[2] HATI dan WAKTU

By deftsember

50.5K 9.4K 9K

Raline menawarkan diri menjadi pacar Jerome untuk membantu cowok itu move-on dari mantan pacarnya. Dia tahu k... More

BAB 00: START
BAB 01: MEMULAI
BAB 02: HARI PERTAMA PACARAN
BAB 03: MEMBUKA HATI
BAB 04: KENCAN PERTAMA
BAB 05: RALINE'S WORST DAY
BAB 06: SUPPORT SYSTEM
BAB 07: "Raline pacar gue."
BAB 08: PENGAKUAN
BAB 09: CEMBURU?
BAB 10: CEMBURU? (PT 2)
BAB 11: STAYCATION IN ANYER
BAB 12: KISSING YOU
BAB 13: INTEROGASI
NOTIF
BAB 14: SUPPORT BOYFRIEND
BAB 15: SESUAI HARAPAN
BAB 16: TERHUBUNG TAKDIR?
BAB 17: BERPISAH
BAB 18: ANNOYING!
BAB 19: BREAK UP (?)
BAB 20: DECISIONS
BAB 21: PERJUANGAN JEROME
BAB 22: SI CALON BUCIN PACAR
BAB 23: I LOVE YOU
BAB 24: SELANGKAH LEBIH BERANI
BAB 25: RENCANA LIBURAN KELUARGA
BAB 27: LOVE IN EUROPE (PT 2)
BAB 28: BUKTI KEBUCINAN JEROME
BAB 29: RALINE MUDIK
BAB 30: DI SURABAYA..
BAB 31: REVITALISASI CINTA
BAB 32: 1st ANNIVERSARY
BAB 33: SISI LAIN
BAB 34: MULAI MENGGANGGU
BAB 35: PERUSAK
BAB 36: DETIK-DETIK KERETAKAN
BAB 37: KESALAHAN FATAL
BAB 38: END
BAB 39: KEHANCURAN TERBESAR
BAB 40: USAI
BAB 41: THE END(?)
S2 VER 1: BIGGEST LOSS

BAB 26: LOVE IN EUROPE

1.1K 223 113
By deftsember

~ Happy Reading ~





Mereka sudah sampai di Paris sejak siang tadi. Dan sekarang Jerome, Raline, serta Papa dan Mama Jerome sedang beristirahat di kamar hotel yang sudah di booking sebelumnya.

Sekarang sudah lewat dari jam makan malam. Papa dan Mama Jerome memilih makan malam di kamar hotel. 

Tapi tidak dengan Jerome dan Raline. Dua sejoli yang sedang hangat-hangatnya itu memutuskan untuk mencari makan malam di luar.

Sebenarnya ini rencana Jerome, karena cowok itu ingin mengajak Raline keliling kota Paris, hanya berduaan saja. Dia beruntung karena mereka tidak ada yang merasakan jetlag, padahal perjalanan di udara memakan waktu yang lumayan lama.

Jerome sudah sejak setengah jam yang lalu berada di kamar hotel Raline. Dia menunggu pacar nya yang sedang berdandan sambil merebahkan diri di atas kasur dan memainkan ponsel nya.

"Kita nggak pamit sama Papa Mama kamu dulu, Jer?" tanya Raline di sela kegiatan nya membuat alis.

"Udah. Tadi kata Mama kita boleh pergi. Mama juga nyuruh aku jajanin kamu apapun yang kamu mau. Tapi kita nggak boleh pulang malem-malem."

Raline melirik jam yang ada di layar ponsel nya. "Tapi ini udah mau jam sembilan. Kalau pergi jam segini nanti kita mau pulang jam berapa?"

"Emang kenapa? Baru mau jam sembilan kan."

"Ini sih bentar lagi juga lewat jam malem. Apa kita Re-Schedule aja jadi besok?"

"Ya jangan dong. Kan aku mau nya sekarang." 

"Itu tadi kata Mama kamu nggak boleh pulang malem-malem. Kalau kita pergi jam segini terus nanti pulang nya mau jam berapa?"

"Di Paris sama Jakarta beda. Kalau di Jakarta jam segini emang udah masuk jam malem. Tapi kalau di Paris jam segini tuh masih sore, Sayang."

Raline langsung salah tingkah. Dia belum terbiasa mendengar Jerome memanggil 'sayang' seperti itu kepadanya. Rasanya masih asing, namun menggelitik dan membuatnya grogi.

"Lagian kita juga belum makan malam. Emang kamu nggak laper?"

"Ya laper sih. Tapi bukannya bisa pesen makan lewat service room ya?"

Jerome menggeleng tak setuju. "Makanan hotel banyak kurang nya. Aku mau ngajakin kamu makan malem sekalian jalan-jalan. Paris pas malem hari tuh vibe nya cocok buat pacaran."

Raline tertawa mendengarnya. Sekarang dia memang harus terbiasa dengan sikap Jerome yang jauh dari kata cuek. Cowok itu sekarang pintar sekali berbicara sesuatu yang bisa membuatnya tersipu malu.

"Jadi selama ini vibe Jakarta nggak begitu cocok buat jadi tempat pacaran? Padahal selama ini kita pacaran nya di Jakarta loh, bukan di Paris."

"Ya beda dong. Kan pacaran di Paris nggak bisa setiap hari. Jadi vibe nya beda aja gitu."

"Bisa aja nyari alasan nya."

Raline sudah selesai berdandan. Cewek itu berjalan mendekati ranjang. "Ayo cepet. Kita berangkat sekarang aja biar pulang nya nggak kemaleman."

Bukan nya beranjak dari kasur, Jerome malah memperhatikan penampilan Raline dari atas sampai bawah dengan kening mengerut.

"Harus banget pakai crop top?" tanya nya.

"Emang kenapa? Kan Paris nggak lagi musim dingin. Cuaca nya nggak dingin-dingin amat kok."

"Oh ya udah. Yuk berangkat." ujar Jerome yang tiba-tiba nada suara nya jadi terdengar jutek.

"Kamu kenapa?" tanya Raline. Jerome hanya menjawabnya dengan gelengan kepala.

Jerome menggeleng singkat. Dia menggenggam tangan Raline dan mengajaknya keluar dari kamar hotel.

"Kita jalan kaki, Jer?" tanya Raline.

"Naik taksi."

Raline bingung kenapa tiba-tiba pacarnya berubah jadi es batu lagi. Apa yang sudah terjadi sampai membuat Jerome kembali bersikap cuek begini.

"Kita nggak usah jalan-jalan deh. Kamu kelihatan badmood gitu."

Mereka masuk ke dalam lift. Dan selama di dalam lift itu Raline terus-terusan menanyakan alasan kenapa Jerome tiba-tiba jadi cuek lagi.

"Kamu tuh kenapa? Aku tanyain malah geleng-geleng doang. Aku ada salah kah?" Raline kembali bertanya.

Jerome menggerutu. Dia menoleh ke arah pacarnya dan tiba-tiba menarik pinggang ramping Raline sampai menubruk tubuhnya.

"Jerome! Kamu ngapain sih? Disini ada cctv-nya."

"Kamu nggak sadar kenapa aku begini?"

"Emang kamu kenapa? Udah laper banget ya sampai kamu jadi badmood gini?"

Jerome menggeleng. Dia semakin merangkul erat pinggang ramping sang pacar.

"Udara malam dimana pun itu tetap dingin, Raline. Kamu nggak takut masuk angin?"

Raline kebingungan dengan maksud ucapan Jerome yang terkesan berbelit dan tidak mudah di pahami. Tapi setelah dia berpikir beberapa saat, barulah dia sadar apa yang menjadi penyebab kenapa pacarnya tiba-tiba berubah menyebalkan.

"Kamu nggak suka aku pakai crop top ya?" tanya nya.

Jerome tidak merespon apa-apa. Cowok itu malah memalingkan wajahnya dan menatap lurus ke depanㅡ seolah-olah sedang menghindari tatapan pacarnya.

"Aku kan pakai blazer juga. Nggak terlalu mengumbar perut kok. Lihat nih kalau nggak percaya." kata Raline sambil menunjuk ke perutnya yang sedikit terbuka.

Cewek itu merenggangkan tangan seolah-olah sedang memamerkan penampilan nya di depan sang pacar.

Jerome melirik dengan wajahnya yang masih datar. "Kulit perut kamu kelihatan."

"Ini kan fashion, Jer. Lagian aku pakai ini kan karena lagi sama kamu. Jadi aku yakin nggak ada yang berani macem-macem, karena aku udah punya pawang."

Jerome menggerutu dalam hati. Dia merasa kesal entah apa alasannya. Pokoknya dia tidak begitu suka melihat Raline terlalu mengumbar tubuh cantiknya.

Dalam pikiran Jerome, dia ingin Raline hanya menunjukkan nya hanya pada orang yang menurut cewek itu sangat spesial. Itu berarti hanya ada satu orang yang boleh melihatnya, tidak dengan banyak orang.

"Kamu lihat aku pakai crop top aja udah sensi begini. Padahal mostly kostum perform aku ada yang lebih terbuka dari ini."

Jerome tidak juga merespon celotehan Raline. Dia tidak memiliki alasan lagi untuk menentang ucapan pacarnya.

"Masa iya kamu tiba-tiba jadi posesif gini ke aku. Padahal dulu kayaknya bikin kamu terpesona sama aku aja rasanya susah banget."

"Ya gapapa sih kalau kamu posesif sama aku, wajar cowok begitu ke ceweknya. Tapi posesif nya jangan berlebihan juga. Kalau kata Lili cowok posesif bisa bikin ceweknya nggak betah terus pergi ninggalinㅡ" celotehan Raline terhenti saat Jerome menarik tubuh nya ke dalam pelukan hangat cowok itu.

"Bisa diem nggak? Apa mau aku cium aja biar mulut kamu nggak nyerocos terus?"

Awalnya Raline berniat membuat Jerome salah tingkah, tapi sekarang dia yang dibuat salah tingkah.

"Kok jadi ke cium cium sih." protesnya. Padahal itu hanya untuk menyembunyikan salah tingkah nya.

"Biar kamu berhenti ngoceh."

Raline mendengus sebal. Tapi dia tidak menolak saat Jerome memeluk tubuhnya. Rasanya hangat dan berdebar sekali.

"Jangan cuek-cuek lagi kalau sama aku ya. Tapi kalau sama yang lain gapapa. Apalagi sama fans-fans kamu yang fanatik itu." ucap Raline sambil membalas pelukan hangat Jerome.

"Bukannya kamu jago ngelawan mereka?"

"Enggak. Aku terlalu males ngeladenin fans-fans kamu. Buang-buang waktu aja."

Jerome tersenyum kecil. Dia mengusap punggung Raline dan menggumam kata-kata manis yang sangat amat jarang terdengar dari mulutnya.

Ting!

Lift terbuka dan mereka langsung menginjakkan kaki keluar pekarangan hotel. Taksi yang dipesan Jerome sudah standby di depan hotel, dan mereka langsung masuk ke dalamnya.

"Veuillez nous emmener au restaurant Le Jules Verne, monsieur." ujar Jerome kepada supir taksi.

*Tolong antarkan kami ke restoran Le Jules Verne, pak.

"Oui Monsieur."

*baik tuan

Diam-diam Raline berdecak kagum mendengar suara Jerome yang berat semakin kedengaran seksi saat berbicara dengan bahasa Prancis.

Jerome menoleh dan mengerutkan keningnya merasa heran saat melihat Raline menatapnya tanpa berkedip.

"Kamu kenapa? Kok malah bengong."

"Kamu bisa ngomong bahasa Prancis?" tanya Raline.

Jerome mengangguk. "Bisa, tapi nggak begitu fasih. Dulu aku kursus bahasa asing."

Dan Raline semakin terpesona dengan kesempurnaan pacarnya. "Bahasa apa aja yang kamu kuasai?"

"I'm fluent in English, Korean, Italian. And i also speak a little Japanese, French and Germany."

Raline langsung merespon nya dengan decakan kagum. Dia tidak tahu kalau dia sedang memacari manusia minus kejelekan.

"Aku ngerasa kayak remahan rengginang deh jadinya kalau di samping kamu." celetuk Raline.

Jerome sedikit terhibur mendengar kejujuran pacarnya. Dia menggenggam tangan Raline dan membawanya ke atas pahanya.

"Bukannya kamu juga fasih bahasa asing?"

"Iya. Tapi cuma tau bahasa Inggris doang."

"Itu udah lebih dari cukup, Raline. Nggak perlu menguasai banyak bahasa yang penting masih bermanfaat buat kehidupan kamu."

"Aku beruntung nggak sih bisa dapetin kamu? Soalnya aku baru menyadari kalau kamu itu manusia mendekati sempurna."

"Ngomong apa sih. Nggak ada manusia yang sempurna."

"Tapi kamu beda, Jer. Kamu ganteng, pinter, anak tunggal kaya raya. Apa yang bisa dinilai minus dari hidup kamu?"

"Ada."

"Ada? Kayaknya nggak ada deh."

Jerome menggeser tubuhnya sedikit menempel dengan Raline. Cowok itu berbisik di telinga pacarnya dengan pelan.

Wajah Raline langsung merona merah setelah mendengar bisikan Jerome. Tubuhnya mematung dan dia tiba-tiba berubah seperti orang linglung.

CUP ㅡJerome mengecup pipi Raline guna membantu pacarnya itu tersadar dari lamunannya.

"Jangan melamun terus. Kita sebentar lagi sampai."

Walaupun sudah di katakan seperti itu, Raline masih tidak bisa mengontrol perasaan nya yang membuncah sangat hebat.

Bisikan Jerome tadi sukses membuat terbengong-bengong tak percaya. Dia seperti sedang bermimpi karena ini adalah hal yang mustahil untuk pacarnya yang terkenal cuek.

"Aku bakal jadi lebih sempurna kalau didampingi sama kamu." itu adalah kata-kata super romantis yang di bisikan Jerome beberapa saat yang lalu.

Untaian kata yang mampu membuat hati dan perasaan Raline menghangat. Tidak pernah sekalipun dalam pikirannya kalau saat-saat seperti ini akhirnya dia rasakan juga.

🍑🌹

Raline tersenyum hangat menerima uluran tangan Jerome yang sedang membersihkan sudut bibirnya yang terkena noda dari makanan yang dia makan.

"Thank's sayang." ucapnya.

"Makan nya pelan-pelan aja. Kalau masih kurang kamu bisa nambah lagi. Atau mau pesan menu yang lain juga gapapa."

"Ih! Udah aku bilang kalau aku nggak se-rakus itu, Jerome. Kamu mulai mandang aku si pemakan segalanya ya."

"Nggak gitu, Raline. Aku dapat amanat dari Mama suruh nyenengin kamu. Pokoknya kalau Raline mau jajan apapun harus di beliin. Kalau nggak gitu nanti Mama yang sewot ke aku."

"Seriously? Tante Siska beneran ngomong begitu sama kamu?"

Jerome mengangguk. Dia meneguk wine nya sebelum melanjutkan pembicaraan. "Serius. Kalau nggak percaya kamu bisa tanyain Papa aja deh. Soalnya Papa juga jadi saksi gimana hebohnya setiap Mama lagi bahas kamu."

Raline merasa sangat tersentuh. Awalnya dia sanksi dengan respon keluarga Jerome. Apalagi saat mengetahui kalau Jerome berasal dari keluarga sendok emas. Yang dimana strata sosial mereka cukup berbeda jauh.

"Aku harus kasih apa ya ke Papa sama Mama kamu. Udah pasti bukan sesuatu yang sepele. Tapi kalau mau ngasih sesuatu yang luar biasa berarti aku harus nabung beberapa bulan dulu dong."

Jerome menggeleng, menolak rencana Raline. "Nggak usah bingung ngasih sesuatu yang mahal ke Papa sama Mama. Mereka nggak butuh itu dari kamu."

Cewek itu langsung merenung mendengar jawaban Jerome. "Iya sih. Papa sama Mama kamu pasti nggak pengen hadiah sepele dari aku."

Jerome berdecak kesal. Sepertinya pacarnya ini mulai salah paham. "Rell, nggak usah mikirin itu."

"Iya aku tau. Tapi tetap aja kepikiran."

Raline masih muram dan Jerome tahu harus melakukan apa untuk membuat pacarnya kembali bersemangat.

Dia memanggil waiters dan membayar tagihan makan malam mereka. Setelah itu dia membawa Raline keluar restoran dan berjalan-jalan di sekitar area Eiffel tower yang cukup di padati oleh orang-orang.

Jerome melirik pacarnya yang sejak tadi hanya diam sambil memperhatikan sekeliling. Raut wajah Raline tidak menampakkan kalau cewek itu sedang senang, dan Jerome bisa menebak penyebab muram nya sang pacar.

"Kesana yuk." ajak nya.

Raline hanya mengangguk dan mengikuti langkah Jerome yang menggandeng nya menuju tempat di salah satu sudut Eiffel tower yang agak sepi dari sudut lainnya.

"Bagus nggak tempatnya?" tanya Jerome yang mencoba untuk memulai obrolan.

Raline mengangguk. Seutas senyum terukir di wajahnya yang cantik. "Bagus banget. Paris emang nggak pernah bohong kalau masalah keindahan nya."

Cewek itu menikmati angin sepoi-sepoi yang berhembus menampar wajahnya dengan lembut. Matanya yang terpejam seketika itu langsung terbuka kembali setelah merasa ada kedua tangan kekar yang merengkuh nya dari belakang.

"Kamu kenapa?" tanya Jerome. Suara nya terdengar tepat di samping telinga Raline.

"Emang aku kenapa?"

Jerome mengeratkan pelukannya dan menarik tubuh Raline semakin menempel padanya.

"Aku tau ada yang kamu pikirin setelah obrolan kita di resto tadi. Kamu nggak bisa bohong soalnya raut wajah kamu menjelaskan semuanya."

Raline tidak menjawabnya. Dia sendiri saja tidak tahu bagaimana mengatakan nya.

"Rell.." panggil Jerome.

Raline menghela nafas panjang. "Jer, aku bersyukur banget kamu dan keluarga kamu menerima aku dengan baik tanpa memandang latar belakang keluarga aku. Tapi aku masih tetap kepikiran dan takut kalau aku nggak bisa balas budi sama kebaikan kamu dan keluarga kamu."

"You deserve it."

"Walaupun kamu bilang begitu berkali-kali, aku masih ngerasa kalau aku kesan nya jadi nggak tau diri. Di ajakin liburan keliling Eropa, sering di jajanin banyak barang. Bahkan perlakuan Papa dan Mama kamu yang manjain aku seolah-olah aku anak mereka juga bikin aku ngerasa nggak enakan. Aku takut nggak bisa membalas semua yang udah kalian kasih ke aku. Mungkin kalau di hitung-hitung uang tabungan aku dua tahun juga belum tentu bisa membalas semua yang udah kamu dan keluarga kamu kasih ke aku."

Jerome mendengarkan dengan seksama kata demi kata yang terlontar dari mulut pacarnya.

"Aku jadi semakin bingung harus balas budi kebaikan kalian sama apa."

"Nggak ada yang perlu kamu bayar." balas Jerome.

"Tapi aku takut nggak bisa memenuhi ekspektasi keluarga kamu."

"Emang aku dan keluarga aku minta apa dari kamu sampai kamu takut banget kalau nggak balas budi."

"Semuanya, Jer. Papa dan Mama kamu baik banget sama aku. Setelah mengenal mereka aku jadi ngerasa kayak punya orang tua angkat. Dan kamu juga baik sama aku."

Jerome membalikkan tubuh Raline jadi berhadapan dengannya. Kedua mata mereka saling bertatapan.

"Rell, dengerin ya. Nggak semua kebaikan dari orang lain harus di balas. Aku dan keluarga aku ngasih ke kamu karena kita tau ketulusan dan kebaikan kamu patut di hargai. Papa dan Mama orang yang cukup teliti, jadi kalau mereka memperlakukan kamu dengan sangat baik, itu tanda nya kamu emang pantas untuk dapat itu. Aku pun berpikiran sama kayak mereka. Kamu orang baik dan tulus yang pernah aku kenal seumur hidup. Jadi nggak ada alasan kalau kamu masih terbebani sama apa yang aku dan keluarga aku kasih buat kamu. Because you really deserve it." ujar Jerome panjang lebar.

"Lagian penilaian Mama biasanya nggak pernah meleset. Dia baik ke kamu karena kamu juga baik ke semua orang. Mama tau kamu orang yang bertanggung jawab" lanjutnya lagi.

Raline menatap Jerome dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca. Dia masih tidak menyangka kalau momen-momen seperti ini benar-benar bisa dia rasakan.

"Kamu buat aku semakin jatuh dan jatuh cinta lebih dalam, Jerome."

Jerome membalasnya dengan senyuman. Kedua tangan nya semakin menarik tubuh Raline agar lebih menempel dengan nya. "Itu harus." jawab nya.

Raline juga mulai mengalungkan tangan nya di leher Jerome. "Kenapa harus?" tanya nya diselingi seringai tipis.

"Ya karena emang harus."

"Kalau cuma aku yang jatuh cinta sendirian rasanya nggak enak. Setiap sesuatu harus ada partner nya."

"Kamu udah nggak mencintai sendirian lagi, Raline. Walaupun aku telat menyadarinya, tapi aku nggak berharap ada kisah cinta bertepuk sebelah tangan lagi di antara kita."

"Aku butuh kesetiaan kamu sebagai bayaran atas kesabaran aku selama ini. Can you give it to me?"

Jerome menempelkan kening mereka. Dia mengangguk lalu menjawabnya dengan penuh keyakinan. "Aku bakal kasih bayaran yang setimpal karena kamu udah bersabar nunggu aku."

"Kalau begitu... can you give me the sweetest kiss you can?" tanya Raline dengan suara yang terdengar pelan.

Tangan Jerome terangkat untuk menekan tengkuk Raline membuat jarak wajah mereka semakin dekat. Bahkan mereka berdua bisa merasakan hembusan nafas masing-masing.

"Jangankan cuma ciuman, kalau kamu minta apapun bakal aku kasih."

Raline terkekeh geli mendengar jawaban yang tidak akan ia sangka-sangka keluar dari mulut Jerome. "Kasih aku hati dan cinta kamu. Itu udah cukup buat aku."

"Itu udah aku kasih ke kamu, jadi kamu nggak perlu khawatir lagi."

"Aku butuh bukti."

Senyum terukir di wajah tampan Jerome. Dia memajukan wajahnya membuat bibir nya bersentuhan dengan bibir Raline. "Aku kasih kamu bukti kapanpun kamu mau. Tapi untuk sekarang biarin aku puas-puasin sama ini."

"Ini apa?"

"Cium kamu."

"My pleasure, Sayang."

Tidak butuh waktu lama, sedetik setelah mendapat persetujuan dari sang pacar, Jerome langsung memiringkan wajahnya guna mempermudah dirinya untuk meraup bibir manis sang pacar.

Raline pun ikut menikmatinya. Dia memejamkan kedua mata nya dan membalas setiap gerakan yang di lakukan oleh bibir Jerome. Rasanya seperti ada kupu-kupu yang bertebrangan di perutnya.

Menggelitik dan membuatnya seperti terbang ke awang-awang. 

Ini memang bukan pertama kalinya mereka ciuman, tapi Raline selalu mengapresiasi kedekatan mereka setiap waktunya. Karena baginya apapun yang berhubungan dengan Jerome adalah suatu kejadian yang tidak akan terulang walau dia hidup kembali.

Bukan hanya Raline, Jerome pun merasakan hal yang sama. Dia memang baru menyadarinya, tapi dia beruntung karena Tuhan masih mau memberinya kesempatan untuk menikmati cinta tulus dari orang yang tepat.

Kalau di suruh untuk memilih kehidupan apa yang paling berkesan, tentu saja Jerome akan menjawab hidup dimana dia bisa kembali bersatu dengan Raline. Tidak peduli dia hidup seperti apa, yang terpenting harus ada Raline di sisinya. 

CUP..
CUP..

Ciuman mereka terlepas setelah beberapa saat bertaut sangat hangat. Jerome menyudahi nya hanya karena ingin memberi kesempatan untuk Raline mengatur nafas dan detak jantung nya. Dia sama sekali tidak membiarkan sedikitpun jarak memisahkan mereka.

"Jer, if we have another life i still want to be your girl." ucap Raline.

"Aku pastikan dimanapun kita hidup, kita bakal selalu jadi satu." balas Jerome.

Perasaan membuncah ini bukan lagi hanya di rasakan oleh Raline seorang. Karena Jerome pun juga ikut merasakannya. Perasaan seperti memang pernah dia rasakan, tapi Jerome berani bertaruh kalau yang kali ini jauh lebih menyenangkan.

Merasakan jatuh cinta bukan hal yang pertama bagi mereka, tapi mereka yakin kalau yang kali ini jauh lebih bermakna rasanya. Seperti ada manis-manisnya gitu.

"Aku mau ciuman lagi." ucap Jerome dengan nada lirih. 

Cowok itu kembali memiringkan wajahnya dan sekali gerakan saja bibir mereka kembali terpaut dengan manis.

"Katanya kita nggak boleh pulang malem-malem. Kita udah hampir tiga jam diluar."

"Who cares. I still want to be with you like this."

"Jeromeㅡ" ucapan Raline sudah lebih dulu di bungkam oleh ciuman Jerome.

Kalau sudah begini Raline tidak bisa menolak, kan? Lagipula dia juga tidak keberatan sama sekali. Mendapat perlakuan yang amat sangat romantis dari pacar yang terkenal dengan sifatnya yang cuek adalah suatu hal yang langka yang tidak pernah terpikirkan oleh Raline.

Satu hal yang bisa dia lakukan hanyalah membalas ciuman Jerome. Ciuman yang kadar intensitas nya semakin bertambah seiring waktu berjalan.

Duluㅡsaat mereka masih seperti orang asing yang berhubungan hanya karena paksaan, keromantisan seperti ini sangat jarang sekali terjadi. Jangankan ciuman, Raline bahkan sanksi kalau Jerome bisa sedikit saja bersikap manis layaknya pacar.

Tapi sekarang..

Raline bisa mengatakan dengan sangat yakin kalau pacarnya ini tidak se-cuek apa yang dilihat oleh orang-orang, dan tentu tidak pasif seperti yang dikatakan Abigail.

Jerome yang sekarang sangat jauh dari kata pasif. 

Malah kebalikan. 

Jerome itu masih cowok normal yang hobi nempel sama pacarnya. Dan dia sangat jago dalam berciuman. Raline saja sampai sekarang tidak habis pikir kalau pacarnya itu sangat pandai dalam memanjakan nya.

Kalau sudah begini Jerome sudah layak di sebut bucin pacar 100% kan?


🍑🌹


Ke-esokan hari nya, Raline bangun sedikit terlambat. Dia baru bangun setelah jam menunjukkan hampir pukul sepuluh pagi. Itu karena semalam dia dan Jerome baru kembali ke hotel saat jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari.

Untung nya Papa dan Mama Jerome tidak terlalu mengurusi dua sejoli yang tengah sibuk di mabuk asmara. Orang tua Jerome tidak melarang asal mereka tidak melebihi batas wajar.

Jadi tadi Mama Siska berpesan kalau dia bisa bangun jam berapa saja dan tidak peduli dengan orang tua. Soalnya beliau bilang mau menikmati masa-masa muda dengan sang suami dan tidak ingin di ganggu.

Dan sejak bangun tadi Raline hanya berdiam diri di depan jendela kamar yang langsung menunjuk ke arah Eiffel tower. Sebuah pemandangan yang sangat cocok di nikmati kapanpun.

Semalam Jerome sudah berpesan untuk pergi ke kamar nya kalau cowok itu masih belum bangun juga. Dan Raline sangat tahu maksud tujuan pacarnya itu.

Jadi disinilah Raline sekarang. Di depan pintu kamar Jerome dan sedang membuka pintu nya dengan cardlock yang sengaja Jerome kasih ke Raline agar mempermudah apabila pacarnya itu ingin berkunjung ke kamar nya.

CKLEK..

Setelah pintu terbuka, Raline langsung masuk ke dalam kamar dan menutupnya kembali. Seperti yang sudah dia tebak kalau kamar hotel Jerome pasti dalam keadaan gelap karena cowok itu lebih suka tidur dengan lampu tidur yang tidak begitu terang.

Langkah Raline semakin membawa nya mendekati ranjang, dan dia bisa melihat kalau pacarnya masih tertidur pulas dengan tubuh tertutup selimut.

SREKㅡ Suara saat Raline menarik gorden jendela kamar Jerome dan seketika itu juga cahaya matahari yang lumayan terik langsung masuk menerangi sudut-sudut kamar hotel Jerome.

"Yang, bangun. Udah jam sepuluh nih."

Suara Raline terdengar mengalun di indera pendengarannya dan sinar matahari yang masuk ke dalam kamar hotel nya membuat Jerome mengerang dalam tidurnya.

Dia mengerjapkan kedua mata nya dan menutupnya dengan telapak tangan guna menghalau sinar matahari agar tidak menusuk matanya. Dengan mengerang kecil Jerome mengubah posisi tidur nya menjadi tengkurap.

Raline melihat tidak ada tanda-tanda kalau pacarnya akan bangun dari tidur. Maka dengan langkah lebar dia mendekati ranjang dan duduk di sisi nya yang kosong.

"Yang, ini udah jam sepuluh. Tadi Mama kamu ngasih tau kalau kita suruh nyusulin mereka."

"Hngg.." hanya terdengar suara igauan dari mulut Jerome. Sepertinya cowok itu masih belum tersadar seratus persen dari tidurnya.

"Jerome, ayo cepet bangun. Kita berdua belum sempat sarapan. Emang kamu nggak laper apa?" tanya Raline yang mulai dilanda kesal.

"Laper."

"Ya udah ayo cepet bangun terus kita beli makㅡ" ucapan Raline terpotong saat mendengar igauan kembali keluar dari mulut sang pacar. Kali ini pacarnya itu mengigau sesuatu yang membuatnya merona.

"Laper.. pengen kamu."

Raline berusaha menetralkan degup jantung nya yang mulai menggila. Dia harus menyadarkan dirinya sendiri kalau ucapan barusan keluar dari mulut Jerome yang sedang tidak benar-benar sadar.

Tapi yang di maksud kamu oleh Jerome itu dirinya atau orang lain ya?

Raline menggeleng mengenyahkan pikiran-pikiran tidak jelas. Kehadiran nya disini adalah untuk membangunkan sang pacar.

"Kalau kamu nggak mau bangun nanti aku tinggalin nih." ancamnya.

Dia menggoyangkan tubuh Jerome untuk membangunkan cowok itu dari tidurnya. Jerome yang terganggu pun mau tidak mau harus merelakan tidur nyenyak nya.

"Apa?" tanya nya dengan wajah yang masih mengantuk.

"Bangun, ini udah jam sepuluh lewat. Kamu nggak laper?"

Jerome ngulet. Dia merenggangkan tubuhnya sambil menguap lebar. Mata nya yang sudah terbuka pun langsung menoleh dan mendapati sang pacar sudah duduk tepat di samping nya.

"Kok kamu udah wangi sih pagi-pagi gini?" tanya Jerome setelah merasa kesadaran nya sudah penuh.

"Lihat jam deh. Ini tuh udah lebih dari jam sepuluh. Aku udah hampir lima belas menit disini."

"Ya udah lanjut tidur aja. Temenin aku bobo sini." ucap Jerome yang secara sadar langsung menggeser tubuhnya memberi tempat untuk sang pacar.

"Udah jam sepuluh lebih, Jerome. Kamu nggak laper apa? Masa mau tidur terus sih."

"Aku masih ngantuk. Urusan makan tinggal telepon service room aja."

"Kata kamu makanan dari service room kurang enak."

"Kalau terpaksa pasti rasanya enak."

Oke. Raline merasa kalau pagi ini pacarnya cukup menyebalkan. Jerome yang sekarang jauh lebih banyak membalas setiap ucapan nya dengan santai, tidak seperti dulu yang masih kaku.

"Ya udah, kamu boleh lanjutin tidurnya lagi. Tapi aku nggak mau karena aku udah laper. Lagian aku juga nggak enak karena dari tadi Mama kamu udah teleponin aku terus." ucapnya lalu beranjak dari ranjang dan berniat untuk pergi.

Tapi dengan sigap Jerome langsung menahan pergelangan tangan Raline dan menariknya sampai membuat pacarnya kembali duduk di atas ranjang.

"Apa?" tanya Raline dengan wajah kesal.

"Jangan ngambek dulu dong."

"Siapa juga yang ngambek."

"Iya deh aku bangun nih. Kamu jangan tinggalin aku duluan ya. Tungguin aku mandi." ucap Jerome. Cowok itu mulai agak panik setelah melihat raut wajah kesal sang pacar.

"Ya udah mandi. Aku tungguin disini."

Jerome sempat-sempatnya menarik tangan Raline sampai membuat cewek itu limbung. Dia mengecup kening dan bibir Raline membuat ekspresi wajah sang pacar berubah.

CUP..

"Makasih morning kiss nya, sayang." ucapnya dengan senyum menyeringai.

Setelah melakukan sesuatu yang membuat pacarnya diam membeku, Jerome langsung bergegas turun dari ranjang dan berjalan masuk ke kamar mandi.

Butuh beberapa detik bagi Raline untuk menyadarkan diri nya dari lamunan. Dan setelah tersadar, wajahnya yang sudah merona semakin terlihat merah layaknya terbakar.

"JEROME! KAMU NYEBELIN BANGET SIH!" dia berteriak sambil menutup wajahnya yang merah padam akibat salah tingkah.

'Bahaya. Jerome bahaya banget sekarang.' ㅡ teriak Raline dalam hati.










To Be Continued..

Update lagi ya Jerome-Raline nya. Ada yang masih nungguin mereka update kan??

Guys fyi ya..
Rencana nya Jerome-Raline tamat di akhir februari ini. Udah siap pamitan sama kisah Jerome-Raline di wattpad dan siap memulai kisah mereka yang baru di karyakarsa??

Nanti aku update lagi kalau rame komen nya 😂

Continue Reading

You'll Also Like

77.4K 8.5K 55
Ternyata Yogya bukan hanya tentang romansanya saja, ada banyak suka dan duka dalam ikatan pertemanan yang dibangun bersama di bawah rumah kost itu.
13.4K 1.9K 14
[ COMPLETED ] Bukan angkringan sembarang angkringan. [Non baku] [Lokal] Most Impressive Rangking : #1 vrenelokal / 04.12.2021 #3 vrene / 15.09.2021
72.7K 11.2K 22
"What's your history? Do you have a tendency to lead some people on? Cause I heard you do." ◾️ acciotrashure, 2017. { Written in Bahasa : Baku } COM...
857K 79.8K 51
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...