Sahabat Jadi Pasutri

By Queenazalea_

53.4K 629 66

Area wajib follow sebelum baca. (Novel romantis, komedi dan dewasa. Banyak kata-kata kasar. Harap dimaklumi) ... More

2. Kebelet Nikah
3. Pamit
Informasi E-book

1. Lomba Mencari Pasangan

6.9K 249 36
By Queenazalea_

Selamat pagi. 4 Januari 2023, aku bawa cerita baru untuk kalian. Jangan lupa follow untuk dapatkan informasi terbarunya. Juga jangan lupa untuk tambahkan ke Library kalian. 

Eiiits, ada pesan juga nih. Jangan trauma sama semua ceritaku dan samakan dengan Hanif 🤣 Tentu dia juga membuatku trauma. Kali ini ceritanya agak lain. Sedikit ada komedi, dan banyak kata kasar, harap dimaklumi. 


"Setel lagu galau mulu. Mantan sudah punya anak. Lo, malah galau kesetanan pagi-pagi gini."

Bagi Farrel, bertetangga dengan Nanda adalah kewajiban. Karena dari kecil, mereka berdua sudah menjadi teman baik. Sudah hafal bagaimana kelakuan wanita berusia dua puluh enam tahun ini. Semalam Nanda menginap di apartemennya dan pagi ini sudah dihadapkan dengan kelakuan wanita yang masih saja memikirkan orang yang meninggalkannya ke pelaminan dengan wanita lain.

Lirikan Nanda itu menyeramkan bagi Farrel. Tapi dia tetap suka sekali menggodanya.

Nanda bangun dari tempat tidurnya Farrel, kemudian wanita itu menjawab. "Gue putar lagi galau karena emang suka liriknya. Banyak kok orang yang suka lagu galau, tapi nggak sedih. Sama kayak orang suka lagu yang agak menghibur gitu, meski sebenarnya dia sedang galau."

Ucapannya telak oleh wanita itu. Jadi, Farrel memilih mengalah. "Terserah lo, sih. Terus, lo udah siapin sarapan buat gue?"

"Udah."

Farrel mengambil handuknya, tapi sebelum dia ke kamar mandi. Dia membalik tubuhnya, menatap Nanda yang masih bermain gawainya. "Nan, gue nanti malam nggak nginap di tempat lo."

"Mau ke mana?"

"Jadwal kencan gue sama si Rita. Besok sama si Lisa."

Nanda membalas tatapannya. Lalu dia mematikan lagu. "Usia lo udah 31, nikah kek sana."

"Nunggu lo laku dulu. Gue sih gampang. Tapi seenggaknya lo duluan yang nikah."

Tatapan wanita itu langsung horor ketika Farrel membahas mengenai pernikahan. Lalu kemudian dia masuk ke dalam kamar mandi. Di sana dia melihat ada pembalut yang tidak terbungkus tapi sudah dicuci. "Si bangke memang dari dulu kebiasaan banget."

Farrel keluar lagi dan kemudian memanggil Nanda. "Sialan, pembalut lo nggak dibuang. Malah dibiarin di bawah gitu aja."

"Tinggal lo masukin tong sampah. Terus nanti bungkus, bawa keluar. Gitu aja lo perhitungan sama gue. Padahal lo paling sering nitip kolor buat gue cuci."

Dia mengalah, daripada cari ribut dengan Nanda. Dia memilih untuk mengalah dan memungut pembalut wanita yang dibuang sembarangan di dalam kamar mandinya. Farrel tidak bisa menghitungnya, ini bukan belasan atau berapa kali. Tapi sudah jadi kebiasaan Nanda seperti ini. Farrel sudah hafal kelakuan Nanda yang seperti itu.

Selesai Farrel mandi, kemudian ke ruang ganti. Setelan kerjanya sudah disiapkan ternyata oleh Nanda. Tidak perlu sewa pembantu, atau mencari istri. Kalau Nanda menginap saja dia sudah dilayani dengan baik. Tapi di usia kepala tiga ini, Farrel masih perjaka. Selalu memiliki prinsip yang sama dengan Nanda. Bahwa mereka akan melakukannya dengan pasangan. Farrel juga sangat posesif terhadap Nanda setiap kali dekat dengan siapa pun.

Dia sudah selesai memakai setelan kerjanya. Farrel keluar dari ruang ganti dan menghampiri Nanda. "Lo mau di sini aja?"

"Lo beneran ke kantor?"

"Iya, gue pulang entah jam berapa nanti. Kayaknya minuman pelancar haid lo ada deh di kulkas gue."

Nanda beranjak dari tempat tidur. "Ya udah, kita sarapan bareng."

Dia hafal kalau wanita ini paling bisa diandalkan kalau membuat sarapan untuk Farrel. Ketika keluar dari kamarnya dan langsung ke dapur. Pria itu melihat ada kotak makanan di atas meja. "Itu makan siang lo."

Tidak perlu diberitahu pun, Farrel sudah mengetahuinya dengan jelas kalau itu adalah buatan wanita ini untuknya.

"Lo nggak pulang, Nan?"

"Ke?"

"Rumah orangtua. Lama banget lo nggak ke sana perasaan."

Sambil sarapan, mereka berdua bercakap sebelum Farrel ke kantor. "Gue nggak pulang. Yang ada orangtua gue ceramah."

"Orangtua ceramah itu di dengar. Bukan dihindari."

"Halaah, lo sama gue nggak ada bedanya. Gue kalau pulang paling mau dijodohin."

Farrel bernasib sama dengan Nanda. Mereka berdua sudah dari kecil bersahabat. Sudah tahu bagaimana orangtua mereka berdua itu seperti apa. Orangtua Nanda yang akan terus membandingkan Nanda dengan adiknya—Adit. Kemudian Farrel juga akan dibandingkan dengan Ayesha. Adik semata wayangnya yang sudah menikah dan memiliki anak berusia tiga tahun.

Lebih parahnya adalah Nanda. Adiknya sudah menikah dan sekarang sudah memiliki anak berusia satu tahun. Sedangkan Nanda sendiri, wajib gagal mendapatkan pasangan. Sedangkan berbeda dengan Farrel, justru koleksi wanita adalah hobinya. Tapi tidak dengan merusak.

Nanda makan dengan sangat lahap. "Kayaknya gue balik ke kamar gue aja deh. Gila sakit banget."

Semalam, alasan Nanda menginap adalah sakit perutnya. Setiap datang bulan akan selalu jaga-jaga. Kemudian pria itu memberikan izin agar Nanda menginap. Mereka satu ranjang, tapi tidak melakukan apa-apa. Karena Farrel pun beranggapan bahwa dia tidak tertarik dengan tubuh Nanda. Sekalipun wanita itu sangat cantik. Tapi pakaian wanita itu selalu sopan di depannya.

"Kalau saran gue, sih. Kalau emang masih sakit, ya di sini saja."

"Lo juga mau kerja. Gue nggak ada siapa-siapa. Mungkin nanti bakalan ada teman yang bakalan berkunjung."

"Gue ke rumah orangtua dulu. Nanti siang baru ke kantor."

Ponselnya Nanda berbunyi, kemudian Farrel mengintip siapa yang menghubungi. Dilihatnya kalau ada incarannya Nanda yang menghubungi pagi itu. Wanita itu mengangkat bogemannya pada Farrel agar tidak bicara. Mereka memang saling menutupi satu sama lain bahwa keduanya dekat.

Di rumah orangtuanya, Farrel melihat Arkan sedang bermain di ruang tamu sendirian. "Om." Panggil anak itu, kemudian dihampiri oleh keponakannya untuk bersalaman.

Sudah pasti akan terjadi perang pagi ini ketika dia tahu kalau keponakan di sini. Artinya akan ada Ayesha juga. "Om, bagi duit!"

Karena dari kecil dia sudah membiasakan Arkan untuk meminta uang. Setiap kali mereka bertemu. Anak itu akan mengulurkan tangannya pada Farrel. Tapi itu hanya berlaku padanya, tidak akan melakukannya pada orang lain. Dia kemudian memberikan uang seratus ribuan kepada anak tiga tahun itu.

"Jangan beli permen, awas!" ancamnya kepada keponakannya.

Arkan berdiri tegak dan hormat. "Oke Om."

Dia masuk ke ruang keluarga dan melihat ada Ayesha sedang duduk sendirian. Baru saja dia bersalaman dengan adiknya. Muncul Yuni—mamanya dan kemudian mereka mengobrol. "Farrel, kamu udah sarapan?"

"Sudah, Ma. Tadi sama ..."

"Nanda." Ucap mamanya. Ketika Farrel tidak menyelesaikan ucapannya. Bisa dilihat ekspresi sang mama saat menyebut nama itu. "Mau sampai kapan kamu sama dia terus? Dia juga nggak bisa nikah karena kamu selalu kekang. Kasihan hubungannya kandas terus karena kamu. Jauhi dia sampai dia menikah."

Dari dulu, mamanya telah mengingatkan agar Farrel tidak berteman lagi dengan Nanda. Karena alasan Farrel tidak menikah adalah menjaga wanita itu sampai mendapatkan pasangan. Tapi sayangnya, hubungan Nanda selalu saja kandas setiap kali Farrel muncul.

"Tenang aja, Ma. Dia lagi proses pendekatan dengan pria lain. Jadi, Mama nggak perlu khawatir soal dia."

"Mama nggak khawatir soal dia. Tapi kamu, kapan mau nikah? Arkan bentar lagi TK, kamu nongolin pacar aja nggak."

"Sabar, Ma. Aku lagi seleksi."

"Seleksi apanya? Mama tuh pengen banget dengar kamu serius sama satu cewek doang, Rel. Jangan banyak-banyak. Nanda pernah cerita, kamu punya 13 pacar. Apa kamu sedang melakukan koleksi barang antik?"

Walaupun ucapan itu terdengar lucu di telinganya Farrel. Tapi itu merupakan omelan dari Yuni yang meminta dia untuk segera menikah. "Nggak barang antik juga kali, Ma. Tapi tolong sabar."

"Nggak bisa, Farrel. Pokoknya kamu harus menikah di umur 31 tahun ini. Mama nggak mau tahu."

"Padahal pria bisa nikah kapan saja."

"Memangnya itu burung kamu dipakai cuman buat pipis doang?" terdengar suara dari belakangnya. Begitu Farrel menoleh, ada Ilham yang muncul sambil membawa secangkir minumannya dan kemudian ikut bergabung. "Pokoknya nikah, Farrel. Nggak nikah tahun ini juga. Kamu akan di depak dari kartu keluarga."

"Lah, kok jadi sadis?"

"Nikah sama Nanda juga nggak masalah. Dia cantik, kami dekat dengan orangtuanya. Kamu juga sudah lama sahabatan."

"Pa, aku nikah sama dia. Yang ada, Papa sama Mama nggak bakalan punya cucu."

"Kenapa?"

"Nggak minat. Masih banyak wanita lain."

"Ya terserah kamu, yang penting segera menikah. Kalau nggak nemu, minimal minta dijodohin. Stok Papa banyak banget."

Masih pagi, sudah dihadapkan dengan orangtua yang membahas mengenai ini di depannya langsung. Bukannya dia tidak terima dengan apa yang menjadi saran orangtuanya. Tapi ini terlalu cepat baginya. Karena Farrel masih belum mau meninggalkan masa lajangnya.

"Kandidat Papa kira-kira umur berapa?"

"Ya mau kamu berapa? Papa ada semua kok."

Farrel menghela napasnya, lalu kemudian dia berkata. "Intinya di atas Ayesha. Dia sudah 27 tahun, kira-kira 28 atau 30 aku terima, Pa. Tapi aku mau dia juga bisa masak, sifatnya kayak Nanda."

"Tadi katanya nggak mau sama Nanda. Tapi maunya sifatnya kayak dia. Gimana sih?" Yuni mengeluh dengan permintaan Farrel.

"Ma, dia bisa masak. Dia nggak manja, dia bisa apa aja. Yang penting karakternya yang mirip, Ma."

"Ya udah, sama Nanda aja kalau begitu." Kali ini giliran Ilham yang angkat bicara lagi.

Farrel bukannya ingin menikah dengan usia di bawah adiknya. Tapi dia mencari wanita yang usianya di atas Ayesha. Agar lebih serasi saja.

***

Karena Sofia tidak datang ke apartemennya. Nanda memilih untuk pulang. Karena dia tidak bisa sendirian di apartemen ketika sedang datang bulan. Khawatir kalau terjadi sesuatu pada diri sendiri. Akhirnya dia memilih untuk pulang saja dibandingkan menetap di sana sendirian.

Saat dia menginjakkan kaki di rumah orangtuanya. "Mama kira pulang bawa calon mantu. Tapi tahunya sendiri." Singgung Ningsih padanya.

Sudah biasa dengan sindiran Ningsih setiap kali dia pulang. Nanda tersenyum pada wanita itu. "Mama, sabar dong."

"Nggak bisa, Nanda. Teman-teman kamu sudah punya anak semua. 26 tahun belum menikah. Ya ampun, kamu anak pertama lho. Lihat tuh adik kamu!"

Sudah biasa dibandingkan dengan Adit. Kalau dia pulang, akan dibandingkan dengan Kiki—adik iparnya.

Apalagi ada Lula, gadis kecil hasil pernikahan Adit dengan Kiki, dianugerahi seorang putri cantik jelita. Memang Nanda juga ingin menikah, bahagia seperti Kiki, diberikan kasih sayang oleh suami. Juga mendapatkan mertua yang baik seperti orangtuanya. Tapi ini orangtuanya, selalu menyindir Nanda setiap kali pulang.

Langkah Lula pelan mendekatinya dan meminta untuk digendong. "Harum banget." Dia mencium keponakannya. Sedangkan ucapan mamanya dia abaikan.

Karena merasa sudah lelah juga mendengar ocehan sang mama. Kemudian dia memilih untuk diam saja. Dibandingkan harus ikut mengoceh begitu saja.

"Tahun ini dipastikan kamu menikah. Pokoknya, terima nggak terima. Calon suami kamu nanti akan dikenalkan ke kamu. Mama malu dengar ucapan teman-teman Mama, masa kamu dilangkahi adikmu."

"Adit kan emang mau nikah muda. Buktinya Kiki belum lulus aja dia ngebet banget nikah."

"Setidaknya adik kamu itu kerja keras. Emangnya kamu? Modal rebahan doang, digaji Papa di rumah."

"Kakak padahal cantik, bisa cari cowok sana sini. Nikah itu bebas lho, Kak. Bisa ngapain aja sama suami. Ditambah lagi kalau sudah punya anak, jalan-jalan sama suami itu rasanya nikmat banget."

"Tuh dengerin, belum tahu aja dia bagaimana rasanya nikah sama orang yang tepat."

"Tapi Mama tahu sendiri, pria yang dekat sama aku kelakuannya laknat semua."

"Cari yang lain dong, Kak!"

***

Mereka bertemu di apartemennya Nanda. Keduanya sedang beradu nasib di kamar wanita itu. Farrel tidur di ranjangnya Nanda. Sedangkan wanita itu sedang ada di depan meja riasnya, menggunakan skincare malam sebelum tidur. "Mama gue kumat lagi, mau jodohin gue."

"Lo dijodohin, gue mau dinikahin langsung. Kan bangke, mana si Kiki ikutan ngomporin, Mama."

"Dia bilang apa?"

"Intinya dia manasin gue soal nikah. Pas Mama pergi, dia ceritain soal hubungan. Gue yang perawan ini ngerasa kayak cenat cenut aja."

"Lo pengen gituan?"

"Ngeri yang ada."

"Si Kiki masih muda banget?"

"21 dia, tapi kalau ngomong sama gue. Intinya dia itu kayak mau bunuh gue, segala hal tentang pernikahan dia ceritain. Gue juga mau, tapi lo tahu sendiri semuanya kayak bajingan."

Nanda naik ke atas ranjang. Rambut wanita itu ditarik oleh Farrel. "Sakit anjing."

"Ya, sorry."

Lalu Farrel mengubah posisinya. Dia sekarang sedang tengkurap, sedangkan Nanda tidur sambil menyangga kepalanya dengan satu tangan. "Lo kenapa nggak jadi kencan?"

"Ya itu yang mau gue ceritain. Anjiiir, parah banget ceweknya."

"Si Rita?"

Farrel mengangguk. "Gue diajak main ke apartemennya. Gue udah dekat sama dia, sekitar lima bulan ini kan. Lo tahu sendiri, gue pilih-pilih orangnya. Malah dia peluk gue, kalau nggak buru-buru pergi. Gue bisa tegang. Mana dadanya gede banget."

"Untung lo bisa jaga diri."

"Makanya gue batal kencan, gue memilih untuk pulang. Soal body, oke banget. Tapi kelakuan, gue anggap di skip aja."

"Tapi dia cantik."

"Gue bukan permasalahin cantik atau nggaknya. Intinya dia bisa jaga sikap, kalau pacaran aja dia ngajak gue berhubungan, artinya udah pengalaman. Apa gunanya 31 tahun gue jaga perjaka gue. Ogah banget."

"Lo tidur seranjang sama gue nggak ngerasain apa-apa gitu?"

Farrel langsung bangun dan bersila. "Sumpah, gue nggak ngerasain apa-apa. Kalau gue nafsuan, lo udah gue perkosa berkali-kali. Cuman emang nggak minat. Lo bilang mustahil atau gimana, sama cewek lain, hasrat gue ada. Tapi sama lo, nggak ada."

"Gue telanjang nih misal. Lo nggak tertarik juga?"

Farrel melempar wajah Nanda dengan bantal. "Nggak telanjang juga setan. Maksud gue kalau kayak gini, gue biasa aja. Kalau lo telanjang, ya kayaknya bisa. Tapi jangan gitu lah."

"Gue bukan orang sinting, gue cuman nanya. Soalnya lo sama gue sering banget tidur seranjang."

"Lo pernah mikir nggak, kalau gue bisa perkosa lo?"

"Kadang iya. Tapi kalau lo punya pemikiran jahat. Dari dulu kayaknya gue udah rusak. Tapi nyatanya lo jagain gue banget."

Farrel membuka ponselnya dan melihat ada banyak chat dari wanita-wanita yang dia kencani. ""Nggak usah banyak curhat, Nan. Kita ini dua orang dengan satu nasib. Itu aja intinya, udah cukup. Jangan diperpanjang."

Lama Farrel bermain ponselnya. Lalu kemudian Nanda mengatakan. "Kayaknya gue pasrah, Farrel. Pasrah banget gue kalau misalnya orangtua gue mau cari suami buat gue."

"Sama, kalau nggak ada yang gue temuin yang sesuai kriteria. Mending gue ikut saran mereka. Biar kita sama-sama nikah. Daripada Mama gue murka, ancaman Papa gue juga soal didepak dari kartu keluarga. Papa gue udah gerah kayaknya."

"Pokoknya, enam bulan batas gue. Kalau nggak nemu calon suami. Gue pasrah nikah sama siapa aja."

"Gue tiga bulan, soalnya dibatasi umur."

"Gue disuruh tahun ini. Enam bulan lagi kan tahun baru. Jadi gue, usahakan buat nyari pasangan. Entah itu di aplikasi, ataupun gue jajakan diri."

"Murahan amat lo."

"Terserah. Yang penting gue nikah."

Farrel menoleh ke arah lemari pakaian yang ada di kamar itu. Juga ada satu barang yang paling digilai oleh Farrel. Menjadi salah satu barang yang diinginkannya juga. Ketika dia melihat benda itu. Jiwanya semakin meronta. "Taruhan, Nan. Kalau gue menang, itu barang buat gue."

Nanda kemudian bertanya. "Yang mana?"

Farrel menunjuk gundam yang ada di dekat lemari, berdiri dengan kokoh dan memang harganya ratusan juta. Itu adalah barang Nanda paling mahal yang pernah dia miliki untuk disimpan di dalam rumah dan itu yang menjadi alasan dia diusir dari rumah oleh mamanya.

"Enak aja. Itu teman hidup gue."

"Nikah sana sama itu benda. Kalau bikin lo punya anak."

"Tapi tiap kali gue sedih, itu yang menjadi kekuatan gue."

Ya, Farrel tahu. Dulu ketika membelinya. Nanda jauh-jauh ke Jepang untuk membeli gundam tersebut. Ada lima puluh barang saja yang diproduksi. Kemudian dia pergi ke sana dan mendapatkannya. Harus berebut dengan kolektor lain. Dia adalah satu-satunya orang Indonesia yang mendapatkan barang tersebut di acara launching kala itu. Sekarang sudah tidak diproduksi lagi. Begitu pulang dari Jepang, dia langsung kena omel oleh orangtuanya karena barang koleksinya dianggap mahal.

Sedangkan mamanya Nanda mengoleksi tas dengan harga yang jauh lebih mahal dibandingkan gundam milik Nanda.

"Ya udah, biar lo nggak kehilangan. Lo sanggupi aja taruhannya sama gue. Bentar lagi gue 32 tahun, anjiiir Papa gue bilang burung gue cuman dipakai pipis."

"Parah, lo dihina bokap sendiri."

Farrel mengakui, itu memang dilakukan oleh papanya agar dia segera menikah dan tidak terlalu menikmati hidup. Selama ini, Farrel berusaha untuk jadi pria mandiri. Untuk membeli rumah pun, dia sudah ada uang. Tapi kalau menikah, dia akan membeli rumah. Tidak akan tinggal lagi di apartemen. "Jatah gue dari Papa juga udah mulai menipis."

"Nggak dijatahin?"

"Dijatahin. Dikasih empat juta sebulan. Makin butek gue, nggak mampu ke klinik kecantikan."

Farrel mengeluarkan dompetnya. Dia melemparkan kartunya untuk Nanda. "Nih pake, gila orangtua lo yang lebih parah." Ujarnya Farrel, tanpa merasa terbebani. Dia memberikan kartunya untuk wanita itu. "Tapi jangan dipakai buat aneh-aneh. Lo beli kebutuhan, perawatan. Maksimal sepuluh juta."

Tapi lihat saja reaksi Nanda, dia memicingkan matanya saat Farrel menyebut sepuluh juta. "Naikin, Rel. Lima puluh juta, ya?"

"Mata lo lima puluh juta. Gue lagi nabung. Nggak ada penawaran lagi, dua puluh lima juta, nggak ada penambahan lagi. Maksimalnya segitu, ditambah duit dari bokap lo."

Nanda langsung memeluknya dan mencium pipinya Farrel. "Emang lo paling ngerti, walaupun sedikit jahanam sama gue."

Sebenarnya Farrel adalah pria pemilih. Dia punya keraguan dalam berumah tangga karena tidak mau gagal dalam pernikahan. Apalagi kalau dia ingat cerita teman-temannya mengenai para istri mereka. Semuanya penuh dengan penyesalan. "Rel, di otak lo ada nggak tentang pernikahan?"

"Ada, tapi ragu."

"Kenapa?"

"Lihat orang yang cerai. Apalagi punya anak. Gue kepikiran aja sama anak mereka. Gimana rasanya hidup sama orangtua yang pisah. Ingat dulu orangtua gue pernah pisah karena Papa pernah selingkuh. Itu udah ngebayangin banget, pengen bunuh Papa tuh ada."

"Emang anak durhaka lo, ya."

"Kan itu dulu. Tapi lihat Papa bucin sama Mama, udah nggak lagi. Tapi yang bikin gue emosi itu ucapan teman-teman gue, mereka tidur sama wanita lain. Nikahnya sama yang lain."

"Lo percaya karma?"

"Kalau gue nggak percaya karma, lo hamil bego."

Nanda menyengir. Tapi Farrel tahu bagaimana batasannya dengan Nanda. "Cuman gue nggak terima aja, ceweknya perawan. Cowoknya bejat, udah cicipin ini itu."

Ekspresi Nanda mulai terlihat aneh dan langsung menatapnya seperti tuduhan bahwa Farrel pernah melakukan hubungan itu dengan mantan-mantannya. "Mata lo kayak hantu."

"Lo berani bilang sumpah kalau lo nggak pernah tidur sama mantan lo?"

Farrel langsung menyerang Nanda. "Cowok kalau udah ngerasain sekali. Pasti minta terus, Nan. Tapi gue udah bilang, gue bakalan lakuin itu sama bini gue." Pria itu menindih Nanda dan menekan kepala wanita itu dengan telapak tangannya.

"Lo mau bunuh gue?"

"Curigaan lo kayak Mama gue tahu nggak." Dia melepaskan cengkeramannya pada Nanda dan kemudian tidur di sebelah wanita itu.

Waktu dia sedang rebahan. Kemudian tiba-tiba Nanda mengatakan. "Orang setelah nikah bahas apa ya malamnya?"

"Mana gue tahu. Gue juga mikirin itu."

"Sok-sokan mau nikah."

"Anjiiir tiga bulan batas gue."

"Gue nggak bisa bayangin, lo minta begituan sama bini lo."

Farrel tertawa dengan ucapan Nanda yang memang bisa dia benarkan. Dirinya juga pasti akan gugup di malam pertama. "Kayaknya tidur di tempat lain gue kalau nikah. Nggak mungkin, pagi nikah. Malamnya bilang sayang ngewe yuk!"

Braaaaak

Wajahnya Farrel dihajar oleh Nanda dengan bantal. "Bangke, ada bahasa yang lebih sopan bego. Itu tuh malah lo kayak mau perkosa istri lo. Anjiiir gue jadi bini lo bakalan baku hantam di malam pertama."

"Lo jadi bini gue, yang ada gue bengek tiap hari." Pria itu sambil mengusap wajahnya yang dipukul oleh Nanda barusan. "Tapi yang namanya laki-laki ada hasrat tersendiri yang nuntun, Nan. Apa kek, ciuman, nenen bisa juga."

"Jangan bahas gituan, Rel. Gue cewek, lo cowok normal. Nanti setan di tengah-tengah, abis gue sama lo."

Farrel tidur menghadap Nanda. "Ya udah, besok lo temenin gue cari rumah. Bakalan persiapan nikah gue, kudu punya rumah juga."

"Beneran mau nikah lo ternyata."

Tidak ingin dituntut terus menerus oleh orangtua. Maka dia harus bisa memilih beberapa wanita untuk diseleksi dan diskualifikasi nantinya.

"Eh, Rel. Duit lo banyak juga ternyata."

"Pesta sebulan full juga gue mampu. Beli rumah, mobil, istri gue kinclong, nomor satu pokoknya harus perawan, Nan. Kalau misal dia nggak perawan karena pernah dilecehkan, nggak masalah, gue pasti terima dan bakalan sayang. Tapi kalau tidur suka sama suka dengan mantannya, oh nanti dulu. Gue skip yang itu, gue aja 31 tahun nunggu, dapat original. Nggak mau gue sama cewek yang pernah kesentuh mantan atas dasar sama suka."

"Duit lo ada berapa juta?"

"Udah hitungan milyar, gue dari dulu bukan orang boros. Paling dipalakin lo doang. Gue nggak keluar duit sama cewek yang nggak gue suka. Yang ada gue diporotin dan dirayu-rayu. Tapi gue juga nggak mau bucin banget. Gini-gini aja, yang penting serius."

"Pacar lo belasan, Rel. Gimana lo mau serius?"

"Ada satu, Nan. Dia baik banget, kalem. Kalau gue ada perasaan sama dia. Dia pendiam juga, dia umurnya lebih muda dari lo sih."

"Berapa?"

"Baru lulus kuliah. Terus gue kasih hadiah HP, dia jaga jarak banget. Sampai kencan pun nggak gandengan tangan. Pujaan hati gue banget. Tapi segi usia dia masih muda banget. Menurut lo gimana?"

"Yang mana?"

"Olivia, anak Semarang. Dia kuliah di sini. Tinggalnya di apartemen dekat kantor. Terus kalau dia emang mau nikah, gue nikahin beneran. Gue coba bahas sama dia nanti."

"Tapi lo nggak mau nikah sama yang lebih muda dari adik lo, kan?"

Farrel menyenyir. "Olivia pengecualian, Nan. Kalau dia mau, gue beneran nikah. Dia baik, sopan. Cuman dia bilang waktu itu pernah bahas tentang kerjaan. Tapi nanti, kalau Olivia memang mau nikah. Gue sih mau aja, nafkah udah sanggup banget gue. Jadi orangtua juga gue sanggup, intinya dia di rumah. Nggak usah kerja."

"Terus ngapian lo nyari yang lain?"

"Gue cuman nyari kepastian."

"Lo kenal dia dari mana?"

Farrel tertawa, kalau dia jujur. Nanda pasti akan menertawakannya. "Ya ada."

"Lo nggak jujur, besok bisulan."

Dia terlihat kesal dengan ucapan Nanda. Karena setiap kali Nanda menyumpahinya. Itu akan terjadi pada Farrel. "Dia magang di perusahaan gue dulu. Setelah dia selesai magang, baru gue deketin."

"Nih kan, emang setan dari dulu lo. Siapa pun lo embat. Di kontak lo juga ratusan chat tiap hari. Mana banyak yang ngajak balikan."

"Gue ganteng, berduit. Tapi pelit. Kecuali Olivia sama Nanda laknat ini sih. Gue berani keluar duit."

"Ya udah, lo atur keseriusan lo sama dia."

"Bantuin gue, ya?"

"Nggak kali ini, gue nggak mau dicakar sama pacar lo lagi. Trauma gue seumur hidup."

Dulu, memang pernah ada pacarnya Farrel yang mencakar wajahnya Nanda dan menjambaknya di depan umum. Karena dituduh sebagai selingkuhan. Jelas kalau Nanda mulai menjauh untuk terlihat sangat dekat dengan Farrel. "Coba sini lihat fotonya!"

Farrel langsung menyodorkan ponselnya untuk memberikan foto Olivia pada Nanda. "Ini kan temen kuliahnya, Adit."

"Sumpah?"

"Iya, tanya aja Adit kalau lo nggak percaya."

Farrel akan melakukan itu, dia akan bertanya langsung pada Adit, karena mereka juga dekat. "Ada tanda-tanda masa depan gue. Tinggal lo doang."

"Halaah nggak jodoh paling."

"Minimal lo dukung gue. Biar burung gue kepake."

"Tapi model-modelan kayak lo agak susah di percaya, Rel. Tapi kali ini gue berusaha buat percaya aja deh." 



Tulis tanggapan kalian di sini, ya. Hehehe. 

Continue Reading

You'll Also Like

7.2M 351K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
272K 1.1K 15
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!
3M 152K 62
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
1M 103K 27
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...