My Lovely Ghost | SELESAI

rsdtnnisa द्वारा

4.5K 217 0

Banyak orang berkata, tidak ada yang abadi di dunia. Apakah cinta juga termasuk dalam sesuatu yang akan sirn... अधिक

Part 1 : Rumah Oma
Part 2 : Hari baru
Part 3 : Gangguan
Part 4 : Siapa kamu?
Part 6 : Teman
Part 7 : Dekat
Part 8 : Danau
Part 9 : Rindu
Part 10 : Kedatangan
Part 11 : Setelah datang
Part 12 : Hadir
Part 13 : Bunga Ilalang
Part 14 : Pasar
Part 15 : Cerita danau
Part 16 : Rasa?
Part 17 : Bolos
Part 18 : Foto
Part 19 : Cerita?
Part 20 : Kilas balik
Part 21 : Cemburu
Part 22 : Teman lama
Part 23 : Sinar bulan
Part 24 : Bu Hana
Part 25 : Rumah
Part 26 : Foto yang sama
Part 27 : Kecewa
Part 28 : Chandra dan Liam
Part 29 : Pernyataan
Part 30 : Kilas balik (2)
Part 31 : Pergi?
Part 32 : Menjadi bulan
Part 33 : Extra : Awal yang baru

Part 5 : Di sini

161 12 0
rsdtnnisa द्वारा

- • Happy Reading • -

Menuju tengah hari, matahari bersinar semakin terik. Suasana kelas yang berisik karena tidak adanya guru yang mengajar membuat Aesa harus mengungsi ke UKS karena rasa pusing membuatnya sensitif dengan suara.

Ruang UKS seukuran dengan ruangan kelas, ada sekitar delapan ranjang yang terpisah menjadi dua dan dibatasi oleh gorden.

Aesa berbaring di ranjang dekat pintu, melihat sekitar yang hanya ada dia dan dua orang lainnya di ranjang paling ujung.

Gadis itu mengubah posisi menghadap dinding dengan jendela tepat di atasnya, helaan nafas terdengar saat Aesa mulai merasa ada yang memperhatikannya.

"Gue tau itu lo" ucapnya.

Si pelaku tertangkap basah, suara ketukan di jendela membuat Aesa sedikit mengangkat kepalanya untuk melihat seseorang dari balik jendela itu.

Ia lihat Chandra ada di sana, tersenyum lalu melambaikan tangan. Aesa melirik dua orang di ranjang ujung memastikan bahwa mereka tidak menyadari suara ketukan serta kehadiran sosok Chandra di sekitar mereka.

"Ngapain sih?!" tanya Aesa kesal dengan suara pelan.

Chandra masuk menembus pintu lalu menghampiri Aesa, "Sudah mendingan?" tanyanya balik.

"Liat lo jadi makin pusing" jawab Aesa ketus.

"Saya temenin ya" pinta Chandra. Aesa mengibaskan tangannya, "Terserah" balasnya.

Aesa kira sosok itu akan pergi saat melihatnya telah tertidur namun merasakan tangan dingin menyentuh jari-jarinya yang hangat membuat Aesa yakin bahwa Chandra masih ada di dekatnya.

"Saya gak bermaksud bikin kamu kaget, bikin kamu keganggu, apalagi sampai sakit gini" ucap Chandra, "Maaf".

Dalam hati Aesa terharu namun logikanya mendukung Chandra untuk tak lagi datang mengganggu si empu.

"Saya pergi" pamit Chandra yang jelas terdengar di telinga Aesa.

Jari tangannya tak lagi di genggam oleh tangan dingin itu, Aesa membuka matanya lalu menghela nafas lega.

Ia bisa beristirahat sejenak di UKS sampai nyeri di kepalanya reda, Aesa kembali menghadap dinding untuk mendapatkan posisi tidur yang nyaman.

***

"Es, bangun".

Gadis itu terusik dengan tepukan kecil di pipinya dan suara seseorang yang memanggil namanya.

Aesa terbangun melihat Indah sudah ada di samping ranjang menenteng tas biru miliknya.

"Udah pulang?" tanya Aesa, "Aku tidurnya lama dong".

Indah tertawa kecil, "Ini minum dulu" ia memberikan botol air mineral pada Aesa.

"Lumayan kok" jawab Indah atas pertanyaan Aesa tadi, "Udah gak pusing lagi kan?".

"Enggak" Aesa turun dari kasur di bantu oleh Indah karena tempat tidur UKS cukup tinggi.

Mereka keluar dari UKS di sambut dengan cahaya jingga khas matahari terbenam.

"Tadi malem gak tidur, Es?" tanya Indah memulai obrolan mereka di tengah perjalanan pulang.

"Tidur, tapi agak larut" jawab Aesa.

"Aku kira kamu kurang tidur, jadinya pusing" kata Indah.

Aesa jadi terpikirkan sesuatu, apakah Chandra termasuk sebuah halusinasi? Dan Aesa ternyata hanya sedang bermimpi.

Lengan yang mengulur kepadanya membuat Indah bingung, "Kenapa, Es?" tanya gadis itu.

"Cubit" pinta Aesa terdengar seperti perintah, "Cubit, Nda-AKH!"

Indah kaget dengan jeritan Aesa, padahal gadis itu yang meminta kenapa dia juga yang berteriak?.

Aesa mengusap lengannya di bekas cubitan Indah yang memerah, harusnya ia tahu jika ini semua bukan mimpi.

"Jangan nangis, Es" Indah menarik Aesa dalam pelukan, "Maaf, kan kamu sendiri yang minta di cubit".

"Perih, Ndah" Aesa mengadu, "Tapi gak apa-apa kok" lanjut nya.

"Besok berangkat sekolah gak? Atau mau aku anter berobat?".

"Sekolah kok, udah gak pusing juga".

Keduanya terus berbicara selama perjalanan. Aesa tersenyum mengetahui fakta bahwa Indah dan Ibunya, Asih, khawatir terhadapnya.

Berulang kali Aesa meyakinkan Indah bahwa dia baik-baik saja, lagi pula Chandra sudah pergi jadi Aesa tidak usah lagi memberitahu Indah tentang keanehan di rumah.

Aesa membanting tubuhnya di kasur, ia meraih tasnya guna mengambil ponsel untuk mengirim pesan pada sang Ibu.

Bunda Es

Bunda\

Belum ada balasan dari Elisa namun ada dua panggilan tak terjawab dari Ibunya yang mungkin berdering saat Aesa sedang berada di UKS.

Sambil menunggu balasan dari sang Ibunda, Aesa memutuskan untuk mandi terlebih dahulu.

Rambut hitamnya yang basah dia usap kasar dengan handuk sambil berjalan memasuki kamar.

Belum ada pesan balasan dari Elisa membuat gadis itu melengkungkan bibirnya ke bawah.

Gadis itu duduk di tepi ranjang melihat chat lama dari teman-teman waktu itu yang masih Aesa abaikan, namun ada satu pesan terbaru yang membuat Aesa tertarik untuk membukanya.

Bu Hana

/Ibu kira kamu ijin
/Ternyata pindah

Senyum kecil terbit di wajah Aesa, jari-jarinya bergerak mengetik pesan balasan.

Iya, Bu\
Saya kira Bu Hana tahu\

/Ibu baru pulang dari luar kota
/Awalnya Ibu tahu dari Liam, sahabat kamu itu.
/Terus Ibu tanya ke guru BK yang lain dan ternyata benar, kamu pindah

Maaf, Bu, gak sempet pamitan\

/Gak apa-apa
/Dimana sekarang? Sekolahnya lancar?

Di rumah Oma, Bu\
Lancar, alhamdulillah\

/Kapan-kapan datang ke sini ya
/Ibu lihat akhir-akhir ini Liam beda

Haha, memang orangnya gitu, Bu\

/Sudah dulu ya, Aesa
/Baik-baik kamu di sana

Siap, Bu\

Ibu guru di sekolah lamanya itu memang sudah seperti Ibunya sendiri, mungkin Liam juga menganggap Bu Hana juga seperti itu.

Aesa ingat betul saat Bu Hana membelanya dan Liam yang saat itu datang terlambat untuk mendapat keringanan hukuman.

Karena memang hukuman mereka sebelum itu ialah bersama-sama berdiri di lapangan membiarkan sang surya menyengat untuk beberapa saat, lalu pergi membersihkan toilet dan gudang.

Hukuman itu membuat mereka kehilangan hampir semua jam pelajaran, dan Bu Hana tidak setuju.

"Mereka bisa saja tidak usah berangkat ke sekolah karena memang sudah terlambat dari rumah, tapi mereka tetap ingin ke sekolah dan sampai di sini bukannya belajar malah mengerjakan hal yang bukan tugas mereka".

Begitu kira-kira yang diucapkan Bu Hana pada salah satu guru BK yang sering menghukum berat Aesa dan Liam.

Sejak itu, Aesa yang selalu mengajak Liam untuk berangkat lebih pagi guna menghargai perjuangan Bu Hana yang sudah membela mereka.

Sekalipun terlambat, hukuman yang mereka hanya salah satu dari yang pernah mereka jalankan sekaligus.

Aesa keluar dari kamar menuju ke teras untuk merasakan angin sore sambil melihat orang-orang kembali dari bekerja.

Beberapa Ibu-ibu yang menuntun sepeda dengan baju lusuh penuh lumpur tersenyum pada Aesa, dengan ramah gadis itu membalas senyuman tersebut.

Sebelum hari mulai gelap, bergegas Aesa masuk ke rumah dan menutup pintu. Harusnya Aesa tidak tidur di UKS tadi jika bukan karena pusing yang amat sangat.

Malam ini gadis itu pasti akan tidur larut malam lagi yang akan membuatnya kembali pusing dan kelelahan.

Aesa takut jika hal itu akan membuatnya melihat sosok lain selain Chandra.

Tunggu!. Kenapa Aesa tiba-tiba memikirkan Chandra? Kenapa nama itu seolah-olah terus teringat olehnya?.

Tangannya bergerak menepuk kepalanya beberapa kali diakhiri usapan wajah, "Sadar, Es! Dia bukan manusia" ucap gadis itu pada dirinya sendiri.

Daripada terus terpikirkan nama itu lebih baik Aesa ke dapur untuk melihat ada apa yang bisa dimakan.

Hanya ada beberapa butir telur di kulkas kecil dan dua botol air mineral besar yang dingin.

Aesa tersenyum kaku mengingat Indah yang terus memberikannya makan sehingga ia tak perlu memasak. Kalau pun memasak seingat Aesa hanya sekali bersama si Budhe, Asih.

"Telur dadar kayaknya enak, sama sambel" gumam Aesa setelah lama berpikir.

Hari mulai gelap dan lampu-lampu di jalanan serta rumah warga mulai menyala. Aesa menutup gorden pada jendela kamar lalu duduk di kursi, awalnya Aesa ingin membaca buku sambil menunggu nasinya matang tapi ia lebih ingin bermain warna.

Gadis itu menaruh kaki pada laci meja agar bisa lebih nyaman bersandar pada kursi, ia mengetik sesuatu pada ponselnya mengirim pesan pada Indah memintanya untuk datang ke rumah.

/Lagi bantu Ibu, Es

/Kamu aja yang ke sini ya, mumpung Bapakku lagi gak ada di rumah

Aesa mengiyakan saja, dia juga belum pernah berkunjung ke rumah Indah.

Gadis itu bangkit dan langsung dikagetkan dengan kotak pensil yang tiba-tiba terjatuh.

Alisnya menukik disertai dahi yang mengerut, kejadian yang sama namun posisi kotak pensil yang berbeda.

Saat itu Aesa masih bisa mengira kalau kotak pensil nya jatuh karena tersenggol olehnya sendiri, namun tadi posisi kotak pensil itu ada di atas tumpukan buku sebelum jatuh ke lantai.

"Keluar lo, Chandra!" seru Aesa tanpa pikir panjang.

Tak ada sahutan, Aesa melihat sekeliling sampai sebuah bayangan di dekat meja muncul menjadi sosok laki-laki yang Aesa cari.

Chandra menundukkan kepalanya merasa bersalah, Aesa geram sampai rasa marah mengalahkan ketakutannya.

"Katanya lo udah pergi, kok masih muncul?!" tanya gadis itu ketus.

"Kan kamu yang minta saya-".

"GAK GITU!" jerit Aesa memotong.

Chandra menggeleng, "Saya gak bisa pergi" gumam sosok itu lirih.

"Terus kenapa lo mendramatisir omongan lo waktu di UKS?" tanya Aesa. "Seolah-olah lo bakal bener pergi jauh, hilang, lenyap, dan gak bakal dateng lagi" lanjut gadis itu.

"Saya kira kalau saya gitu kamu bakal cari saya" jawab Chandra percaya diri, "Ternyata bener kan?".

"Ya karena lo jatuhin kotak pensil gue!" amuk Aesa membuat Chandra kembali menundukkan kepala.

"Beresin!" titah Aesa, "Gue mau keluar bentar".

Baru beberapa langkah Aesa berbalik mendapati Chandra mengikutinya diam-diam.

"Gak usah ikut!" omel Aesa, "Beresin!".

"Iya, iya" balas Chandra cemberut membuat Aesa ingin menampar wajah pucat itu.

Aesa meninggalkan rumah begitu juga dengan Chandra, gadis itu mengintip dari balik tembok melihat rumah Indah pintunya terbuka.

Ia masuk ke area rumah lalu mengucap salam sembari mengetuk pintu, "Indah" panggilnya.

"Masuk aja, Es!" sahut Indah dari dalam rumah.

Aesa masuk ke dalam sambil melihat-lihat isi rumah, foto keluarga Indah membuat ia menghentikan langkah.

Bukan foto keluarga formal seperti yang ada di rumah Aesa melainkan hanya foto sederhana dengan kamera ponsel saat mereka sedang berada di suatu tempat wisata.

Bisa Aesa rasakan kebahagiaan dalam foto itu, Indah juga seorang anak tunggal seperti dirinya.

"Es!" kali ini Asih yang memanggil membuat Aesa kembali tersadar dan bergegas menghampiri sumber suara.

"Iya, Budhe" sahut Aesa.

Ternyata Ibu dan anak itu sedang ada di ruang tengah, menonton televisi sambil melipat baju bersama-sama.

"Sini duduk, Es" Asih menepuk tempat yang kosong untuk Aesa.

Indah menarik lengan Aesa agar duduk di sampingnya, "Udah santai aja".

"Gak enak ngobrolnya, ada Budhe" bisik Aesa.

"Ya udah, bentar ya" Indah lanjut melipat baju-baju nya dengan lebih cepat.

"Gimana, Nduk?" tanya Asih tiba-tiba, "Baik-baik aja kan di rumah?".

"Baik kok, Budhe" jawab Aesa sekenanya.

"Indah bilang kamu sakit" kata Asih.

Aesa melirik Indah yang pura-pura bodoh, "Cuma sering tidur kemaleman aja, Budhe, PR banyak" balasnya.

"Ibu, sampun" ujar Indah lalu menyisihkan tumpukan baju yang sudah di lipat lebih dekat pada sang Ibu.

"Iya, udah sana ngobrol seng kepenak" balas Asih dengan sedikit mengibaskan tangannya.

Indah membawa Aesa ke ruang tamu, sebelum itu dia membuat minum terlebih dahulu sebagai suguhan.

"Jadi, ada apa nih?" tanya Indah yang baru saja duduk, "Minum dulu, Es".

Sebenarnya Aesa sangat butuh minuman, tenggorokannya terasa kering entah karena udara yang dingin atau mungkin karena memarahi Chandra tadi.

"Makasih, ya" Aesa meletakkan kembali gelasnya.

"Di deket sini ada yang jual cat gak, Ndah?" tanya Aesa memulai obrolan.

"Toko bangunan?" tanya balik Indah, "Ada, pas banget tokonya di luar gapura desa" jawab gadis itu.

"Besok pulang sekolah anter ke sana ya" pinta Aesa.

"Boleh, mumpung besok pulang siang" Indah mengiyakan membuat Aesa tersenyum, "Tapi ke rumah dulu ambil sepeda".

"Oke" Aesa mengacungkan jempolnya, "Makasih ya, Indah".

"Sama-sama" balas Indah, "Emang buat apa sih? Kalau mau renovasi panggil tukang aja sekalian".

"Enggak kok, cuma mau tambah dekorasi dikit" jawab Aesa membuat Indah menatapnya curiga penuh rasa penasaran.

Aesa tertawa, "Besok aja" ujarnya.

Mereka kembali melanjutkan obrolan terutama tentang Alya yang membuat Aesa sedikit terhibur. Ia sendiri sedikit menanyakan tentang rumah Oma dan lagi-lagi Indah tidak memberikan informasi yang lengkap.

"Pernah ketemu sama Abangnya?" tanya Aesa.

"Pernah lah, kan satu sekolah" jawab Indah, Aesa tidak begitu terkejut karena banyak temannya juga yang satu sekolah dengan sang Kakak.

Aesa melirik jam yang tergantung di dinding atas, "Bapak kamu kemana, Ndah?".

"Kerja, besok pagi baru pulang" jawab Indah yang hanya di angguki oleh Aesa.

"Udah gitu aja sih, Ndah" ujar Aesa lalu bangkit, "Aku pulang ya".

"Iya" Indah ikut bangkit dan mengantar Aesa sampai depan pintu.

"Bilangin ke Budhe ya" Aesa melambai, "Dadah, Indah".

Udara di luar cukup dingin sampai membuat Aesa merinding, apalagi angin yang berhembus membawa pepohonan seolah menari.

Buru-buru Aesa masuk ke dalam rumah dan menutup pintu, "Chandra!" panggil gadis itu tanpa sadar.

Aesa menutup mulutnya saat sadar bahwa dirinya baru saja memanggil sosok itu. Kepala Chandra menyembul dari ambang pintu kamar, "Udah saya beresin" ujarnya.

Gadis itu menghela nafas lalu mengangguk dan berjalan menghampiri sosok yang terus tersenyum ke arahnya.

***

- • To be continued • -

Sampun (sudah).
Seng kepenak (yang nyaman).

Thanks for the vote and comment

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

little ace 🐮🐺 द्वारा

किशोर उपन्यास

872K 65.4K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
121K 13.5K 53
Dia berasal dari Pulau Sirenum Scopuli, Italia. Parasnya ayu bak dewi Yunani. Namun tak ada yang tau, apakah hatinya seindah wajahnya, ataukah tidak...
7.8K 773 42
Soraya Aufarina, gadis berusia 24 tahun yang bekerja disebuah kantor majalah yang ada dikotanya. diusianya yang masih terbilang muda, Rita ibu dari R...
Azura Dan Lukanya lizenoo द्वारा

किशोर उपन्यास

1.4K 133 24
Seharusnya awal masuk Sekolah Menengah Atas menjadi suatu yang menyenangkan untuk perempuan bernama Azura Patrecia Danendra. Namun, dengan tidak jel...