin Dom nggak akan memukulnya dan terjadi tawuran besar.

Tawuran yang seharusnya terjadi antara 3 berandal melawan Dom, kini berubah menjadi tawuran antar sekolah. Atau harus kukatakan seisi sekolah lain mengeroyok teman-temanku?

Dom, Minu, Jay, dan Zophy melawan segerombolan yang kurasa mereka adalah siswa Gunn High.

Minu dan Dom yang berkelahi, sudah bukan hal baru untukku. Tapi... Jay dan Zophy?! Mereka bisa berkelahi?!

Jay si Kutu Buku─selalu bergulat dengan buku dan angka matematika, ternyata bisa bergulat dengan sesama manusia juga.

Zophy si Pembuat Onar─selalu membuat kericuhan di mana pun. Pintar beradu mulut dengan siapapun. Dulu aku sempat berpikir dia bisa jadi pengacara. Ternyata bukan cuma jago beradu mulut, beradu tinju juga nggak kalah jago. Sekarang aku berpikir, petinju cocok untuknya.

Menyenangkan, sih, bisa melihat hal baru yang nggak pernah terpikirkan sebelumnya. Tapi tetap saja, kalau perkelahian ini berlanjut, mereka bisa kena masalah.

Apa yang harus kulakukan?

Mia juga panik. Aku jadi ketularan paniknya.

Kalau lapor polisi, justru Zophy dan Dom akan menjadi tersangka karena menyerang duluan. Minu dan Jay masih bisa selamat dengan alibi membela temannya.

Kalau minta bantuan Ayah... Justru Minu yang akan terkena masalah. Ayah pasti semakin murka. Konflik mereka akan semakin panjang.

Siapa yang bisa kumintai bantuan di saat seperti ini?

Di tengah kebingungan harus meminta tolong pada siapa, 2 mobil hitam datang dan keluarlah bapak-bapak berjas hitam.

Bahkan ada yang membawa anjing. Mereka terlihat seperti mafia atau gengster dalam film yang biasa kutonton.

Kedatangan mereka berhasil menghentikan tawuran dan mereka menyebut Dom sebagai 'Tuan Muda.'

Entah harus senang atau nggak. Aku jadi bisa mengetahui siapa Dom sebenarnya. Nggak heran dia jago berkelahi. Dia harus menguasai perkelahian karena latar belakang keluarganya ini.

Yuna's POV End

°°°

Esoknya,
Sunny High,
Kantor Kepala Sekolah...

"INI KALIAN, KAN?!" bentak Wakil Kepala Sekolah memperlihatkan video tawuran tadi malam sembari menunjuk para Kru Huming Bird.

Mata Zophy memincing untuk melihat dengan jelas. Wakil Kepala Sekolah yang sadar, memberikan ponselnya supaya Zophy bisa melihat lebih jelas letak kesalahannya.

"HEBAT SEKALI KALIAN!"

"Makasih, Pak. Hehehehe..." sahut cucu Mr. Lin membuat Wakil Kepala Sekolah tambah murka.

Jay, Minu, Dom, Mia, dan Yuna yang juga ada dalam ruangan, memberikan tatapan berbeda. Ada kaget, kagum, bangga, dan marah.

Jari telunjuk Wakil Kepsek menunjuk Zophy di awal kalimatnya. Semakin ke sana, jarinya mulai bergerak menunjuk yang lain juga. "APALAGI KAU! KENAPA KAU BERULAH LAGI? APA MEMBUAT ONAR SAJA NGGAK CUKUP? SEKARANG KAU MAU MEMBUAT MUSUH? MERUSAK CITRA SEKOLAH! SUDAH MAU KELAS 3 JUGA! KASIHAN SISWA LAINNYA YANG CUMA MAU BELAJAR!"

Yuna yang mengetahui semua cerita aslinya dan berperan sebagai saksi mata di kantor kepsek, tentu tidak terima. Dia merasa mereka terdzalimi.

"Pak, anak-anak itu yang cari ribut duluan! Itu bukan mau kami!" Begitu kata Yuna membela teman-teman dan saudaranya.

Meski yang Yuna katakan adalah fakta. Namun dalam video, Zophy dan Dom lah yang mulai menyerang duluan. Pertolongan Yuna menjadi sia-sia karena itu.

Principal Nick yang sedaritadi hanya mendengarkan ocehan wakilnya, merasa muak. Ia lalu berdiri dan berteriak, "SUDAH!"

"Pokoknya aku nggak akan membiarkan masalah ini!" lanjut Principal Nick.

"P╴Pak, saya akan menegur mereka. Jadi, tolong... Orang tua mereka semua konglomerat, Pak..." bisik Wakepsek. Dia takut kalau ada apa-apa nanti dia yang kena.

Tapi berbeda dengan wakilnya, Principal Nick ini tidak takut dengan siapapun. Keadilan harus ditegakkan. Salah ya salah, benar ya benar.

"Kekerasan di sekolah nggak bisa ditolerir. Kalian diskors." Principal Nick mendeklarasikan hukuman. Keputusannya tidak bisa diganggugugat.

Zophy yang sudah malas belajar, butuh liburan merasa senang dengan keputusan Principal Nick ini. Samar-samar senyum terukir di wajah babak belurnya.

Diskors buruk sih, tapi dia juga mulai muak menelan materi yang tiada habisnya.

"Zophy Jo. Aku akan mengabari masalah ini kepada kakekmu." Senyum samar Zophy luntur seketika mendengar penuturan Principal Nick.

Kakeknya? Oh, NOOO!

Lebih baik dimarahi bibinya daripada kakeknya tahu.

"PAK NICK, SAYA MOHON JANGAN! BERITAHU BUNDA SAYA SAJA! KAKEK SAYA NGGAK DI SINI, BELIAU SUDAH TUA RENTA. KALAU KENA SERANGAN JANTUNG GIMANA?"

"Wakilmu itu adalah kakekmu. Bagaimana pun juga dia harus tau kelakuan cucunya yang antimainstream ini."

Menurut kertas pendaftaran dulu, wakil Zophy adalah Mr. Lin dan bukan ibunya Jay. Principal Nick hanya mengikuti prosedur saja.

"Pak╴"

"Aku sangat kecewa denganmu, Ketua Osis. Kau panutan tapi malah ikut tawuran. Ternyata aku salah menilai orang."

Tidak hanya Zophy, Jay juga kena semprot. Kutu buku itu hanya bisa diam merenung.

Ada rasa penyesalan karena mendapat skors. Namun di sisi lain juga, Jay merasa apa yang ia lakukan adalah untuk melindungi Zophy dan membela temannya.

Tunggu... Teman? Sepertinya Jay sudah menganggap anak-anak mengganggu itu adalah temannya. Meski terkadang karena gengsi ia masih mengelak.

"Pak... Pak kepala sekolah.."

Rasa khawatir karena hukuman skors tentu dirasakan setiap member Kru Humming Bird. Kekhawatiran berbeda dalam hati.

Ada yang takut kena marah, takut dibawa pulang ke asalnya, takut konflik keluarga memanjang, takut akan masa depannya, takut tidak bisa ketemu crush, dan berbagai macam ketakutan lainnya.

Shelly juga ada di sana. Dia langsung masuk kantor usai Principal Nick mendeklarasikan skors. Perempuan pirang itu tentu membela Jay.

Meski ia sangat disayang, namun kakeknya adalah orang yang berpendirian teguh. Keputusannya tidak mudah berubah, meski cucu kesayangannya sendiri yang meminta keringanan.

°°°

Besoknya,
Di trotoar...

Tidak perlu waktu lama untuk ketakutan Zophy terkabulkan. Tadi pagi, anak-anak yang kena hukuman skors diharuskan Principal Nick mengikuti pelatihan mental yang ia adakan.

Harusnya Zophy sekarang berada di pelatihan itu bersama Minu, Jay, dan Dom. Tetapi, ia meminta izin kepada Principal Nick untuk tidak hadir karena ada urusan yang harus diselesaikan.

Karena izin yang sangat tidak jelas ini, Principal Nick tentu tidak mengizinkan. But Zophy tetap ngotot pergi. Well... Dia memang benar-benar harus pergi.

Di tengah perjalanan menaiki sepeda menuju bandara, ia berhenti karena melihat pencurian sepeda.

Bukan pencurian seperti mengenakan topeng, terus sepedanya dibobol dibawa pergi.

Tidak.

Beda.

Pencuri sepeda itu adalah pejalan kaki biasa yang tidak sengaja melihat sepeda keren terparkir di samping trotoar, lalu menaiki sepeda itu tapi tidak bisa digerakkan karena dugaan sementara otot kakinya yang lemah gemulai.

"Bayi bisa lebih baik darimu," gumam Zophy menghentikan sepedanya di depan pencuri itu.

Ingus pencuri itu beler. Ia melihat Zophy lalu berbicara sinis, "Berisik. Tau apa kau soal sepeda? Mending dandan aja biar cantik."

"Daripada nyuri mending beli, deh. Apa nggak punya uang? Mau kupinjamkan uang? Tapi bayar bunganya 50% ya?" Zophy tersenyum jahat.

Pencuri itu berdecih. "Ini sepedaku!"

"Oh, ya? Kayuh dong kalau gitu."

Tidak peduli seberapa keras pencuri itu berusaha, sepeda yang ia naiki tidak bergerak sedikit pun.

Awalnya Zophy tidak yakin juga sih kalau pencuri itu memang mencuri atau tidak. Ia mendatangi pencuri itu juga hanya untuk memastikan.

Setelah dipastikan, ternyata kecurigaannya benar. Selain karena pencuri itu tidak bisa mengayuh yang katanya adalah 'sepedanya', Zophy juga pernah melihat sepeda itu sebelumnya.

Kalau tidak salah ingat, sepeda itu milik si Monster 13.

"Ngapain lalat duduk di sepedaku?"

Mata Zophy dan pencuri itu serempak terbelalak.

Si pencuri lantas menoleh ke belakang dan melihat 2 orang pria berbadan jangkung nan gagah perkasa mengenakan jaket hitam. Salah satunya berkumis tipis dan satu lagi menenteng helm.

Pria besar yang menenteng helm itulah yang tadinya bersuara. Dan benar dugaan Zophy, dia adalah si Monster 13.

Monster 13, yang menjadi ketakutan dari Humming Bird sekarang berdiri di depan Zophy.

Dia terlihat cukup menyeramkan dan mengintimidasi. Kepala Zophy saja sampai harus mendongak supaya bisa menatap mata si Monster 13.

Iya, emang setinggi itu.

"Kok aku ikut kena?" Zophy bermonolog.

Ia meneguk saliva lalu memberanikan diri berbicara duluan sebelum si pencuri malah menuduhnya yang tidak-tidak.

"Bukan aku. Tapi dia yang mau mencuri sepedamu." Jari telunjuk Zophy menunjuk si pelaku utama yang reflek langsung terkesiap. "Tadi aku cuma kebetulan lewat. Sebenarnya aku sendiri nggak yakin dia lagi mencuri. Tapi dari tingkah laku dan sepeda yang dinaiki, aku jadi yakin dia mencuri."

Mata si Monster 13 memincing.

Zophy tidak pernah segugup ini berhadapan dengan manusia lain sebelumnya. Paling-paling waktu sama Minu, itu juga tidak segugup ini.

Si Monster 13 memang benar-benar memancarkan aura yang sangat mendominasi dan mengintimidasi parah.

"Aku nggak akan mengatakan ini pada sembarang orang... Tapi karena kau mencurigaiku, jadi kukatakan," ucap Zophy.

Mata si Monster 13 semakin memincing. Dari POV-nya, gadis ini lebih mencurigakan dibanding laki-laki yang duduk di atas sepedanya.

"Aku pernah mencuri uang kakekku dulu. Jadi aku tau gerak gerik orang yang mencuri tuh gimana. Terus soal sepeda, aku menonton videomu. 102km/jam," jelas Zophy detail. "Kau keren!" lanjutnya sembari menaikkan kedua ibu jari dan tersenyum menunjukkan gigi kelincinya.

Keheningan panjang yang canggung menyelimuti. Tidak ada yang bisa Zophy lakukan selain tetap mempertahankan senyum dan menyesal kenapa tadi sok-sok ikut campur.

Harusnya dia biarkan saja. Urusannya sendiri malah jadi makin bertambah dan berantakan, dia sudah terlambat.

"Hm," dehem singkat si Monster 13.

Manik matanya yang tadi terkunci di Zophy, bergilir ke si pelaku utama.

Melihat si pelaku utama yang terdiam tanpa penjelasan, si Monster 13 menyimpulkan bahwa si laki-laki lah pencuri sebenarnya dan melepaskan Zophy pergi melanjutkan perjalanan dengan tergesa-gesa.

"Kau melepaskan cewek itu gitu aja? Kalau dia pencurinya gimana?" tanya si berkumis tipis.

"Memangnya kucing bisa mencuri?" Monster 13 menjawab usai menghajar si pelaku lalu menaiki sepedanya dan berlalu begitu saja.

Si Kumis Tipis jelas bertanya-tanya. Tapi karena temannya main pergi begitu saja, tidak ada yang bisa dilakukan selain mengucapkan, "Hati-hati di jalan!" Yang dibalas lambaian tangan oleh si Monster 13.

°°°

Bandara Internasional...

Zophy berlari kecil memutari bandara. Ia sempat melihat di papan bertuliskan penerbangan dari London menuju Incheon, sudah mendarat 15 menit lalu.

Di mana kakeknya? Manik matanya tidak menangkap penampakan Mr. Lin walau hanya batang hidung saja.

Usai beberapa menit memutari bandara, Zophy mendapat notifikasi pesan dari Mr. Lin.

Pesannya begini :

Beginilah tidak enaknya punya kakek yang apa-apa suka tepat waktu dan anti lelet.

Mau berkata kasar, takut kena karma.

Sudahlah, daripada merasa kesal tidak akan ada perubahan. Mobil Mr. Lin tidak akan berputar arah dan kembali ke bandara.

Mending langsung pulang sebelum Mr. Lin membuat kekacauan di Kediaman Jo.

°°°

Perjalanan dari bandara internasional menuju Kediaman Jo, cuma jauh aja nggak pake banget. Daritadi masih siang sekarang sudah sore.

Karena Zophy yang mengayuh dengan tergesa-gesa apalagi naik sepeda bisa menyalip ke sana sini, jadi bisa lebih memakan sedikit waktu.

Balapan terjadi antara mobil Mr. Lin dan sepeda Zophy. Mobil Mr. Lin mungkin lebih cepat, tapi sepeda Zophy bisa menyalip dan mudah melewati jalan pintas.

Dan pemenangnya, sudah pasti Mr. Lin. Pake logika aja. Mr. Lin sudah pergi 15 menit lalu, sudah pasti dia sudah setengah jalan sementara tadi Zophy masih di bandara.

Belum lagi, Zophy malah berurusan dengan Vinny yang ia temui di jalan.

Sebenarnya Zophy mau pura-pura tidak lihat. Tapi di sini posisinya Vinny lagi menghajar seseorang menggunakan sepedanya. Kalau tidak dihentikan, takutnya Vinny semakin membabi buta.

"Habis dipukul Dom, kau melampiaskan amarahmu ke anak yang nggak bersalah?"

Vinny memutar sepedanya ke asal suara, di mana Zophy mengayuh sepedanya dengan keringat bercucuran.

Tuhan bersama Vinny, jawaban aslinya langsung saja Tuhan tunjukkan di depan Zophy supaya tidak bersuudzon kepada teman lamanya.

"Kena, kau! Dasar pencuri!" pekik seorang wanita berusia sekitar 35an. Dia menjewer kuping si anak yang tadi Vinny hajar menggunakan sepedanya. "Ayo, ikut aku ke kantor polisi!"

"Maaf, Bi! T_T"

"Menurutmu aku begitu?" Vinny berkata setelah si Bibi dan pencuri part 2 pergi. Hanya tersisa mereka berdua di jalan sepi nan gelap itu.

Bibir bawah Zophy membungkus bibir atasnya lalu keluar helaan napas yang mengarah ke wajahnya.

Tidak ada permintaan maaf yang terucap. Ngapain minta maaf. Kalau minta maaf sama Vinny yang ada malah besar kepala anaknya, begitu kurang lebih pikiran Zophy.

"Kau mau ke mana?" tanya Vinny. Ia mengayuh sepedanya hingga sejajar dengan sepeda Zophy.

Lumayan, night ride.

"Pulang."

"Kuantar."

Selama 5 menit mereka bersepeda bersama dengan keheningan.

Canggung? Tidak.

Mereka diam-diam nyaman dan enjoy saja. Sudah lama tidak night ride bareng. Jadi kangen.

Roda sepeda mereka kemudian berhenti ketika melihat downhill di depan mata. Ingatan kelam mulai diputar otak mereka.

Ingatan tentang Vinny yang menantang Minu balapan di downhill ini dan berakhir dengan mereka berdua jatuh tersungkur.

Vinny terluka tapi tidak serius. Berbeda dengan Minu yang terluka di kaki, sampai sekarang kaki Minu tidak pernah sembuh total.

Selain Vinny dan Minu yang menjadi korban. Downhill ini juga memakan korban lain, yaitu TJ dan Zophy sendiri.

Pergelangan tangan Zophy yang sakit, karena TJ bermain curang. Dia sengaja menyenggol bahu Zophy yang lengah dan menjatuhkannya. Naas sekali, pergelangan tangan Zophy tergencet handgrip sepeda.

Rasanya? Beuh... Jangan ditanya.

"Kau ingat? Kaki pacarmu jadi cacat karena aku di downhill ini." ujar Vinny tiba-tiba, berhasil menarik atensi Zophy.

"Hm," dehem Zophy menatap malas downhill pemakan korban.

"Kaki dan tangan yang cacat. Kalian cocok."

"Bacot."

Senyum jahil Vinny terukir menyebalkan. Dia lalu mendorong Zophy turun dari sepeda dan membiarkan sepeda itu menuruni downhill tanpa pengemudi.

"Sepedaku!!" Zophy berteriak hendak berlari menyusul sepedanya tapi ditahan Vinny. "Apa, sih? Kau cari ribut, ya?!"

"Ayo, kita turun bersama."

Zophy sudah memasang raut wajah bingung campur marah. Memang benar-benar si anjing gila ini, ya!

"Naik sini." Vinny berucap sembari memaksa Zophy duduk di atas top tube sepedanya.

"Nggak mau! Aku mau ngejar sepedaku!"

"Kita kejar bareng." Dengan satu kali tarikan kuat, Vinny berhasil meletakkan bokong Zophy di atas top tube sepedanya.

Kemudian kedua tangannya mengunci Zophy dengan cara memegang erat stang, lalu mengayuh sepeda meluncur menuruni downhill.

"VINNY, YOU SON OF A BITCH!!!"

Angin malam menerpa wajah keduanya. Adrenalin yang semakin lama semakin terasa dan desiran darah yang mengalir deras.

Keduanya merasakan hal yang sama.

Merasa aman, tenang, dan damai.

Zophy yang merasa aman karena berada di dekat Vinny. Begitu juga Vinny, yang merasa tenang dan damai dengan Zophy yang sekarang berada dekat sekali dengannya.

Vinny Hong merindukan perasaan yang sudah lama tidak ia rasakan ini.

"Pegang sepedamu," ujar Vinny begitu sepedanya semakin dekat dengan sepeda Zophy.

Zophy mengangguk ceria lalu menjulurkan tangan memegang stang sepedanya. Mereka meluncur dengan selamat sampai ke bawah tanpa luka dan kerusakan sepeda.

Tidak perlu diucapkan, sudah jelas ekspresi mereka mengatakan bahwa itu adalah hal yang sangat menyenangkan.

Sesaat, Zophy melupakan masalah mengenai Mr. Lin yang kini sudah berada di depan pintu Kediaman Jo.

Ting

Tong

Bel rumah berbunyi.

Jay yang berada di kamarnya tidak ada niatan membuka pintu. Di rumah hanya ada dirinya dan Kay, Minu tadi masih di luar bersama Mia. Jadi, biar Kay saja yang buka pintu.

Dalam artian lain, Jay mager.

Ting

Tong

"Iya, sebentar. Sabar, dong." Kay menggerutu.

Bel rumah ini mengganggunya menonton acara 'Hari-Hari Kucing.'

"Siapa, sih? Ganggu," lanjutnya menggerutu sembari membuka pintu. "Iya? Siapa? Cari siapa?"

Netra Mr. Lin terbelalak melihat anak kecil di depannya.

Terakhir kali ia bertemu Jay, waktu Jay sekecil itu. Masa, sih... Jay tidak tumbuh? Itu yang ada dalam pikiran Mr. Lin.

"Kau Jay Jo?" tanya Mr. Lin memastikan. Satu alisnya terangkat tanda dirinya sedang bingung.

"Kau mencari kakak? Apa kau temannya kakak?"

"Kakak?"

Baik Kay maupun Mr. Lin sama-sama merasa bingung.

Kay bingung, kok kakaknya berteman dengan seorang kakek. Masa sih sugar daddy-nya?

Mr. Lin bingung, kakak? Maksudnya si cebol yang ada di depan mata ini adeknya Jay? Kapan buatnya?

Karena mendengar suara ribut di luar, akhirnya Jay memutuskan mengecek sendiri. "Siapa, Kay?"

Begitu dia melihat tamunya adalah kakek dari Zophy. Wajah panik tidak bisa ia sembunyikan. "Kakek Lin?"

"Hoh? Kalian kembar, ya? Adekmu?" Mr. Lin menunjuk Jay dan Kay secara bergantian.

"Selamat malam, Kakek Lin!" Sontak Jay membungkuk 90°.

"Kak, kakek ini siapa? Bukan sugar daddy-mu, kan? Aku lapor ibu, loh."

'Sugar daddy?' Jay berpikir. Tahu darimana Kay soal sugar daddy?

"Kakek Lin. Perkenalkan, dia adekku." Jay berucap begitu sopan dan santun sekali membuat Kay terheran-heran. Lalu Jay juga memberi isyarat lewat mata menyuruh Kay membungkuk.

'Memang siapa kakek ini?' batin Kay tetap membungkuk. Dia juga memperkenalkan diri sesuai isyarat dari sang kakak sulung. "Kay Jo."

Tatapan yang Jay beri, selain isyarat, seperti mengancam. Makanya Kay menurut saja.

Mr. Lin mengelus dagu. "Hoh... Begitu, ya? Menarik sekali."

Sementara itu...

Zophy dan Vinny bersepeda santai dalam kesunyian yang damai. Senyum simpul terukir di masing-masing wajah.

Tidak terasa, kini waktu berdua mereka sudah hampir habis. Di depan sana, sudah terlihat halte bus yang dekat dari Kediaman Jo.

Di halte bus itu juga, Zophy dan Vinny melihat Minu sedang bersama seorang perempuan bersurai pendek dan berkacamata.

"Mia?" monolog Zophy mempercepat laju sepeda dan berhenti di depan Minu disusul Vinny.

Ketika Zophy sampai di halte bus, Mia sudah pergi. Jadilah tersisa dirinya, Minu, dan Vinny.

Situasi aneh ini sulit dicerna baik Zophy ataupun Minu. Vinny sih santai, ya. Dia tidak tahu apa-apa dan tidak peduli juga. Tujuan awal juga kan tadi cuma mengantar temannya saja.

"Kau bersama Vinny?" / "Kau bersama Mia?"

Sepasang kekasih itu bertanya secara bersamaan. Terkesiap juga bersamaan.

Fix, jodoh. Katanya kalau barengan gitu jodoh. Katanya..

"Tadi Mia dan Yuna datang mengecek kami setelah pelatihan mental. Terus gara-gara Dom nggak di sini, Yuna pergi menyusulnya. Jay tadi ada, tapi dia menyeret Kay pulang setelah nggak sengaja menguping kami yang diskors. Terus sisa aku dan Mia, aku nggak mungkin biarin dia pulang sendiri. Yaudah, aku antar sampai halte bus aja." Minu menjelaskan secara garis besarnya. Setelah itu dia diam dengan ekspresi yang mempersilakan Zophy menjelaskan balik situasinya.

"Tadi aku ketemu Vinny di jalan pulang, terus─"

"Aku ngantar pacarmu sampai rumah. Takut dia terlibat dengan berandal lain, karena pacarnya sibuk bermain sama cewek lain." Vinny menyela dan tersenyum miring. Sudah jelas dia sedang memancing amarah Minu.

Kedua tangan Minu mengepal erat. Rahangnya juga terkunci rapat. Vinny berhasil.

"Udah! Kalau mau berantem, jangan di sini! Ngerusak fasilitas umum nanti. Aku mau pulang." Zophy mengayuh sepedanya dan pergi dari halte bus. Tidak mau berurusan dengan masalah Vinny Minu.

Capek.

"Lain kali kau nggak perlu mengantarnya pulang. Jangan merepotkan diri sendiri," ucap Minu datar.

"Kalau takut pacarmu kurebut. Coba jaga dia, jangan malah menyuruhku ini itu yang jelas nggak akan kulakukan," balas Vinny ketus mengukir kalimat di otak Minu yang akan terus membekas di sana selama hidupnya.

"Dia punyaku."

"Seperti kucing liar di jalanan. Sekarang mungkin sudah ada kalung kepemilikan melingkar di lehernya. Namun, hanya karena kalung itu nggak akan menghentikan pencuri kucing mencuri kucing liar di jalan."

"Apa yang mau kau katakan?"

Vinny diam menatap Minu. Dia merasa, terkadang Minu ini tidak lebih pintar dari udang.

"Memang kenapa kalau dia punyamu? Selama ada yang suka, bisa saja diambil darimu. Apalagi sekarang jamannya, 'Apapun akan dilakukan untuk mendapat apa yang diinginkan'. "

Minu tidak membalas Vinny, karena otaknya pun setuju dengan perkataan si anjing gila ini.

"Aku mungkin salah satunya." Vinny bergumam yang masih dapat didengar Minu. Otomatis mata Minu jadi melebar tidak suka. "Lagipula, tanpaku kau dan dia sekarang pasti akan menjadi orang asing."

Tangan Minu yang tadi mengepal, semakin mengepal lagi hingga urat-urat di punggung tangannya keluar semua. "Jaga omonganmu. Hanya karena kita berteman, bukan berarti aku nggak akan memukulmu kayak kemarin."

Vinny tertawa. "Pukulanmu nggak ada rasanya sama sekali." Ia lalu bersiap pergi, tetapi jangan lupa memberi salam perpisahan. "Kuberi 1 kesempatan lagi. Kalau kau nggak bisa menjaganya dengan benar. Akan kurebut dia darimu."

Kekesalan Vinny ini berdasarkan apa yang ia lihat di halte bus. Tatapan Minu kepada perempuan entah siapa itu, sudah jelas itu tatapan yang ia berikan pada Zophy saat Minu memberi tahu Vinny bahwa dirinya menyukai Zophy.

Waktu itu, tidak ada yang bisa Vinny lakukan karena Zophy juga merasakan hal yang sama. Bisa dibilang, Vinny ini dulunya tempat curhat Zophy dan Minu.

Namun sekarang, melihat Minu yang seperti ini jelas Vinny tidak terima. Orang dia aja pengen banget ada di tempat Minu, tapi Minu malah begitu.

Yang Vinny rasakan saat ini tuh gini kalau kata Dove Cameron, "I can be a better boyfriend than him."

3 orang teman kecil yang terlibat cinta segitiga. Hm... Atau mungkin cinta segi empat ditambah Mbak Mia, ada nggak, sih?

•••

Bonus chapters :

1. Vinny, Minu, dan Zophy.

Beberapa tahun lalu...

Minu's POV

"Tundukkan pandanganmu, Bodoh!"

Seperti biasa, aku menyaksikan dari kejauhan Vinny sedang dipukuli anak kecil lainnya.

Anehnya, Vinny tidak melawan sama sekali. Ia hanya terus menerima dirinya yang diinjak seenaknya.

Padahal menurutku, Vinny bisa saja melawan kalau dia mau.

Aku selalu melihat dari kejauhan, siapa tahu dia akan melawan. Ternyata nggak. Jadi ya aku bergegas ke sana menyelamatkannya seperti pahlawan.

Aku menendang bokong anak itu, bukan dengan kaki tapi dengan roda sepeda.

Semua anak terdiam melihatku *uhuk uhuk─ yang keren ini.

Anak yang ketabrak itu meringis sakit mengelus bokongnya yang sudah pasti menjadi biru. Dia lalu menoleh ke belakang, "SIAPA, SIH?!"

Dengan kerennya, aku melepas helm yang kukenakan lalu berkata, "Eh, maaf. Nggak lihat ada orang."

Keren banget, sih.

"Kau sengaja, ya?!" Pelaku bullying itu bertanya.

Sudah jelas iya, lah.

"Anjing! Dasar bocah!" Pelaku bullying itu juga memaki.

Bocah? Bocah ngatain bocah? Memang pelaku bullying tuh rata-rata pada goblog. Jadi nggak heran kenapa mereka nge-bully orang lain.

Lalu tiba-tiba, para pelaku bullying itu mendadak memasang wajah ketakutan. Mereka yang tadinya berani padaku, kini entah kenapa berubah menjadi ketakutan.

Sempat sih aku merasa berhasil membuat mereka takut, tapi ternyata nggak benar. Yang membuat mereka takut bukan aku, tapi anak lain yang berdiri di belakangku sambil menyodorkan sebuah senjata.

Heh? Memang anak kecil dibolehin megang senjata? Apa dia orang gila?

"Lari, Guys, lari! Pawangnya datang!!"

Pawang? Pawangnya siapa?

Aku berniat memutar kepala ke belakang, penasaran dengan pawang yang dimaksud.

Grek

"Jangan bergerak!" pinta anak itu dengan pistol di belakang kepalaku. Kalau aku nekat menoleh, dia pasti akan langsung melepas tembakan.

Dari suara cemprengnya, aku memperkirakan dia ini cewek.

"Vinong. Apa kepala coklat tai ini mengganggumu?"

Apa? Sialan.

Dia bilang kepala coklat tai?

Vinny menghela napas capek. "Nggak, kok. Dia temanku."

"Teman? Kau punya teman selain aku?" Anak itu mengulang kalimat. Terdengar kesedihan di dalam intonasi suaranya.

"Aku mau mengenalkannya padamu. Tapi kau selalu nggak ada di sini kalau dia bersamaku. Begitu pula sebaliknya."

Vinny yang kutau nggak banyak bicara, jadi lebih cerewet bersama anak cewek gila ini. Aku jadi makin penasaran, tengok nggak, ya?

Bodoamat, lah.

Karena rasa penasaran yang tinggi, aku mengambil langkah nekat─menengok ke belakang dan melihat anak itu.

Ternyata benar, anak cewek dan sebuah pistol mainan.

Dia menatapku sebal, seperti aku adalah saingannya. Kayaknya dia protektif banget sama Vinny.

Sesayang itukah dia dengan temannya?

"Aku Minu," kataku memperkenalkan diri sambil menjulurkan tangan.

"Hmph." Respon anak itu menyebalkan. Dia membuang muka dengan menyilangkan tangan di dada.

Ck.

Karena dia mengabaikanku, aku jadi mau mengabaikannya saja.

"Oh, iya! Kau harus gabung kalau aku buat kru sepeda Zephyrus, ya? Oke!" Aku beralih berbicara kepada Vinny, mencoba membujuknya bergabung masuk Zephyrus.

Namun yang tertarik, malah anak cewek gila di belakangku itu.

UGH─

LUCU BANGET!!

"Memangnya boleh sama orang tuamu? Kau kan cewek." Aku menjawab menahan detakan jantung yang nggak karuan ini.

"Orang tuaku udah nggak ada, jadi aman!" Dia menjawab begitu riang dengan satu jempol yang diangkat.

Memangnya itu hal yang membanggakan, ya? Memang gila anak ini.

"Tapi aku punya kakek, sih..." Dia menjeda kalimat sejenak sambil menepuk dagu menggunakan jari telunjuk. "Aku pasti bakal dimarah kalau dia tau. Ah, bukan masalah besar. Lagipula dia nggak di sini! Jadi, aman!!"

(Di sini, Zophy sudah mention soal kakeknya. Tapi Minu aja yang lupa. Maklum, ingatan masa kecil).

"Oke, deh."

"Aku Zophy Jo." Anak itu berkata tiba-tiba dengan senyuman ala anak kecil pada umumnya.

Lucu, manis, gemas. Ya, Tuhan...

Dari Vinny, aku jadi tau bahwa Zophy adalah orang yang selalu melindunginya dari pembully. Nggak memandang gender, mau laki-laki atau perempuan, semua dia lawan.

Dan sejak saat itu, kami sering menghabiskan waktu bersama hingga menjadi dekat dan timbulah rasa cintaku padanya.

Tanpa Vinny, aku nggak akan mengenal anak semanis dan pemberani─Zophy Jo si pawang Anjing Gila, itu julukannya dulu.

Minu's POV End

2. Nasib Vinny setelah tawuran.

"Aku nggak butuh ini!" ujar Vinny menepis kapas yang sudah diolesi obat oleh Zophy.

"Diam dulu!"

"Nggak butuh!"

Sementara mereka sibuk bertengkar, Sung Kwon hanya memerhatikan dari ambang pintu. Vinny tidak mau diobati, kalau itu Sung Kwon pasti sudah ditendang jauh.

Karena Vinny butuh pengobatan segera, jadi Sung Kwon berniat datang ke rumah Zophy dan meminta tolong.

Baru saja membuka pintu rumah Vinny dan hendak pergi, ternyata niat Sung Kwon sudah tidak diperlukan lagi.

Zophy dengan kakinya sendiri berjalan ke rumah Vinny membawa kotak P3K plus 2 bungkus makanan untuk Vinny dan Sung Kwon.

Baik sekali, kan?

"Kenapa kau pake acara sok menculik Yuna, sih? Kena pukul pacarnya, kan!"

"Dia (Dom) memukul anak buahku."

"Alasan. Memangnya kau sepeduli itu sama anak buahmu? Kau cuma mencari alasan untuk bertengkar aja, kan?"

"Nggak juga."

Mengobati luka lebam usia bertengkar umumnya hanya menghabiskan kurang lebih 10-15 menit, itu kalau lukanya banyak.

Harusnya bisa selesai dalam kisaran waktu segitu. Dan Zophy sudah pulang sekarang, harusnya...

Tapi karena Vinny yang terus menghindar dan menolak, jadi memakan waktu 40 menit hampir 1 jam.

Sebenarnya Zophy sudah was-was. Tadi sehabis mengobati luka Jay, Minu dan dirinya sendiri, dia pamit tidur awal. Kalau ketahuan dia tidak ada di kasur pasti bakal jadi masalah.

Setelah selesai mengobati Vinny, Zophy mengambil 1 bungkus makanan dan menyempatkan menyuapi Vinny beberapa sendok sebelum akhirnya pulang.

"Segitu pedulinya dia padamu," ucap Sung Kwon duduk di depan Vinny sembari mengambil satu bungkus makanan tersisa.

Vinny yang melihat Sung Kwon mengambil bungkus makanan itu, gercep merebutnya kembali. "Punyaku. Kau beli sendiri."

"Sialan kau. Aku juga lapar!"

"Pokoknya ini punyaku."

"Brengsek."

"Pergi sana! Aku mau tidur."

Si Anjing Gila memejamkan mata dengan tangan yang memeluk bungkus makanan pemberian Zophy Jo.

Sung Kwon tersenyum simpul, merasa senang temannya tertidur dengan senyum tipis. Meski perutnya sudah berdisko, tidak masalah.

Dia bisa membeli makanan lain, biarkan Vinny merasa damai dulu sekarang.

3. POV si Monster 13

"Meow meow meow.... Meow meow meow meong~"

Kucing hitam.

"Memangnya kucing bisa mencuri?"

Setelah mengayuh jauh, aku kembali berpikir.

Kucing memang bisa mencuri.

Bersambung...

Haduh, haduh, haduh... Zophy buat masalah baru lagi, deh.

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

663K 50.8K 62
Abigaeil, namanya manis dan imut anaknya si buntalan daging mengemaskan yang selalu menjadi primadona para tetangganya. si bucin Pai coklat dari nene...
69.4K 6.9K 20
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
124K 8.9K 56
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote
71.9K 3.2K 49
Almeera Azzahra Alfatunnisa Ghozali seorang dokter muda yang tiba-tiba bertemu jodohnya untuk pertama kali di klinik tempatnya bekerja. Latar belakan...